Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

(1)

RESPON NARAPIDANA TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB SIBORONGBORONG

KABUPATEN TAPANULI UTARA

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

JOKO HUTASOIT 060902006

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Joko Hutasoit

Nim : 060902006

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 106 halaman, 34 tabel, 24 kepustakaan serta lampiran)

Kejahatan merupakan salah satu permasalahan sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kejahatan di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku kejahatan akhirnya mendekam di lembaga pemasyarakatan dan perlu mendapatkan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah salah satu lembaga pemasyarakatan di Sumatera Utara yang melaksanakan program pembinaan bagi narapidana. Walaupun demikian semakin lama jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong semakin meningkat, maka perlu diketahui respon narapidana terhadap program pembinaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 745 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah poporsional purposive sampling yaitu narapidana yang telah menjalani hukuman antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 298 orang, dan sampel dalam penelitian ini 10% dari 298 orang yaitu 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu observasi, kuesioner dan wawancara. Teknik analisa data menggunakan Skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan. Responden diberikan angket kemudian jawaban disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan Skala Likert.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif melalui hasil penghitungan dengan menggunakan Skala Likert, dimana persepsi narapidana terhadap program bernilai 0,82, sikap narapidana bernilai 0,706, partisipasi narapidana bernilai 0,609 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,711. Dalam pelaksanaan pembinaan masih ada hambatan seperti kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah narapidana yang tidak sesuai dengan daya tampung, hal ini perlu diperhatikan pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan dana anggaran. Hasil yang diperoleh menjadi gambaran bagi lembaga khususnya untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu dan kualitas program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRACT

Response Againt Inmates in Corectional Institusion Developmet Program Class IIB Siborongborong North Tapanuli.

(This thesis consists of six chapters, 106 pages, 34 tables, 24 bibliographical and attachments)

Crime is one of the social problems that are an integral part of human life. Crime in Indonesia has increased as rising unemployment and difficulties to meet the necessities of life. Finally offenders languishing in correctional institutions and the need to get coaching. Class IIB Siborongborong Correctional Institution is one of the correctional institution in North Sumatra who implement training programs for inmates. However the longer the number of inmates in Correctional Institutions Class IIB Siborongborong increasing, it is necessary to note the response to the inmate training program.

This research was descriptive with a total population of 745 people. The sampling technique used was purposive sampling poporsional inmates who had been serving a sentence of one to five years as many as 298 people, and a sample is 10% of the 298 people that is 30 people. Methods of data collection observation, questionnaires and interviews. To analyze the data using Likert scale to measure the perceptions, attitudes and participation of the inmates of the guidance program. Respondents are given a questionnaire and then the answer are presented in tabular form and then conducted a quantitative analysis with a Likert Scale.

Result from this study concluded that the response of inmatest to the program is very good and positive development through the results of a calculation using the Likert Scale, where the perception of the program is worth 0.82 inmates, prisoners attitude is worth 0.706, 0.609 worth inmate participation and the results of the average rating scale is 0.711. In the implementation of coaching there are still barriers such as lack of facilities and infrastructure and the number of inmates who are not in accordance with the capacity, this needs to be taken by government to overcome the problem of shortage of budget funds. The result obtained is a description of the particular institution to maintain and improve the quality of exsisting training programs in Correctional Institution Siborongborong Klas IIB.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis diberikan kekuatan mental, pikiran, dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul skripsi “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, Penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaanya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis serta memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

5. Bapak Sardiaman Purba, BCIP. SH. MH, selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong yang telah memberikan penelitian di lembaga tersebut serta bantuaan staff Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong seperti R. Sinaga, A. Hutasoit. 6. Kepada Kedua Orangtua saya, Bapak P. Hutasoit dan Mama tersayang B.

Boru Lumbantoruan yang telah mendidik, memberikan motivasi, bantuan moril dan materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini. Demikian pula terima kasih buat Kakakku, kak Tiaman , kak Taty, kak Tuti, kak Dahlia, Abangku bang Barita, Adekku Maya yang memberi dukungan dan perhatiaannya.

7. Sahabat-sahabat distambuk 2006 IKS, buat my best friend seperti Dikky, Rijal, Lery, Imanuel, Nova LKP, Dewi Bakara, Jupri, Maykel, Dear, Anwar, Bobby, Ivan, juga teman-teman yang telah menyelesaikan perkuliahan terlebih dahulu seperti Irene, Idel, Olie, Faramitha, Nora, Aulia, Nova, Evi, Mei, Nobel, Yusniar, Yanti dan Alex. Semoga Berhasil kita semua Amin. Dan buat tema-teman lain Ananta, Mantho, Dahran,


(6)

Anang, Rahmat, Ari, Sando, Edo, Elbiando dan teman- teman 06 yang tak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih buat kenangan yang indah ini. 8. Teman-teman senior di IMIKS seperti Moris, Juli Darto, Timotius, Jolly,

Jonis, Rudi, Maxuel semoga cepat dapat kerja. Dan buat teman-teman junior sepeti Hendrik, Frandani, Octo, Manuk, Endika semoga studinya berjalan lancar.

9. Temanku diluar FISIP yang membantu, menginspirasikan dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini seperti : Diko, Candra, Deus, dan teman-teman anak Tehnik dan Pertanian seperti Frans, Andre, Sanjos, Diky, Rinaldi yang masih kuliah, jangan nongkrong terus di rumah kaca, ingat kuliah kalian. Sukses selalu buat kita friends.

10. Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan. Biarlah ilmu yang kita miliki dapat kita pergunakan untuk keharuman dan kebanggaan almamater kita.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak terkait.

Medan, Juli 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... .x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon ... 12

2.2 Narapidana ... 15

2.2.1 Pengertian Narapidana ... 15

2.2.2 Hak dan Kewajiban Narapidana ... 16

2.3 Lembaga Pemasyarakatan ... 18


(8)

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan... 19

2.4 Sistem Pemasyarakatan ... 21

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan ... 21

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan ... 25

2.4.2.1 Wujud Pembinaan ... 27

2.4.2.2 Proses Pembinaan. ... 28

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan ... 39

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan ... 30

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial Dan Keberfungsian Sosial ... 32

2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial ... 32

2.5.2 Keberfungsian Sosial... 34

2.6 Kerangka Pemikiran ... 35

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 38

2.7.1 Defenisi Konsep ... 38

2.7.2 Defenisi Operasional ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 40

3.2 Lokasi Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1 Populasi ... 41

3.3.1 Sampel ... 41


(9)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis ... 47

4.2 Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 47

4.3 Stuktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 49

4.4 Deskripsi Pekerjaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 50

4.5 Jenis-jenis Narapidana yang dibina di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 53

4.6 Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 54

4.7 Wujud Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 57

4.8 Fasilitas dan bangunan ... 62

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Identitas Responden ... 65

5.2 Analisis Data Penelitian ... 73

5.2.1 Persepsi Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 73

5.2.2 Sikap Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 81

5.2.3 Partisipasi Narapidana Terhadap Program Pembinaan ... 89


(10)

5.3 Temuan Studi/Interpretasi ... 100

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 103 6.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL JUDUL HALAMAN

1.1 Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia ... 2

1.2 Jumlah Kasus Kejahatan Di Sumatera Utara ... 2

1.3 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong .... 7

4.1 Organisasi Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 52

4.2 Kegiatan Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 58

4.3 Daftar Menu Makanan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 61

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 65

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 66

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 67

5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ... 68

5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 69

5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana ... 70

5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman ... 71

5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman yang Telah Dijalani ... 72

5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Jenis-jenis Pembinaan... 73 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Materi dengan


(12)

Program Pembinaan Pembinaan yang Diberi ... 74 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Bantuan Petugas dalam

Menjelaskan Pembinaan yang Diberikan ... 75 5.12. Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Terhadap

Tujuan Pembinaan ... 76 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Perlakuan Petugas ... 77 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Situasi Kapasitas Kamar ... 78 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapat Tentang Sarana

dan Prasarana ... 79 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan

Untuk Membentuk Karakter yang Baik ... 82 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kegunaan Pembinaan Terhadap

Meningkatnya Pengetahuan, Keterampilan dan Keimanan ... 83 5.18. Distribusi Responden Berdasarkan Manfaat Pembinaan yang

Diberikan ... 84 5.19. Distribusi Responden Berdasarkan Menu Makanan yang Disediakan... 85 5.20. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Petugas dalam

Menangani Narapidana yang Sakit... 86 5.21. Distribusi Responden Berdasarkan Perbaikan Sarana dan

Prasarana di Lembaga Pemasyarakatan ... 87 5.22. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Umum ... 89 5.23. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Keterampilan ... 90 5.24. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Pembinaan Rohani ... 91


(13)

5.26. Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Rekreasi ... 94 5.27. Distribusi Responden Berdasarkan Ketepatan Jadwal Kegiatan

Pembinaan ... 95 5.28. Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Terhadap

Peraturan di Lembaga Pemasyarakatan ... 96


(14)

DAFTAR GAMBAR

2.1. Bagan Kerangka Pemikiran ... 37 4.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong ... 49


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I :Tabel Penskroran Respon Narapidana terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyaraktan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Joko Hutasoit

Nim : 060902006

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 106 halaman, 34 tabel, 24 kepustakaan serta lampiran)

Kejahatan merupakan salah satu permasalahan sosial yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Kejahatan di Indonesia semakin meningkat seiring meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Pelaku kejahatan akhirnya mendekam di lembaga pemasyarakatan dan perlu mendapatkan pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah salah satu lembaga pemasyarakatan di Sumatera Utara yang melaksanakan program pembinaan bagi narapidana. Walaupun demikian semakin lama jumlah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong semakin meningkat, maka perlu diketahui respon narapidana terhadap program pembinaan.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jumlah populasi sebanyak 745 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah poporsional purposive sampling yaitu narapidana yang telah menjalani hukuman antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 298 orang, dan sampel dalam penelitian ini 10% dari 298 orang yaitu 30 orang. Metode pengumpulan data yaitu observasi, kuesioner dan wawancara. Teknik analisa data menggunakan Skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan. Responden diberikan angket kemudian jawaban disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan Skala Likert.

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan sangat baik dan positif melalui hasil penghitungan dengan menggunakan Skala Likert, dimana persepsi narapidana terhadap program bernilai 0,82, sikap narapidana bernilai 0,706, partisipasi narapidana bernilai 0,609 serta hasil rata-rata skala penilaian adalah 0,711. Dalam pelaksanaan pembinaan masih ada hambatan seperti kurangnya sarana dan prasarana serta jumlah narapidana yang tidak sesuai dengan daya tampung, hal ini perlu diperhatikan pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan dana anggaran. Hasil yang diperoleh menjadi gambaran bagi lembaga khususnya untuk mempertahankan dan memperbaiki mutu dan kualitas program pembinaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong.


(17)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Joko Hutasoit Nim : 060902006

ABSTRACT

Response Againt Inmates in Corectional Institusion Developmet Program Class IIB Siborongborong North Tapanuli.

(This thesis consists of six chapters, 106 pages, 34 tables, 24 bibliographical and attachments)

Crime is one of the social problems that are an integral part of human life. Crime in Indonesia has increased as rising unemployment and difficulties to meet the necessities of life. Finally offenders languishing in correctional institutions and the need to get coaching. Class IIB Siborongborong Correctional Institution is one of the correctional institution in North Sumatra who implement training programs for inmates. However the longer the number of inmates in Correctional Institutions Class IIB Siborongborong increasing, it is necessary to note the response to the inmate training program.

This research was descriptive with a total population of 745 people. The sampling technique used was purposive sampling poporsional inmates who had been serving a sentence of one to five years as many as 298 people, and a sample is 10% of the 298 people that is 30 people. Methods of data collection observation, questionnaires and interviews. To analyze the data using Likert scale to measure the perceptions, attitudes and participation of the inmates of the guidance program. Respondents are given a questionnaire and then the answer are presented in tabular form and then conducted a quantitative analysis with a Likert Scale.

Result from this study concluded that the response of inmatest to the program is very good and positive development through the results of a calculation using the Likert Scale, where the perception of the program is worth 0.82 inmates, prisoners attitude is worth 0.706, 0.609 worth inmate participation and the results of the average rating scale is 0.711. In the implementation of coaching there are still barriers such as lack of facilities and infrastructure and the number of inmates who are not in accordance with the capacity, this needs to be taken by government to overcome the problem of shortage of budget funds. The result obtained is a description of the particular institution to maintain and improve the quality of exsisting training programs in Correctional Institution Siborongborong Klas IIB.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menimbulkan berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat. Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan sosial, ketenteraman dan kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah sosial yang tidak akan mungkin dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hukum terkait dalam kejahatan. Masalah sosial khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan (Kusumah, 2007 : 32).

Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, karena itu kita tidak bisa memprediksi siapa yang akan melakukan kejahatan dan kapan kejahatan akan terjadi.Kejahatan dapat dilakukan siapa saja, anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua, baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat disebabkan sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan tidak berjalan dengan efektif sehingga para pelaku kejahatan tidak takut akan sanksi pelanggaran itu (Aroma, 2003 : 11).


(19)

Tabel 1.1

Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia

NO. TAHUN JUMLAH KASUS

1 2007 812.334

2 2008 867.761

3 2009 942.325

Sumber data : Mabes Polri

Antara 2007-2008 terjadi kenaikan angka kejahatan sebesar 5,65%, sedangkan antara 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 6,45% (Markas Besar Polisi Republik Indonesia, 2009)

Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang rawan dengan tindak kejahatan bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor seperti suku, agama, dinamika kehidupan, sosial ekonomi dan perbedaan mendasar lainnya.

Tabel 1.2

Jumlah Kasus Kejahatan di Sumatera Utara

NO. TAHUN JUMLAH KASUS

1 2001 38.450

2 2002 49.677

3 2003 62.427

4 2004 75.550

5 2005 89.980

6 2006 94.831

7 2007 97.285

8 2008 98.528

9 2009 99.452

Sumber Data : (Seksi Registrasi Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Provinsi Sumatera Utara, 2009).


(20)

Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana yaitu pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis dibidang pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki, dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat meyongsong masa depan yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sehingga dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima ditengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo (1963) yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan tahap demi tahap. Pembinaan narapidana sangat penting diperhatikan pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan tercapai agar narapidana sadar akan perbuatannya dan tidak mengulangi perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna di tengah masyarakat (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 :5)

Puncak realisasi sistem pemasyarakatan di Indonesia adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang seutuhnya menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan


(21)

masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan.

Dalam sistem pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana yang menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahanya, memotivasi memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan (Rajagukguk, 2008 : 34).

Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang disebut residivis. Masyarakat banyak menganggap bahwa lembaga pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang membuat narapidana jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan (Kusumah, 2007 : 57).


(22)

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini sejalan dengan aspek pembinaan narapidana/anak didik pemasyarakatan mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitasi dan edukasi (Aroma, 2003: 37).

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan peran masyarakat dan petugas pemasyarakatan sangat dibutuhkan. Peran masyarakat yaitu keikutsertaan dalam pembinaan dan sikap bersedia menerima kembali narapidana yang telah selesai menjalani pidananya ataupun yang sedang menjalani pembebasan bersyarat. Peran dari petugas pemasyarakatan adalah yang paling utama karena petugas pemasyarakatan harus berhadapan dengan orang-orang yang beraneka ragam sifat dan tingkah laku. Petugas pemasyarakatan harus bersikap adil, tidak melakukan kekerasan, mendengarkan keluhan narapidana, menjalankan serta menjaga keamanan selama kegiatan pembinaan berlangsung. Seorang petugas pemasyarakatan harus memiliki mental yang baik dan sehat, karena diperlukan dalam pelaksanaan tugas untuk meningkatkan kualitas yang positif baik untuk dirinya sendiri, warga binaan maupun untuk lingkungannya (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009).


(23)

Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, sosial, dan substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan harus mampu menumbuhkan suasana saling pengertian dan kerukunan, baik di antara sesama warga binaan maupun antara pembina dengan warga binaan, sehingga pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program pembinaan tersebut dapat tercapai terutama bagi narapidana.

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah satu-satunya lembaga pemasyarakatan di daerah Tapanuli dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terletak di Kabupaten Tapanuli Utara. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung, merawat serta membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong menjalankan program pembinaan tetap saja penghuninya bertambah setiap tahun. Sampai awal Pebruari 2010 Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong berpenghuni 745 orang, dimana 104 orang merupakan tahanan dan 641 orang merupakan narapidana.


(24)

Tabel 1.3

Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong

NO. TAHUN JUMLAH

1 2003 309 Orang

2 2004 382 Orang

3 2005 445 Orang

4 2006 508 Orang

5 2007 576 Orang

6 2008 623 Orang

7 2009 690 Orang

Sumber Data : (Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong, 2010).

Dari hasil prasurvai yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan bangunan sudah cukup tua dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari tempat ibadah, ruangan kantor, ruang jasa, pos jaga, ruang keterampilan, ruang pendidikan, ruang jahit, aula, kamar mandi, dapur, poliklinik, perpustakaan, lapangan olahraga dan kamar kurungan. Narapidana ditempatkan dalam kamar kurungan sesuai lamanya masa tahanan dan jenis tindakan pidana yang dilakukan. Kamar kurungan narapidana terdiri dari 5 blok yaitu:

1. Blok A terdiri dari 8 kamar. 2. Blok B terdiri dari 12 kamar. 3. Blok C terdiri dari 7 kamar. 4. Blok D terdiri dari 9 kamar. 5. Blok E terdiri dari 5 kamar.


(25)

Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terbagi atas 5 (lima) ruang lingkup pembinaan yakni Pertama, Pendidikan Umum bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya. Kedua, Pendidikan Keterampilan bertujuan agar narapidana memiliki kemandirian melalui keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan pekerjaan bila nanti telah menyelesaikan hukumannya. Ketiga, Pendidikan Rohani yakni pendidikan agama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam menata dan mempelajari bekal masa depan. Keempat, Sosial budaya, Kunjungan Keluarga yang bertujuan agar narapidana tidak putus hubungan komunikasi kepada keluarganya dimana dalam hal ini keluarga juga berperan membina narapidana. Kelima, Kegiatan Rekreasi meliputi olahraga, hiburan, membaca bertujuan agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyegaran pikiran. Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong bertujuan untuk mempersiapkan agar narapidana berani dan siapa menyongsong masa depannya.

Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong keterkaitan dan partisipasi narapidana sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktifitas mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajianan tangan, pengajian dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana dilakukan sesuai jadwal


(26)

dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga program pembinaan dapat berjalan dengan baik.

Dari titik tolak uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini perlu ditegaskan dan dirumuskan masalah yang diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah: “bagaimana respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon narapidana dalam melaksanakan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur dari persepsi, sikap dan partisipasi.


(27)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian. Khususnya Ilmu Kesejahteraan Sosial, terutama mengenai permasalahan sosial di masyarakat. 2. Diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama

mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bagi penulis dapat berguna dalam pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagi Lembaga Pemasyarakatan yang terkait dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana.

4. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan intervensi pelayanan sosial terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.


(28)

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian,lokasi penelitian, populasi dan sampel, tehnik pengumpulan data serta tehnik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Respon

Pada pengamatan berlansung perangsang-perangsang. Stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tangggapan. Respon lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Djamarah, 2002 : 23). Respon diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud balik sebelum yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada fenomena tertentu. (Sarwono, 2002 : 44).

Menurut Louis Thursone respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, suatu hal yang khusus. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan tertentu. Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respon mereka terhadap kondisi tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan. 2. Penilaian.

3. Suka atau tidak suka.


(30)

Menurut Cruthefield perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik.

Terdapat dua jenis variable yang mempengaruhi respon, yaitu:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik. 2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield dalam Sarwono, 2002 : 53)

Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu Respon seseorang terhadap suatu objek juga dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Seseorang dapat dilihat respon positifnya melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang tersebut dapat dilihat respon negatifnya bila informasi yang didengar ataupun perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya, atau malah menghindari dan membenci persepsi, sikap dan partisipasi.

Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi yang baru dirasakan atau diterima. Persepsi juga merupakan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penciuman (Rakhmat, 2005 : 44).


(31)

Sikap merupakan keyakinan atau pendapat seseorang mengenai situasi atau objek yang relatif, disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu, seperti perubahan lingkungan atas situasi lain (Rakhmat 2005 : 61).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation, yang artinya mengambil bagian. Partisipasi atau keikutsertaan para pelaku dalam masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan ini akan membawa manfaat dan menciptakan pertumbuhan (Suprapto, 2007 : 8).

Dalam partisipasi, hal yang banyak mempengaruhi adalah luasnya pengetahuan seseorang tentang suatu hal. Tingkat pengetahuan seseorang yang dimilikinya tentang suatu hal dapat menentukan suatu niat untuk melakukan kegiatan. Pengetahuan tersebut mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku.


(32)

2.2 Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana

Narapidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terpidana tersebut menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Narapidana ditempatkan di lembaga pemasyarakatan agar mendapat pembinaan dengan menggunakan metode pengenalan diri akan kelemahan dan kelebihannya karena manusia hanya bisa dibina apabila mampu mengenal dirinya. Lingkungan narapidana adalah suatu pola kegiatan narapidana pada suatu tempat yang hilang kemerdekaan geraknya sampai waktu yang ditentukan atas pidana yang dijatuhkan sesuai hukum yang berlaku (Simanjuntak, 2006 : 21)

Seseorang dipenjara berarti telah terbukti melakukan pelanggaran, yang tidak disukai dan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat pada akhirnya mendiskreditkan atau menurunkan status narapidana menjadi seseorang yang tercemar dan diabaikan karena perbuatan yang pernah dilakukan oleh para terpidana. Biasanya setelah seorang terpidana atau pelaku kejahatan menyelesaikan masa hukumannya akan terkucilkan atau terasingkan di lingkungan masyarakat.

Pelaku kejahatan atau narapidana dibina agar mampu menyesuaikan diri dengan sesama narapidana, kepada petugas dan peraturan yang berlaku di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Narapidana tersebut tidak mengalami kesulitan yang mendasar tetapi terdapat permasalahan dalam penyesuaian diri terhadap peraturan yang diberlakukan. Narapidana harus mampu menerima


(33)

membina komunikasi sehingga mampu menyikapi diri dalam situasi dan kondisi yang selalu berubah di lingkungan lembaga pemasyarakatan. Narapidana mempunyai kesempatan membina dirinya sendiri dan diberikan motivasi untuk mengembangkan diri dan kepercayaannya (Saleh, 2004 : 18)

Peran keluarga dan lingkungan sosial mampu memberikan motivasi bagi narapidana untuk dapat menyesuaikan diri. Narapidana tidak berbeda dengan masyarakat lainnya yang sewaktu-waktu melakukan kesalahan dan dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Tetapi yang diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.

2.2.2 Hak Dan Kewajiban Narapidana

Dalam suatu proses peradilan pidana, narapidana masih mempunyai beberapa hak yaitu:

1 .Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja. 3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan. b. Mendapat perawatan jasmani dan rohani.


(34)

c. Mendapatkan kesempatan untuk menerima pendidikan. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan media.

g. Mendapat pengurangan masa menjalani pidana (remisi). h. Menerima kunjungan keluarga.

i. Berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. j. Mendapat pembebasan bersyarat.

k. Mendapat kewajiban mengikuti program pembinaan. l. Mendapat cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan jaminan keselamatan dan ketertiban.

Kewajiban narapidana ditetapkan pada pasal 15 Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


(35)

2.3 Lembaga Pemasyarakatan (LP)

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan (LP) adalah tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakat. Lembaga pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam sistem Peradilan Pidana dan pelaksana putusan Pengadilan (Hukum) tidak mempersoalkan orang yang hendak direhabilitasi terbukti benar atau salah (Atmasasmita, 2002 : 44).

Lembaga Pemasyarakatan yang berkembang sekarang menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, warga binaan dan masyarakat. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan kegiatan pembinaan terhadap narapidana bedasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana untuk memperbaiki diri agar tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Bagi lembaga pemasyarakatan, tujuan pembinaan pelanggar hukum tidak semata-mata membalas tapi juga memperbaiki pada intinya mengalami perubahan yang memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat (Saleh, 2004 : 40).


(36)

2.3.2 Petugas Pemasyarakatan

Petugas pemasyarakatan berbeda dengan sistem kepenjaraan, dalam sistem pembinaan lebih menekankan kegiatan narapidana dengan latihan-latihan kerja, pendididikan dan keterampilan. Petugas pemasyarakatan mempunyai tugas memperkenalkan narapidana untuk mampu mengenal dan memotivasi untuk merubah diri sendiri agar menyadari dan tidak mengulangi perbuatannya (Simanjuntak, 2006 : 62)

Berhasilnya tugas mengeluarkan dan mengembalikan narapidana menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada petugas-petugas negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan. Petugas yang banyak berinteraksi dengan narapidana adalah petugas jaga dan petugas pembinaaan. Petugas jaga mempunyai tugas yaitu mengawasi kegiatan narapidana sehari-hari termasuk juga kegiatan pembinaan, serta membuat laporan pada atasannya tentang pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana, untuk menjatuhkan sanksi terhadap narapidana. Petugas pembinaan memberikan arahan dan bimbingan selama para narapidana melakukan kegiatan dalam pembinaan.

Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan sehat ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu:

1. Berpikir realistis.

2. Mampu mengendalikan emosi.Mempunyai kesadaran diri. 3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas.


(37)

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan:

1. Menjungjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.

2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan pemasyarakatan.

3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan. 4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat.

6. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan.

7. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 8. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan perilaku. 9. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.

10. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009).

Petugas lembaga pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus menerus meningkatkan kemampuan dalam menghadapi perangai narapidana. Petugas pemasyarakatan melakukan peranan sesuai kewenangan yang ditunjuk oleh peraturan dan berusaha menciptakan bentuk kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan proses pemasyarakatan sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.


(38)

2.4 Sistem Pemasyarakatan

2.4.1 Konsep Sistem Pemasyarakatan

Dalam perkembangan di lembaga pemasyarakatan, sistem kepenjaraan diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan secara konseptual dan historisnya sangat berbeda dengan sistem kepenjaraan. Dalam sistem pemasyarakatan azas yang dianut menempatkan narapidana sebagai subjek yang dipandang sebagai pribadi dan warga negara serta dihadapi bukan dengan pembalasan melainkan pembinaan yang terarah agar kedepannya dapat menyadarkan sipelaku kejahatan. Sedangkan pembinaan narapidana dalam sistem kepenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial (Rajagukguk, 2008 : 53).

Pemikiran-pemikiran baru mengenai sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan tidak hanya sekedar penjeraan dengan kekerasan dan balas dendam, tetapi juga sebagai usaha memperbaiki dan memulihkan narapidana dari kesalahannya melalui sistem pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan.

Pada 15 juli 1963, penganugerahan gelar Doctor Hounouris Causa ilmu hukum, Sahardjo dalam pidatonya menyatakan:

a. Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita akibat dihilangkannya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna.


(39)

Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya

perbaikan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, yaitu: “Orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup

sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan, negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat” (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 7).

Dalam konferensi Dinas Pemasyarakatan yang pertama kali pada 27 April 1964 pokok-pokok pikiran sahardjo tersebut pada akhirnya dijabarkan dan dirumuskan sebagai sistem pembinaan narapidana sebagai berikut:

1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan diberikan kepdanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik, yakni masyarakat Indonesia yang menuju ke tata masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa finansial dan materiil, tetapi yang juga lebih adalah mental, fisik, keahlian, keterampilan, hingga orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang potensiil dan efektif untuk menjadi warga negara yang baik, tidak melanggar hukum dan berguna dalam pembangunan negara.

2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan atau penempatan. Derita yang dihilangkan hanya kemerdekaannya. 3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.


(40)

kehidupan, serta diberikan kesempatan untuk merenungkan perbuatanya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga pemasyarakatan. Karena itu diadakan pemisahan antara:

a. Yang residivis dan yang bukan residivis.

b. Yang telah melakukan tindak pidana yang berat dan yang ringan. c. Macam tindak pidana yang dibuat.

d. Sudah tua (40 tahun keatas), dewasa (25-40 tahun), remaja (18-25 tahun). e. Orang terpidana dan orang tahanan.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan daripadanya. Pada waktu mereka menjalani pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan pengasingan dari masyarakatdalam arti “kultural”. Secara bertahap mereka akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan dalam proses pemasyarakatan.

6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukan kepentingan Jawatan atau kepentingan negara sewaktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus suatu pekerjaan di masyarakat yang ditujukan kepda pembangunan nasional, karena harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan.


(41)

narapidana harus diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya, ditanamkan jiwa kegotong-royongan, toleransi, kekeluargaan, bermusyawarah untuk mufakat positif. Narapidana harus untuk kegiatan demi kepentingan-kepentingan bersama dan umum.

8. Tiap manusia harus sebagai layaknya manusia, meskipun telah tersesat. Tidak boleh selalu ditujukan kepada narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlukan sebagai manusia. Sehubungan dengan itu petugas pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang dapat menyinggung perasaan narapidana.

9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan. Perlu diusahakanagar narapidana mendapat mata pencaharian untuk keluarga dengan jalan menyediakan/memberikan pekerjaan upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan kemungkinan mendapatkan pendidikan diluar lembaga pemasyarakatan.

10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan memindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota ke tempat yang sesuai kebutuhan proses pemasyarakatan (Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 : 8). Sistem baru ini kemudian dikenal dengan nama “Sistem Pemasyarakatan” yang merupakan tujuan dari pidana penjara. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, bertujuan mengembalikan narapidana sebagai warga negara yang baik, dan merupakan penerapan serta bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.


(42)

Dalam pelaksanaannya jauh berbeda dengan sistem kepenjaraan karena dalam sistem pemasyarakatan, narapidana hanya dibatasi bergeraknya saja sedangkan hak-hak kemanusiaannya tetap dihargai. Didasarkan atas pertimbangan sistem kepenjaraan sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang didalam kehidupan sehari-hari berpedoman kepada falsafah Pancasila. Sistem pemasyarakatan yang dikenal adalah suatu pembinaan narapidana yang didasarkan Pancasila sebagai Falsafah bangsa Indonesia dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat.

2.4.2 Pembinaan dalam Sistem Pemasyarakatan

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 31 pasal 1 ayat (1) tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan narapidana yang dimaksud “pembinaan adalah suatu aktivitas untuk yang ditujukan bagi narapidana guna meningkatkan kualitas imaan dan ketakwaan, intelektual, sikap, perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan”.

Pembinaaan merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan, mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta sikap seseorang atau kelompok sehubungan dengan kegiatan, dan pekerjaan. Pembinanaan terkait dengan pengembangan manusia sebagai bagian dari pendidikan, baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis. Dari segi teoritis, yaitu pengembangan pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan dari segi praktisnya lebih ditekankan pada pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.


(43)

dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan ( Saleh, 2004 : 23)

Pembinaan merupakan aspek utama dalam sistem pemasyarakatan sebagai sistem perlakuan bagi narapidana, pembinaan meliputi berbagai upaya pembinaan/bimbingan yang menjadi indikator dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Dalam membina narapidana harus dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam masyarakat agar berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Pembinaan secara perorangan adalah pembinaan yang diberikan kepada narapidana agar membawa banyak perubahan bagi narapidana, hal ini dilakukan karena tingkat kematangan setiap narapidana tidak sama. Dalam pembinaan perorangan pembinaan yang dicapai lebih maksimal karena lebih mendekatkan petugas dengan narapidana. Peran petugas dalam pembinaan ini hanya sebagai fasilitator, motivator agar narapidana mampu memecahkan masalah yang dihadapinya ( Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2003 :16)

Pembinaan secara kelompok adalah pembinaan yang dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi dengan berkelompok untuk tujuan tertentu. Dalam pambinaan ini peran kelompok harus tetap dilibatkan jadi tidak hanya pembina saja yang aktif yang dibina juga harus aktif dalam pembinaan.materi pembinaan tidak harus datang dari pembina tetapi juga dari narapidana atau menjalankan materi yang telah menjadi kesepakatan (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2003 : 17).


(44)

Berdasarkan pengertian dan kutipan diatas dapat disimpulkan pembinaaan adalah membina narapidana dalam usaha perbaikan terhadap tingkah laku yang menyimpang. Hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan perseorangan yaitu metode social case work: cara menolong seseorang dengan konsultasi untuk memperbaiki hubungan sosialnya dan penyesuaian sehingga memungkinkan mencapai kehidupan yang memuaskan dan bermanfaat.

2.4.2.1 Wujud Pembinaan

Wujud pembinaan merupakan realisasi dari asas hukum yang berlaku di Indonesia yang sesuai Falsafah Pancasila. Hukuman bagi pelaku kejahatan akan kehilangan kebebasannya sesuai keputusan hukum pidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan untuk direhabilitasi dengan menjalani pembinaaan (Rajagukguk 2008 : 27).

Wujud pembinaan adalah:

1. Pembinaan yang dilakukan dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi:

a. Pendidikan umum, pemberantasan tiga buta (buta aksara,buta angka,buta bahasa).

b. Pendidikan keterampilan, kerajinan tangan, menjahit, dan sebagainya. c. Pembinaan mental, spiritual dan pendidikan agama.

d. Sosial budaya, kunjungan keluarga dan lain-lain.

e. Kegiatan rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan rohani melalui: olahraga, hiburan segar, membaca.


(45)

2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga pemasyarakatan:

a. Belajar di tempat latihan kerja milik lembaga pemasyarakatan. b. Belajar di tempat latihan kerja milik industri/dinas lain.

c. Beribadah, sembayang di mesjid, gereja dan lain sebagainya. d. Berolahraga bersama masyarakat.

e. Pemberian bebas bersyarat dan cuti menjelang bebas (Aroma, 2003 : 49)

2.4.2.2 Proses Pembinaan.

Setiap narapidana berhak mendapatkan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, Cuti menjelang bebas sebagai proses pembinaan narapidana di dalam kehidupan pemasyarakatan. Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana kerena telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan berkelakuan baik selama menjalani masa pidana. Asimilasi diperoleh jika narapidana telah menjalani ½ (setengah) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Pembebasan bersyarat diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidana dikurangi masa tahanan dan remisi. Cuti menjelang bebas diperoleh jika narapidana telah menjalani 2/3 (dua pertiga) dari masa pidananya setelah dikurangi masa tahanan dan remisi (Kusumah, 2007 : 39).

Empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan: Tahap pertama.

Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap narapidana untuk mengetahui hal ikhwal yang bersangkutan.


(46)

Tahap kedua.

Bilamana proses pembinaan telah berjalan selama-lamanya sepertiga dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan sudah terdapat kemajuan (insyaf, disiplin, patuh terhadap peraturan tata tertib), maka yang bersangkutan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem keamanan yang medium (medium security), dengan kebebasan yang lebih banyak. Tahap ketiga.

Bilamana proses pembinaan telah berlangsung selama setengah dari masa pidananya dan menurut Dewan Pembina Pemasyarakatan telah terdapat cukup kemajuan, baik secara fisik, mental maupun keterampilannya, maka dapat diadakan asimilasi dengan masyarakat luar.

Tahap keempat.

Bilamana proses pembinaannya telah berlangsung selama dua pertiga dari masa pidanya atau sekurang-kurangnya sembilan bulan, maka kepada yang bersangkutan dapat diberikan lepas bersyarat, atas usul dari dewan Pembina Pemasyarakatan (Aroma, 2004 : 67).

2.4.2.3 Tujuan Pembinaan

Tujuan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan yaitu menyadarkan dan memotivasi narapidana agar dapat merubah dirinya sendiri. Kesadaran narapidana bertujuan mengenal cara hidup, peraturan, tujuan pembinaan atas dirinya, dan narapidana diberikan pendidikan agama, keterampilan. Sedangkan motivasi bertujuan agar narapidana dapat memandang semua segi kehidupan dengan positif


(47)

Secara umum tujuan pembinaan adalah: 1. Memantapkan iman (ketahanan mental).

2. Membina mereka agar segera mampu berintegrasi secara wajar dalam kehidupan masyarakat setelah selesai menjalani pidana.

Sedangkan secara khusus tujuan pembinaan adalah:

1. Berhasil memantapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta bersikap optimis akan masa depannya.

2. Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal hidup mandiri dan berpasitisiapsi dalam kegiatan pembangunan nasional.

3. Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum dengan tidak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

4. Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengadilan terhadap bangsa dan negara (Aroma, 2003 : 26)

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa pembinaan narapidana berusaha memasyarakatkan kembali seseorang yang pernah mengalami konflik sosial, sebagai suatu cara baru agar seseorang dapat berguna bagi negara, hal ini merupakan usaha yang dilakukan dalam mencapai negara yang sejahtera.

2.4.3 Sasaran Pemasyarakatan

Sasaran pemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sasaran khusus

Sasaran pembinaan terhadap individu warga binaan pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, yang meliputi:


(48)

b) Kualitas intelektual

c) Kualitas profesionalisme/ keterampilan. d) Kualitas kesehatan jasmani dan rohani. e) Kualitas sikap dan perilaku.

2. Sasaran umum.

Sasaran umum ini pada dasarnya juga merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemasyarakatan. Indikator- indikator tersebut antara lain:

a) Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka dan gangguan keamanan.

b) LP berisi lebih rendah dari pada kapasitas (pemerataan isi LP)

c) Meningkatnya secara bertahap dari tahun ke tahun jumlah narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi

d) Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis.

e) Semakin banyaknya jenis institusi UPT pemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan berbagai jenis/golongan warga binaan pemasyarakatan.

f) Presentase kematian dan sakit narapidana/tahanan lebih sedikit atau sama dengan angka kematian dan sakit dari anggota masyarakat.

g) Biaya perawatan narapidana dan tahanan sama dengan kebutuhan minimal manusia Indonesia pada umumnya.

h) LP dan RUTAN adalah instansi terbersih di lingkungan masing- masing. i) Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan


(49)

2.5 Konsep Kesejahteraan Sosial dan Keberfungsian Sosial 2.5.1 Konsep Kesejahteraan Sosial

Konsep “Kesejahteraan Sosial” sebagai suatu program yang terorganisir dan sistematis yang dilengkapi dengan segala macam keterampilan ilmiah, merupakan suatu konsep yang relatif baru berkembang, terutama di negara-negara berkembang. Masalah-masalah kemiskinan, penyakit dan disorganisasi sosial merupakan masalah sosial yang sudah lama ada sepanjang sejarah kehidupan manusia. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan kesejahteraan sosial dalam masyarakat setiap negara.

Perserikatan bangsa-bangsa sejak mulai berdirinya telah memikirkan tentang peranan kesejahteraan sosial didalam pembangunan nasional. Kesejahteraan sosial didefenisikan sebagai “suatu kegiatan terorganisir yang membantu tercapainya penyesuaian timbal balik diantara perorangan dengan linkungannya”. Tujuan Kesejahteraan Sosial dalam hal ini diwujudkan melalui penggunaan tehnik-tehnik dan metode-metode untuk membantu perorangan, kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka serta memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap pola-pola kehidupan masyarakat yang selalu mengalami perubahan (dinamis), dan melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial masyarakat. (Nurdin, 2001 :8).


(50)

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial berbunyi:

“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya” (Departemen Sosial, 2009 ).

Defenisi diatas menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah keadaan yang sebaik-baiknya yaitu pemenuhan kebutuhan manusia yang terdiri dari aspek material, spiritual dan sosial. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat tingggal, air, udara dan pemeliharaan kesehatan serta kebutuhan jasmani dan rohani sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan:

“Penyelengggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial” (Departemen Sosial, 2009).

Defenisi tersebut menjelaskan bahwa :

1. Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga-lembaga, masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial.

2. Kesejahteraan Sosial meliputi usaha merehabilitasi, memberdayakan, melindungi kebutuhan dasar setiap warga negara termasuk narapidana di lembaga pemasyarakatan.


(51)

2.5.2 Keberfungsian Sosial

Fungsi sosial yaitu pelaksanaan tugas-tugas pokok yang dilaksanakan oleh individu dan anggota masyarakat sebagai suatu penunjuk umum kearah kehidupan bersama dan masyarakat yang berupa fungsi pengaturan, pemilikan, pelaksanaan dan pengawasan. Kemampuan berfungsi sosial yaitu mengacu kepada cara-cara indivudu atau kolektivitas (seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, masyarakat dan sebagainya) bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Nurdin, 2001 : 14).

Dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan :

“Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar” (Departemen Sosial, 2009).

Dari defenisi diatas setiap orang mengalami disfungsi sosial termasuk narapidana perlu mendapatkan pemulihan dan pengembangan diri melalui pembinaan sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan sewajarnya dalam masyarakat jika telah menyelesaikan masa hukumannya.

Keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu: 1. Dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial.

Keberfungsisn sosial dapat dipandang sebagai penampilan/pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagi anggota suatu kolektivitas.


(52)

2. Dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan.

Orang selalu diharapkan untuk memenuhi kebtuhannya. Oleh sebab itu, keberfungsian sosial juga mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka. 3. Dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial.

Orang dalam usahanya memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan mewujudkannya aspirasinya tidaklah mudah. Ia diharapkan kepada keterbatasan, hambatan dan kesulitan serta permasalahan yang harus ditangani dan dipecahkan (Nurdin, 2001 : 16).

Uraian diatas menggambarkan setiap orang selalu diharapkan kepada permasalahan sosial. Kemampuan seseorang di dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan yang dialami menunjukkan kemampuannya dalam melaksanakan keberfungsian sosial.

2.6 Kerangka Pemikiran

Seiring dengan kemajuan zaman, dalam kenyataannya pelanggaran hukum yang terjadi dalam masyarakat semakin meningkat. Karena itu para pelaku tindak pidana perlu ditempatkan dan dibina di lembaga pemasyarakatan. Penempatan para pelaku tindak pidana di lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk mengintegrasikan warga binaan pemasyarakatan ke dalam masyarakat.

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan membina orang-orang yang berkonflik dengan hukum. Narapidana yang dibina


(53)

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan tersebut, yaitu pendidikan umum, pendidikan keterampilan, pendidikan rohani, sosial budaya, kunjungan keluarga, kegiatan rekreasi seperti olahraga, hiburan, dan membaca. Pembinaan tersebut bertujuan untuk memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku narapidana kelas IIB Siborongborong, sehingga narapidana dapat menjalani kehidupan sewajarnya dimasyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya.

Untuk mengetahui respon narapidana, maka ukurannya dapat dilihat dari tiga aspek yakni pertama, persepsi yaitu pengetahuan dan pemahaman tentang tujuan, pelaksanaan, dan manfaat program pembinaan. Kedua, sikap yaitu penilaian dan tanggapan terhadap program pembinaan. Ketiga, partisipasi yaitu keterlibatan dan pemanfaatan terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongorong.

Respon positif narapidana berarti setuju dengan program pembinaan, mengetahui dan memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta mengikuti program pembinaan. Respon negatif narapidana berarti tidak setuju dengan program pembinaan, tidak mengetahui dan tidak memahami mengenai tujuan, pelaksanaan, manfaat serta tidak mengikuti program pembinaan.

Untuk lebih jelasnya, program pembinaan di LP Klas IIB Siborongborong, penulis menggambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(54)

Bagan 2.1

Bagan kerangka pemikiran

PROGRAM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIB

SIBORONGBORONG 1. Pendidikan umum

2. Pendidikan ketrampilan 3. Pendidikan rohani

4. Sosial budaya, kunjungan keluarga

5. kegiatan rekreasi: olahraga, hiburan, membaca

RESPON POSITIF (+) : a. Setuju dan menerima program

pembinaan.

b. Mengetahui tujuan, pelaksanaan dan manfaat program pembinaan. c. Mengikuti program

pembinaan.

Persepsi : Sikap : Partisipasi :

Pengetahuan dan Penilaian dan tanggapan Keterlibatan dan pemahaman tentang terhadap program pemanfaatan tujuan, pelaksanaan, pembinaan terhadap program

dan manfaat program pembinaan.

pembinaan

RESPON NEGATIF (-) : a. Tidak setuju dan menghindari

program pembinaan. b. Tidak mengetahui tujuan,

pelaksanaan dan manfaat program pembinaan. c. Tidak mengikuti program


(55)

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.7.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan suatu makna yang berada didalam pikiran atau didunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata (Suyanto 2008 : 49). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan, maka dibatasi konsep yang akan digunakan sebagai berikut:

1. Respon yaitu pandangan, pemahaman dan persepsi terhadap objek tertentu. 2. Warga binanan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu narapidana dewasa

yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan dan telah menjalani masa pidananya 1 (satu) sampai 5 (lima ) tahun.

3. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana/warga binaan pemasyarakatan.

4. Pembinaan yaitu semua usaha atau kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan warga binaan.

5. Program pembinaan adalah salah satu program pemerintah untuk memperbaiki dan memulihkan tindakan pelaku tindak pidana dalam bentuk pembinaan fisik dan mental.


(56)

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan membantu peneliti untuk mendapatkan informasi ilmiah dengan meggunakan variable yang sama. Maka dalam hal ini perlu operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati. (Silalahi, 2009 : 120).

Dalam penelitian ini variable yang diteliti yaitu:

1. Persepsi narapidana mengenai program pembinaan meliputi pengetahuan tentang apa, bagaimana dan manfaat dari program pembinaan.

2. Sikap narapidana terhadap program pembinaan, meliputi penilaian, penolakan atau penerimaan serta suka atau tidak suka terhadap program pembinaan. 3. Partisipasi narapidana mengenai keterlibatan dan pemanfaatan dari program


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk melukiskan atau menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti, tanpa mempersoalkan hubungan antar variabel (Faisal 2005 : 20).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu objek yang diteliti melalui pencariaan data-data dan sumber-sumber informasi yang berkenaan dengan objek yang akan diteliti, menganalisa data-data yang didapat serta menginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi pada objek penelitian berdasarkan data yang ada. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana respon warga binaan terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

3. 2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara, yang berlokasi di jl. Siliwangi no 14 Siborongborong. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini karena Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong merupakan salah satunya lembaga pemasyarakatan yang ada di Kabupatn Tapanuli Utara yang terbagi atas 3 daerah pemekaran yaitu Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan dan Samosir yang belum memiliki lembaga pemasyarakatan tapi memiliki rumah tahanan


(58)

(rutan) dan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara serta pelaksanaan pembinaannya menggunakan sistem pemasyarakatan sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui sikap, persepsi dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan tersebut.

3. 3 Populasi dan Sampel 3.3. 1 Populasi

Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen dimana penyelidik tertarik. Populasi dapat berupa oganisme, orang atau kelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan didefenisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi, 2009 : 253).

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan tahanan dan narapidana yang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara. Jumlah populasi ini dapat berubah setiap saat dikarenakan bebasnya narapidana atau masuknya narapidana. Sampai bulan februari 2010, jumlah populasi yang diperoleh adalah 745 orang.

3.3. 2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil datanya dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 2004 : 144). Jika jumlah populasi lebih dari 100 maka diambil sampelnya sejumlah 10-15% atau 20-25% dari populasi.


(59)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengambilan sampel “poporsional purposive sampling”, yaitu suatu metode yang berdasarkan penunjukan sesuai dengan kewenanagan dan kedudukan sampel. Penulis mengambil sampel narapidana yang telah menjalani masa pidananya antara 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun karena narapidana tersebut telah mengikut i pembinaan sehingga lebih mengetahui dan memahami progam pembinaan yang dilaksanakan dibandingkan dengan narapidana yang menjalani masa hukumannya di bawah 1 (satu) tahun Sampai awal Pebruari 2010, narapidana yang menjalani masa hukumannya antara 1 (satu) tahun sampai 5 (lima) tahun sebanyak 298 orang.

Untuk memudahkan peneliti melakukan penelitian yang efektif dan efisien, maka peneliti mengambil sebanyak 10% dari sampel yaitu 10% X 298

orang = 30 orang. Secara rinci, peneliti memetakan sampel sebagai berikut: Tahanan dengan masa hukuman 1 tahun : 68 Orang x 10 % = 7 Orang

Tahanan dengan masa hukuman 2 tahun : 93 Orang x 10 % = 9 Orang Tahanan dengan masa hukuman 3 tahun : 67 Orang x 10 % = 6 Orang Tahanan dengan masa hukuman 4 tahun : 52 Orang x 10 % = 5 Orang Tahanan dengan masa hukuman 5 tahun : 28 Orang x 10% = 3 Orang Jumlah = 30 Orang Maka sampelnya berjumlah 30 orang.


(60)

3. 4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala yang diamati dari objek penelitian. Cara-cara yang dilakukan yaitu:

a. Observasi yaitu: pengamatan langsung terhadap segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh warga binaaan. Metode ini dilaksanakan dengan jalan mengamati gerak dan tingkah laku warga binaan, dan keadaan Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong secara umum. Ini digunakan untuk menyesuaikan keterangan yang diberikan dengan situasi yang sebenarnya. b. Wawancara yaitu: mengumpulkan data dengan mengadakan dialog secara

langsung dan mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini kepada pihak yang telah ditetapkan. Wawancara dilakukan kepada petugas pemasyarakatan, narapidana dan petugas lembaga pemasyarakatan untuk mengetahui kondisi dan keberhasilan pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong.

c. Angket (Questioner) yaitu: tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebar angkrt berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong.


(61)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi kepustakaan (Library Research) yaitu, dengan mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, surat kabar, karya ilmiah, artikel, buletin, dan lain-lain yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3. 5 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negative dalam jumlah yang berimbang, dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, kurang setuju, atau tidak setuju (Faisal, 2005:143).

Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negative menuju respon yang positif, yakni :

a. skor tidak setuju (negatif) adalah -1

b. skor kurang setuju (netral) adalah 0


(62)

Adapun langkah-langkah analisa data yang dilakukan adalah :

a. Pengkodingan, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya.

b. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban sehingga mudah dianalisa serta disimpulkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian.

c. Tabulasi, yaitu dengan menggunakan tabel tunggal untuk mengetahui jawaban skor dari masalah yang diteliti.

d. Membagi kedalam dua kategori dalam menganalisis sikap, persepsi dan partisipasi narapidana.

Sebelum menentukan klasifikasi persepsi, sikap dan partisipasi, maka ditentukanlah interval kelas sebagai skala pengukuran, yaitu :

H- L

i = K i = interval kelas H = nilai tertinggi i = 1- (-1) L = nilai terendah

K = banyak kelas

3 = 2 3 = 0,66


(63)

Maka untuk menentukan kategori respon positif atau negatif dengan adanya nilai batasan sebagai berikut :

Respon dengan nilai -1 sampai dengan – 0,33 = respon negatif Respon dengan nilai -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral Respon dengan nilai 0,33 sampai dengan 1 = respon positif


(64)

BAB V

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong berlokasi di Kelurahan Pasar Siborongborong, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, memiliki lokasi ± 8.000m² dengan luas bangunan ± 4.300m². Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong mempunyai letak geografis sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kebun penduduk.

2. Sebelah Selatan Berbatasan dengan rumah dinas LP Siborongborong. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan lapangan sepak bola Siborongborong. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan kebun penduduk.

4.2Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong

Sebelum Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong didirikan, seluruh narapidana dan tahanan ditempatkan pada penjara-penjara yang ada dan masing-masing penjara memiliki peraturan tersendiri. Sistem penjara yang telah berubah menjadi sistem pemasyarakatan ditujukan untuk mengayomi/melindungi narapidana dengan memberikan pembinaaan terhadap segala kekurangannya. Pada tahun 1982, lembaga pemasyarakatan ini ditempati keseluruhan narapidana dan tahanan, baik laki-laki,wanita dan anak-anak. Walaupun begitu bukan berarti


(65)

narapidana dan tahanan tersebut dijadikan satu, masing-masing narapidana menempati ruang khusus dan memiliki ruang tersendiri.

Berdasarkan instruksi dari pusat, para narapidana dipisah-pisahkan demi memudahkan pembinaannya. Sebagai realisasinya pada 18 oktober 1986 diresmikan Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Anak di Tanjung Gusta Medan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Sematera Utara, Radjo Harahap, SH dan pejabat PEMDA setempat. Seluruh narapidana anak kemudian dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta, dan narapidana wanita dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanjung Gusta, sedangkan narapidana laki-laki dewasa tetap di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong.

Saat berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terdiri dari 35 orang petugas dan 96 orang warga binaan namun masih dikepalai oleh pelaksanaan harian. Setelah narapidana anak dan wanita dipindahkan barulah Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong dikelola oleh kepala LP. Tujuan pemindahan tersebut adalah untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta untuk menghindari adanya eksploitasi antar sesama warga binaan.


(66)

4.3 Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborong-borong Bagan 4.1

Stuktur Organisasi

KALAPAS SARDIAMAN PURBA, BC.IP, SH, MH.

KTU KA. KPLP KASI BIMBINGAN NAPI KASI ADM KAMTIB KASI BINADIK DAN

KEGIATAN KERJA SR. TAMBUNAN, SH BOHERA PARDEDE, SH M. SIMAMORA, SH T. L. SIBAGARIANG, SH R. SINAGA, SH

KAUR KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN JONNER PANJAITAN, SE

KAUR UMUM RUSLI NADEAK,SH

PETUGAS KEAMANAN

KASUBSI REGISTRASI R.L. SAGALA, SH

KASUBSI BIMPAS A. NABABAN, SH

KASUBSI PELAPORAN

KASUBSI KEAMANAN J. SIMANJUNTAK T. SIREGAR, SH, MH

KASUBSI BIMKER KASUBSI SARANA KERJA E. PURBA, SH D. SIALLAGAN, SH


(1)

25.Apakah saudara mengikuti kegiatan pembinaan pendidikan keterampilan, seperti kerajinan tangan?

a. Mengikuti b. Kadang-kadang c. Tidak mengikuti

26. Apakah saudara mengikuti kegiatan pembinaan rohani seperti pengajian, sholat dan kebaktian?

a. Mengikuti b. Kadang-kadang c. Tidak mengikuti

27. Apakah saudara menerima kunjungan keluarga? a. Sering

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

28. Apakah saudara mengikuti kegiatan pembinaan rekeasi, seperti pertandingan olahraga, hiburan, musik, televisi dan membaca?

a. Mengikuti b. Kadang-kadang c. Tidak mengikuti

29. Apakah saudara mengikuti pembinaan yang dilakukan sesuai dengan jadwal?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak


(2)

30. Apakah saudara mematuhi peraturan yang berlaku di Lapas? a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

31. Apakah saudara mau menggunakan sarana dan prasarana yang ada di lapas?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak

Alasan……….


(3)

Respon Narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong Kabupaten Tapanuli

Utara

DAFTAR KUESIONER

Petunjuk pengisian

1. Mohon angket ini diisi oleh bapak/saudara dengan menjawab pertanyaan yang ada

2. Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan seluruh pilihan jawabannya 3. Pilihlah jawaban yang paling sesuai menurut bapak/saudara dan berilah

tanda silang (X) pada jawaban yang bapak/saudara pilih

4. Jika ada pertanyaan kurang dipahami, tanyakan langsung kepada peneliti 5. Mohon semua pertanyaan diisi dengan jujur,benar, tidak ada yang

terlewatkan kecuali ada petunjuk untuk melewatinya

6. Atas kesediaan bapak/saudara dalam membantu peneliti mengisi kuesioner, peneliti mengucapkan terima kasih

Peneliti

Joko Hutasoit


(4)

(5)

No Responden

Persepsi Jumlah Sikap Jumlah Partisipasi Jumlah

10 11 12 13 14 18 19 2 0

22 23 24 25 26 27 28 29 30

1 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 1 0 1 1 4

2 1 1 1 0 1 4 1 0 1 1 1 4 -1 0 1 1 1 0 1 3

3 0 0 0 1 1 2 1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 1 1 1 6

4 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 1 5 -1 1 1 -1 1 1 1 3

5 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 1 1 1 1 5

6 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 4 0 0 1 1 1 1 1 4

7 0 0 0 1 1 2 1 0 1 0 0 2 -1 1 1 1 1 0 1 4

8 1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 0 3 -1 0 1 1 1 1 1 4

9 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 1 -1 1 1 1 1 1 5

10 1 1 1 0 1 4 0 1 0 1 1 3 -1 1 1 1 1 1 1 5

11 1 0 1 1 0 3 1 0 1 1 0 3 1 1 1 -1 1 1 0 4

12 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 4 0 1 0 1 1 1 1 5

13 1 1 0 0 1 3 1 1 1 0 1 4 -1 1 1 1 1 0 1 4

14 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 4 -1 0 1 1 1 1 1 4

15 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 4 1 1 -1 1 1 1 1 5

16 1 1 1 0 1 4 0 1 1 1 0 3 -1 1 1 1 1 1 1 5

17 1 1 0 1 1 4 1 1 0 1 1 4 0 -1 1 -1 1 1 1 2

18 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 1 4 -1 1 0 1 1 0 1 3

19 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 1 1 1 1 5

20 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 -1 0 1 1 2

21 1 1 1 0 1 4 1 0 1 1 1 4 -1 1 1 1 1 0 1 4

22 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 5 -1 1 1 1 1 1 1 5

Lampiran 1. Tabel Penskoran Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongorong Kabupaten Tapanuli Utara


(6)

23 1 1 1 0 1 4 1 1 0 1 0 3 1 0 1 1 1 1 1 6

24 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 4 0 1 1 -1 1 1 1 4

25 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 0 3 1 1 0 1 1 0 1 5

26 1 1 0 0 1 3 1 0 1 1 1 4 0 1 1 1 1 1 1 6

27 1 1 1 1 1 5 0 1 1 1 1 4 -1 1 1 1 1 1 0 4

28 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 -1 1 1 0 1 1 2

29 1 1 1 0 1 4 1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 7

30 1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 0 4 -1 1 1 -1 1 1 1 3