Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari menimbulkan berbagai macam kejahatan baru yang membuat keresahan dalam masyarakat. Keresahan adalah gejala tidak adanya kesejahteraan sosial, ketenteraman dan kebahagiaan. Kejahatan adalah masalah sosial yang tidak akan mungkin dihilangkan karena dewasa ini melakukan pekerjaan dengan kejahatan lebih mudah dan menguntungkan serta banyak oknum penegak hukum terkait dalam kejahatan. Masalah sosial khususnya tindakan kejahatan akan semakin meningkat jika masyarakat tidak sejahtera dan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga mudah untuk melakukan perbuatan kejahatan Kusumah, 2007 : 32. Tindakan kejahatan akan terjadi bila niat pelaku dibarengi dengan kesempatan melakukan tindakan tersebut. Kejahatan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, karena itu kita tidak bisa memprediksi siapa yang akan melakukan kejahatan dan kapan kejahatan akan terjadi.Kejahatan dapat dilakukan siapa saja, anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua, baik yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan. Kejahatan yang semakin meningkat disebabkan sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan tidak berjalan dengan efektif sehingga para pelaku kejahatan tidak takut akan sanksi pelanggaran itu Aroma, 2003 : 11. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 Jumlah Kasus Kejahatan di Indonesia NO. TAHUN JUMLAH KASUS 1 2007 812.334 2 2008 867.761 3 2009 942.325 Sumber data : Mabes Polri Antara 2007-2008 terjadi kenaikan angka kejahatan sebesar 5,65, sedangkan antara 2008-2009 terjadi kenaikan sebesar 6,45 Markas Besar Polisi Republik Indonesia, 2009 Daerah Sumatera Utara merupakan daerah yang rawan dengan tindak kejahatan bila dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor seperti suku, agama, dinamika kehidupan, sosial ekonomi dan perbedaan mendasar lainnya. Tabel 1.2 Jumlah Kasus Kejahatan di Sumatera Utara NO. TAHUN JUMLAH KASUS 1 2001 38.450 2 2002 49.677 3 2003 62.427 4 2004 75.550 5 2005 89.980 6 2006 94.831 7 2007 97.285 8 2008 98.528 9 2009 99.452 Sumber Data : Seksi Registrasi Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Provinsi Sumatera Utara, 2009. Universitas Sumatera Utara Salah satu sanksi bagi para pelaku kejahatan pada hukum pidana yaitu pidana penjara, dimana para pelaku kejahatan yang terbukti bersalah di pengadilan akan menjadi narapidana dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Saat ini Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis dibidang pemasyarakatan, berperan untuk membina, membimbing, mendidik, memperbaiki, dan memulihkan keadaan dan tingkah laku para narapidana agar tidak mengulangi kesalahannya. Pembinaan narapidana diharapkan dapat meyongsong masa depan yang lebih baik, memperoleh jati diri untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sehingga dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya dan diterima ditengah-tengah masyarakat setelah menyelesaikan masa hukumannya. Konsep pembinaan narapidana merupakan pemikiran dari Sahardjo 1963 yang mencetuskan tentang konsep pemasyarakatan. Proses pembinaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan tahap demi tahap. Pembinaan narapidana sangat penting diperhatikan pemerintah sehingga tujuan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan tercapai agar narapidana sadar akan perbuatannya dan tidak mengulangi perbuatannya serta dapat kembali ke masyarakat sebagai manusia yang berguna di tengah masyarakat Sahardjo dalam Atmasasmita, 2002 :5 Puncak realisasi sistem pemasyarakatan di Indonesia adalah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pasal 12 menyatakan bahwa “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang seutuhnya menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan Universitas Sumatera Utara masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 dan 32 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan serta Tata Cara Pelaksana Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyatakan bahwa seseorang narapidana yang melakukan tindak kejahatan, merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam suatu sistem pembinaan. Dalam sistem pembinaan di lembaga pemasyarakatan narapidana yang menjalani hukuman diperlakukan dengan baik dan dibina dengan metode mengenal dirinya yang sesungguhnya agar menyadari kesalahanya, memotivasi memperbaiki diri dan dibekali dengan pendidikan agama, pendidikan umum, dan keterampilan agar nantinya setelah selesai menjalani hukuman dapat kembali hidup sewajarnya di masyarakat dan dapat berperan dalam pembangunan Rajagukguk, 2008 : 34. Umumnya setelah narapidana menyelesaikan masa hukumannya di dalam lembaga pemasyarakatan yang telah dibina dan dibekali dengan pendidikan umum, agama dan keterampilan banyak masyarakat menganggap bahwa mantan narapidana adalah kelompok masyarakat yang harus dihindari, diwaspadai bahkan diasingkan dari pergaulan masyarakat, sehingga mereka cenderung sulit untuk bersosialisasi, mencari pekerjaan sehingga dapat mengulangi perbuatannya yang disebut residivis. Masyarakat banyak menganggap bahwa lembaga pemasyarakatan sampai saat ini masih menggunakan sistem kepenjaraan yang membuat narapidana jera dengan sanksi kekerasan dan menganggap lembaga pemasyarakatan adalah sekolah kejahatan Kusumah, 2007 : 57. Universitas Sumatera Utara Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan azas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan dan pembinaan serta bimbingan melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak kejahatan oleh Warga Binaan yang tidak terpisahkan dari nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini sejalan dengan aspek pembinaan narapidanaanak didik pemasyarakatan mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitasi dan edukasi Aroma, 2003: 37. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan peran masyarakat dan petugas pemasyarakatan sangat dibutuhkan. Peran masyarakat yaitu keikutsertaan dalam pembinaan dan sikap bersedia menerima kembali narapidana yang telah selesai menjalani pidananya ataupun yang sedang menjalani pembebasan bersyarat. Peran dari petugas pemasyarakatan adalah yang paling utama karena petugas pemasyarakatan harus berhadapan dengan orang-orang yang beraneka ragam sifat dan tingkah laku. Petugas pemasyarakatan harus bersikap adil, tidak melakukan kekerasan, mendengarkan keluhan narapidana, menjalankan serta menjaga keamanan selama kegiatan pembinaan berlangsung. Seorang petugas pemasyarakatan harus memiliki mental yang baik dan sehat, karena diperlukan dalam pelaksanaan tugas untuk meningkatkan kualitas yang positif baik untuk dirinya sendiri, warga binaan maupun untuk lingkungannya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2009. Universitas Sumatera Utara Keberhasilan pembinaan tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga partisipasi dari berbagai pihak, substansi hukum, sosial, dan substansi lainnya. Karena itu program pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan harus mampu menumbuhkan suasana saling pengertian dan kerukunan, baik di antara sesama warga binaan maupun antara pembina dengan warga binaan, sehingga pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dari program pembinaan tersebut dapat tercapai terutama bagi narapidana. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong adalah satu-satunya lembaga pemasyarakatan di daerah Tapanuli dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terletak di Kabupaten Tapanuli Utara. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong merupakan instansi pemerintah dan sebagai pelaksana program pembinaan, yang menampung, merawat serta membina masyarakat yang berkonflik dengan hukum yang berasal dari berbagai daerah di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong menjalankan program pembinaan tetap saja penghuninya bertambah setiap tahun. Sampai awal Pebruari 2010 Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong berpenghuni 745 orang, dimana 104 orang merupakan tahanan dan 641 orang merupakan narapidana. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.3 Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong NO. TAHUN JUMLAH 1 2003 309 Orang 2 2004 382 Orang 3 2005 445 Orang 4 2006 508 Orang 5 2007 576 Orang 6 2008 623 Orang 7 2009 690 Orang Sumber Data : Seksi Bimkemaswat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong, 2010. Dari hasil prasurvai yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong narapidana diberi makan oleh petugas 3 kali sehari sesuai jadwal dan menu makanan yang telah ditentukan. Fasilitas dan bangunan sudah cukup tua dan direnovasi secara bertahap yang terdiri dari tempat ibadah, ruangan kantor, ruang jasa, pos jaga, ruang keterampilan, ruang pendidikan, ruang jahit, aula, kamar mandi, dapur, poliklinik, perpustakaan, lapangan olahraga dan kamar kurungan. Narapidana ditempatkan dalam kamar kurungan sesuai lamanya masa tahanan dan jenis tindakan pidana yang dilakukan. Kamar kurungan narapidana terdiri dari 5 blok yaitu: 1. Blok A terdiri dari 8 kamar. 2. Blok B terdiri dari 12 kamar. 3. Blok C terdiri dari 7 kamar. 4. Blok D terdiri dari 9 kamar. 5. Blok E terdiri dari 5 kamar. Universitas Sumatera Utara Pembentukan karakter dan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong dititikberatkan pada program pembinaan yang dilaksanakan. Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong terbagi atas 5 lima ruang lingkup pembinaan yakni Pertama, Pendidikan Umum bertujuan mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik daripada sebelumnya. Kedua, Pendidikan Keterampilan bertujuan agar narapidana memiliki kemandirian melalui keterampilan yang dimiliki untuk mendapatkan pekerjaan bila nanti telah menyelesaikan hukumannya. Ketiga, Pendidikan Rohani yakni pendidikan agama Islam, Katolik, dan Kristen Protestan yang membuka kesempatan kepada narapidana dalam menata dan mempelajari bekal masa depan. Keempat, Sosial budaya, Kunjungan Keluarga yang bertujuan agar narapidana tidak putus hubungan komunikasi kepada keluarganya dimana dalam hal ini keluarga juga berperan membina narapidana. Kelima, Kegiatan Rekreasi meliputi olahraga, hiburan, membaca bertujuan agar narapidana mendapatkan hiburan untuk penyegaran pikiran. Keseluruhan kegiatan yang menjadi program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong bertujuan untuk mempersiapkan agar narapidana berani dan siapa menyongsong masa depannya. Dalam pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Siborongborong keterkaitan dan partisipasi narapidana sebagai warga binaan cukup baik. Partisipasi narapidana dilihat dari aktifitas mengikuti pembinaan seperti belajar paket A, membuat kerajianan tangan, pengajian dan kebaktian serta kegiatan-kegiatan olahraga. Seluruh kegiatan narapidana dilakukan sesuai jadwal Universitas Sumatera Utara dan diawasi oleh petugas pemasyarakatan sehingga program pembinaan dapat berjalan dengan baik. Dari titik tolak uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara”.

1.2 Perumusan Masalah