Untuk melengkapi mekanisme yang baru ini, Majelis Umum membentuk dua komisi antara pemerintah yang masing-masingnya terdiri dari 14 negara.
Komisi pertama bernama Komisi Observasi untuk Perdamaian yang bertugas memantau situasi di kawasan di mana terdapat ancaman terhadap perdamaian.
Komisi kedua bertugas untuk mempelajari tindakan-tindakan kolektif dan cara- cara penggunaannya untuk memelihara dan memperkokoh perdamaian termasuk
pembentukan unsur militer dari negara-negara anggota. Jadi misi Komisi kedua adalah untuk menggantikan misi komite Kepala Staf seperti yang dicantumkan
dalam pasal 43 Piagam. Kepada negara-negara anggota diminta untuk menyiapkan dalam angkatan bersenjata mereka kesatuan-kesatuan militer yang
terlatih, terorganisir dan dilengkapi sebegitu rupa sehingga dapat dengan cepat bertugas sebagai kesatuan-kesatuan dari PBB. Juga diminta agar negara-negara
anggota memberitahu secepat mungkin komposisi dan besarnya kesatuan- kesatuan militer tersebut kepada komisi. Di atas kertas sistem baru ini cukup
menarik dan secara nyata bertujuan untuk menggantikan sistem kesepakatan- kesepakatan khusus sesuai pasal 43 Piagam yang gagal terlaksana. Namun sistem
pengganti yang dirancang Majelis Umum ini juga mengalami kegagalan. Sebabnya ialah karena tidak adanya reaksi dari negara-negara anggota atas
permintaan untuk menyediakan pasukan-pasukan yang dengan cepat dapat digunakan oleh PBB. Seperti juga halnya dengan upaya pembentukan pasukan
PBB sesuai dengan pasal 43, tidak satupun negara yang bersedia memberikan komitmen sebelumnya, melalui pengadaan pasukan, terhadap suatu sengketa yang
belum jelas bentuknya dengan kemungkinan melibatkan kepentingan kedua negara adidaya. Akhirnya pada tahun 1956 gagasan ini secara definitif
ditinggalkan karena tidak sesuai dengan realita politik dunia yang ada.
2. Pemeliharaan Perdamaian Sesuai Sistem Piagam
Pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional sejak semula merupakan tugas utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lahirnya PBB pada tahun
1945 disambut oleh Presiden Roosevelt sebagai permulaan orde baru
Universitas Sumatera Utara
internasional.
33
Memang benar itulah maksud pendiri PBB, mendirikan suatu sistem kolektif untuk mencegah agar jangan terulang lagi perang dunia yang telah
dua kali membawa bencana terhadap umat manusia. Sehubungan dengan itu pada bulan Nopember 1943 di waktu masih berkecamuknya Perang, wakil-wakil dari
Inggris, AS, Uni Soviet dan Cina mengumumkan Declaration on General Security yang menyepakati keharusan untuk secepat mungkin mendirikan suatu
organisasi internasional umum bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Waktu Piagam dirumuskan, mukadimahnya mengajak negara-
negara penanda-tangan menyatukan kekuatan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan memastikan bahwa kekuatan bersenjata tidak akan
digunakan kecuali bagi kepentingan bersama. Selanjutnya pasal 1 ayat 1 Piagam menguraikan tujuan utama PBB yaitu memelihara perdamaian dan keamanan
internasional untuk itu mengambil tindakan-tindakan kolektif yang efektif untuk pencegahan dan panghapusan ancaman terhadap perdamaian, untuk penindasan
tindakan agresi atau pelanggaran-pelanggaran lainnya terhadap perdamaian, dan menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa internasional atau keadaan
yang dapat melanggar perdamaian. Walaupun tidak ada istilah keamanan bersama karena kegagalan sistem tersebut dalam Liga Bangsa-Bangsa namun
niatnya tetap ada seperti digunakannya kata-kata menyatukan kekuatan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
34
Dewan Keamanan dalam sistem Piagam ini pada dasarnya merupakan suatu forum dari negara-negara besar yang menang perang dan secara bersama
memelihara perdamaian dan keamanan dunia. Majelis Umum dapat melakukan perdebatan dan membuat rekomendasi dan meminta perhatian Dewan tetapi tidak
mempunyai wewenang untuk memutuskan. Sebaliknya pasal 39 dari Piagam memberikan wewenang untuk bertindak kepada Dewan. Dengan jelas dinyatakan
bahwa Dewan Keamanan berwenang menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian dan membuat rekomendasi atau
33
Lihat Brian Urquhart, The Role of the UN in Maintaining and Improving International Security, Survival, 28, No.5 September-Oktober 1986, p.338.
34
Paragraf 6 Mukadimah Piagam
Universitas Sumatera Utara
memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil untuk memelihara dan memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.
Ini Piagam terletak pada Bab VII yaitu: Tindakan yang berhubungan dengan ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian dan
tindakan agresi. Dewan Keamanan mempunyai wewenang, bila dianggap perlu, untuk meminta negara-negara anggota menjatuhkan sanksi dan bila kebijaksanaan
ini gagal, Dewan dapat mengambil tindakan-tindakan melalui angkatan udara, laut dan pasukan darat yang diperlukan untuk memelihara atau memulihkan keadaan.
Sebagaimana disinggung sebelum ini Dewan Keamanan dapat membentuk Komite Kepala-kepala Staf untuk membantu dan memerikan nasehat kepada
Dewan. Kalau kita perhatikan, Dewan Keamanan memang merupakan suatu badan
eksekutif yang dilengkapi dengan segala macam wewenang dan kekuasaan untuk mengambil tindakan-tindakan kekerasan demi terpeliharanya perdamaian dan
keamanan dunia. Namun pelaksanaan prinsip tersebut tergantung dari kemauan baik negara-negara anggota. Sekiranya kemauan ini tidak ada atau hanya datang
dari sejumlah negara saja tentu tidak banyak yang dapat dilakukan Organisasi dunia tersebut. Sebaliknya banyak yang dapat dicapai sekiranya kegiatan-kegiatan
yang dilakukan mendapat dukungan dari negara-negara terutama anggota-anggota tetap Dewan Keamanan. Dalam kehidupan masyarakat internasional bukan hanya
mekanisme yuridis yang dapat menjamin perdamaian dan keamanan internasional. Mekanisme yuridis betapapun sempurnanya hanya dapat berfungsi dalam situasi
politik di mana paling tidak terdapat semacam konsensus tentang tingkat kekerasan yang tidak dapat lagi ditolelir.
Selanjutnya marilah kita teliti ketentuan-ketentuan yang mengatur organ- organ utama PBB dalam kaitannya dengan pemeliharaan perdamaian dan
keamanan, batas-batas kemampuan, kendala-kendala yang dihadapi serta hasil- hasil yang telah dapat dicapainya.
Universitas Sumatera Utara
1 Peranan Utama Dewan Keamanan Bab VII Piagam PBB yang terdiri dari 13 pasal berisikan ketentuan-
ketentuan yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan diambil PBB bila terdapat ancaman atau pelanggaran terhadap perdamaian ataupun suatu tindakan
agresi. Terhadap suatu keadaan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia terdapat tahap-tahap yang harus ditempuh sebelum PBB mengambil
tindakan dalam bentuk kekerasan. Sesuai pasal 39 Piagam, mula-mula Dewan Keamanan akan menentukan
apakah memang ada ancaman atau pelanggaran terhadap perdamaian ataupun suatu agresi. Selanjutnya Dewan membuat rekomendasi yang diperlukan bagi
pemeliharaan ataupun pemulihan perdamaian dan keamanan. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas atas keadaan yang terjadi, Dewan juga, sesuai pasal 34
Piagam, dapat melakukan investigasi. Setelah mendapatkan data-data yang diperlukan, selanjutnya Dewan menetapkan apakah peristiwa yang terjadi
merupakan ancaman atau tidak terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Selanjutnya, sesuai Pasal 40, dan sebelum membuat rekomendasi, Dewan dapat memutuskan tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu untuk
mencegah memburuknya keadaan. Sekiranya tindakan-tindakan sementara ini tidak dilaksanakan maka Dewan, sesuai Pasal 41, dapat memutuskan tindakan-
tindakan yang tidak melibatkan kekuatan bersenjata seperti pemutusan hubungan ekonomi, laut, udara, radio atau alat-alat komunikasi lainnya ataupun juga
pemutusan hubungan diplomatik. Akhirnya bila tindakan-tindakan tersebut di atas tidak dilaksanakan, Dewan, sesuai Pasal 42, dapat menggunakan pasukan udara,
laut, dan darat yang dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan keadaan. Jelaslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab VII Piagam, intervensi Dewan
mempunyai urutan-urutan mulai dari mengkonstatasi suatu keadaan sampai pada penggunaan pasukan bersenjata untuk pemeliharaan dan pemulihan keamanan.
Namun, dalam praktiknya seperti kita lihat kemudian intervensi sesuai piagam ini
Universitas Sumatera Utara
jarang terlaksana. Disamping itu, mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi terutama selama era Perang Dingin, ditambah dengan aneka ragamnya
kepentingan yang terlibat, negara-negara anggota tetap Dewan terutama Uni Soviet dan AS sering menggunakan hak vetonya sehingga permasalahan yang
dibahas sering tidak ada kelanjutannya. Sampai tahun 1999, tidak kurang dari 247 veto yang telah digunakan, 120 oleh Uni Soviet, 72 oleh Amerika Serikat, 32
Inggris, 18 Perancis dan 5 Cina.
35
Setelah berakhirnya Perang Dingin, membaiknya hubungan Timur-Barat, penggunaan hak veto menjadi sangat berkurang. Sebagai bukti setelah
berakhirnya Perang Dingin sampai tahun 2004 hanya 17 kali veto yang telah digunakan yaitu 12 oleh AS, 3 oleh Rusia dan 2 oleh Cina.
36
Dalam sengketa negara bekas Yugoslavia dan selanjutnya Bosnia- Herzegovina, Dewan Keamanan selalu menyebutkan keadaan sebagai ancaman
terhadap perdamaian sedangkan yang terjadi lebih gawat lagi, yaitu pelanggaran terhadap perdamaian.
Sebagai akibatnya terjadilah peningkatan yang cepat kegiatan-kegiatan Dewan. Kegiatan ini antara
lain diwujudkan dalam banyaknya resolusi yang membentuk pasukan pemeliharaan perdamaian. Disamping itu, dalam banyak resolusi Dewan mencatat
adanya ancaman terhadap perdamaian. Namun, Dewan kelihatannya sangat enggan untuk melukiskan suatu situasi sebagai agresi walaupun kenyataannya
memang demikian. Demikianlah, resolusi Dewan Keamanan No. 660 tanggal 2 Agustus 1990, yang dengan jelas menyangkut keadaan seperti disebutkan dalam
pasal 40 dan 43 Piagam yang mengecam invasi Irak terhadap Kuwait sama sekali tidak menggunakan kata agresi, demikian juga resolusi-resolusi selanjutnya yaitu
resolusi 661, 6 Agustus 1990 dan resolusi 674, 29 Oktober 1990 yang mengecam pendudukan Irak, atas dasar Bab VII Piagam, tetapi tetap tidak menggunakan kata
agresi.
37
35
Changing Pattems in the Use of the Veto in the Security Council, Office of the ASG for Security Council, June 1999.
36
The Security Council Veto-Global, Policy Forum-UN Security Council Page 1 of 19,9302004.
37
Resolusi DK No. 713, 21 September 1991 dan Resolusi DK No. 757, 30 Mei 1992.
Diwaktu terjadinya konflik bersenjata Iran-Irak yang
Universitas Sumatera Utara
mulai tahun 1980, baru 7 tahun kemudian Dewan Keamanan menyebutkan adanya pelanggaran terhadap perdamaian. Kehati-hatian yang ditunjukkan Dewan untuk
menentukan jenis suatu keadaan dalam banyak hal kiranya dapat dimengerti. Dengan menghindarkan diri untuk menuding suatu negara sebagai agresor, Dewan
tampaknya ingin memelihara suasana bagi tercapainya penyelesaian politik dari krisis yang terjadi.
Sebaliknya penggunaan secara ekstensif pengertian ancaman terhadap perdamaian telah dijadikan sebagai dasar untuk berbagai kegiatan operasional.
Intervensi Dewan Keamanan dalam kasus-kasus dilakukan di negara- negara di mana kepentingan negara besar anggota tetap Dewan Keamanan tidak
terlibat secara langsung. Sebaliknya Dewan Keamanan tidak mungkin melakukan hal yang sama bila negara yang melakukan pelanggaran adalah salah satu dari
anggota tetap atau negara-negara yang dilindunginya. Sistem blok Timur-Barat akhirnya telah sangat memperluas pengecualian-pengecualian yang semula hanya
berlaku kepada negara-negara anggota tetap. Pengecualian tersebut telah meluas ke negara-negara yang dilindungi oleh anggota-anggota tetap Dewan Keamanan,
terutama oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat. Sebagai akibatnya banyak kasus- kasus yang telah merupakan ancaman terhadap perdamaian dunia tetapi Dewan
Keamanan tidak dapat berbuat banyak karena penggunaan hak veto terutama seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam sengketa Arab-Israel.
2 Pengambilan Tindakan-tindakan Sementara Menurut pasal 40 Piagam, Dewan Keamanan, sebelum membuat
rekomendasi dapat menyarankan tindakan-tindakan sementara yang dianggap perlu untuk mencegah menggawatnya suatu keadaan misalnya dengan
melaksanakan gencatan senjata. Dalam pelaksanaan pasal 40 ini Dewan Keamanan hanya dapat sekedar meminta pihak-pihak yang bersengketa untuk
melaksanakan saran tersebut. Jadi pasal 40 dengan jelas menunjukkan bahwa wewenang yang dimiliki Dewan hanya sekedar menyampaikan rekomendasi.
Universitas Sumatera Utara
Wewenang Dewan dalam hal ini bersifat terbatas. Tindakan-tindakan sementara yang disarankan tidak berisikan kecaman terhadap negara yang
bersangkutan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh pasal 40 tersebut, tindakan- tindakan sementara yang diambil itu tidak akan mempengaruhi hak, tuntutan atau
posisi pihak-pihak yang bersengketa. Dalam prakteknya usul untuk mengambil langkah-langkah sementara tersebut sering disertai dengan nada ancaman.
Misalnya Dewan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan sekiranya usul tindakan sementara tersebut ditolak dan dalam hal ini Dewan dapat
menganggap sikap tersebut sebagai ancaman terhadap perdamaian. 3 Wewenang Sanksi-sanksi Non Militer
Dalam hal ancaman dan pelanggaran terhadap perdamaian, Piagam PBB menjelaskan bahwa bila pasal 40 Piagam merujuk pada tindakan-tindakan
sementara sebelum Dewan membuat rekomendasi atau memutuskan tindakan- tindakan yang diperlukan sesuai pasal 39, pasal 41 dapat memutuskan tindakan-
tindakan yang harus diambil dan yang tidak menggunakan pasukan bersenjata. Pasal 41 ini hanya bisa dilaksanakan bila Dewan Keamanan telah dapat
menentukan bentuk dari keadaan. Setelah diketahui bentuk keadaan tersebut barulah Dewan dapat bertindak dengan mengambil keputusan-keputusan.
Walaupun Dewan hanya dapat sekedar meminta negara-negara untuk melaksanakan keputusannya namun dengan mengkombinasikan pasal 41 dengan
pasal 25 Piagam, Dewan telah dapat menampilkan sifat mengikat dari keputusan- keputusan yang diambilnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan penolakan Libya untuk menyerahkan 2 warganya kepada Inggris dan Perancis yang dituduh kedua negara tersebut telah
melakukan tindakan terorisme di udara. Dewan Keamanan, atas dasar Bab VII, dalam resolusinya No. 784, tanggal 31 Maret 1992 dan sebagai tindak lanjut
resolusi sebelumnya No. 731 tanggal 21 Januari1992 menyatakan bahwa penolakan tersebut merupakan ancaman terhadap perdamaian dan karena itu
memutuskan untuk mengenakan embargo atas alat pengangkutan udara,
Universitas Sumatera Utara
pemasokan senjata dan bantuan teknik militer kepada negara tersebut. Sebagaimana kita lihat, keputusan Dewan Keamanan tersebut pada umumnya
dipatuhi oleh negara-negara anggota apalagi AS, Inggris dan Perancis yang mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan di dalam negeri bagi
pelaksanaan embargo tersebut. Berbeda dari tindakan-tindakan sementara, keputusan-keputusan yang
diambil Dewan merupakan tindakan-tindakan kekerasan. Selanjutnya ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam pasal 49 dan 50 Piagam berusaha untuk
memberikan cara-cara yang konkrit kepada negara-negara anggota untuk menghormati secara efektif tindakan-tindakan paksaan yang diputuskan oleh
Dewan. Sehubungan dengan itu ketentuan-ketentuan tersebut berisikan bantuan timbal balik antara negara-negara anggota PBB dan konsultasi dengan Dewan
bagi negara-negara yang perekonomiannya terganggu sebagai akibat pelaksanaan keputusan-keputusan yang diambil Dewan. Sebagai contoh dalam kasus Irak-
Kuwait tahun 1990, Dewan Keamanan membentuk suatu Komite Sanksi yang juga mempunyai tugas untuk menentukan negara mana saja yang harus
mendapatkan bantuan keuangan dan ekonomi sebagai akibat embargo terhadap Irak.
38
Atas dasar Bab VII Piagam, Dewan Keamanan dalam resolusinya No. 232 tanggal 16 Desember 1966 menjatuhkan sanksi-sanksi ekonomi kepada Rhodesia
Selatan. Resolusi tersebut diperkuat dengan 2 resolusi lainnya Kecuali resolusi Majelis Umum tanggal 15 Mei 1951 yang
merekomendasikan embargo atas bahan strategis terhadap Korea Utara, Dewan Keamanan telah menjatuhkan sanksi-sanksi dalam peristiwa Rhodesa tahun 1965,
invasi Kuwait oleh Irak tahun 1990, terhadap Lybia tahun 1992 dan 1993, pihak- pihak yang bersengketa di Yugoslavia semenjak tahun 1991, Liberia tahun 1992,
Haiti tahun 1993, Angola tahun 1993 dan Sudan tahun 1996.
39
38
Resolusi Dewan Keamanan No. 661, tanggal 6 Agustus 1990 dan No. 665, tanggal 25 Agustus 1990.
39
Resolusi Dewan Keamanan No. 253, 29 mei 1968 dan Resolusi No. 277, 18 Maret 1970.
yang melarang semua hubungan dagang dan keuangan dengan Rhodesia Selatan, penarikan
wakil-wakil dagang dan keuangan asing, penghentian semua sarana transport dan
Universitas Sumatera Utara
pemutusan hubungan diplomatik. Penggunaan pasal 41 ini juga mempunyai batas- batas pula dalam pelaksanaanya. Kadang-kadang sulit untuk mengharapkan semua
negara untuk mematuhi sepenuhnya ketentuan sanksi tersebut. Portugal dan Afrika Selatan misalnya tetap melakukan perdagangan dan mengirim minyak ke
Rhodesia. Setelah berakhirnya Perang Dingin, penjatuhan sanksi menjadi lebih
mudah dan juga dapat memperkuat pelaksanaannya. Dalam kasus Yugoslavia, Dewan Keamanan tanpa banyak kesulitan telah dapat secara berturut-turut
mengenakan sanksi embargo total atas senjata-senjata,
40
atas semua transaksi termasuk transportasi udara.
41
Sanksi-sanksi ekonomi juga telah dijatuhkan kepada Haiti setelah terjadinya kudeta terhadap Presiden yang telah dipilih secara
demokratis, yaitu J.B Aristide, mula-mula oleh OAS Organization of American States dan kemudian oleh Dewan Keamanan.
42
Embargo mengenai penjualan senjata dan material militer juga dijatuhkan kepada Somalia
43
dan Liberia.
44
4 Wewenang Sanksi-sanksi Militer Mengenai invasi Irak terhadap Kuwait yang terjadi tanggal 2 Agustus
1990, Dewan Keamanan dalam resolusinya no. 661 tanggal 6 Agustus 1990 meminta negara-negara anggota dan bukan anggota PBB untuk mengenakan
embargo menyeluruh terhadap Irak. Lima hari kemudian, invasi militer Irak tersebut dinyatakan sebagai invasi berdasarkan ketentuan Bab VII Piagam, namun
kata agresi tetap tidak dipakai oleh Dewan Keamanan. Boikot total hubungan militer, perdagangan, keuangan terhadap Irak yang didasarkan atas pelaksanaan
Bab VII Piagam berjalan baik dan bahkan Swiss yang bukan anggota PBB juga ikut melakukan embargo. Embargo ini juga diperkuat dengan keputusan Dewan
Keamanan untuk melakukan blokade laut.
40
Resolusi Dewan Keamanan No. 724, 15 Desember 1991 dan Resolusi No. 727, 19 September 1992.
41
Resolusi Dewan Keamanan No. 752, 15 Mei 1992; 757, 30 Mei 1992; 787, 16 Nopember 1992.
42
Resolusi Dewan Keamanan No. 841, 16 Juni 1993.
43
Resolusi Dewan Keamanan No. 733, 23 Januari 1992.
44
Resolusi Dewan Keamanan No. 788, 19 Nopember 1992.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 42 yang merupakan inti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bab VII Piagam memberikan wewenang kepada Dewan Keamanan untuk
mengambil tindakan-tindakan militer, udara, laut dan darat yang diperlukan untuk memelihara dan memulihkan perdamaian dan keamanan internasional. Namun
dinyatakan pula bahwa ketentuan tersebut baru dilakukan bila tindakan-tindakan kekerasan non militer tidak memadai atau mengalami kegagalan. Kalau dibanding
dengan Liga Bangsa-Bangsa LBB yang menjadikan pelaksanaan sanksi-sanksi militer bersifat fakultatif bagi negara-negara anggota, selanjutnya PBB bukan saja
dapat memutuskan penggunaan kekerasan tetapi juga ikut melaksanakannya. Pelaksanaan ketentuan ini akan ideal apabila dari segi militer, PBB
mempunyai persenjataan sendiri yang dapat menangkal agresi yang tidak dilakukan oleh salah satu anggota tetap Dewan Keamanan. PBB pada hakekatnya
tidak membentuk angkatan bersenjata internasional yang bebas dari negara-negara dan yang diletakkan dibawah komando langsung Dewan Keamanan. Rancangan
yang sesuai dengan pasal 43 adalah negara-negara anggota menyerahkan ke Dewan Keamanan pasukan-pasukan bersenjata yang diperlukan atas dasar
kesepakatan-kesepakatan khusus dengan Dewan Keamanan. Tetapi yang ada hanyalah himpunan dari pasukan berbagai negara yang dikoordinasikan oleh
Dewan Keamanan. Satu-satunya organ bersama adalah Komite Kepala-kepala Staf yang terdiri dari kepala-kepala staf dari kelima anggota tetap untuk
membantu Dewan dalam masalah-masalah militer seperti yang disebut dalam pasal 47 Piagam.
45
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional;
D. Prinsip Persamaan Kedaulatan dalam Pengambilan Keputusan di Dewan Keamanan PBB