Waktu yang Tepat untuk Melakukan Upaya Reformasi Dewan Keamanan

menyetujui mengenai pembatasan keadaan di mana saja dan dalam hal apa saja hak veto dapat digunakan. Akan tetapi perkembangan usulan mengenai pembatasan hak veto tersebut lebih cenderung pembatasan dalam bentuk norma- norma ketimbang pembatasan mengikat secara hukum. 76 76 Pernyataan dari Robert Hill mantan Duta Besar Australia untuk PBB, John Langmore Presiden Asosiasi Australia untuk PBB dan pejabat Australia dalam sebuah wawancara khusus yang dilakukan oleh Sahar Okhovat pada bulan Juni 2011. Di sisi lain, mayoritas negara mendukung perbaikan dalam metode kerja Dewan Keamanan dan mencoba untuk membuat Dewan lebih transparan tentang pertemuan- pertemuannya dan keputusan-keputusan yang dikeluarkannya. Beberapa pihak juga berpendapat bahwa perluasan Dewan Keamanan akan membuat badan tersebut terlalu besar dan akibatnya menyebabkan DK PBB tidak terkendali dan tidak efektif. Namun, organ ini perlu diperluas seperti yang terjadi pada tahun 1965. Reformasi ini tidak akan tercapai dengan mudah. Saat ini sudah banyak dukungan dibandingkan sebelumnya dari negara-negara anggota PBB terhadap upaya reformasi Dewan Keamanan untuk keterwakilan kawasan yang lebih adil serta perluasan Dewan Keamanan. Lagi-lagi masalah utama yang muncul adalah tentang menyepakati rincian dari proposal reformasi itu. Mungkin sangat kelihatan bahwa mayoritas masyarakat internasional mendukung perluasan Dewan tetapi jika kita menggali lebih dalam, kita dapat melihat ada perbedaan pendapat yang mendasar mengenai kandidat maupun proposal mana yang terbaik. Oleh karena itu, timbul pertanyaan baru apakah mereka dapat mencapai suatu konsensus tentang reformasi Dewan, dan yang lebih penting proposal manakah yang lebih populer, yaitu tentang perluasan keanggotaan atau perbaikan prosedur kerja Dewan yang secara efektif dapat meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Dewan.

2. Waktu yang Tepat untuk Melakukan Upaya Reformasi Dewan Keamanan

Piagam PBB telah diamandemen sebanyak tiga kali: dua kali untuk memasukkan perubahan jumlah kursi Dewan Ekonomi dan Sosial ECOSOC dan Universitas Sumatera Utara sekali pada tahun 1963 untuk mengakomodir perluasan anggota tidak tetap Dewan Keamanan yang sejauh ini merupakan satu-satunya reformasi terhadap Dewan Keamanan ini . Pada tahun 1963 jumlah anggota tidak tetap meningkat dari 6 menjadi 10 sehingga berakibat pada jumlah suara setuju yang diperlukan untuk mengesahkan suatu resolusi disamping suara setuju dari lima anggota tetap berubah dari 7 suara menjadi 9 suara. Bagaimanapun, jumlah anggota tetap Dewan Keamanan tetap utuh dan tak berubah sedikitpun. Beberapa kalangan berpendapat bahwa dampak nyata dari reformasi baru bisa dirasakan beberapa tahun kemudian setelah berakhirnya Perang Dingin karena sebelum waktu itu Dewan dianggap tidak efektif sebagai akibat dari perpecahan ideologis antara negara super power. Pertanyaan mengenai masalah representasi yang adil dan jumlah anggota Dewan Keamanan pernah dimasukkan dalam agenda Majelis Umum pada tahun 1979 atas permintaan beberapa negara termasuk India dan Nigeria, tapi tidak pernah ditanggapi hingga tahun1992. Dapat diyakini bahwa Agenda for Peace Sekretaris Jenderal Boutros Ghali yang diterbitkan pada Januari 1992 telah memberikan pengaruh yang besar dalam mengarahkan perhatian publik pada masalah reformasi Dewan ini. Pada tahun 1993, Boutros Ghali atas permintaan dari Majelis Umum, menyerahkan laporan yang berisi komentar-komentar dari negara-negara Anggota PBB tentang pandangan mereka terhadap keanggotaan DK PBB. Pada bulan Desember tahun itu dan selama sesi ke-48 Majelis Umum, Kelompok Kerja Terbuka mempertanyakan perwakilan yang adil terhadap keanggotaan Dewan Keamanan serta penambahan anggota Dewan Keamanan dan hal-hal lain terkait dengan Dewan Keamanan. Kelompok ini mengadakan pertemuan selama 3 putaran dan menghasilkan laporan dan rekomendasi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keanggotaan dan hak veto serta masalah yang berkaitan dengan transparansi Dewan. Namun mereka tidak bisa mencapai kesepakatan tentang segala hal. Pertemuan-pertemuan lain yang berikutnya dari kelompok ini selama sesi sidang Majelis Umum tidak membuahkan hasil. Dan pada peringatan ulang tahun PBB yang ke-60, perdebatan yang terjadi membahas Universitas Sumatera Utara isu yang hampir sama dengan perdebatan yang terjadi ketika peringatan ulang tahun PBB yang ke-50. Satu-satunya perbedaan yang dapat dirasakan adalah bahwa pada tahun 2005 negara-negara seperti Jerman, Brasil, India dan Jepang menjadi lebih tegas dan vokal dalam mengajukan tuntutan proposal mereka. Setelah konflik yang dikobarkan AS terhadap Irak, Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, membentuk Panel Tingkat Tinggi yang diberi nama High Level Panel On Threats, Challenge and Changeuntuk melaporkan dan meneliti segala aspek yang berbeda dari PBB termasuk Dewan Keamanan. Panel ini merekomendasikan dua model mengenai perluasan DK PBB. Kedua model mengusulkan peningkatan jumlah masing-masing enam bagi wakil-wakil dari Afrika, Asia Pasifik, Eropa dan Amerika, sehingga total anggota DK PBB berjumlah 24. Model A menyediakan enam kursi anggota tetap, tanpa hak veto, sedangkan untuk kursi anggota tidak tetap disediakan tiga kursi dengan jangka waktu 2 tahun. Untuk model A dapat terlihat dalam tabel di bawah ini. Model A Regional Jumlah Negara Kursi Anggota Tetap Kursi Anggota Tetap Yang Diminta Kursi Anggota Tidak Tetap Yang Diminta 2 tahun Tidak diperbarui Total Afrika 53 2 4 6 Asia- Pasifik 56 1 2 3 6 Eropa 47 3 1 2 6 Amerika 35 1 1 4 6 Total 191 5 6 13 24 Sumber : Report of The Secretary General’s High Level Panel on Treaths, Challenges and Change, A More Secure World: Our Shared Responsibility United Nations, 2004. Universitas Sumatera Utara Dalam Model B, panel sengaja meniadakan keberadaan permintaan kursi anggota tetap. Meski demikian panel juga menciptakan kategori baru yang terdiri dari delapan kursi anggota yang setiap 4 tahun dapat diperbarui dan satu kursi anggota tidak tetap yang tidak dapat diperbarui selama jangka waktu 2 tahun. Proposal ini cukup efektif mengingat dari keluwesan yang senantiasa dapat diterapkan pada empat wilayah dunia seperti Afrika, Asia-Pasifik, Eropa dan Amerika. Untuk model B dapat terlihat dalam tabel di bawah ini. Model B Regional Jumlah Negara Kursi Anggota Tetap Kursi Anggota Jangka Waktu 4 tahun Dapat Diperbarui Kursi Anggota Tidak Tetap Yang Diminta 2 tahun Tidak diperbarui Total Afrika 53 2 4 6 Asia- Pasifik 56 1 2 3 6 Eropa 47 3 2 1 6 Amerika 35 1 2 3 6 Total 191 5 8 11 24 Sumber : Report Of The Secretary General’s High Level Panel on Treaths, Challenges and Change, A More Secure World: Our Shared Responsibility United Nations, 2004. Namun demikian, tidak ada usulan mengenai penghapusan hak veto dan Kofi Annan tidak menjelaskan pandangannya mengenai hal ini. Lalu Kofi Annan, menyerahkan rekomendasi tersebut kepada para peserta KTT Global tahun 2005 dan mendesak negara-negara yang hadir untuk memutuskan dan menyetujui satu model dari usulan tersebut. Namun KTT tersebut tidak membuahkan hasil. Walaupun demikian, negara-negara yang hadir pada umumnya setuju bahwa Universitas Sumatera Utara diskusi tentang masalah ini harus terus dilanjutkan. Panel Tingkat Tinggi juga menunjuk kepada acuan ketentuan Piagam yang mengatakan bahwa anggota tidak tetap harus dipilih dengan lebih memperhatikan kontribusi mereka terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Konsekuensinya adalah bahwa negara-negara yang memberikan kontribusi yang yang lebih besar kepada PBB baik finansial, militer, maupun diplomatik diusulkan untuk memiliki keterlibatan yang lebih dalam pengambilan keputusan di Dewan Keamanan. Oleh karena itu, Panel mengusulkan agar negara-negara maju yang mengalokasikan 0,7 dari pendapatan nasional mereka untuk bantuan pembangunan PBB dianggap lebih layak menjadi anggota non-permanen di Dewan Keamanan PBB. Kegagalan KTT Global tahun 2005 untuk memperoleh kesepakatan mengenai reformasi Dewan Keamanan membuat negara-negara anggota PBB mengurangi upaya mereka dalam hal itu. Kelompok Kerja Panel Tingkat Tinggi tetap menganggur sampai awal tahun 2007 ketika Presiden Majelis Umum mengembalikan fungsinya. Ketidak efektifan Kelompok Kerja tersebut menyebabkan munculnya seruan untuk mengganti kelompok tersebut dengan perundingan antar pemerintah langsung. Seruan tersebut akhirnya membuahkan hasil dan pada bulan September 2008, negara-negara anggota setuju untuk memindahkan perundingan ketingkat perundingan antar pemerintah yang didasarkan pada proposal yang diajukan oleh negara-negara anggota. Itu bukanlah perubahan yang mudah dan kelanjutan dari perundingan itu penuh dengan perdebatan yang sengit dan panas. Alasan utama pihak oposisi dari beberapa negara adalah bahwa kesepakatan mengenai usulan terhadap Kelompok Kerja hanya bisa diputuskan melalui mekanisme konsensus saja sementara perundingan antar pemerintah bisa diputuskan hanya dengan mekanisme suara mayoritas dari negara-negara anggota. Dengan begitu pihak oposisi menilai, ada kemungkinan dari beberapa usulan reformasi yang bisa membahayakan dan mengancam kepentingan beberapa negara, dapat dilaksanakan tanpa persetujuan dari semua negara anggota. Universitas Sumatera Utara Sejauh ini, perundingan antar pemerintah yang diketuai oleh Zahir Tanin, Perwakilan Tetap Afghanistan di PBB, belum bisa dibilang sukses. Alasan utama yang menjadi penyebab kurangnya keberhasilan tersebut dikarenakan negara- negara anggota masih menegaskan kembali sikap lama mereka dan enggan untuk berkompromi. Kelompok G-4 dan African Union menganjurkan untuk penambahan kursi permanen sedangkan anggota kelompok Uniting for Consensus menentang mereka dan menganjurkan untuk penambahan kursi non-permanen saja. Ada begitu banyak proposal reformasi dalam setiap kategori reformasi dan ini membuat usaha reformasi menjadi tidak produktif. Perundingan putaran pertama antar pemerintah terfokus pada memperoleh usulanproposal dari negara- negara anggota PBB pada lima persoalan kunci terkait masalah reformasi. Membahas persoalan kunci tersebut secara lebih mendalam pada putaran kedua. Menjelang akhir putaran pertama, ada muncul harapan bahwa kedua kelompok negara yang bertentangan mungkin akan mencapai kesepakatan mengenai masalah perluasan Dewan dengan mempertimbangkan metode pendekatan jalan tengah. Pendekatan ini mengusulkan bahwa reformasi yang diterapkan, seperti penambahan kursi anggota tetap, mesti tunduk pada peninjauan dan penilaian ulang setelah jangka waktu tertentu. Bagaimanapun, Pendekatan jalan tengah ini dihadapkan dengan masalah yang sama karena ada terlalu banyak variasi yang dikemukakan oleh berbagai negara. Selain itu, tidak semua negara mendukung solusi ini dan ada penentangan yang kuat dari India dan negara-negara Afrika sehingga menghambat kemajuannya. Namun saat ini, ada secercah harapan bahwa solusi ini dapat memecahkan kebuntuan dalam perundingan dibandingkan yang terjadi pada tahun 2009. Pada bulan Mei 2010 dan atas saran dari beberapa negara, Duta Besar Zahir Tanin mengirim draft pertama kepada semua negara anggota yang berisi proposal utama dan parameter dalam rangka melakukan reformasi terhadap Dewan Keamanan dan meminta saran dan tanggapan dari mereka. Dengan demikian, proses reformasi memasuki tahap perundingan antar pemerintah berbasis negotiating textatau naskah tertulis. Kemudian Zahir Tanin memasukkan Universitas Sumatera Utara saran dan tanggapan dari negara-negara anggota dalam revisi pertama dari negotiating text dimaksud selama pertemuan putaran pertama perundingan antar pemerintah dari total lima putaran yang disepakati. Lalu pada tanggal 2 Juni 2010, negara-negara sepakat untuk menggunakan negotiating text tersebut sebagai dasar untuk melakukan perundingan. Sejak saat itu dan selama rapat pleno informal Majelis Umum PBB, banyak negara menyerukan revisi dan peringkasan terhadap negotiating text tersebut. Khususnya, para anggota G-4 yang semakin tidak sabar, menekankan urgensi dari reformasi dan menyerukan peringkasan negotiating text sehingga perundingan yang sebenarnya bisa mulai. Sejauh ini, negotiating text telah direvisi tiga kali dengan revisi terakhir diselesaikan pada bulan Februari 2011. Tampaknya perundingan antar pemerintah akan melalui jalan yang sama seperti yang terjadi dengan Kelompok Kerja dahulu. Negara-negara anggota masih memegang teguh pendirian awal mereka dan mengulangi sikap mereka. Sementara negara-negara G-4 menggunakan setiap kesempatan untuk mempercepat proses perundingan, para anggota Uniting for Consensus cenderung memperlambat proses dengan memberikan perhatian terlalu banyak pada prosedur dan menekankan kepada negara-negara bahwa mereka harus setuju pada prinsip- prinsip reformasi yang pertama. Putaran terakhir perundingan ini terjadi pada bulan Maret 2011. Para anggota G-4 merasa tidak puas dengan perundingan antar pemerintah yang terkesan lamban dan campur tangan terus menerus yang dilakukan oleh para anggota Uniting for Consensus, memutuskan untuk mengambil inisiatif dan memotong perundingan mereka dengan memperkenalkan resolusi yang baru. Resolusi itu memiliki potensi untuk mengarahkan perdebatan sehingga dapat menghasilkan hasil yang lebih praktis. Resolusi tersebut berisi permintaan perluasan Dewan baik dari segi kursi anggota tetap maupun anggota tidak tetap. Pada bulan Juli 2011, Jepang dan Brazil yang sangat aktif dalam melobi negara- negara lain untuk mengamankan dukungan suara terhadap resolusi ini, mengklaim bahwa mereka telah memperoleh dukungan sekitar 100 suara dari negara-negara anggota, tanpa menyebutkan secara spesifik negara yang memberi dukungan Universitas Sumatera Utara tersebut. Meskipun jumlah dukungan suara ini merupakan suatu prestasi yang besar bagi negara-negara G-4, tetapi itu masih kurang karena mereka harus memperoleh 128 suara setuju dua pertiga dari total mayoritas suara Majelis Umum agar dapat menghasilkan sebuah resolusi. Diyakini bahwa para pendukung resolusi ini menyerahkan draft ke Majelis Umum hanya ketika mereka yakin bahwa mereka memiliki dukungan minimal yang diperlukan untuk itu. Oleh karena itu, mereka memiliki pekerjaan tambahan yang harus dilakukan dengan mencoba meyakinkan negara-negara lebih banyak lagi tentang keunggulan dari resolusi mereka ini, terutama ketika proses yang diusung Zahir Tanin masih berlangsung. Sementara itu negara-negara Afrika masih berpegang teguh pada Ezulwini Consensus, dan telah terbukti menjadi hambatan besar dalam proses perundingan untuk mencapai tujuan dari reformasi ini. Meskipun begitu ada beberapa tanda-tanda bahwa calon Afrika utama, Nigeria dan Afrika Selatan, baru-baru ini menjadi lebih melunak dan mungkin lebih mudah untuk dibujuk. Meskipun mungkin kelihatan bahwa sejauh ini tidak banyak yang sudah dicapai dalam hal reformasi Dewan, kenyataannya adalah bahwa beberapa perubahan sebenarnya telah terjadi dalam metode kerja Dewan tanpa banyaknya pemberitaan mengenai hal itu dan walaupun tanpa melakukan amandemen Piagam PBB. Selama bertahun-tahun, negara-negara telah memodifikasi prosedur Dewan Keamanan. Reformasi yang mereka lakukan menyangkut isu yang berkaitan dengan transparansi Dewan, hubungannya dengan Majelis Umum, dan lebih bersifat inklusif dalam prosesnya. Saat ini, metode kerja pengambilan keputusan di Dewan Keamanan tidaklah sangat tertutup dan rahasia seperti sebelumnya dan negara-negara non-anggota Dewan serta media pers juga mendapatkan penjelasan rutin dari Presiden Dewan ketika melakukan konsultasi pribadi dengan para anggota DK PBB. Dewan juga mengadakan pertemuan-pertemuan dengan negara- negara yang berkontribusi dalam pemberian bantuan pasukan. Selain itu, anggota- anggota Dewan Keamanan juga sering mengadakan pertemuan dengan LSM-LSM dan pakar-pakar untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman mereka tentang konflik sehingga dapat membuat keputusan-keputusan yang lebih bijak. Universitas Sumatera Utara

B. Kendala Reformasi Dewan Keamanan PBB