tambahan paling sedikit suara dari anggota tidak tetap sejumlah suara negara anggota tetap DK yang menyatakan abstain.
d Jika salah satu anggota DK baik anggota tetap maupun tidak tetap terlibat
dalam pertikaian, menurut Bab IV dan Pasal 52 ayat 3 Piagam PBB, maka para pihak tersebut haruslah abstain dan dengan sendirinya
memerlukan penggantian suara afirmatif dari negara anggota lainnya untuk mencapai 9 suara afirmatif.
55
3. Dasar Pengaturan PrinsipAsas Persamaan Kedaulatan Dalam Pengambilan Keputusan di DK PBB
Dalam struktur organisasi PBB, DK merupakan salah satu organ utama selain lima organ utama yang lain. Dengan demikian asas dan tujuan PBB
merupakan juga asas dan tujuan seluruh organ PBB. Di bagian terdahulu sudah dikemukakan bahwa dalam Pasal 2 ayat 1
Piagam PBB tercantum suatu asas yang amat penting, yaitu asas “persamaan kedaulatan” atau “the principle of sovereignequality”. Asas ini memperlihatkan
dengan jelas sifat kelembagaan politik dari PBB dan berdasarkan asas ini pula sesuatu negara anggota tidak dapat dipaksa ataupun didesak untuk menyetujui
sesuatu dan menjalankan hal-hal yang bertentangan dengan kedaulatan negara dan kepentingan nasionalnya national interest. Di pihak lain asas ini sering menjadi
batu sandungan dan hambatan bagi kelancaran penyelesaian masalah-masalah politik di tingkat internasional.
56
55
Setyo Widagdo, The basis of Equal Sovereignty Principles and Veto Arrangement in the United Nations Security
Council Decision Making, hal. 3-5.
56
Pareira Mandalangi, 1986, Segi-Segi Hukum Organisasi Internasional, Binacipta, Bandung, hlm.70.
Universitas Sumatera Utara
Starke
57
Dengan demikian sesungguhnya prinsip atau asas “persamaan kedaulatan” dapat dikatakan sebagai suatu norma dasar hukum internasional umum atau jus
cogens, yaitu suatu norma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan sebagai suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan yang
hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar hukum internasional umum yang baru yang mempunyai sifat yang sama.
juga mengatakan : “Pasal 2 Piagam PBB juga mengemukakan prinsip-prinsip tertentu. Dua dari
prinsip ini ditetapkan untuk ketaatan organik oleh PBB sendiri, yakni bahwa dasar PBB adalah persamaan kedaulatan dari semua anggotanya dan bahwa PBB tidak
akan campur tangan kecuali bila diperlukan “tindakan pemaksaan” dalam persoalan yang “pada dasarnya” berada dalam yurisdiksi dalam negeri suatu
negara…”
58
Oleh karena itu asas tersebut sejajar dengan asas tentang larangan agresi non agression, asas non discrimination, asas self
determination dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan jus cogens.
59
Menurut Schwarzenberger
60
57
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional, terjemahan Sumitro, Aksara Persada indonesia, hlm.320 dan 321.
58
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni,Bandung,hlm.166.
59
Lihat Ian Brownlie, 1979, Principles Of Public International Law, Oxford University Press, Oxford, hlm.417. Lihat pula Mieke Komar, Beberapa Masalah Pokok Konvensi Wina Tahun 1969
MengenaiHukum Perjanjian Internasional, Bahan Kuliah FH-UNPAD, Bandung, hlm.118.
60
Schwanzerberger, 1960, International Law And Order, Stevens and Sons, London, hlm.30-31 dan43-47.
untuk membentuk jus cogens atau premptory norm of general international law, suatu aturan hukum internasional harus
memiliki sifat-sifat yang universalatau asas-asas yang fundamental, misalnya asas-asas yang bersangkutan harus mempunyai arti pentingluar biasa
exceptionally significent dalam hukum internasional disamping arti penting istimewadibandingkan dengan asas-asas lainnya. Selain itu, asas tersebut
merupakan bagian esensial daripadasistem hukum internasional yang ada atau mempunyai karakteristik yang merupakan refleksi darihukum internasional yang
berlaku. Apabila sifat-sifat ini diterapkan, akan timbul tujuan asasfundamental
Universitas Sumatera Utara
dalam tubuh hukum internasional, yaitu kedaulatan, pengakuan, permufakatan, itikadbaik, hak membela diri, tanggung jawab internasional dan kebebasan di laut
lepas. Prinsip kedaulatan merupakan suatu hak yang tidak dapat dicabut, karena
merupakan ciri hakiki yang harus dipunyai oleh setiap negara apabila negara itu berkeinginan untuk tetap “exist” dalam pergaulan masyarakat internasional.
Kedaulatan merupakan suatu ciri yang harus melekat pada negara. Dalam perkara Wemblendon 1929, Permanent Court Of International Justice PCIJ
membenarkan dan menguatkan hak kekuasaan negara yang berdaulat untuk melaksanakan kedaulatannya. Demikian pula dalam Piagam PBB terdapat asas-
asas kedaulatan negara yang harus dihormati oleh PBB sendiri sebagai suatu organisasi dunia terbesar pada saat ini.
61
PBB bukanlah organisasi supra negara atau supra nasional, hal ini tercermin dalam Pasal 2 ayat 1 Piagam PBB bahwa badan dunia tersebut
didirikan atas dasar prinsip persamaan kedaulatan diantara semua negara anggotanya. PBB juga bukanlah suatu badan yang berdaulat, tidak seperti negara
yang menurut sistem hukum internasional dapat bertindak apa saja asalkan tidak bertentangan prinsip-prinsip hukum secara umum atau kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam suatu perjanjian. Karena itu walaupun DK dikatakan mempunyai kekuasaan yang berlebihan ultra vires, hal itu tidak berarti
kekuasaannya tidak terbatas, melainkan ada pembatasan-pembatasan secara hukum. Oleh sebab itu DK tidak dapat bertindak diluar ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Pasal 24 ayat 2 dan Pasal 1 ayat 1 Piagam PBB. Kekuasaan DK PBB Tidak Tak Terbatas
62
Sesuai dengan Pasal 24 ayat 2 semua tindakan DK PBB yang dilakukan termasuk tindakan dalam rangka pengenaan sanksi, baik sanksi ekonomi maupun
61
Yudha Bhakti, op.cit, hlm. 172.
62
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus . . . op.cit, hlm. 166.
Universitas Sumatera Utara
sanksi militer haruslah tetap didasarkan atas prinsip-prinsipasas-asas dan tujuan PBB, yaitu tetap menghormati persamaan kedaulatan, hak negara untuk
mempertahankan kemerdekaan politik dan keutuhan wilayah sesuatu negara. Dalam rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional melalui
langkah-langkah secara kolektif untuk mengatasi adanya ancaman dan pelanggaran perdamaian maupun tindakan agresi terhadap suatu negara, tindakan
DK PBB sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 tersebut haruslah didasarkan prinsip- prinsip keadilan dan hukum internasional tanpa merugikan kepentingan nasional
sesuatu negara. Dari uraian diatas nampaknya jelas bahwa yang menjadi dasar pengaturan
persamaan kedaulatan dalam pengambilan keputusan di DK PBB adalah Pasal 2 ayat 1 Piagam PBB yang merupakan asas atau prinsip dari PBB dan seluruh
organ-organnya. Artinya, DK PBB sebagai salah satu organ utama harus menempatkan persamaan kedaulatan sebagai landasan dalam setiap pengambilan
keputusan.
4. Alasan Pembenar Secara Yuridis Digunakannya Hak Veto