Pengaruh Vitamin C Pada Profil Farmakokinetika Natrium Diklofenak Terhadap Hewan Uji Kelinci

(1)

PENGARUH VITAMIN C PADA PROFIL

FARMAKOKINETIKA NATRIUM DIKLOFENAK

TERHADAP HEWAN UJI KELINCI

SKRIPSI

OLEH:

RIVA IERSA

NIM 081524045

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH VITAMIN C PADA PROFIL

FARMAKOKINETIKANATRIUM DIKLOFENAK

TERHADAP HEWAN UJI KELINCI

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH

RIVA IERSA

NIM 081524045

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH VITAMIN C PADA PROFIL

FARMAKOKINETIKA NATRIUM DIKLOFENAK

TERHADAP HEWAN UJI KELINCI

OLEH:

RIVA IERSA

NIM 081524045

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : Januari 2012 Disetujui oleh: Panitia Penguji Pembimbing I,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, MSc., Apt NIP 130935857 NIP 195212041980021001

Dr.Edy Suwarso, S.U., Apt Pembimbing II, NIP 130935857

Prof. Dr. rer. nat.Effendy D.P, S.U., Apt.Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195306191983031001 NIP 195504241983031003

Drs.Saiful Bahri, M.S., Apt NIP 195208241983031001

Medan, Desember 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta Shalawat dan Salam kepada Nabi Allah: Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul:Pengaruh Vitamin C Pada Profil Farmakokinetika Natrium Diklofenak Terhadap Hewan Uji Kelinci”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2.Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt dan Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.

3.Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt., selaku penasihat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4.Bapak Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, MSc., Apt., Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Drs.Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku penguji yang telah memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Marianne, S.Si, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Farmakologi Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian.

6. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., selaku penanggung jawab Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Sumatera Utara Medan dan Kakanda


(5)

Sumatera Utara Medan yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

7.Spesial untuk sahabat-sahabat ku ruth, naomi, lia, nina,devi, lena, sri hati, yani, fitri danseluruh teman-teman Ekstensi angkatan 2008 dan 2009, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya selama ini.

8.Ayahanda almarhum Megang Bangun Mulya dan Ibunda Rosmawati br Sembiring Meliala yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi.

9. Kakanda (Riska Fitri, Mohd.Reza Habbash, Amriza Bangun Mulya dan Alfinora), adinda tercinta (Vita Risky), keponakan tersayang Mohd. Abqory Habbash dan Dimas Omi serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

10. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2012 Penulis,

Riva Iersa


(6)

Abstrak

PENGARUH VITAMIN C PADA PROFIL FARMAKOKINETIKA NATRIUM DIKLOFENAK TERHADAP HEWAN UJI KELINCI

Fase Farmakokinetika berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui apakah vitamin C berpengaruh terhadap profil farmakokinetika dari natrium diklofenak.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 12 kelinci jantan yang beratnya 1,5-2 kg dengan pemberiannya dilakukan secara oral. Untuk 6 kelinci pertama dilakukan dengan memberikan larutan Natrium diklofenak baku dan 6 kelinci lainnya dilakukan pemberian vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut yang selanjutnya diberikan natrium diklofenak baku kepada kelinci tersebut. Kadar obat dalam darah pada masing-masing kelinci diambil dengan selang waktu 0,25 jam; 0,5 jam; 0,75 jam; 1,25 jam; 1,75 jam; 2,25 jam; 3,25 jam; 4,25 jam; 5,25 jam lalu di vortex dan disentrifug. Pengukuran kadar obat Natrium diklofenak dalam plasma kelinci dilakukan dengan menggunakan alat KCKT. Fase gerak yang digunakan untuk mengukur kadar Natrium diklofenak dalam plasma kelinci adalah MeOH : Buffer Asetat (85:15) dan laju alir 1 ml/menit.

Hasil penelitian diperoleh ka 2,5207 ± 0,738 jam-1 dan menurun setelah pemberian vitamin C yaitu 0,6788 ± 0,064 jam-. Nilai T ½ absorbsi meningkat setelah pemberian vitamin C yakni 0,3007 ± 0,108 jam menjadi 1,0302 ± 0,111 jam. Nilai T maksimum juga meningkat setelah pemberian vitamin C dengan nilai 1,7827 ± 0,531 jam menjadi 3,945 ± 0,9597 jam. Dalam penentuan nilai C maksimum didapatkan penurunan kadar Natrium diklofenak dari 72,92 ± 5,892 mcg/ml pada perlakuan tanpa vitamin C menjadi 68,3983 ± 3,7575 mcg/ml, pada perlakuan setelah pemberian vitamin C. Nilai Vd pada perlakuan vitamin C menunjukkan penurunannya dari 27,5867 ± 4,442 liter menjadi 26,32 ± 3,3630 liter, Nilai AUC 0-∞ menunjukkan penurunan yaitu 2078,3622 ± 203,131 mcg/ml.jam menjadi 1589,215 ± 712,9246 mcg/ml.), nilai AUMC0-∞ juga menunjukkan penurunan setelah pemberian vitamin C yaitu 53752,0242 ± 11101,247 mcg/ml.jam2 menjadi 42393,9867± 7849,735 mcg/ml.jam2. Nilai MRT juga menunjukkan penurunan dari 25,6542 ±2,5624 jam pada perlakuan tanpa pemberian vitamin C menjadi 23,5458 ± 2,162 jam setelah pemberian vitamin C. Nilai laju eliminasi (Kel) meningkat setelah pemberian vitamin C yaitu 0,0395±0,0036 jam-1 setelah pemberian vitamin C yaitu 0,0444 ± 0,0043 jam-1, nilai waktu paruh eliminasi (T½ eliminasi) menurun dengan nilai 17,687 ± 1,811 jam pada perlakuan tanpa vitamin C menjadi 15,72 ± 1,471 jam setelah pemberian vitamin C. Nilai Cl meningkat setelah perlakuan vitamin C yaitu 1,0753 ± 0,104 ml/jam tanpa vitamin C menjadi 1,1672 ± 0,053 ml/jam.

Kata kunci: Natrium diklofenak, perlakuan tanpa vitamin C, perlakuan dengan pemberian vitamin C, profil farmakokinetika.


(7)

Abstract

THE EFFECT OF VITAMIN C AT THE PHARMACOKINETIC PROFILE OF SODIUM DICLOFENAC AT THE EXPERIMENTAL

ANIMAL RABBITS

Pharmacokinetic profile connected with the entry of active substances into the body. This aim of this study was to know what the effect of vitamin C on the pharmacokinetics profile from diclofenac sodium.

This study was using 12 male rabbits weighing 1,5-2 kg with give away orally. For the 6 first rabbit was done with standard diclofenac sodium solution and 6 other rabbits gift of vitamin C 50 mg / kg for 7 days consecutive, and then given diclofenac sodium solution. Drug levels in the blood of each rabbit were taken at intervals of 0.25 hour, 0.5 hour, 0.75 hour, 1.25 hour, 1.75 hour, 2.25 hour, 3.25 hour, 4.25 hour, 5.25 hour and then at vortex and disentrifuge. Measurement of diclofenac sodium levels in plasma of rabbits performed by using HPLC. Mobile phase used to measure plasma levels of sodium diclofenac is MeOH: Buffer Acetate (85:15) and flow rate of 1 ml/min.

The results obtained ka 2.5207 ± 0.738 hour-1 and decreased after treatment of vitamin C is 0.6788 ± 0.064 hour-1. Absorption T½ values increased after treatment of vitamin C that is 0.3007 ± 1.0302 hour to 0.108 ± 0.111 hour. The T maximum value was also increased after treatment of vitamin C with a value of 1.7827 ± 0.531 hour to 3.945 ± 0.9597 hour. In determining the C maximum value obtained diclofenac sodium levels decreased from 72.92 ± 5.892 mcg / ml in the treatment without vitamin C to 68.3983 ± 3.7575 mcg / ml the treatment of vitamin C. Vd value in the treatment of vitamin C showed decreased from 27.5867 ± 4.442 liters to 26.32±3.3630 liters, the value of AUC0 - ∞ shows the decreased that is 2078.3622 ± 203.131 mcg / ml.jam to be 1589.215 ± 712.9246 mcg / ml.jam, AUMC0-∞ value also showed a decrease after treatment of vitamin C is 53752.0242 ± 11101.247 mcg/ml.jam2 (without vitamin treatment C) to 42393.9867 ± 7849.735 mcg/ml.jam2. MRT values also showed a decrease from 25.6542 ± 2.5624 hours of treatment without giving vitamin C to 23.5458 ± 2.162 hours after the treatment of vitamin C. Elimination rate (Kel) value was increased after treatment of vitamin C is 0.0395 ± 0.0036 hour-1 after treatment of vitamin C is 0.0444 ± 0.0043 hour-1, and the elimination half-life value (T½ elimination) decreases with the value 17.687 ± 1.811 hours of treatment without vitamin C to 15.72 ± 1.471 hours after treatment of vitamin C. Cl value was increased after treatment of vitamin C is 1.0753 ± 0.104 ml / hour without vitamin C to 1.1672 ± 0.053 ml / hour.

Key word : Diclofenac sodium, treatment of vitamin C, without treatment of vitamin C, pharmacokinetic profile


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan ... 4

1.5 Manfaat ... 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Farmakokinetika ... 6


(9)

2.1.2 Distribusi ... 6

2.1.3 Metabolisme ... 7

2.1.4 Ekskresi ... 9

2.2 Parameter Farmakokinetika ... 10

2.3 Natrium Diklofenak ... 13

2.4 Vitamin C ... 15

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

3.2 Alat-Alat ... 19

3.3 Bahan-Bahan ... 20

3.4 Hewan Percobaan ... 20

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 20

3.5.1 Pembuatan larutan Vitamin C ... 20

3.5.2 Pembuatan Diklofenak baku ... 20

3.5.3 Pembuatan larutan induk baku Natrium diklofenak... 20

3.5.4 Pembuatan buffer asetat ... 21

3.6 Pembuatan Fase Gerak ... 21

3.7 Pencampuran Fase Gerak ... 21

3.8 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 21

3.9 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir Sistem KCKT .. ... 22


(10)

3.10.1 Pengambilan sampel darah untuk kurva baku ... 22

3.10.2 Perlakuan pada hewan percobaan dengan pemberian Natrium diklofenak tanpa Vitamin C ... 23

3.10.3 Perlakuan pada hewan percobaan pemberian Natrium diklofenak dengan pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB perlakuan pada hewan percobaan dengan pemberian selama 7 hari berturut-turut ... 24

3.11 Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penentuan kurva baku Natrium diklofenak

dalam plasma ... 28 Tabel 2. Penentuan kurva baku Natrium diklofenak ditambah

Vitamin C dalam plasma ... 29 Tabel 3. Nilai konsentrasi rata-rata ± standar deviasi terhadap

waktu Natrium diklofenak dalam plasma kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium diklofenak setelah pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari

berturut-turut per oral ... 30 Tabel 4. Nilai Rata-Rata ± Standar Deviasi Parameter

Farmakokinetika Natrium Diklofenak dalam plasma kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium

Diklofenak setelah Pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian ... 5 Gambar 2. Struktur kimia Natrium Diklofenak ... 13 Gambar 3. Struktur kimia Vitamin C ... 15 Gambar 4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium diklofenak

BPFI dengan konsentrasi 500 mcg/ml dalam plasma, dengan fase gerak MeOH : Buffer Asetat (85:15)... 27 Gambar 5. Kurva baku Natrium diklofenak dalam plasma ... 28 Gambar 6. Kurva baku Natrium diklofenak ditambah Vitamin C dalam

plasma ... 29 Gambar 7. Nilai konsentrasi rata-rata terhadap waktu Natrium

diklofenak dalam plasma kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium diklofenak setelah pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut per oral , masing-masing n=6 ekor ... 31


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI ... 38 Lampiran 2 Hasil orientasi menentukan eluen (fase gerak)

dengan menggunakan alat KCKT ... 39 Lampiran 3. Plasma yang diperoleh secara KCKT ... 41 Lampiran 4. Perhitungan persamaan regresi dari kurva

kalibrasi Natrium diklofenak BPFI yang diperoleh

secara KCKT ... 43

Lampiran 5 Flowsheet ... 45 Lampiran 6. Konversi perhitungan dosis antar jenis hewan

percobaan ... 49

Lampiran 7. Perhitungan dosis yang diberikan kepada

masing-masing hewan percobaan ... 50 Lampiran 8 Kadar Natrium diklofenak pada kelinci jantan

dalam plasma setiap waktu pengambilan sampel ... 52 Lampiran 9. Parameter farmakokinetika kelompok Natrium

diklofenak dan kelompok Natrium diklofenak yang sebelumnya mendapat perlakuan

Vitamin C selama 7 hari berturut-turut ... 56

Lampiran 10. Contoh perhitungan parameter farmakokinetika

secara manual ... 58 Lampiran 11. Contoh perhitungan pengujian hipotesis ... 62 Lampiran 12. Gambar alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 64 Lampiran 13. Gambar alat tambahan untuk penentuan profil

farmakokinetika ... 67 Lampiran 14. Gambar hewan percobaan dan proses


(14)

Abstrak

PENGARUH VITAMIN C PADA PROFIL FARMAKOKINETIKA NATRIUM DIKLOFENAK TERHADAP HEWAN UJI KELINCI

Fase Farmakokinetika berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui apakah vitamin C berpengaruh terhadap profil farmakokinetika dari natrium diklofenak.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 12 kelinci jantan yang beratnya 1,5-2 kg dengan pemberiannya dilakukan secara oral. Untuk 6 kelinci pertama dilakukan dengan memberikan larutan Natrium diklofenak baku dan 6 kelinci lainnya dilakukan pemberian vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut yang selanjutnya diberikan natrium diklofenak baku kepada kelinci tersebut. Kadar obat dalam darah pada masing-masing kelinci diambil dengan selang waktu 0,25 jam; 0,5 jam; 0,75 jam; 1,25 jam; 1,75 jam; 2,25 jam; 3,25 jam; 4,25 jam; 5,25 jam lalu di vortex dan disentrifug. Pengukuran kadar obat Natrium diklofenak dalam plasma kelinci dilakukan dengan menggunakan alat KCKT. Fase gerak yang digunakan untuk mengukur kadar Natrium diklofenak dalam plasma kelinci adalah MeOH : Buffer Asetat (85:15) dan laju alir 1 ml/menit.

Hasil penelitian diperoleh ka 2,5207 ± 0,738 jam-1 dan menurun setelah pemberian vitamin C yaitu 0,6788 ± 0,064 jam-. Nilai T ½ absorbsi meningkat setelah pemberian vitamin C yakni 0,3007 ± 0,108 jam menjadi 1,0302 ± 0,111 jam. Nilai T maksimum juga meningkat setelah pemberian vitamin C dengan nilai 1,7827 ± 0,531 jam menjadi 3,945 ± 0,9597 jam. Dalam penentuan nilai C maksimum didapatkan penurunan kadar Natrium diklofenak dari 72,92 ± 5,892 mcg/ml pada perlakuan tanpa vitamin C menjadi 68,3983 ± 3,7575 mcg/ml, pada perlakuan setelah pemberian vitamin C. Nilai Vd pada perlakuan vitamin C menunjukkan penurunannya dari 27,5867 ± 4,442 liter menjadi 26,32 ± 3,3630 liter, Nilai AUC 0-∞ menunjukkan penurunan yaitu 2078,3622 ± 203,131 mcg/ml.jam menjadi 1589,215 ± 712,9246 mcg/ml.), nilai AUMC0-∞ juga menunjukkan penurunan setelah pemberian vitamin C yaitu 53752,0242 ± 11101,247 mcg/ml.jam2 menjadi 42393,9867± 7849,735 mcg/ml.jam2. Nilai MRT juga menunjukkan penurunan dari 25,6542 ±2,5624 jam pada perlakuan tanpa pemberian vitamin C menjadi 23,5458 ± 2,162 jam setelah pemberian vitamin C. Nilai laju eliminasi (Kel) meningkat setelah pemberian vitamin C yaitu 0,0395±0,0036 jam-1 setelah pemberian vitamin C yaitu 0,0444 ± 0,0043 jam-1, nilai waktu paruh eliminasi (T½ eliminasi) menurun dengan nilai 17,687 ± 1,811 jam pada perlakuan tanpa vitamin C menjadi 15,72 ± 1,471 jam setelah pemberian vitamin C. Nilai Cl meningkat setelah perlakuan vitamin C yaitu 1,0753 ± 0,104 ml/jam tanpa vitamin C menjadi 1,1672 ± 0,053 ml/jam.

Kata kunci: Natrium diklofenak, perlakuan tanpa vitamin C, perlakuan dengan pemberian vitamin C, profil farmakokinetika.


(15)

Abstract

THE EFFECT OF VITAMIN C AT THE PHARMACOKINETIC PROFILE OF SODIUM DICLOFENAC AT THE EXPERIMENTAL

ANIMAL RABBITS

Pharmacokinetic profile connected with the entry of active substances into the body. This aim of this study was to know what the effect of vitamin C on the pharmacokinetics profile from diclofenac sodium.

This study was using 12 male rabbits weighing 1,5-2 kg with give away orally. For the 6 first rabbit was done with standard diclofenac sodium solution and 6 other rabbits gift of vitamin C 50 mg / kg for 7 days consecutive, and then given diclofenac sodium solution. Drug levels in the blood of each rabbit were taken at intervals of 0.25 hour, 0.5 hour, 0.75 hour, 1.25 hour, 1.75 hour, 2.25 hour, 3.25 hour, 4.25 hour, 5.25 hour and then at vortex and disentrifuge. Measurement of diclofenac sodium levels in plasma of rabbits performed by using HPLC. Mobile phase used to measure plasma levels of sodium diclofenac is MeOH: Buffer Acetate (85:15) and flow rate of 1 ml/min.

The results obtained ka 2.5207 ± 0.738 hour-1 and decreased after treatment of vitamin C is 0.6788 ± 0.064 hour-1. Absorption T½ values increased after treatment of vitamin C that is 0.3007 ± 1.0302 hour to 0.108 ± 0.111 hour. The T maximum value was also increased after treatment of vitamin C with a value of 1.7827 ± 0.531 hour to 3.945 ± 0.9597 hour. In determining the C maximum value obtained diclofenac sodium levels decreased from 72.92 ± 5.892 mcg / ml in the treatment without vitamin C to 68.3983 ± 3.7575 mcg / ml the treatment of vitamin C. Vd value in the treatment of vitamin C showed decreased from 27.5867 ± 4.442 liters to 26.32±3.3630 liters, the value of AUC0 - ∞ shows the decreased that is 2078.3622 ± 203.131 mcg / ml.jam to be 1589.215 ± 712.9246 mcg / ml.jam, AUMC0-∞ value also showed a decrease after treatment of vitamin C is 53752.0242 ± 11101.247 mcg/ml.jam2 (without vitamin treatment C) to 42393.9867 ± 7849.735 mcg/ml.jam2. MRT values also showed a decrease from 25.6542 ± 2.5624 hours of treatment without giving vitamin C to 23.5458 ± 2.162 hours after the treatment of vitamin C. Elimination rate (Kel) value was increased after treatment of vitamin C is 0.0395 ± 0.0036 hour-1 after treatment of vitamin C is 0.0444 ± 0.0043 hour-1, and the elimination half-life value (T½ elimination) decreases with the value 17.687 ± 1.811 hours of treatment without vitamin C to 15.72 ± 1.471 hours after treatment of vitamin C. Cl value was increased after treatment of vitamin C is 1.0753 ± 0.104 ml / hour without vitamin C to 1.1672 ± 0.053 ml / hour.

Key word : Diclofenac sodium, treatment of vitamin C, without treatment of vitamin C, pharmacokinetic profile


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering

memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha bebas darinya

(Mutscler, 1985).

Nyeri disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor, listrik) dan menimbulkan kerusakan pada jaringan. Nyeri merupakan salah satu reaksi dari radang, dimana gejala reaksi radang dapat berupa kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), panas meningkat (calor), dan nyeri (dolor). Rangsangan tersebut memacu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Lalu rangsangan tersebut disalurkan ke otak. Dari thalamus (opticus) impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).

Radang dapat dihentikan dengan menggunakan obat penghambat rasa nyeri yang dikenal dengan analgetik yang memiliki daya anti radang atau disebut juga Non-Steroid Anti-Inflmmatory Drugs (NSAIDs). Senyawa yang bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin, dimana kedua jenis cyclo-oxigenase diblokir (Mutscler, 1985).

Salah satu golongan NSAIDs yang banyak digunakan dalam mengatasi nyeri akibat radang adalah natrium diklofenak. Senyawa ini mempunyai


(17)

komponen kerja anfiflogistik, maka dipakai pula pada penyakit-penyakit yang

disertai radang khususnya pada penyakit rematik dan kelain an degeneratif pada sistem otot rangka (Anonim, 2007).

Absorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi ketersediaan hayatinya rata-rata 55% akibat metabolisme lintas pertama yang besar. Efek analgetiknya dimulai setelah 1 jam, secara rektal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 25 menit. Penyerapan garam K (Cataflam) lebih cepat daripada garam Natrium dimana dengan ikatan protein plasmanya diatas 99%. Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan untuk 20% diekskresikan bersama empedu dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002).

Proses metabolisme suatu obat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi perbedaan spesies, jenis kelamin, genetik, dan umur, sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan faktor makanan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi metabolisme obat ialah merokok, alkohol, produk minyak bumi, polutan udara dan logam berat. Sedangkan faktor makanan adalah diet protein, lemak, karbohidrat, dan vitamin. Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk sintesis protein dan lemak yang merupakan komponen penting sistem enzim yang memetabolisme obat. Oleh karena itu, perubahan kadar vitamin tertentu dalam tubuh akan menyebabkan perubahan dalam kapasitas metabolisme obat. Beberapa vitamin yang terlibat dalam metabolisme obat adalah vitamin A,B dan C (Goodman S,1995).

Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk


(18)

golongan antioksidan karena sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam, oleh karena itu penggunaan vitamin C sebagai antioksidan semakin sering dijumpai (Anonim, 2007).

Pemberian vitamin C 5000 mg per hari digunakan untuk mencegah penyakit yang berkaitan dengan gangguan metabolisme. Vitamin C dosis 1000 mg per hari juga digunakan untuk menurunkan kolesterol dan trigliserida. Vitamin C dilaporkan juga berperan dalam mencegah terjadinya infeksi, demam rematik, dan stress (Prawirokusumo, 1991).

Meskipun di dalam standar pengobatan vitamin C tidak diindikasikan untuk pengobatan demam rematik, tetapi kemungkinan vitamin C dapat digunakan dalam pengobatan demam rematik. Kombinasi antara obat NSAIDs yang ditujukan kepada gejala rematik dengan vitamin C yang telah dikonsumsi sebelumnya untuk meningkatkan kapasitas metabolisme suatu obat. Pemakaian kombinasi kedua obat tersebut kemungkinan dapat menimbulkan interaksi pada fase farmakokinetika terutama pada metabolisme natrium diklofenak.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap sejauh mana pengaruh vitamin C terhadap profil farmakokinetika natrium diklofenak yang di uji secara

in vivo pada hewan uji kelinci jantan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemberian vitamin C selama 7 hari berturut-turut berpengaruh terhadap profil farmakokinetika Natrium Diklofenak pada hewan uji kelinci?


(19)

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah vitamin C yang diberikan selama 7 hari berturut-turut dapat mempengaruhi profil farmakokinetika Natrium Diklofenak pada hewan uji kelinci.

1.4Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C selama 7 hari berturut-turut terhadap profil farmakokinetika Natrium diklofenak pada hewan uji kelinci.

1.5Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi kepada penggunaan vitamin C selama 7 hari berturut-turut akan mempengaruhi enzim pemetabolisme sehingga akan meningkatkan aktifitas enzim pemetabolisme dalam memetabolisme senyawa kimia yang masuk ke dalam tubuh.


(20)

1.6Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Pemberian Natrium diklofenak

(Dosis Natrium diklofenak)

Profil

Farmakokinetika

k absorbsi T1/2 absorbsi T max Cmax Vd AUC0-∞ AUMC0-∞ MRT K eliminasi T½ eliminasi Cl

Pemberian Natrium diklofenak ( dosis Natrium diklofenak) dengan

pemberian vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakokinetika

Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya didalam darah dan jaringan sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.1.1 Absorpsi

Yang dimaksud dengan absorpsi suatu obat ialah pengambilan obat dari permukaan tubuh ke dalam aliran darah atau ke dalam sistem pembuluh limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Absorpsi, distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transport melalui membran. Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai difusi, difusi terfasilitasi, transport aktif, pinositosis atau fagositosis. Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi.

2.1.2 Distribusi

Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditransfer lebih lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat perubahan konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi ke dalam jaringan (Mutscler, 1985).

Pada tahap distribusi ini penyebarannya sangat peka terhadap berbagai pengaruh yang terkait dengan tahap penyerapan dan tahap yang terjadi sesudahnya yaitu peniadaan, serta terkait pula dengan komposisi biokimia serta


(22)

keadaan fisiopatologi subyeknya, disamping itu perlu diingat kemungkinan adanya interaksi dengan molekul lainnya. Pada tahap ini merupakan fenomena dinamik, yang selalu terdiri dari fase peningkatan dan penurunan kadar zat aktif. Pengertian akumulasi dan penimbunan terutama penimbunan bahan toksik, harus dijajaki dari sudut pandang dinamik, maksudnya melihat perbedaan antara kecepatan masuk dan kecepatan keluar. Sebenarnya penimbunan bahan toksik merupakan efek racun dan hasil fatal sebagai akibat lambat atau sangat lambatnya laju pengeluaran dibandingkan laju penyerapan (Aiache,1993).

2.1.3 Metabolisme

Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi lalu diangkut melalui sistem pembuluh porta (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung usus ke hati. Dalam hati, seluruh atau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan hasil perubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif, dimana proses ini disebut proses diaktivasi atau bio-inaktivasi (pada obat dinamakan first pass effect). Tapi adapula obat yang khasiat farmakologinya justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan beberapa organ lain lebih tepat disebut biotransformasi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat yaitu induksi enzim yang dapat meningkatkan kecepatan biotransformasi. Selain itu inhibisi enzim yang merupakan kebalikan dari induksi enzim, biotranformasi obat diperlambat, menyebabkan bioavailabilitasnya meningkat, menimbulkan efek menjadi lebih besar dan lebih lama. Kompetisi (interaksi obat) juga berpengaruh terhadap metabolisme dimana terjadi oleh obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang


(23)

sama (contoh alkohol dan barbiturat). Perbedaan individu juga berpengaruh terhadap metabolisme karena adanya genetic polymorphism, dimana seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yang sama (Hinz, 2005).

Bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan dalam hepar (Setiawati, 2005).

Obat yang digunakan secara oral akan melalui lever (hepar) sebelum masuk ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru dan jaringan lainnya). Di dalam lever terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005).

Tipe metabolisme dibedakan menjadi dua bagian yaitu Nonsynthetic Reactions (Reaksi Fase I) dan Synthetic Reaction (Reaksi Fase II). Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, hidrolisa, alkali, dan dealkilasi. Metabolitnya bisa lebih aktif dari senyawa asalnya. Umumnya tidak dieliminasi dari tubuh kecuali dengan adanya metabolisme lebih lanjut. Reaksi fase II berupa konjugasi yaitu


(24)

penggabungan suatu obat dengan suatu molekul lain. Metabolitnya umumnya lebih larut dalam air dan mudah diekskresikan (Hinz, 2005).

Metabolit umumnya merupakan suatu bentuk yang lebih larut dalam air dibandingkan molekul awal. Perubahan sifat fisiko kimia ini paling sering dikaitkan dengan penyebaran kuantitatif metabolit yang dapat sangat berbeda dari zat aktifnya dengan segala akibatnya. Jika metabolit ini merupakan mediator farmakologik, maka akan terjadi perubahan, baik berupa peningkatan maupun penurunan efeknya (Aiache, 1993).

2.1.4 Ekskresi

Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni disebut ekskresi. Lazimnya tiap obat diekskresi berupa metabolitnya dan hanya sebagian kecil dalam keadaan asli yang utuh. Tapi adapula beberapa cara lain yaitu melalui kulit bersama keringat, paru-paru melalui pernafasan dan melalui hati dengan empedu (Tjay dan Rahardja, 2002).

Turunnya kadar plasma obat dan lama efeknya tergantung pada kecepatan metabolisme dan ekskresi. Kedua faktor ini menentukan kecepatan eliminasi obat yang dinyatakan dengan pengertian plasma half-life eliminasi (waktu paruh) yaitu rentang waktu dimana kadar obat dalam plasma pada fase eliminasi menurun sampai separuhnya. Kecepatan eliminasi obat dan plasma t1/2-nya tergantung dari kecepatan biotransformasi dan ekskresi. Obat dengan metabolisme cepat half life-nya juga pendek. Sebaliklife-nya zat yang tidak mengalami biotransformasi atau yang resorpsi kembali oleh tubuli ginjal, dengan sendirinya t1/2-nya panjang (Waldon, 2008).


(25)

2.2 Parameter Farmakokinetika

Bio-availability (Ketersediaan Hayati)

Bio-availability dari suatu sediaan obat adalah persentase obat yang secara utuh mencapai sirkulasi umum untuk melakukan kerjanya. Selama proses absorpsi dapat terjadi kehilangan zat aktif akibat tidak dibebaskannya dari sediaan pemberiannya. Atau pula karena penguraian didalam usus atau dindingnya dalam hati salama peredaran pertama disistem porta sebelum tiba diperedaran darah. Karena Firs Fass Effect (FPE) ini, maka bio-availability obat menjadi rendah dari pada persentase yang sebenarnya diabsorpsi (Tjay dan Rahardja, 2002).

Adapun parameter-parameter farmakokinetika :

a. T maksimum (tmaks) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum setelah pemberian obat. Pada tmaks absorpsi obat adalah terbesar, dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju yang lebih lambat. Harga tmaks menjadi lebih kecil (berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat (Shargel, 2005).

tmaks=

) (

303 , 2

Kel

Ka− log Kel Ka

………(1)

b. Konsentrasi plasma puncak (Cmaks) menunjukkan konsentrasi obat maksimum dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam plasma (Shargel, 2005).


(26)

Cmaks =

Vd dosis f.

e-Kel.tmak …..………...(2)

c. Menurut Holford (1998), Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang didapatkan pada saat obat didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat ( C ) dalam darah atau plasma.

Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C ……….…...(3)

d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Waldon, 2008).

AUC 0-∞ = AUC 0-t + AUC t-∞ ………....(4) Dimana,

AUC 0-t =

2

1 n

n C

C +

( tn - tn-1 ) ………..(5)

dan AUC t-∞ = el tn

K C

………...(6)

e. MRT merupakan waktu keberadaan obat dalam tubuh

MRT =

∞ −

∞ −

0 0

AUC AUMC


(27)

f. Tetapan Laju Eliminasi dan Waktu Paruh dalam Plasma

Waktu paruh dalam plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalam darah (plasma) menurun hingga separuh dari nilai seharusnya. Pengukuran t½ memungkinkan perhitungan konstanta laju eliminasi dengan rumus : Kel = 0,693 / t½ ………..………….(8) g. Klirens

Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan dengan konsentrasi obat :

CL = Laju Eliminasi / C ………...………(9)

Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp) atau bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur. Eliminasi obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam ginjal, paru, hati dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada setiap organ dengan konsentrasi obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masing-masing obat tersebut. Kalau digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama dengan klirens sistemik total (Katzung, 2001).

Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).

Untuk beberapa obat rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Obat- obat yang diberikan secara oral diabsorbsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan ditransport melalui pembuluh


(28)

mesenterika menuju vena porta hepatik dan ke hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar oleh hati atau sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas sistemik yang jelek jika diberikan secara oral. Metabolisme secara oral sebelum mencapai sirkulasi umum disebut first pass effect atau eliminasi presistemik (Shargel, 2005).

2.3 Natrium Diklofenak

Menurut USP XXX (2007),sifat fisikokimia dari Natrium diklofenak adalah: Rumus Struktur :

Gambar 2. Struktur kimia Diklofenak Natrium

Rumus Molekul : C14H11Cl2NO2 Na Berat Molekul : 296,2

Nama Kimia : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid)

Pemerian : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan dan higroskopis .

Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenil asetat yang termasuk NSAIDs yang terkuat anti radangnya, tetapi mempunyai efek samping pada pemakaian sediaan obat konvensional dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pendarahan pada saluran cerna (Goodman dkk, 1996).


(29)

Absorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi ketersediaan hayatinya rata-rata 55% akibat metabolisme tingkat pertama yang besar. Efek analgetiknya dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan garam K (Cataflam) lebih pesat daripada garam Na dimana ikatan dinaikkan dengan protein plasmanya diatas 99%. Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan 20% diekskresikan melalui empedu dan tinja (Tjay dan Rahardja, 2002).

Kontraindikasinya hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid (Anonim, 2007).

Interaksi obat apabila diberikan bersamaan dengan preparat yang mengandung lithium atau digoksin, kadar obat-obat tersebut dalam plasma meningkat tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis. Beberapa obat antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat aktivitas dari diuretika. Pengobatan bersamaan dengan diuretika golongan hemat kalium mungkin disertai dengan kenaikan kadar kalium dalam serum (Anonim, 2007).

Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi non steroid sistemik dapat menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak tidak mempengaruhi efek antikoagulan , sangat jarang dilaporkan adanya penambahan resiko pendarahan dengan kombinasi diklofenak dan antikoagulan. Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan pemantauan yang ketat terhadap pasien tersebut. Seperti dengan antiinflamasi non steroid lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi (200 mg) dapat menghambat agregasi platelet untuk sementara (Anonim, 2007).


(30)

Uji klinik memperlihatkan bahwa diklofenak dapat diberikan bersamaan dengan antidiabetik oral tanpa mempengaruhi efek klinis dari masing-masing obat. Sangat jarang dilaporkan efek hipoglikemik dan hiperglikemik dengan adanya diklofenak sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat-obat hipoglikemik (Anonim, 2007).

2.4. Vitamin C

Menurut USP XXX (2007), sifat fisikokimia dari Vitamin C adalah: Rumus Struktur :

Gambar 3. Struktur kimia Vitamin C

Rumus Molekul : C6H806 Berat Molekul : 176,13

Nama Kimia : L-Asam Ascorbat

Pemerian : hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh karena pengaruh cahaya lambat laun menjadi bewarna gelap. Dalam keadaan kering stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi. Melebur pada suhu lebih kurang 190°.

Vitamin C adalah nutrient dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin C merupakan suatu zat organik yang merupakan ko-enzim atau askorbat ko-faktor pada berbagai reaksi


(31)

biokimia tubuh. Vitamin C berupa suatu kristal putih dengan zat organik yang relatif sederhana, hampir mendekati bentuk gula/monosakarida. Dari semua jenis vitamin yang ada, vitamin C merupakan yang palih mudah rusak dan sangat mudah teroksidasi terutama apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzim-enzim oksidasi. Karena mudah dioksidasi inilah, maka vitamin C merupakan suatu zat reduktor yang kua (Prawirokusumo, 1991).

Vitamin C merupakan suatu senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, karnitin pengangkut lemak, hormon adrenalin dan kortison, pengangkut elektron dalam berbagai reaksi enzimatik, pelindung integritas pembuluh darah, pemacu gusi yang sehat, pelindung radiasi, pengatur tingkat kolesterol, pendetoksifikasi radikal bebas, senyawa antibakteria dan antivirus, serta pemacu imunitas (Goodman, 2000).

Fungsi yang terpenting vitamin C adalah pembentukan kolagen, yakni protein bahan penunjang utama dalam tulang/rawan dan jaringan ikat. Bila sintesa kolagen terganggu, maka mudah terjadi kerusakan pada dinding pembuluh yang berakibat pendarahan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Absorbsinya dari usus cepat dan praktis sempurna (90%) tetapi menurun pada dosis diatas 1 g. Distribusinya ke semua jaringan baik. Persediaan tubuh untuk sebagian besar terdapat dalam cortex anak ginjal. Dalam darah sangat mudah dioksidasi secara reversibel menjadi dehidroaskorbat yang hamper sama aktifnya. Sebagian kecil dirombak menjadi asam oksalat dengan jalan pemecahan ikatan antara C2 dan C3. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dehidronya dan sedikit sebagai asam oksalat (Tjay dan Rahardja, 2002).


(32)

Apabila dosis vitamin yang diberikan berlebihan, maka vitamin C yang berlebih ini akan diekskresikan melalui urin. Pada manusia sebagian vitamin C akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan keluar bersama urin. Apabila kalsium oksalat yang terbentuk, maka akan terjadi pengendapan. Kelebihan vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat vitamin C dosis tinggi secara intravena. Pada keadaan tertentu, penurunan pH darah tidak diharapkan. Dapat juga terjadi keasaman urin. Oleh karena itu, dilihat darii sudut gizi, pemasukan vitamin C itu harus disesuaikan dengan pemasukan zat-zat gizi lainnya (baik dalam jumlah maupun proporsinya) agar kesehatan tubuh dapat terbina (Prawirokusumo, 1991).

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar


(33)

senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Menurut De Lux Putra (2007) kelebihan KCKT antara lain : − Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

− Resolusinya baik

− Mudah melaksanakannya

− Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

− Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

− Dapat digunakan bermacam-macam detektor

− Kolom dapat digunakan kembali

− Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

− Waktu analisis umumnya singkat

− Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi penyiapan bahan, perlakuan pemberian obat kepada hewan percobaan, pengambilan darah, darah yang didapat divortex dan disentrifuge darah sehingga menjadi plasma. Selanjutnya menginjekkan plasma pada alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Parameter yang dilihat adalah luas area dari plasma sehingga didapat besarnya kadar dari Natrium diklofenak.

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan pada tanggal 1 Agustus 2010 sampai tanggal 30 Oktober 2010.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit alat KCKT lengkap (Shimadzu), degasser (DGU 20 AS), syringe 100 µl , kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis L-2420, wadah fase gerak, Sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA - P604 – BN), neraca analitik (mettler Toledo), membran filter PTFE 0,5 µm dan 0,2, cellulose nitrat membran filter 0,45 µm, tabung reaksi, beker glass, vortex, sentrifuge, labu tentukur, pH meter, gelas ukur, mat pipet, sarung tangan, animal box, spuit injeksi, pembuka mulut, oral sonde, pisau cukur, dan alat lain yang dibutuhkan.


(35)

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah produksi E.Merck, kecuali dinyatakan lain seperti, Natrium Asetat, HCl, TCA 20%, dan methanol, Natrium Diklofenak (PPOMN), Vitamin C (Scheduler), Heparin (PT.Pratapa Nirmala), serta Aquabidestilata (PT. Ikapharmindo Putramas)

3.4 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah kelinci jantan dengan berat badan 1,5–2 kg, yang telah dikondisikan selama 1 minggu dan diberi makanan kangkung segar selama penelitian berlangsung.

3.5 Pembuatan Pereaksi

3.5.1 Pembuatan Larutan Vitamin C

Ditimbang Vitamin C sebanyak 5000 mg kemudian di gerus dalam lumpang. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan dengan aquabides sedikit demi sedikit dan cukupkan hingga 100 ml.

3.5.2 Pembuatan Diklofenak Baku

Ditimbang sebanyak 50 mg kemudian digerus dalam lumpang. Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan dengan aquabides sedikit demi sedikit dan cukupkan hingga 100 ml.

3.5.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium Diklofenak

Timbang seksama sejumlah 25,0 mg diklofenak BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dicukupkan dengan fase gerak hingga garis tanda. Dikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 mcg/ml.


(36)

3.5.4 Pembuatan Buffer Asetat

Sebanyak 6,8 Natrium Asetat ditimbang pada neraca analitik, dimasukkan ke dalam labu 1000 ml lalu ditambahkan sedikit demi sedikit aquabides sampai natrium asetat terlarut sempurna. Lalu dimasukkan ke dalamnya HCl (p) dan disesuaikan pHnya sampai pH 4,2 dengan menggunakan alat pH meter. Lalu dicukupkan dengan aquabides sampai garis tanda (Ditjen POM, 1995).

3.6 Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan adalah campuran antara MeOH dan Buffer Asetat dengan perbandingan 85:15 (Na Asetat 6,8 g/l sesuaikan sampai pH 4,2 dengan HCl (p).

3.7 Pencampuran Fase Gerak

Sebanyak 850 ml MeOH dimasukkan ke dalam botol KCKT (Kromtografi Cair Kinerja Tinggi) 1000 ml dicampur dengan buffer asetat 150 ml lalu disaring dengan menggunakan membran filter PTFE 0,5 µm dan diawaudarakan selama 20 menit.

3.8 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Alat kromatografi yang telah dirangkai sedemikian rupa dihidupkan. Dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan kolom Agilent tipe TC-C18, Laju alir 1 ml/menit, detektor UV pad panjang gelombang 273 nm. Pompa yang digunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi isokratik.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.


(37)

3.9 Penentuan Perbandingan Fase Gerak dan Laju Alir Sistem KCKT

Larutan Natriun diklofenak baku dengan kosentrasi 500 ppm diinjeksikan sebanyak 20µl ke dalam sistem KCKT menggunakan fase gerak MeOH : Buffer Asetat ( dimana buffer dibuat dari 6,8 g/l natrium asetat disesuaikan hingga pH 4,2 dengan HCl) dengan perbandingan (85:15) dengan laju alir yang tetap yaitu 1 ml/menit.

3.10 Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan

3.10.1Pengambilan Sampel Darah Untuk Kurva Baku

1. Kelinci dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan. Ditimbang dan dibersihkan bulu telinganya hingga bersih. Ambil darah 2 ekor kelinci jantan masing-masing lebih kurang 5 ml, dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi 2 tetes heparin.

2. Siapkan 4 buah tabung dan masing-masing tabung masukkan LIB Natrium Diklofenak dengan kosentrasi :

a. Tabung pertama dimasukkan LIB Natrium diklofenak dengan kosentrasi 50 mcg/ml kemudian dicukupkan dengan darah hingga 1ml.

b. Tabung kedua dimasukkan LIB Natrium diklofenak dengan kosentrasi 100 mcg/ml kemudian dicukupkan dengan darah hingga 1 ml.

c. Tabung ketiga dimasukkan LIB Natrium diklofenak dengan kosentrasi 150 mcg/ml kemudian dicukupkan dengan darah hingga 1 ml.


(38)

d. Tabung keempat dimasukkan LIB Natrium Diklofenak dengan kosentrasi 250 mcg/ml kemudian dicukupkan dengan darah hingga 1 ml.

3. Untuk sub 2. a, b, c dan d, masing-masing ditambah 1 ml TCA 20% lalu divorteks dan disentrifug pada 2000 rpm selama 10 menit untuk diambil supernatannya.

4. Diambil supernatan dan diukur kadarnya dengan menggunakan alat KCKT dengan menyuntikkan supernatan sebanyak 20 µl. Bagan pengambilan darah untuk sampel baku dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 45 dan 46.

3.10.2 Perlakuan Pada Hewan Percobaan Dengan Pemberian Natrium Diklofenak Tanpa Vitamin C

1. Kelinci dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan. Ditimbang dan dibersihkan bulu telinganya hingga bersih. Ambil darah enam hewan uji masing-masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi 2 tetes heparin. Tambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml lalu di vorteks dan disentrifuge untuk diambil plasmanya sebagai blangko. Gambar plasma kosong dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 41.

2. Kemudian hewan uji diberikan larutan Natrium Diklofenak dengan dosis yang telah dikonversikan (dosis manusia ke dosis kelinci) terhadap dosis lazim 25 mg. Konversi perhitungan dosis dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 49.

3. Masing-masing hewan uji diambil darahnya kira-kira 1 ml dengan rentang waktu yang telah ditetapkan. Rentang waktunya berkisar 0,25


(39)

jam; 0,5 jam; 0,75 jam; 1,25 jam; 1,75 jam; 2,25 jam; 3,25 jam; 4,25 jam; 5,25 jam.

4. Dan kemudian ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml lalu divorteks dan disentrifuge pada putaran 2000 rpm selama 10 menit untuk diambil supernatannya.

5. Setelah itu diukur kadarnya dengan menggunakan alat KCKT dengan menyuntikkan supernatan sebanyak 20 µl. Bagan perlakuan pada hewan percobaan dengan pemberian Natrium diklofenak tanpa vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 47.

3.10.3 Perlakuan Pada Hewan Percobaan Pemberian Natrium Diklofenak dengan Pemberian Vitamin C dengan 50 mg/kg BB Selama 7 Hari Berturut-turut (Suwarso, 2004)

1. Enam hewan uji lainnya diberikan Vitamin C dengan dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut. Kelinci dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan. Ditimbang dan dibersihkan bulu telinganya hingga bersih Ambil darah hewan uji masing-masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi 2 tetes heparin. Tambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml lalu di vorteks dan disentrifuge untuk diambil supernatan sebagai blangko. Gambar plasma kosong dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 41.

2. Kemudian hewan uji diatas pada hari ketujuh setelah pemberian Vitamin C, 4 jam kemudian diberikan larutan Natrium Diklofenak dengan dosis yang telah dikonversikan (dosis manusia ke dosis kelinci) terhadap dosis lazim 25 mg.


(40)

3. Masing-masing hewan uji diambil darahnya kira-kira 1 ml dengan rentang waktu yang telah ditetapkan. Rentang waktunya berkisar 0,25 jam; 0,5 jam; 0,75 jam; 1,25 jam; 1,75 jam; 2,25 jam; 3,25 jam; 4,25 jam; 5,25 jam.

4. Dan kemudian ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml lalu divorteks dan disentrifuge pada 2000 rpm selama 10 menit untuk diambil supernatan.

6. Setelah itu diukur kadarnya dengan mengunakan alat KCKT dengan menyuntikkan supernatan sebanyak 20 µl. Bagan dapat dilihat pada

Lampiran 5 halaman 48. 3.11. Analisis Data

Data hasil penelitian perlu dilakukan pengujian beda rata-rata. Dalam hal ini populasi yang dipakai dengan varians untuk dua populasi dengan varians yang sama besarnya Untuk mengetahui apakah harga variansinya sama besarnya atau tidak, maka dilakukan uji pendahuluan untuk hipotesis:

H0: σ12 = σ22 H1: σ12 ≠ σ22

Pengujian Hipotesis:

f = 2

s L S

2 S

dibandingkan dengan nilai kritis : f α/2 , v1, v2

Bila f hitung < f kritis (tidak dapat ditolak), maka harga kedua variansi tersebut adalah sama, maka uji selanjutnya dalam membedakan dua rata-rata

menggunakan uji t. H0 : µ1 = µ2 H1: µ1 ≠ µ2


(41)

s =

( 2)

/ / 1

/ 2 1 2

2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 \ 1 1 − +                           − +                 − ∑ ∑ ∑ ∑ = − − = r r r y y r y y r i i r i i r i r i i i

nilai t hasil pengujian statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai kritis (ttabel), yaitu ±tα/2 , v1, v2


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan perbandingan fase gerak MeOH (metanol) dengn Buffer Asetat dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan penetapan kadar Natrium Diklofenak dalam plasma pada panjang gelombang 273 nm. Setelah fase gerak didapatkan kemudian tentukan pula laju alir, waktu tambat dan tekanan kolom yang optimal. Hasil orientasi menentukan perbandingan fase gerak terlampir pada

Lampiran 2 halaman 39. Setelah diketahui semuanya kemudian dilakukan

penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI sebanyak kosentrasi 500 mcg/ml dalam plasma sebanyak 20µl ke dalam sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan perbandingan fase gerak MeOH : Buffer Asetat (85:15) dan laju alir yang tetap yaitu 1 ml/menit diperoleh waktu tambat 4,5 ml, seperti yang tertera pada Gambar 4.

Gambar 4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI dengan kosentrasi 500 mcg/ml dalam plasma, dengan fase gerak MeOH : Buffer Asetat (85:15)


(43)

y = 150272.9909 x -7364825.7429 R² = 0.9742

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000

0 50 100 150 200 250 300

Lu

a

s A

re

a

Konsentrasi (mcg/ml)

Kurva Kalibrasi na diklofenak

Selanjutnya dilakukan penentuan kurva baku Natrium Diklofenak dalam plasma dengan hasil seperti yang tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Penentuan kurva baku Natrium Diklofenak dalam plasma

Dari Tabel 1 selanjutnya digambarkan kurva baku Natrium Diklofenak seperti yang tertera pada Gambar 5.

Gambar 5 Kurva Baku Natrium Diklofenak dalam Plasma

Kadar Natrium Diklofenak dapat dihitung menggunakan persamaan berikut Y=150272,99 X – 7364825,74 yaitu mensubtitusikan Y dengan luas area sampel hasil perhitungan diketahui harga X (kadar sampel) dapat dilihat pada

Lampiran 4 halaman 43.

Kosentrasi (mcg/ml)

Luas Area

50 100 150 250

2421806 5167459 14372680 31228897


(44)

y = 11271.6926 x + 195283.7714 R² = 0.9996

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000

0 50 100 150 200 250 300

Lu

a

s A

re

a

Konsentrasi (mcg/ml)

Kurva Kalibrasi Na Diklofenak

+ vit c

Kemudian dilakukan juga penentuan kurva baku Natrium diklofenak dengan pemberian vitamin C dosis 50 mg/kg BB dalam plasma, seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Penentuan Kurva Baku Natrium Diklofenak dengan Pemberian Vitamin C Dosis 50 mg/kg BB dalam plasma

Dari Tabel 2 selanjutnya digambarkan kurva baku Natrium Diklofenak ditambah Vitamin C seperti yang tertera pada Gambar 5.

Gambar 5. Kurva Baku Natrium Diklofenak ditambah Vitamin C dalam Plasma

Kadar Natrium Diklofenak dapat dihitung menggunakan persamaan berikut Y=11271,69 X + 195283,77 yaitu mensubtitusikan Y dengan luas area sampel hasil perhitungan diketahui harga X (kadar sampel) dapat dilihat pada

Lampiran 4 halaman 44.

Kosentrasi (mcg/ml)

Luas Area

50 100 150 250

775243 1294792 1894780 3015751


(45)

Berdasarkan kromatogram dan kurva kalibrasi hasil penyuntikan Natrium Diklofenak BPFI dan Natrium Diklofenak BPFI dengan perlakuan vitamin C diatas , selanjutnya dilakukan penyuntikan dari plasma 12 ekor kelinci jantan, dimana 6 ekor kelinci jantan dengan perlakuan Natrium diklofenak tanpa vitamin C dan 6 ekor kelinci jantan lainnya dengan perlakuan Natrium diklofenak yang sebelumnya diberi vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut. Contoh hasil penyuntikan natrium diklofenak dalam plasma dapat dilihat pada

Lampiran 3 halaman 42.

Dari hasil penyuntikan didapatkan kadar rata-rata untuk perlakuan natrium diklofenak dalam plasma tanpa vitamin C dan perlakuan natrium diklofenak dengan pemberian vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut, maka dapat diketahui nilai kadar rata-rata ± SD (standard deviasi) seperti yang terlihat pada Tabel 3. Data dan gambar kadar rata-rata dapat dilihat pada

Lampiran 8 halaman 52, 53, 54 dan 55.

Tabel 3 Nilai Kadar Rata-Rata ± Standar Deviasi Terhadap Waktu Natrium Diklofenak dalam plasma kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium Diklofenak setelah Pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB Selama 7 Hari Berturut-turut per Oral, masing-masing n = 6 ekor

Waktu (T) (jam)

Kadar Natrium Diklofenak dalam Plasma (mcg/ml)

Tanpa Vitamin C Dengan Vitamin C

0.25 66.51 ± 1.396 64.25 ± 1.406

0.5 70.90 ± 1.834 65. 26 ± 1.449

0.75 73.83 ± 1.332 66.47 ± 1.208

1.25 76.93 ± 1.972 67.83 ± 1.235

1.75 81.05 ± 2.992 69. 61 ± 1.407

2.25 85.17 ± 2.635 73.93 ± 0.992

3.25 72. 01 ± 0.606 69.70 ±1.095

4.25 67. 76 ± 1.104 66.66 ± 2.189


(46)

Dari Tabel 3 dapat digambarkan kadar rata-rata (log C) lawan waktu (t) Natrium diklofenak dalam plasma kelinci tanpa vitamin C dan Natrium diklofenak setelah pemberian vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut per oral seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 9. Nilai Kadar Rata-Rata Terhadap Waktu Natrium Diklofenak dalam plasma kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium Diklofenak setelah Pemberian Vitamin C dosis 50 mg/kg BB Selama 7 Hari Berturut-turut per Oral, masing-masing n = 6 ekor

Hasil yang ditunjukkan dari Tabel 3, selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai parameter farmakokinetika Natrium diklofenak dalam plasma tanpa vitamin C dan Natrium diklofenak setelah pemberian vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut dengan menggunakan metode manual dengan hasil seperti yang tersaji dalam Tabel 4. Data dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 56 dan 57serta Lampiran 10 halaman 58.


(47)

Data hasil penelitian perlu dilakukan pengujian beda rata-rata. Dalam hal ini populasi yang dipakai dengan varians untuk dua populasi dengan varians yang sama besarnya. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 halaman 60.

Tabel 4 Nilai Rata-Rata ± Standar Deviasi Parameter Farmakokinetika Natrium Diklofenak dalam Plasma Kelinci tanpa Vitamin C dan Natrium Diklofenak setelah Pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB Selama 7 Hari Berturut-turut per Oral, masing-masing n = 6 ekor

Parameter Perlakuan Uji statistic Kesimpulan

Tanpa Vitamin C Dengan Vitamin C NTUS NHUS ka

(jam-1)

2,5207 ± 0,738 0,6788 ± 0,064 q0,05,12= ± 4.25 13,04 P < 0,05

(BM)

T ½ a

(jam)

0,3007 ± 0,108 1,03 ± 0,111 t0,025,10= ± 2.228 -11,579 p < 0,05

(BM)

T max (jam)

1,7827 ± 0,531 3,945 ± 0,9597 t0,025,10= ± 2.228 -4,184 p < 0,05

(BM)

C max (mcg/ml)

79,72 ± 5,892 68,3983 ± 3,7575 t0,025,10= ± 2.228 39,33 p < 0,05

(BM)

Vd (liter)

27,5867 ± 4,442 26,32 ± 3,3630 t0,025,10= ± 2.228 0.5568 p > 0,05

(TBM)

AUC0-∞

(mcg/ml.jam)

2078,3622 ± 203,131 1589,215 ± 712,9246 t0,025,10= ± 2.228 4,45 p < 0,05

(BM)

AUMC0-∞

(mcg/ml.jam2)

53752,0242 ± 11101,247 42393,9867± 7849,735 t0,025,10= ± 2.228 2,397 p < 0,05

(BM)

MRT (jam)

25,6542 ±2,5624 23,5458 ± 2,162 t0,025,10= ± 2.228 0,4870 p > 0,05

(TBM)

Kel (jam-1)

0,0395±0,0036 0,0444 ± 0,0043 t0,025,10= ± 2.228 -0,00064 p > 0,05

(TBM)

T 1/2 el

(jam)

17,687 ± 1,811 15,72 ± 1,471 t0,025,10= ± 2.228 2,0653 p > 0,05

(TBM)

Cl (ml/jam)

1,0753 ± 0,104 1,1672 ± 0,053 t0,025,10= ± 2.228 -1,9265 p > 0,05

(TBM)

Keterangan :

NTUS : Nilai Tabel Uji Statistik NHUS : Nilai Hasil Uji Statistik BM : Bermakna

TBM : Tidak Bermakna

Dari Tabel 4 dapat dilihat adanya perbedaan dari kedua perlakuan pada kelinci. Nilai laju absorbsi (ka) yang menurun pada kelinci jantan dimana yang diberikan natrium diklofenak tanpa vitamin C diperoleh ka 2,5207 ± 0,738 jam-1 dan setelah pemberian vitamin C yaitu 0,6788 ± 0,064 jam-1, nilai t ½ absorbsi meningkat setelah pemberian vitamin C yakni 0,3007 ± 0,108 jam menjadi 1,0302 ± 0,111 jam dan nilai T maksimum juga meningkat setelah pemberian vitamin C dengan nilai 1,7827 ± 0,531 jam menjadi 3,945 ± 0,9597 jam.


(48)

Demikian juga nilai C maksimum menurun setelah pemberian viamin C yaitu 72,92 ± 5,892 mcg/ml menjadi 68,3983 ± 3,7575 mcg/ml dan nilai AUC0-∞ juga menurun yaitu 2078,3622 ± 203,131 mcg/ml.jam menjadi 1589,215 ± 712,9246 mcg/ml.jam dan nilai AUMC0-∞ juga menunjukkan penurunan yakni 53752,0242 ± 11101,247 mcg/ml.jam2 pada perlakuan tanpa pemberian vitamin C menjadi 42393,9867± 7849,735 mcg/ml.jam2 pada perlakuan dengan pemberian vitamin C. Parameter-parameter diatas setelah dilakukan uji statistika dengan perbedaan antara dua rata-rata didapatkan perbedaan yang bermakna (p < 0,05), sehingga dapat dilaporkan bahwa pengaruh vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut tersebut meningkatkan aktifitas metabolisme lintas pertama atau lebih dikenal dengan nama Efek Lintas Pertama (First Pass Effect = FPE).

Untuk parameter seperti Kel yang ditunjukkan dengan peningkatannya setelah perlakuan pemberian vitamin C dengan nilai 0,0395±0,0036 jam-1 menjadi 0,0444 ± 0,0043 jam-1. Demikian juga nilai MRT menunjukkan penurunan yaitu 25,6542 ±2,5624 jam pada perlakuan tanpa pemberian vitamin C dan setelah pemberian vitamin C menurun menjadi 23,5458 ± 2,162 jam dan nilai T1/2 eliminasi juga menurun pada perlakuan tanpa vitamin C yaitu 17,687 ± 1,811 jam menjadi 15,72 ± 1,471 jam setelah perlakuan pemberian vitamin C. Nilai Cl yang menunjukkan parameter yang membahas tentang pembersihan natrium diklofenak dari dalam tubuh ditunjukkan dengan nilai yang meningkat yaitu untuk perlakuan tanpa vitamin C yaitu 1,0753 ± 0,104 ml/jam dan setelah pemberian vitamin C menjadi 1,1672 ± 0,053 ml/jam. Parameter tersebut setelah di uji secara statistika menunjukkan nilai yang tidak bermakna (p > 0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa perlakuan vitamin C pada fase eliminasi khususnya fase metabolisme


(49)

natrium diklofenak dapat dikatakan bahwa vitamin C tersebut tidak ada pengaruhnya dalam peningkatan aktivitas enzim pemetabolisme di hepar tetapi bila dilihat adanya perubahan-perubahan pada parameter tersebut maka dapat dinyatakan juga bahwa pengaruh vitamin C dalam peningkatan aktivitas metabolisme masih kecil.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil dapat dilihat adanya penurunan nilai Cmax, AUC0-∞, AUMC0-∞, dan k absorpsi pada kelinci yang diberi perlakuan pemberian vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut dibandingkan dengan kelinci yang di berikan perlakuan Natrium diklofenak tanpa perlakuan vitamin C. Penurunan yang ditunjukkan memberikan perbedaan yang bermakna. Begitu juga dilihat adanya perubahan pada parameter-parameter lainnya seperti K eliminasi yang meningkat, MRT yang menurun, T½ eliminasi yang menurun dan klirens yang meningkat meskipun perubahan yang terjadi memberikan perbedaaan yang tidak bermakna. Dengan adanya penurunan nilai Cmax, AUC0-∞, AUMC0-∞, dan k absorpsi maka vitamin C lebih besar pengaruhnya terhadap metabolisme lintas pertama atau disebut juga first pass effect (FPE). Sedangkan metabolisme di hati (hepar), vitamin C hanya memberi pengaruh yang kecil karena ditunjukkan dengan perbedaan yang tidak bermakna.

5.2 Saran

Untuk melihat peningkatan aktifitas vitamin C dalam memetabolisme senyawa kimia dalam tabel, pemberian vitamin Cdapat diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB dapat di perpanjang waktu pemberiannya atau pemberian vitamin C 50 mg/kg BB dapat ditingkatkan dosisnya dengan interval pemberiannya 7 hari berturut-turut.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. (1993).Farmasetika 2-Biofarmasi. Edisi Kedua. Penerjemah: Dr. Widji Soeratri. Surabaya : Penerbit Airlangga University Press. Hal. 7-11, 39

Anonim. (2007). Diklofenak. (

De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas Farmasi USU-Medan. Hal 82-88.

Ditjen POM (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan RI Jakarta Hal 709-710.

Donatus, I.A. (1996). Petunjuk Praktikum Toksikologi. Edisi kedelapan. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Goodman; Gilman A.; Hardman J. G.; dan Limbird L. E. (1996). Goodman and Gilman’s Pharmacologycal Basis of Therapeutics. Ninth Edision. C. Graw Hill Company: Page. 617- 635.

Goodman, S. (2000). Ester-C Vitamin C Generasi III. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama, Hal 21.

Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany : Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology, Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D-91054 Erlangen. Pages 80-81.

Holford, N.H. (1998). Farmakokinetik dan Farmakodinamik: Pemilihan Dosis yang Rasional da Waktu Kerja Obat. Dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Penerjemah: Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 24.

Katzung, B. (2001). Farmakologi dasar dan klinik. Edisi kedelapan. Penerjemah : Bagian Farmakologi FKUA. Jakarta. Hal. 36.

Mutschler, E. (1985). Dinamika Obat. Edisi kelima. Penerjemah: Mathilda B Widianto. Bandung: Penerbit ITB. Hal 6-49.

Prawirokusumo, S. (1991).Biokimia Nutrisi (Vitamin), Edisi I. BPFE. Yogyakarta. Hal 82-89.

Setiawati, A. (2005). Farmakokinetik Klinik. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 811-815.


(52)

Shargel, L. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah: Fasich dan Sjamsiah. Edisi Kedua. Surabaya : Airlangga University Press. Hal. 137, 167, 201.

Suwarso, E. (2004). Profil Farmakokinetika Klomipramin Tanpa Dan Dengan Perlakuan Vitamin C Pada Tikus Dan Manusia. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Hal 56-59

Tjay T.H. & Raharja. K (2002). Obat-Obat Penting. Edisi Kelima. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal. 296, 309, 313.

United States Pharmacopoeia. (2007). The National Formulary. 30th Edition .The United States Pharmacopoeial Convention. Page 541, 1765-1766.

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge : Amgen, Inc., One Kendall Square, Building 1000, USA.


(53)

Lampiran 1. Sertifikat Pengujian Natrium Diklofenak BPFI


(54)

Lampiran 2.Hasil Orientasi Menentukan Eluen (Fase Gerak) dengan Menggunakan Alat KCKT

2.1. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI dengan kosentrasi 500 mcg/ml, fase gerak MeOH : Buffer Asetat ( 90:10), waktu tambat 3,9 menit

2.2. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI dengan kosentrasi 500 mcg/ml, fase gerak MeOH : Buffer Asetat ( 85:15), waktu tambat 4,5 menit


(55)

Lampiran 2 (lanjutan)

2.3. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI dengan kosentrasi 500 mcg/ml, fase gerak MeOH : Buffer Asetat ( 80:20), waktu tambat 6,9 menit

2.4. Kromatogram hasil penyuntikan larutan Natrium Diklofenak BPFI dengan kosentrasi 500 mcg/ml, fase gerak MeOH : Buffer Asetat ( 70:30), waktu tambat 10,1 menit


(56)

Lampiran 3. Plasma yang Diperoleh Secara KCKT

3.1 Plasma Kosong dari Hewan Percobaan dimana Perlakuan Pemberian Natrium Diklofenak Tanpa Vitamin C

3.2. Plasma Kosong pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak dengan Pemberian Vitamin C Dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut


(57)

3.3 Natrium diklofenak dalam Plasma tanpa Pemberian Vitamin C

3.4 Natrium Diklofenak dalam Plasma dengan Pemberian Vitamin C 50 mg/kg BB yang diberikan sebelumnya selama 7 hari berturut-turut


(58)

Lampiran 4 Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi

4.1. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi Natrium Diklofenak BPFI yang diperoleh Secara KCKT

Data X Y X2 Y2 X × Y

1 50.0000 2421806.0000 2500.0000 5865144301636.0000 121090300.0000 2 100.0000 5167459.0000 10000.0000 26702632516681.0000 516745900.0000 3 150.0000 14372680.0000 22500.0000 206573930382400.0000 2155902000.0000 4 250.0000 31228897.0000 62500.0000 975244007836609.0000 7807224250.0000 Total 550.0000 53190842.0000 97500.0000 1214385715037330.0000 10600962450.0000 Rataan 137.5000 13297710.5000 24375.0000 303596428759331.0000 2650240612.5000

b aX Y= +

(

) ( )( )

( )

2

( )

2

X X n Y X XY n a Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

)

(

)

(

) ( )

2 550 97500 4 0000 . 53190842 550 0 1060096245 4 − − =

=150272.9909

aX Y b= −

=53190842.0000−

(

150272.9909

)(

137.5000

)

=−7364825.7429

(

) ( )( )

( )

( )

[

n X2 X 2

]

[

n

( )

Y2

( )

Y 2

]

Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

[

2

]

[

(

) (

)

2

]

0000 . 53190842 0000 . 037330 1214385715 4 ) 550 ( ) 97500 ( 4 0000 . 53190842 550 0000 . 50 2106009624 4 − − − = r 9870 , 0 = r

Jadi Persamaannya didapat :

7429 . 7364825 9909 . 150272 − = X Y


(59)

Lampiran 4 (lanjutan)

4.2. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi Natrium Diklofenak BPFI dengan perlakuan Vitamin C 50 mg/kg BB yang diberikan sebelumnya selama 7 hari berturut-turut yang diperoleh Secara KCKT

Data X Y X2 Y2 X × Y

1 50.0000 775243.0000 2500.0000 601001709049.0000 38762150.0000 2 100.0000 1294792.0000 10000.0000 1676486323264.0000 129479200.0000 3 150.0000 1894780.0000 22500.0000 3590191248400.0000 284217000.0000 4 250.0000 3015751.0000 62500.0000 909475094001.0000 753937750.0000 Total 550.0000 69805566.0000 97500.0000 14962433374714.0000 1206396100.0000 Rataan 137.5000 1745141.5000 24375.0000 3740608343678.5000 301599025.0000

b aX Y= +

(

) ( )( )

( )

2

( )

2

X X n Y X XY n a Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

)

(

)

(

) ( )

2 550 97500 4 0000 . 69805566 550 0000 . 1206396100 4 − − =

=11271.6926

aX Y b= −

=1745141.5000−

(

11271.6926

)(

137.5000

)

=195283.7714

(

) ( )( )

( )

( )

[

n X2 X 2

]

[

n

( )

Y2

( )

Y 2

]

Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

) ( )

[

2

]

[

(

) (

)

2

]

0000 . 6980566 0000 . 4714 1496243337 4 550 97500 4 0000 . 6980566 550 0000 . 12063961 4 − − − = r 9998 , 0 = r

Jadi Persamaannya didapat :

7714 . 195283 6926 . 11271 + = X Y


(60)

Lampiran 5. Flowsheet

5.1. Pengambilan Cuplikan Darah Untuk Kurva Baku Natrium Diklofenak

←Dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan ←Ditimbang

←Dicukur bulu telinganya hingga bersih

←Diambil darah sebanyak 5 ml di dalam tabung yang telah diberi 2 tetes heparin

5.2. Pengambilan Cuplikan Darah Untuk Kurva Baku Natrium Diklofenak dengan Pemberian Vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 Hari Berturut-turut

←Ditimbang

← Diberikan larutan vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut

←Pada hari keenam dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan

←Dicukur bulu telinganya hingga bersih

← Pada hari ketujuh, diambil darah sebanyak 5 ml setelah 4 jam pemberian vitamin C ke dalam tabung yang telah di isi 2 tetes heparin

Cuplikan Darah

Kelinci

Cuplikan Darah Kelinci


(61)

Lampiran 5 (lanjutan)

5.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak

←Ditimbang 25,0 mg

←Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml ←Ditambah fase gerak sampai larut

←Dicukupkan dengan fase gerak sampai garis tanda

←Dipipet larutan LIB sebanyak 0,1; 0,2; 0,3 dan 0,5 ml

←Diencerkan dengan darah hingga 1 ml Divorteks dan sentrifug pada 2000 rpm selama 10 menit sehingga didapatkan supernatan

←Diukur supernatan dengan alat KCKT pada panjang gelombang 273 nm

Natrium Diklofenak

Larutan Natrium Diklofenak (LIB)

(500 mcg/ml)


(62)

Lampiran 5 (lanjutan)

5.4. Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak Tanpa Vitamin C

←Dipuasakan minimal 8 jam sebelum percobaan ←Ditimbang

←Dicukur bulu telinganya hingga bersih

Diambil darahnya 1 ml ke dalam tabung yang berisi heparin

←Diberikan Natrium diklofenak dengan dosis yasng telah dikonversikan terhadap dosis lazim 25 mg secara oral

←Diambil darah 1 ml ke dalam tabung yang berisi heparin pada waktu 0,25; 0,5; 0,75; 1,25; 1,75; 2,25; 3,25; 4,25 dan 5,25 jam setelah pemberian Natrium diklofenak

Ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml

←Lalu dihomogenkan dengan vortex

←Disentrifug pada 2000 rpm selama 10 menit

← Diambil supernatan dan diukur dengan alat KCKT pada panjang gelombang 273 nm

KELINCI

Cuplikan Darah


(63)

Lampiran 5 (lanjutan)

5.5. Perlakuan Pada Hewan Percobaan dengan Pemberian Natrium Diklofenak dengan Pemberian Vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut

← Pada hari ke enam dipuasakan selama 8 jam Ditimbang

←Diberikan vitamin C dosis 50 mg/kg BB selama 7 hari berturut-turut

Diambil darah 1 ml dimasukkan ke dalam tabung yang telah diberi 2 tetes heparin

←Pada hari ke tujuh, 4 jam setelah pemberian vitamin C diberikan Natrium diklofenak dengan dosis yang telah dikonversikan terhadap dosis lazim 25 mg

←Diambil darah 1 ml kedalam tabung yang telah berisi 2 tetes heparin pada waktu 0,25; 0,5; 0,75; 1,25; 1,75; 2,25; 3,25; 4,25 dan 5,25 jam setelah pemberian Natrium diklofenak

Masing-masing cuplikan darah, ditambahkan TCA 20% sebanyak 1 ml

←Lalu dihomogenkan dengan Vortex

←Disentrifug pada 2000 rpm selama 10 menit

← Diambil supernatan dan diukur dengan alat KCKT pada panjang gelombang 273 nm

KELINCI

Cuplikan Darah


(64)

Lampiran 6. Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan Percobaan Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan Percobaan (Donatus, 1996)

Perlakuan Mencit 20g Tikus 200g Marmot 400g Kelinci 1,5kg Kera 4kg Anjing 12kg Manusia 70kg

Mencit 20g 1,0 7,0 12,25 27,8 64,1 124,2 387,9

Tikus 200g 0,14 1,0 1,74 3,9 9,2 17,8 56,0

Marmot 400g 0,08 0,57 1,0 2,25 5,2 10,2 31,5

Kelinci 1,5kg 0,04 0,25 0,44 1,0 2,4 4,5 14,2

Kera 4kg 0,016 0,11 0,19 0,42 1,0 1,9 6,1

Anjing 12kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,52 1,0 3,1

Manusia 70kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,16 0,32 1,0


(65)

Lampiran 7. Perhitungan Dosis yang Diberikan Kepada masing-masing Hewan Percobaan

7.1. Dosis Natrium Diklofenak Tanpa Perlakuan Vitamin C Kelinci I

Dosis lazim = 25 mg Berat hewan = 2 kg

Konversi pada hewan kelinci = 0,07 Dosis konversi = 25 x 0,07 = 1,75 mg

Dosis dari perkiraan berat per kg BB =

g g

1500 1000

x 1,75 mg = 1,17 mg / kg BB

Dosis =

g g

1000 2000

x 1,17 mg = 2,34 mg

Volume dosis yang diberikan =

mg mg 5 , 0 34 , 2

x 1 ml = 4.68 ml

7.2. Dosis Natrium Diklofenak Setelah Kelinci Jantan Mendapat Perlakuan Vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 Hari Berturut-turut

Kelinci I

Dosis lazim = 25 mg Berat hewan = 1,8 kg

Konversi pada hewan kelinci = 0,07 Dosis konversi = 25 x 0,07 = 1,75 mg

Dosis dari perkiraan berat per kg BB =

g g

1500 1000

x 1,75 mg = 1,17 mg / kg BB

Dosis =

g g

1000 1800

x 1,17 mg = 2,106 mg

Volume dosis yang diberikan =

mg mg 5 , 0 106 , 2


(66)

Lampiran 7 (lanjutan)

7.3 Dosis Vitamin C pada Kelinci dengan Perlakuan Vitamin C 50 mg/kg BB selama 7 Hari Berturut-turut

Kelinci I

Berat hewan = 1,8 kg Dosis =

g g

1000 1800

x 50 mg = 90 mg

Volume =

mg mg

10 90

x 1 ml = 9 ml


(67)

Lampiran 8. Kadar Natrium Diklofenak Pada Kelinci Jantan dalam Plasma Setiap Waktu Pengambilan Sampel 8.1. Kadar Natrium Diklofenak Pada Kelinci Jantan Setelah Pemberian Natrium

Diklofenak Peroral Tanpa Perlakuan Vitamin C

Waktu (t) (jam) HEWAN UJI Rata-Rata

Kadar ± SD (mcg/ml) I II III IV V VI

Area Kadar Area kadar Area Kadar Area Kadar Area Kadar Area Kadar

0.25 2613807 66.40 2828861 67.83 2519261 65.77 2410692 65.05 2934811 68.53 2463269 65.40 66.51±1.396

0.5 3163475 70.06 3390332 71.57 3099812 69.63 2908686 68.36 3615061 73.06 2927938 68.46 70.90±1.834

0.75 3724347 73.79 3950921 75.30 3624155 73.12 3484673 72.19 3988066 75.54 3614905 73.06 73.83±1.332

1.25 4174470 76.78 4224711 77.12 4162132 76.70 3821946 74.44 4726047 80.45 4066704 76.07 76.93±1.972

1.75 4853854 81.30 5207948 83.66 4680562 80.15 4309531 77.68 5447644 85.26 4390900 78.22 81.04±2.992

2.25 5636977 86.52 5794660 87.57 5187388 83.52 4972115 82.09 5910347 88.34 5101940 82.96 85.17±2.635

3.25 3482448 72.18 348208 72.20 3454313 71.99 3309135 71.03 3588044 72.88 3422257 71.78 72.01±0.606

4.25 2769939 67.44 2840625 67.91 2839238 67.90 2652143 66.65 3116808 69.75 2687805 66.89 67.76±1.104


(68)

Lampiran 8 (lanjutan)


(69)

Lampiran 8 (lanjutan)

8.2. Kadar Natrium Diklofenak Pada Kelinci Jantan Setelah Kelinci Jantan Mendapat Perlakuan Vitamin C 7 Hari Berturut-Turut dan Diberi Natrium Diklofenak Per Oral

Waktu (t) (jam) HEWAN UJI Rata-Rata Kadar ± SD

(mcg/ml) I II III IV V VI

Area Kadar Area kadar Area Kadar Area Kadar Area Kadar Area Kadar

0.25 912445 63.62 897887 62.33 912758 63.65 918695 64.18 942129 66.26 932826 65.43 64.24±1.406

0.5 924682 64.86 912813 63.56 922211 64.48 922942 64.55 956112 67.49 945478 66.55 65.26±1.449

0.75 932156 65.37 925672 64.79 947896 66.77 946015 66.60 962850 68.09 952808 67.20 66.47±1.208

1.25 953043 67.22 941459 66.20 956081 67.49 957471 67.61 981248 69.73 970215 68.74 67.83±1.235

1.75 972915 68.98 965172 68.30 971701 68.88 973133 69.01 1008361 72.13 983911 70.35 69.61±1.407

2.25 1020046 73.16 1017489 72.94 1026613 73.75 1024781 73.58 1047544 75.61 1035562 74.54 73.93±0.992

3.25 972748 68.97 969815 68.71 973665 69.05 979000 69.53 1002403 71.60 988254 70.35 69.70±1.095

4.25 934253 65.55 924159 64.66 938932 65.97 929663 65.15 987244 70.30 965246 68.31 66.66±2.189


(70)

Lampiran 8 (lanjutan)

8.3. Gambar Konsentrasi (log C) vs Waktu (t) Natrium Diklofenak tanpa Vitamin C dan Natrium Diklofenak setelah


(1)

Lampiran 12. Gambar Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi a. Alat KCKT (Shimadzu)

b. Syringe 100 µl (SGE)


(2)

Lampiran 12 (lanjutan)

c. Sonifikator (Branson 1510)

d. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak.


(3)

Lampiran 12(lanjutan)

e. Degasser (DGU 20 AS)


(4)

Lampiran 13. Gambar Alat Tambahan Untuk Penentuan Profil Farmakokinetika

a. N eraca Analitik b. Alat Sentrifuge

c. Alat Vorteks


(5)

Lampiran 13 (lanjutan)

d. Erlenmeyer e. Beker Glass

f. Pipet Tetes g. Gelas Ukur


(6)

Lampiran 14. Gambar Hewan Percobaan dan Proses Pengambilan Darah

a. Kelinci

b. Proses Pengambilan Darah

c. Tabung Reaksi dan Rak Tabung