mengangkat kasus ini karena ingin mengetahui lebih dalam tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pejabat Negara serta menganalisa Pertimbangan
Hukum Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Pejabat Negara yang melakukan penyalahgunaan kewenangan Studi Putusan Pengadilan Negeri
Medan Nomor : 01Pid.Sus.K2011PN.Mdn. Berdasarkan penelusuran penulis, judul dan permasalahan ini belum pernah ditulis dan diangkat menjadi karya
ilmiah oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan Karya Ilmiah ini diperoleh berdsarkan literatur yang ada, baik
dari perpustakaan, media massa cetak maupun eletronik dan ditambah pemikiran penulis, oleh karena itu penulisan skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tindak Pidana Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum
untuk istilah “strafbaar feit” dalam bahasa belanda walaupun secara resmi tidak
ada terjemahan resmi strafbaar feit. Dalam bahasa Belanda
strafbaar feit
terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu
strafbaar
dan
feit
. Perkataan
feit
dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedang
strafbaar
berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan
strafbaar feit
berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.
10
Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan
strafbaar feit
di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum
10
Evi Hartanti,
Op, Cit,
hal. 5.
berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk
mengetahui unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang
itu merupakan tindak pidana atau tidak.
11
Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana :
12
a. Menurut Simons, ialah tindakan melanggar hukum pidana yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannnya dan oleh undang-undang
hukum pidana telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
b. Menurut Pompe, adalah suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tata
tertib hukum yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap
pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.
c. Menurut Van Hamel, ialah suatu serangan atau suatu ancaman terhadap
hak-hak orang lain. d.
Menurut E. Utrecht, ialah istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan
handelen
atau
doen
-positif atau suatu melalaikan
natalen
-negatif, maupun akibatnya keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu.
11
Mohammad Ekaputra,
Dasar-Dasar Hukum Pidana,
USU Press, Medan, 2013, hal. 77.
12
http:www.hukumsumberhukum.com201406apa-itu-pengertian-tindak- pidana.html?m=1. Diakses tanggal 8 mei 2015.
e. Menurut Moeljatno, yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana, terhadap siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata
pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat. f.
Kanter dan Sianturi, mendefenisikan sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang diharuskan dan diancam
dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bersifat melawan hukum , serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
Pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau
diperintahkan atau dibolehkan oleh undang-undang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana, untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak
pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah prbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi sanksi pidana. Hal ini sesuai dengan Pendapat Bambang
Poernomo, semakin jelas bahwa pengertian
strafbaar feit
mempunyai dua arti yaitu menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-
undang, dan menunjuk kepada perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
13
13
Bambang Poernomo,
Asas-asas Hukum Pidana,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, hal. 91
2.Pengertian Korupsi Korupsi merupakan suatu tindakan yang sangat tidak terpuji yang dapat
merugikan suatu bangsa dan negara. Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang
terbilang cukup banyak. Korupsi dalam Bahasa Latin disebut
Corruptio
–
corruptus,
dalam Bahasa Belanda disebut
corruptie,
dalam Bahasa Inggris disebut
corruption
dan dalam Bahasa Sansekerta yang tertuang dalam Naskah Kuno Negara Kertagama arti
harfiah
corrupt
menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan.
14
Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan
semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan dibawah kekuasaan
jabatannya.
15
Menurut Syed Hussein Alatas, secara tipologis, korupsi dapat dibagi dalam 7 tujuh jenis yang berlainan. Masing-masing adalah :
16
a. Korupsi transaktif
transactive corruption,
yaitu adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
14
Sudarto,
Hukum dan Hukum Pidana,
Alumni Bandung, cetakan Keempat, 1996, hal. 115.
15
Evi Hartanti,
Op, Cit,
hal. 9.
16
Marwan Effendy,
Korupsi Strategi Nasional
, Press Group, Jakarta, 2013, hal. 14-15.
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan itu oleh kedua-duanya.
b. Korupsi yang memeras
extortive corruption,
adalah jenis korupsi dengan keadaan pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian
yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya, atau orang-orang, dan hal-hal yang dihargainya.
c. Korupsi investif
investive corruption,
adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang. d.
Korupsi perkerabatan
nepotistic corruption,
adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan, atau tindakan yang membrikan perlakuan yang mengutamakan, dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain kepada
mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku. e.
Korupsi defensif
defensive corruption,
adalah perilaku korban korupsi dengan pemerasan, sebagai bentuk mempertahankan diri.
f. Korupsi otogenik
autogenic corruption,
yaitu korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang.
g. Korupsi dukungan
supportive corruption,
adalah korupsi yang tidak secara langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk
lain.
Berbeda dengan Alatas, menurut Benveniste mendefenisikan korupsi ke dalam 4 empat jenis, antara lain :
17
a.
Discretionary corruption,
yaitu korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun nampaknya sah,
namun bukan praktek-praktek yang dapat diterima oleh anggota organisasi; b.
Illegal corruption,
yaitu jenis korupsi yang dimaksudkan untuk mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi
tertentu; c.
Mercenary corruption,
yaitu jenis korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh kepentingan pribadi, melalui penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan; d.
Ideological corruption,
yaitu jenis korupsi ilegal maupun diskresif yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Secara sosiolgis, ada tiga jenis korupsi, yaitu sebagai berikut :
18
a. Korupsi karena kebutuhan ; Bagi karyawan dan pegawai rendahan pada
umunmya korupsi yang mereka lakukan karena kebutuhan, mulai dari mencuri peralatan kantor, memeras pelanggan, menerima suap sampai
dengan mengkorupsi waktu kerja. b.
Korupsi untuk memperkaya diri ; Biasanya dilakukan oleh golongan pejabat eselon, didorong oleh sikap serakah, melakukan
mark up
terhadap pengadaan barang kantor dan melakukan pelbagai pungli. Penyebabnya
17
Marwan Effendy,
Ibid,
hal. 15-16.
18
Marwan Mas,
Op, Cit,
hal. 12.
karena gengsi, haus pujian dan kehormatan, serta tidak memiliki
sense of crisis.
c. Korupsi karena ada peluang ; Pejabat atau sebagian anggota masyarakat
ketika mereka diberi peluang akan memanfaatkan keadaan tersebut, karena penyelenggara negara, khususnya pelayanan publik yang terlalu birokratis,
manajemen yang amburadul dan pejabat atau petugas yang tidak bermoral. Pengertian korupsi menurut hukum Indonesia, tidak dijelaskan dalam pasal
pertama UU Korupsi seperti undang-undang lainnya. Maka dari itu, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi, harus dilihat dalam rumusan
pasal-pasal UU Korupsi, yaitu sekitar 13 pasal yang mengaturnya serta terdapat tiga puluh jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
19
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah :
“Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara
”. Menurut Mugiharjo, bahwa korupsi yang terjadi di negara-negara
berkembang, karena ada penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan oleh petugas atau pejabat negara.
20
Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dapat terjadi di negara-negara berkembang, sebab pengertian
19
Ibid.,
hal. 7.
20
Mugiharjo,
Korupsi Dalam Menyongsong Era Liberisasi,
Suara Pembaruan Online, 1997.
demokrasi lebih banyak ditafsirkan dan ditentukan oleh penguasa daripada ditafsirkan dan ditentukan oleh pemikir di negara-negara berkembang tersebut.
Berdasarkan rumusan pengertian mengenai korupsi tersebut di atas terlihat bahwa korupsi pada umumnya merupakan kejahatan yang dilakukan oleh
kalangan menengah ke atas, atau yang dinamakan dengan
White Collar Crime
yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berkelebihan kekayaan dan dipandang “terhormat”, karena mempunyai kedudukan penting baik dalam
pemerintahan atau di dunia perekonomian.
21
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Indriyanto Seno Adji, bahwa tak dapat dipungkiri korupsi merupakan
White Collar Crime
dengan perbuatan yang selalu mengalami dinamisasi modus operandinya dari segala sisi sehingga
dikatakan sebagai
Invisible Crime
yang penanganannya memerlukan kebijakan hukum pidana.
22
Mengacu pada berbagai pengertian dari korupsi yang telah diuraikan diatas, secara umum korupsi tidak lain adalah tindakan yang tidak sah atau gelap terkait
dengan keuangan atau lainnya yang dapat dinilai dengan uang yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok untuk kepentingan diri sendiri, oranglain atau
kelompok yang tidak saja merugikan negara tetapi juga seseorang atau publik karena kekuasaanyang dimilikinya. hal ini tentu sangat dekat dengan pejabat
publik dimana pejabat publik dikenal dekat dengan kekuasaan. Korupsi tentunya bukan hal sulit untuk dilakukan oleh mereka yang ingin memamfaatkan
jabatannya untuk melakukan korupsi. Pejabat publik yang seharusnya menjadi
21
Sudarto,
Op, Cit,
hal.102
22
Indryanto Seno Adji,
Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana,
Diadit Media, Jakarta, 2006, hal. 374.
panutan bagi warga tidak seharusnya melakukan perbuatan korupsi, karena disamping korupsi adalah perbuatan menyimpang dan melanggar hukum juga
dapat merugikan keuangan Negara. Kalau negara sudah mengalami kerugian tentu akan berdampak pada stabilitas Negara, bukan hanya ekonomi tapi juga social,
budaya dan politik. 3. Pengertian Pejabat Negara
Pengertian Pejabat Negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu terdiri dari dua suku kata yaitu “pejabat” yang berarti pegawai pemerintah yang
memegang jabatan penting unsur pimpinan dan “negara” yaitu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyat atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai
kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
23
Pada kamus besar bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta pejabat negara dapat diartikan sebagai orang yang bekerja pada bagian pemerintahan, pegawai
pemerintahan. Pada beberapa pengertian lain dari KPK dan Hoge Raad pejabat negara diartikan luas salah satunya yaitu pegawai negeri atau penyelenggara
negara. Menurut Hoge Raad pejabat negara atau pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah barangsiapa yang oleh kekuasaan umum diangkat
23
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka. Jakarta,1989
untuk menjabat pekerjaan umum untuk melakukan sebagian tugas dari tugas pemerintahan atau alat perlengkapannya.
24
Pada pasal 92 KUHP juga mengatur yang disebut pejabat termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-
aturan umum, begitu pula orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk Undang-undang, Badan Pemerintahan, atau Badan
Perwakilan Rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atas nama pemerintah, begitu juga semua anggota dewan subak
waterschap
, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan kekuasaan
yang sah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara, yang termasuk dalam Pejabat Negara pasal 122 yaitu :
a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung
serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;
k. Kepala perwakilan Republik Indonesia diluar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
l. Gubernur dan wakil gubernur;
m. Bupatiwalikota dan wakil bupatiwakil walikota; dan n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.
24
http:avirista.blogspot.com201211pengertian-pejabat-negara.html?m=1.Diakses pada tanggal 22 Mei 2015.
Pengertian Pejabat Negara juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Pasal 1 angka 4 : “Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggitinggi negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang
”. Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Pejabat Negara terdiri dari atas pasal 11 : a.
Presiden dan Wakil Presiden; b.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; c.
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan; d.
Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan;
e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;
f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;
h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; i.
Gubernur dan Wakil Gubernur; j.
BupatiWalikota dan Wakil BupatiWakil Walikota; dan k.
Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 1 ayat 1 :
“Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
”. Yang termasuk dalam kategori Penyelenggara Negara Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 2
yaitu :
a. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;
b. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
c. Menteri;
d. Gubernur;
e. Hakim;
f. Pejabat Negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan g.
Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “Pejabat Negara yang lain” dalam ketentuan ini
misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil
Gubernur, dan BupatiWalikotamadya. Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa “para pejabat negara merupakan
“political appointee”sedangkan pejabat negeri merupakan “administrative
appointee
”. Artinya para pejabat negara itu diangkat atau dipilih karena pertimbangan yang bersifat politik, sedangkan para pejabat negeri dipilih murni
karena alasan administratif. Semua pejabat yang diangkat karena pertimbangan politik
political appointement
haruslah bersumber dan dalam rangka pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat. Karena rakyatlah yang pada pokoknya
memegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam bidang politik kenegaraan. Pejabat yang diangkat atas pertimbangan yang demikian itulah yang biasa disebut
sebagai pejabat negara yang dipilih atau “elected official”.
25
25
Jimly Asshiddiqie,
Perihal Undang-Undang,
Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 373.
F. Metode Penelitian