Latar Belakang Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme disingkat KKN. Korupsi telah mengakibatkan krisis berkepanjangan pada semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dikarenakan prakteknya yang sistematis dan menggurita yang terjadi di hampir semua lembaga negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif.Korupsi merupakan masalah serius ditengah-tengah masyarakat karena dapat mengancam stabilitas keamanan dan menghambat proses pembangunan sosial, ekonomi serta politik. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. 1 Menurut Undang –Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan mermperkaya diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan 1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 1. negara atau perekonomian negara. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian korupsi sebagai berikut: penyelewengan atau penggelapaan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 2 Korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa extra ordinary crime yang berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu, dahulu korupsi hanya seputar mengenai kerugian negara dan suap menyuap, namun saat ini sudah berkembang menjadi penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Korupsi mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan dengan melibatkan unsur- unsur tipu daya muslihat, ketidakjujuran dan penyembunyian suatu kenyataan. Korupsi merupakan permasalahan besar yang terjadi di Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Walaupun Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Namun jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara kaya, tetapi termasuk negara yang miskin.Menurut data dari 175 negara di dunia pada 2014 yang dirilis oleh Transparency Internasional, Indonesia menduduki peringkat 12 terkorup se-Asia dan peringkat 107 Negara bebas korupsi dari 175 negara. 3 Korupsi sepertinya sudah menjadi budaya yang berkembang dikalangan masyarakat kelas atas sampai bawah. Korupsi dapat dilihat dengan mata telanjang diberbagai institusi, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif yang dilakukan oleh sebagian besar para penguasa dan pejabat tinggi 2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta,1989 3 http:www.tahupedia.comcontentshow58710-Negara-Terkorup-Di-Dunia. Diakses tanggal 2 mei 215. negara. Hal ini menunjukkan bahwa nilai luhur atau moral suatu individu mengalami penurunan, tidak adanya kesadaran seorang individu tentang etika dan aturan hukum yang berlaku membuat perilaku korupsi semakin meningkat, ditambah lagi dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Banyak para ahli yang merumuskan korupsi, yang jika dilihat dari struktur bahasa dan cara penyampainnya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama, diantaranya Kartini Kartono menyatakan korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum, dan Huntington menjelaskan korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. 4 Jadi dapat disimpulkan korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuata-kekuatan formal yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan penyakit sosial yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Sebagai pihak yang telah diberi kepercayaan oleh rakyat untuk menjalankan pemerintah dengan harapan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam menjalankan amanah 4 http:makalainet.blogspot.com201310korupsi.html?m=1. Diakses tanggal 3 mei 2015. rakyat tersebut sudah seharusnya penguasapejabat negara memegang teguh prinsip kejujuran serta profesionalisme. Namun sayangnya fenomena yang terjadi dikalangan pejabat negara baik lembaga eksekutif, legislatif bahkan yudikatif justru sebaliknya. Korupsi bukan hanya terjadi pada pemerintahan Orde Baru, tetapi di era reformasi ini malah semakin besar intensitasnya, sementara hukum masih tertinggal menghadapi kelihaian pembuat pelaku korupsi. Salah satu penyebabnya karena kaidah atau norma hukum yang berlaku tidak ditafsirkan secara yuridis tetapi berdasarkan kepentingan politis para pembuat korupsi. Pelbagai pemberitaan media massa sebenarnya telah mengingatkan tentang prediksi para pengamat hukum bahwa apabila hukum tidak diterapkan secara konsisten, apalagi terdakwa korupsi diputus bebas atau dihukum ringan oleh hakim dengan pertimbangan hukum yang tidak rasional, maka di tahun-tahun mendatang korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan kerah putih white collar crime , seperti dinyatakan oleh Sutherland akan semakin bertambah dan semakin sulit menghentikannya. Prediksi pengamat hukum dapat dipahami, karena para koruptor umumnya dari golongan cerdik-pandai, berkuasa dan memiliki kewenangan, serta rata-rata memiliki tingkat kehidupan ekonomi yang kuat. Teknik dan modus operandinya juga diperkirakan akan semakin maju seiring dengan perkembangan teknologi, serta gerakannya jauh lebih sistematis dan lebih cepat dari antisipasi penegak hukum. 5 5 Marwan Mas, Pemberanta san Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal. 2. Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak pidana korupsi juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Berdasarkan data yang dirilis Indonesia Corruption Watch ICW, jumlah kasus korupsi selama 2010-2012 yang menurun kembali meningkat signifikan pada 2013-2014. Pada tahun 2010, jumlah kasus yang diselidiki KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian mencapai 448 kasus. Pada tahun 2011 berjumlah 436 kasus dan tahun 2012 berjumlah 402 kasus, dan pada tahun 2013 meningkat signifikan menjadi 560 kasus. Pada tahun 2014 , tercatat sebanyak 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi selama tahun 2014, sebagian besar tersangka adalah pejabatpegawai pemerintah daerah pemda dan kementerian yakni 42,6 persen. Tersangka lain merupakan direkturkomisaris perusahaan swasta, anggota DPRDPRD, kepada dinas, dan kepala daerah. Apabila dibandingkan dengan semester I-2013, peningkatan jumlah tersangka yang paling signifikan terjadi pada jabatan kepala daerah. Pada semester I-2013 jumlah kepala daerah yang menjadi tersangka korupsi sebanyak 11 orang, namun pada semester I-2014 jumlahnya naik lebih dari dua kali lipat menjadi 25 orang. 6 Korupsi di negara Indonesia sudah dalam tingkat kejahatan korupsi politik. Kondisi Indonesia yang terserang kanker politik dan ekonomi sudah dalam stadium kritis. Kanker ganas korupsi terus menggerogoti saraf vital dalam tubuh 6 http:intisari-online.commobilereadkasus-korupsi-di-indonesia-meningkat-di-2013- 2014. Diakses tanggal 3 mei 2015. negara Indonesia, sehingga terjadi krisis institusional. Korupsi politik dilakukan oleh orang atau institusi yang memiliki kekuasaan politik, atau oleh konglomerat yang melakukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan.Dengan demikian praktik kejahatan luar biasa berupa kejahatan kekuasaan ini berlangsung secara sistematis. 7 Romli Atmasasmita, Guru Besar Emiritus Universitas Padjajaran menyatakan: “Jika dulu korupsi terjadi dalam hubungan kerja antara pihak swasta dan lembaga pemerintah, maka saat ini korupsi sudah merambah ke lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif ”. Sinyalemen Romli Atmasasmita ini menunjukkan, bahwa korupsi di Indonesia saat ini bukan hanya jadi persoalan hukum semata-mata, melainkan juga sudah merambah masuk pada persoalan politik, sosial, dan ekonomi. Dapat dilihat pada sejumlah kebocoran Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD setiap tahun yang diduga dilakukan oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga wajar apabila korupsi sudah begitu membahayakan kelangsungan pembangunan nasional. 8 Ini merupakan hal yang sangat ironis, mengingat tujuan reformasi yang dicita-citakan oleh para reformis adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN. Pemerintahan yang berkuasa pasca reformasi dapat dikatakan tidak serius dan gagal dalam hal pecegahan dan pemberantasan korupsi, padahal dari segi peraturan perundang-undangan yang merupakan landasan hukumnya 7 Evi Hartanti, Op, Cit, hal. 3. 8 Marwan Mas, Op, Cit, hal 4. pemerintah telah beberapa kali melakukan revisi karena dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonseia Nomor XIMPR1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN, selanjutnya dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai penyempurnaan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, dan pada tahun 2001, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi disempurnakan kembali dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, penyempurnaan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan yang adil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan yang terakhir dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi KPK. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan alat untuk memberantas tindak pidana korupsi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, namun demikian korupsi makin merajalela, kerugian negara tidak hanya jutaan rupiah akan tetapi milyaran rupiah bahkan sampai triliunan rupiah. Kasus korupsi di Indonesia merupakan tugas penting yang sangat sulit diselesaikan oleh pemerintah, karena hal ini sangat berkaitan dengan penyelenggara negara baik di tingkat pusat maupun provinsi, serta kabupatenkota yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara serta menghambat jalannya pembangunan yang berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu suatu kerusakan sosial yang sulit diperbaiki. Gejala korupsi itu muncul kata Soerjono Soekanto ditandai dengan adanya penggunaan kekuasaan dan wewenang publik, untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, yang sifatnya melanggar hukum dan norma-norma lainnya, sehingga dari perbuatannya tersebut dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara serta orang perorangan atau masyarakat. 9 Seperti halnya tindak pidana korupsi yang merambat ke daerah Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Nias tersebut disebabkan penyalahgunaan dana bantuan darurat kemanusiaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau yang ditetapkan, sehingga bertentangan dengan Keputusan Ketua Badan Koordinasi Nasional penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Nomor : 25 tahun 2002, tanggal 11 Desember 2002 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Dana Bantuan Darurat Kemanusiaan untuk Penanggulangan Bencana dan Pengungsi. Dimana dalam pengadaan barang untuk mendukung kegiatan program pemberdayaan masyarakat akibat bencana alam dan gelombang tsunami Nias bertentangan atau tidak sesuai pelaksanannya dengan 9 Soerjono Soekanto, Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali, Jakarta, 1980, hal. 281. Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 131. 12-233 tanggal 2 mei tahun 2006 tentang Pengesahan Pengangkatan Bupati Nias Provinsi Sumatera Utara, sebagai Bupati Kabupaten Nias mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam merumuskan kebijakan daerah mengenai tugas- tugas pemerintahan daerah, melakukan koordinasi kepada para pimpinan SKPD dan kepada pimpinan instansi vertikal, menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahunan dan lima tahunan kepada lembaga legislatif dan menyampaikan laporan pemerintahan setiap satu tahun sekali kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Sumatera Utara, Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi tertanggal 9 Januari 2001 jo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi tertanggal 12 Oktober 2001, bahwa Bupati Nias secara ex officio juga menjabat sebagai Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias yang bertugas melaksanakan kegiatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang terjadi di daerahnya dengan memperhatikan kebijakan dan arahan teknis yang diberikan BAKORNAS PBP, yaitu antara lain melakukan evakuasi, mencari solusi dan melakukan koordinasi dengan instansi terkait mengenai penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya sebagai Bupati Nias dan Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias, telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. sebagai Bupati Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP memiliki kewenangan untuk mengelola dana bantuan pemberdayaann masyarakat pasca bencana gempa bumi dan tsunami Kabupaten Nias dari Bakornas sesuai dengan ketentuan sebagaimana mestinya, tetapi ternyata pelaksanaan pengelolaan dana bantuan tersebut dengan cara yang bertentangan atau tidak sesuai dengan tujuan dari maksud diberikannya kewenangan yang melekat pada jabatan atau kedudukan sebagai sebagai Bupati Nias Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias. Kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Nias berawal dari adanya bantuan dana pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami Kabupaten Nias yang disetujui oleh Pelaksana Harian Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana BAKORNAS PBP sebesar Rp. 9.480.000.000 ,-sembilan miliar empat ratus delapan puluh juta rupiah, atas permohonan Bupati Nias Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias sebelumnya pada tanggal 12 Januari 2007mengajukan permintaan dana untuk pemberdayaan masyarakat pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami Propinsi NAD dan Nias sebesar Rp. 12. 280.000.000 ,- dua belas miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah kepada Pelaksana harian Bakornas PBP dengan Surat Nomor : 900 0301 Keu dan Surat Penyempurnaan Proposal kegiatan Nomor : 900 0332 Keu tanggal 17 Januari 2007. Dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan dana bantuan dari Bakornas PBP yang bersumber dari sumbangan masyarakat dan diadministrasikan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DIPA Tahun Anggaran 2006 terdapat berbagai macam pelanggaran antara lain adanya pemindahan dana bantuan pemberdayaan masyarakat pasca bencana gempa bumi dan tsunami Kabupaten Nias dari rekening Bencana Alam dan Tsunami Kabupaten Nias ke dalam rekening pribadi salah satu oknum pegawai negeri sipil Kabupaten Nias, pembelian barang-barang secara langsung ke toko penyedia barang tanpa melalui proses pelelangan, membagikan menyerahkan dana kepada beberapa orang yang tidak berhak menerimanya serta membuat laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya yang dibuat melebihi batas waktu yang telah ditentukan, dimana semuanya merupakan tugas dan tanggungjawab dari Bupati Nias Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias atas jabatan atau kedudukannya. Akibat perbuatan Bupati Nias Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi SATLAK PBP Kabupaten Nias tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Dana Penanggulangan Bencana Alam Nias Tahun 2007 yang dibuat oleh Tim dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP tertanggal 11 Maret 2011 telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 3.764.798.238 ,- tiga miliar tujuh ratus enam puluh empat juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu dua ratus tiga puluh delapan rupiah. Bedasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis mencoba mengangkat kasus ini ke dalam sebuah bentuk skripsi dengan judul tentang “Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 01Pid.Sus.K2011PN.Mdn”.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Analisis Hukum Pidana Atas Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Bebas Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Putusan Nomor 51/Pid. Sus.K/2013/Pn.Mdn)

5 112 126

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

2 67 120

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Bebas (vrijspraak) terhadap Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan No.51/Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn)

2 101 101

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan No. 622/PID/B(A)/2011/PN.TK)

2 17 70

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

0 0 34

Tindak Pidana Kelalaian Berlalu Lintas Yang Menyebabkan Orang Lain Meninggal Dunia Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Putusan Nomor : 579/Pid.Sus/2013/PN.DPS)

0 2 11