Rumusan Masalah Manfaat Penelitian Kerangka Teori Kerangka Konsep

4 terapi. 12 Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti mengenai pemeriksaan dermoskopi dalam mendiagnosis skabies.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana nilai uji diagnostik dermoskopi dalam mendiagnosis skabies? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui nilai diagnostik dermoskopi dalam mendiagnosis skabies.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui sensitivitas dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 2. Untuk mengetahui spesifisitas dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 3. Untuk mengetahui positive predictive value PPV dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 4. Untuk mengetahui negative predictive value NPV dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 5. Untuk mengetahui positive likelihood ratio LR+ dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 6. Untuk mengetahui negative likelihood ratio LR- dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. Universitas Sumatera Utara 5 7. Untuk mengetahui akurasi dermoskopi dalam mendiagnosis skabies.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bidang akademikilmiah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai pemeriksaan dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemeriksaan alternatif dalam mendiagnosis skabies. 1.4.2. Pengembangan penelitian : Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori dan data bagi penelitian selanjutnya mengenai uji diagnostik dermoskopi dalam mendiagnosis skabies. Universitas Sumatera Utara 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Definisi

Skabies adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penetrasi tungau parasit obligat S. scabiei varian hominis, yaitu suatu arthropoda dari orde Acarina, ke dalam epidermis. 13-15 Skabies telah diketahui manusia sejak zaman dahulu dengan Aristotle 384 sampai 322 SM, orang pertama yang mengidentifikasi tungau skabies, mendeskripsikannya sebagai “lice in the flesh” dan menggunakan istilah “akari”. Pada tahun 1687, Bonomo dan Cestoni secara akurat mendeskripsikan penyebab skabies pada sebuah surat. Mereka menjelaskan tentang sifat parasit, penularan, kemungkinan penyembuhan, dan gambaran mikroskopis dari tungau dan telur S. Scabiei, yang diyakini menjadi yang pertama disebutkan pada teori parasit dari penyakit infeksi. Dua abad kemudian, penyebab skabies ditetapkan dengan publikasi dari suatu risalah oleh Hebra. 1,16

2.1.2. Epidemiologi

Skabies paling banyak ditemukan di negara – negara tropis dengan jumlah 300 juta kasus yang terjadi setiap tahunnya di dunia. 13-18 Prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 sampai 12,95. 19 Skabies dapat dijumpai pada semua usia namun paling sering menyerang anak – anak. 16,20 Selain faktor imunitas yang belum memadai, faktor penularan dari orang tua, terutama ibu, serta faktor anak yang sudah mulai beraktivitas di luar rumah Universitas Sumatera Utara 7 dan di sekolah juga ikut berperan terhadap timbulnya skabies. Insidensi pada pria dan wanita adalah sama. 16 Perbedaan etnis dalam epidemiologi skabies paling mungkin berhubungan dengan perbedaan pada faktor kepadatan penduduk yang berlebihan, perumahan, sosial ekonomi dan perilaku dibandingkan dengan asal ras. 16,17 Faktor predisposisi yang paling sering adalah kepadatan penduduk, imigrasi, kebersihan yang buruk, status gizi yang buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. 16 Penularan penyakit ini terjadi melalui kontak langsung kulit ke kulit atau dari barang yang dipakai secara bersama – sama. 16 Beberapa laporan dalam literatur menunjukkan bagaimana skabies dapat menjadi ancaman pada suatu institusi terutama rumah sakit, penjara, taman kanak – kanak, dan rumah jompo. 16 Suatu studi epidemiologi yang melibatkan tentara Israel dan studi – studi regional di Inggris dan Denmark mengajukan suatu pola penyakit 20-28 tahun pada kelompok – kelompok ini. 17,18 Penelitian yang dilakukan Alsamarai tahun 2009 di Irak mendapatkan tingginya frekwensi pasien skabies yang datang ke klinik dermatologi dan sering dijumpai pada orang yang dipenjara. 21 Hasil penelitian K. Makigami dkk. pada beberapa rumah sakit jiwa dan rumah sakit untuk perawatan jangka panjang di Jepang mendapatkan bahwa sekitar 41 dari rumah sakit responden melaporkan sedikitnya satu atau lebih kasus skabies pada tahun 2004, menyiratkan bahwa skabies telah menjadi suatu penyakit yang sering terjadi di kalangan institusi perawatan kesehatan di Jepang. 22 Di Indonesia skabies menempati urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang sering terjadi dan prevalensi di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 sampai 12,95. 19 Universitas Sumatera Utara 8 Pada populasi tertentu secara khusus berisiko tinggi terjadinya keparahan atau skabies berkrusta. Bentuk infeksi skabies hiperkeratotik ini pertama kali dijelaskan pada pasien kusta di Norwegia. Pasien – pasien yang mendapat glukokortikoid sistemik atau topikal yang poten, resipien transplantasi organ, retardasi mental atau lumpuh, individu yang terinfeksi human immunodeficiency virus HIV atau human T-lymphotropic virus-1, dan individu dengan berbagai keganasan hematologi berisiko tinggi mengalami skabies berkrusta. 18

2.1.3. Etiologi

Skabies disebabkan oleh S. scabiei yang termasuk famili Sarcoptidae dalam kelas Arachnida. Tungau betina panjangnya berkisar 0,4 mm, lebar 0,3 mm sedangkan tungau jantan ukurannya lebih kecil dari betina dengan panjang 0,2 mm, lebar 0,3 mm. 16,17,23 S. scabiei memiliki bentuk tubuh oval, mendatar secara dorsoventral. 23 Tubuhnya berwarna putih krem dan ditandai dengan kerutan melintang, dan pada permukaan bagian dorsal terdapat bulu dan denticle. 23 Tungau ini memiliki empat pasang kaki, dua pasang dibagian anterior berakhir dengan ujung peduncle yang memanjang dengan alat penghisap kecil. 23 Pada betina, dua pasang kaki bagian belakang berakhir dengan bulu, dimana pada jantan berada pada pasangan kaki ketiga dan peduncle dengan alat penghisap pada pasangan kaki keempat. 23 Meskipun tungau ini tidak dapat terbang atau lompat, namun dapat merangkak dengan kecepatan 2-5 cm per menit pada kulit yang hangat dan dapat bertahan hidup 24-36 jam pada suhu kamar. 13,17 Suhu lingkungan yang ideal bagi tungau adalah bila udara terasa hangat dan pasien berkeringat, sebab itu S. scabiei bergerak pada malam hari. 24 Pada suhu kamar S. Universitas Sumatera Utara 9 scabiei dapat bertahan selama 3 hari 3 dan akan mati pada suhu 50 C selama 10 menit. 5,25,26 Siklus hidup S. scabiei dimulai dengan perkawinan tungau jantan dan betina. 16 Setelah kopulasi, tungau jantan mati dan tungau betina mulai meletakkan telurnya pada terowongan di kulit dan menetap selama 4 sampai 6 minggu. Tungau betina memproduksi 1 sampai 3 telur per hari sampai mencapai jumlah 40 yang akan menetas setelah 3-4 hari kemudian. 16,17 Larva berubah menjadi suatu protonymph yang setelah 2-5 hari berubah menjadi tritonymph, larva ini nantinya menembus atap terowongan dan mencapai permukaan kulit. 16 Setelah 5-6 hari, larva berubah menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Secara keseluruhan, tungau dewasa yang matur berkembang dalam 10-14 hari. 17 Populasi tungau mencapai 25 dewasa setelah 50 hari dan sampai 500 tungau dalam 100 hari. 16 Namun rata – rata pada seorang host normal adalah 10-12 tungau. Pada umumnya setelah 3 bulan, jumlah tungau berkurang dengan cepat. 16 Dikutip dari kepustakaan no 17 Gambar 2.1. A Potongan mikroskopis tungau Sarcoptes scabiei menunjukkan kedelapan kaki dan alat untuk menggigit. B Kerokan kulit setelah diberi potasium hidroksida 10 menunjukkan telur, nymph, dan scybalae faecal pellet. C Potongan histologi pewarnaan hematoksilin dan esoin menunjukkan sebuah terowongan dengan tungau skabies pada bagian atas epidermis. A B C Universitas Sumatera Utara 10

2.1.4. Transmisi

Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung kulit ke kulit yang menyebabkan seringnya terjadi transmisi diantara anggota keluarga. 16 Berbagi tempat tidur dengan orang yang terinfestasi tungau, dengan atau tanpa kontak seksual dapat menyebabkan infestasi. Namun, hanya dengan berpegangan tangan juga dapat mentransmisikan tungau. 4 Peranan fomite, yaitu semua benda atau bahan yang dapat membawa organisme yang infeksius dan memindahkannya dari satu individu ke individu lain, 27 masih kontroversial. 16 Beberapa penulis mengklaim bahwa hal ini kemungkinan karena tungau dapat bertahan hidup lebih dari 3 hari diluar tubuh manusia. 16 Beberapa studi telah membuktikan keberadaan tungau hidup pada tilam, pakaian, gorden, lantai, perabotan, dan kain – kain yang digunakan untuk tempat tidur di rumah pasien skabies dan rumah jompo. 16,18,27 Tetapi untuk beberapa penulis, penularan melalui fomite jarang terjadi, namun dapat terjadi pada kasus skabies berkrusta. 16 Transmisis seksual juga dapat terjadi karena terjadinya kontak yang erat yang memungkinkan terjadinya transmisi tungau. 16,17

2.1.5. Gambaran klinis

Skabies dapat dicurigai bila pada pasien terdapat satu atau lebih tanda dari gejala – gejala berikut ini : 4 1. Gatal yang memburuk pada malam hari setelah pasien berbaring di tempat tidur, adalah suatu gambaran yang konsisten. Keparahan dapat bervariasi namun sering kali intens. 4 Universitas Sumatera Utara 11 2. Timbulnya gejala biasanya memakan waktu 4 sampai 6 minggu jika pasien tidak pernah terserang skabies. Timbulnya gejala lambat dan terkadang pasien tidak dapat memastikan waktu tepatnya. Pada pasien yang mengalami reinfestasi, gejala muncul kembali dengan cepat dalam beberapa jam, tergantung pada status imunologi host. 4 3. Erupsi kulit:, meskipun lesi diatas leher jarang dijumpai, pada daerah yang beriklim lebih hangat dapat terjadi, terutama pada orang – orang yang selalu terbaring di tempat tidur dan anak – anak. Pada pasien-pasien khusus tersebut, lipatan retroaurikular sering menjadi tempat persembunyian tungau. Lesi yang dapat diobservasi bervariasi. Lesi yang paling khas adalah terowongan, berkelok atau papul linear sampai sepanjang 1 cm dengan vesikel pada ujungnya. Namun pada iklim tropis yang panas lebih sering ditemukan papul eritematosa. Lesi-lesi lainnya termasuk: papul, skuama, vesikel, bula, krusta, pustul, nodul dan ekskoriasi. 4 Tempat predileksi: lipatan aksila anterior, puting susu dan areolae pada wanita, umbilicus, siku, bagian volar pergelangan tangan, sela – sela jari, paha, bokong, penis, skrotum, dan pergelangan kaki. 16,17,28 Pada bayi, skabies biasanya menyerang aksila, kepala wajah, daerah popok, kadang-kadang telapak tangan dan telapak kaki, dan lesinya berupa vesikel, pustul, dan nodul. 17 4. Gejala klinis yang sama pada anggota keluarga lainnya pada waktu yang sama. 16 Universitas Sumatera Utara 12 Dikutip dari kepustakaan no. 15

2.1.6. Bentuk – bentuk skabies

2.1.6.1 Skabies pada orang bersih scabies of cultivated 2.1.6.2 . Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. 29 Skabies nodular. Berupa nodul – nodul berwarna ungu, gatal, dapat menetap beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah pengobatan. 15,16,30 Skabies nodular kemungkinan menunjukkan suatu bentuk respon cell-mediated immune terhadap antigen tungau, kemungkinan diinduksi oleh garukan. 16,30 Paling sering ditemukan pada sela paha, aksila dan pada genitalia pria. 15,16 Lesi skabies nodular secara klinis dan histologi dapat menyerupai langerhans’cell histiocytosis, insect bite reaction, non- Gambar 2.2. A Skabies yang khas pada sela – sela jari tangan. B Keterlibatan genitalia pada seorang pasien pria dengan lesi berupa papul dan ekskoriasi. C Payudara seorang wanita dengan lesi berupa papul pada daerah puting dan areolar. D Terowongan linier skabies yang spesifik dan khas dengan vesikel pada ujung distal. E Pruritus kronis pada skabies dengan cepat mengakibatkan terjadinya garukan. Universitas Sumatera Utara 13 Langerhans’cell histiocytosis, lymphoma atau urtikaria pigmentosa. 30 Terapi dapat diberikan ivermectin oral 30 , pimekrolimus topikal. 31 Dikutip dari kepustakaan no 31 2.1.6.3 Skabies bulosa . Meskipun lesi vesikular sering ditemukan pada bayi dan anak – anak, lesi berupa bula jarang ditemukan pada skabies. Skabies bulosa dapat dijumpai pada bayi, anak – anak, orang tua, dan terkadang pada orang dewasa yang mendapat terapi imunosupresi. Pada komunitas dimana skabies bukan merupakan penyakit endemis sehingga kurang dicurigai, skabies bulosa dapat disalahdiagnosiskan dengan pemfigoid bulosa, insect bite, linear IgA dermatosis, epidermolysis bullosa atau chronic bullous disease of childhood CBDC. 32 Gambar 2.3. Gambaran klinis skabies nodular Universitas Sumatera Utara 14 Dikutip dari kepustakaan no 33 2.1.6.4 Scabies incognito 2.1.6.5 . Disebabkan pemakaian kortikosteroid topikal dan oral. 16 Terdapat hubungan dengan hipereosinofilia disebabkan terjadinya sedikit penurunan imunitas . 16 Skabies pada bayi dan anak – anak 2.1.6.6 . Lesi berupa vesikel, pustul, dan nodul terutama tersebar pada tangan, kaki dan lipatan tubuh. Pruritus dapat menjadi sangat berat sehingga pasien dapat menjadi pemarah dan tidak mau makan. 15,16 Pada pemeriksaan histologi dapat dijumpai infiltrat sel langerhans yang padat, berpotensi untuk terjadinya kesalahan diagnosis sebagai langerhans cell histiocytosis. 16 Skabies pada orang tua . Sering disalahdiagnosiskan dengan pruritus senilis, sehingga pasien diterapi dengan kortikosteroid poten untuk jangka waktu yang lama yang dapat menyebabkan skabies berkrusta. Gambaran klinis lainnya yaitu skabies bulosa yang dapat menyerupai pemfigoid bulosa. 16 Gambar 2.4. Gambaran klinis skabies bulosa Pada bagian fleksor lengan bawah tampak lesi berupa vesikel multipel dan bula tegang, bersama dengan krusta. Beberapa bula berisi darah. Universitas Sumatera Utara 15 2.1.6.7 Skabies pada skalp . Dapat berhubungan atau bersamaan dengan dermatitis seboroik atau dermatomiositis pada skalp. Sering mengenai orang tua, anak – anak, bayi, pasien – pasien imunokompromais dan pasien dengan skabies berkrusta. 15,16 2.1.6.8 Skabies berkrusta . Skabies berkrusta atau skabies Norwegia meskipun parah namun jarang ditemukan, infeksi disebabkan oleh infestasi masif dengan S. scabiei varian hominis. Skabies berkrusta merupakan suatu bentuk fulminan dan sangat infeksius, disebabkan kegagalan respon imun host untuk mengatur proliferasi tungau skabies di kulit, sehingga menyebabkan hiperinfestasi. 34 Skabies berkrusta dapat ditemukan pada pasien leukemia, infeksi HIV, sindrom Down, kusta tipe lepromatosa dan diabetes. 34 Secara klinis berupa plak hiperkeratotik, skuama, berwarna abu – abu, tebal atau plak berkrusta pada tangan, kaki, lutut, siku, badan, skalp, nail bed dan terkadang seluruh tubuh. 16 Skabies berkrusta menyebabkan tingginya mortalitas yang berhubungan dengan sepsis sekunder. 16 Gambar 2.5. Gambaran klinis skabies berkrusta Dikutip dari kepustakaan no 34 Universitas Sumatera Utara 16 2.1.6.9 Skabies subungual . Manifestasi skabies subungual berupa distrofi kuku yang menetap bahkan setelah pengobatan berhasil. 16 Bentuk ini dapat mengenai beberapa kuku jari tangan danatau kuku jari kaki, terjadi penebalan kuku, kuku jadi tampak memutih dengan atau tanpa deformitas nail plate danatau subungual horny debris. 16 Gambar 2.6. Gambaran klinis skabies subungual Dikutip dari kepustakaan no 35

2.1.7. Pemeriksaan penunjang

Selama ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda – tanda klinis dan pemeriksaan mikroskop dari kerokan kulit, namun sensitivitas dari tes tradisional ini kurang dari 50. 1 Mendeteksi lesi viabel dapat menjadi sulit sebab sering dikaburkan dengan ekzema atau impetigo atau lesi yang tidak khas. Deteksi terowongan dengan menggunakan tinta India telah dilakukan selama lebih dari 20 tahun yang lalu, namun tes tersebut sering tidak dilakukan secara rutin. Diagnosis dugaan suspect dapat dibuat berdasarkan riwayat gatal yang khas yaitu pada malam hari, distribusi papul inflamatorik dan riwayat kontak dengan penderita skabies lainnya. 1 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah : Universitas Sumatera Utara 17 1. Kerokan kulit Diagnosis pasti skabies ditegakkan berdasarkan pengidentifikasian tungau, telur, fragmen cangkang telur, atau fecal pellet tungau dari kerokan kulit. Metode ini memberikan spesifisitas yang sangat baik namun memiliki sensitivitas yang rendah karena dipengaruhi beberapa faktor seperti presentasi klinis, jumlah lokasi sampel yang diambil danatau pengulangan kerokan, dan pengalaman orang yang mengambil sampel. 1 Aturan yang paling penting dalam pemilihan tempat untuk melakukan kerokan kulit adalah menghindari lesi ekskoriasi karena tungau biasanya terangkat oleh garukan 36,37 dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat akarisidal sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut. 37 Idealnya, bahan diperoleh dari papul yang baru terbentuk atau terowongan. Papul yang terbaik adalah berbentuk lonjong tanpa tanda – tanda di permukaan seperti titik coklat kecil atau krusta. 36 Dalam melakukan kerokan kulit, penggunaan minyak mineral memberikan hasil yang lebih unggul dan dipilih dibandingkan larutan potasium hidroksida atau air karena alasan berikut : 36 1. Tungau menempel pada minyak dan dapat lebih mudah diambil. Tungau akan tetap hidup dan motil, bukannya terpecah – pecah pada suatu kerokan yang kering. 2. Skuama dari kulit bercampur dengan minyak mineral dan lebih banyak bahan yang tersedia untuk pemeriksaan mikroskopis. 3. Perbedaan refraksi antara tungau dan minyak mineral lebih besar daripada tungau dan potasium hidroksida atau air. Universitas Sumatera Utara 18 4. Minyak mineral tidak melarutkan fecal pellet yang merupakan diagnostik, bahkan jika tungau atau telur tidak ditemukan. Apabila daerah yang tepat telah dipilih, teteskan satu tetes minyak mineral pada skalpel steril. Biarkan minyak mineral mengalir pada papul atau daerah lain yang akan dikerok. Berikutnya, lakukan pengerokan sekitar 6 atau 7 kali untuk mengangkat atap papul, akan terlihat bintik – bintik kecil darah dalam minyak. 36 Kemudian, dengan skalpel, pindahkan minyak dan bahan kerokan ke gelas objek. 36 Hal tersebut dapat dilakukan secara lembut dengan menggunakan ujung kayu dari aplikator. Tambahkan satu atau dua tetes lagi minyak mineral dan aduk campuran untuk mendapatkan distribusi bahan kerokan yang merata dalam minyak. Letakkan kaca penutup pada gelas objek dengan hati – hati untuk menghindari gelembung udara dan memeriksa untuk tungau, telur dan fecal pellet. 36 Pertama, periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran paling rendah, melihat seluruh kaca objek, tetap mengingat bahwa ukuran tungau bervariasi tergantung pada jenis kelamin dan maturitas. Ukuran terbesar sampai terkecil yaitu betina, jantan, nimfa, larva dan telur. Berikut ini adalah ukuran rata – rata dari bentuk – bentuk S. scabiei. 36 Tabel 2.1. Ukuran Rata – Rata dari Bentuk – Bentuk S. scabiei Stadium Panjang dalam mikron Lebar dalam mikron Betina 388 271 Jantan 215 150 Nimfa 165 135 Larva 150 100 Ovum tanpa kompresi 170 92 Skibala 30 15 Dikutip dari kepustakaan no 36 Bila ditemukan telur dari S. scabiei, dapat ditegakkan suatu diagnosis positif skabies, bahkan jika tidak ditemukan tungau dewasa. Dengan pengalaman, Universitas Sumatera Utara 19 skabies dapat didiagnosis dengan menemukan fecal pellet yang khas skibala, yang berwarna coklat kekuningan. 36 2. Tes tinta pada terowongan Tes ini memungkinkan untuk mendeteksi terowongan. Sapukan bagian bawah cartridge pena yang penuh dengan tinta berwarna hitam atau biru ke atas papul yang dicurigai, kemudian bersihkan dengan kapas alkohol untuk menghapus tinta dari permukaan lesi. Tes dikatakan positif jika terbentuk garis menyerupai bentuk zig-zag berwarna gelap. 4 3. Shave biopsy Dilakukan dengan mengangkat papul atau terowongan dengan jari telunjuk dan ibu jari. Potong bagian atas papul atau seluruh terowongan menggunakan skalpel no.15 yang dipegang sejajar terhadap kulit dengan gerakan yang halus. Karena biopsi yang dilakukan sangat superfisial, tidak perlu dilakukan anestesi. Tempatkan spesimen pada slide mikroskop, letakkan kaca penutup di atasnya. Spesimen dapat dibersihkan dengan beberapa tetes potasium hidroksida 15-20. Panaskan slide dengan hati – hati 60- 80 C selama 2-5 menit. Periksa dengan menggunakan mikroskop cahaya. 4 4. Superficial cyanoacrylate biopsy SCAB Dilakukan dengan menentukan lesi non ekskoriasi yang paling sugestif. Rambut disekitar lesi tersebut harus dibersihkan seperlunya. Kemudian kulit dibersihakan menggunakan alkohol. Teteskan sedikit lem cyanoacrylate ke slide Universitas Sumatera Utara 20 kaca dan segera tekan pada lesi kulit. Setelah sekitar 30 detik, slide dilepas dari kulit dengan gerakan yang cepat. Prosedur diulangi dengan cara yang sama pada daerah lainnya yang dicurigai. Kemudian slide diperiksa dengan mikroskop biasa. 38 5. Plester perekat Teknik ini menggunakan plester perekat transparan yang dipotong sesuai ukuran slide mikroskop 25 x 50 mm. Plester ditekan kuat pada lesi, kemudian tarik dengan cepat. Letakkan plester pada slide dan simpan pada suhu 10-14 o C sampai saatnya dibacakan. Slide diperiksa 3 jam kemudian. Slide diamati dengan pembesaran 40x. Jika diduga ditemukan tungau, pembesaran ditingkatkan menjadi 100x. 9,39 6. Polymerase chain reaction PCR Pemeriksaan PCR ini bertujuan untuk mendeteksi deoxyribonucleic acid DNA tungau. Untuk pemeriksaan ini, lebih baik menggunakan skuama pada kulit dibandingkan dengan biopsi kulit. Prosedur nonivasiv ini dapat membantu pasien yang sangat dicurigai menderita skabies, namun diagnosisnya tidak dapat dibuktikan secara klinis atau melalui pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk memastikan apakah pasien skabies sudah mendapatkan pengobatan yang tepat dan sudah tidak terdapat tungau. 16 Universitas Sumatera Utara 21 7. Pemeriksaan dermoskopi Teknik standar untuk mendiagnosis skabies melibatkan pengidentifikasian tungau, telur atau eksreta dengan pemeriksaan mikroskopis yang diperoleh dari kerokan kulit, namun metode ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa takut, terutama pada pasien yang berusia lebih muda. Oleh karena hasil pemeriksaan pada umumnya tergantung pada daerah yang dikerok, terkadang diperlukan tes yang berulang untuk suatu diagnosis pasti. Untuk alasan ini, kerokan kulit tidak diterima dengan baik oleh pasien yang mungkin tidak kooperatif atau bahkan menolak pemeriksaan. 8 Pemeriksaan dermoskopi adalah suatu teknik nonivasiv yang memungkinkan dilakukannya observasi kulit in vivo yang diperbesar dan cepat dengan visualisasi morfologi yang sering tidak terlihat dengan mata telanjang. Dermoskopi telah meningkatkan keakuratan diagnostik lesi kulit berpigmen, dan baru – baru ini evaluasi kelainan kulit yang tidak berpigmen. Dermoskopi biasanya dilakukan sesuai dengan teknik mikroskop epiluminescence dengan pengaplikasian cairan minyak, alkohol atau air pada kulit untuk menghilangkan pantulan cahaya. 40 Namun, baru – baru ini, metode ini telah digantikan dengan sistim baru yang menggunakan cahaya terpolarisasi, bukannya cairan, dengan hasil yang sebanding. Selama beberapa tahun terakhir, dermoskopi telah terbukti bermanfaat pada berbagai kelainan kulit termasuk infestasi ektoparasit, abnormalitas rambut dan kuku, psoriasis dan lain – lain. 40 Dermoskopi merupakan alat diagnostik yang menjanjikan dan bermanfaat untuk skabies. 40 Keefektivannya telah dibuktikan oleh berbagai penelitian. Dermoskopi memungkinkan dilakukannya pengidentifikasian tungau yang tampak Universitas Sumatera Utara 22 sebagai struktur segitiga, berwarna kecoklatan, berbentuk seperti pesawat layang, yang sesuai dengan bagian anterior S. scabiei delta wing signjet with contrail. 8 Pemeriksaan dermoskopi memberikan beberapa keunggulan dibandingkan teknik kerokan kulit tradisional. Pertama, tidak invasiv dan diterima dengan baik oleh pasien, terutama oleh anak – anak dan pasien yang lebih sensitif yang mungkin memiliki hasil pemeriksaan kerokan kulit berulang negatif, karena tidak menyebabkan ketidaknyamanan fisik atau psikologis. Kedua, dermoskopi mudah dan cepat untuk dilakukan, memungkinkan pemeriksaan seluruh permukaan kulit yang biasanya dalam beberapa menit dan secara signifikan memakan waktu yang lebih pendek dari pemeriksaan mikroskopis ex vivo. Ketiga, dermoskopi bermanfaat untuk pemeriksaan tanpa menimbulkan trauma pada anggota kelurga yang asimtomatis, yang kemungkinan menolak pemeriksaan kerokan kulit. Keempat, karena dermoskopi merupakan teknik non invasiv, dapat meminimalisir risiko infeksi yang tidak disengaja dari agen – agen yang dapat ditransmisikan dari darah seperti human immunodeficiency virus HIV. Kelima, dermoskopi telah bermanfaat dalam mendiagnosis skabies melalui teknik teledermatologi. 8 Bila kita menggunakan dermoskopi dalam mendiagnosis skabies, kemungkinan dapat terjadi kontaminasi secara tidak langsung dari pasien melalui peralatan, karena tungau dapat bertahan hidup di lingkungan luar jauh dari host sampai 72 jam. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk melakukan desinfeksi pada peralatan setiap selesai pemeriksaan. 8 Universitas Sumatera Utara 23 Gambar 2.7. Tampak tungau S. scabiei di ujung terowongan dengan pembesaran 200x Dikutip dari kepustakaan no 8 Gambar 2.8 Dermoskopi merk Handyscope Dikutip dari kepustakaan no 41

2.1.8. Diagnosis banding Tabel 2.2. Diagnosis Banding Skabies

Paling menyerupai 1. Dermatitis atopi 2. Reaksi gigitan serangga 3. Dermatitis kontak 4. Dermatitis herpetiformis 5. Dyshidrotic eczema Sering dianggap 1. Psoriasis, terutama pada skabies berkrusta 2. Pemfigoid bulosa, bila terdapat vesikel dan bula 3. Erupsi obat Dikutip dari kepustakaan no 13 Universitas Sumatera Utara 24

2.1.9. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah impetigenisasi sekunder dan biasanya memberikan respon yang baik pada pemberian antibiotik topikal atau oral. Dapat terjadi lymphangitis dan septikemia terutama pada skabies berkrusta, post-streptococcal glomerulonephritis yang berasal dari pioderma yang dipicu skabies yang disebabkan oleh streptococcus pyogenes. 13 Komplikasi lainnya termasuk hiperpigmentasi pasca inflamasi dan atau hipopigmentasi dan prurigo nodularis. 17

2.1.10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara umum

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, seprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak – anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung. Selain itu juga ditekankan untuk mengobati semua anggota keluarga secara bersamaan dan obat yang digunakan jumlahnya harus dibatasi untuk menghindari over treatment atau efek keracunan. 42 Penatalaksanaan secara khusus Pengobatan ideal untuk skabies haruslah efektif melawan tungau dewasa dan telur, mudah digunakan, tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi, aman untuk segala usia, dan ekonomis. Tetap saja, kita belum memiliki skabisida yang ideal. 15 Universitas Sumatera Utara 25 Skabies pada bayi merupakan suatu masalah yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat karena dapat menjadi luas. Penting untuk mengobati ibu dan bayi tersebut sendiri. 19 Terdapat beberapa macam obat skabies, antara lain : Topikal 1. Permetrin 5 Permetrin 5 merupakan pyrethroid sintetis dan insektisida poten yang kemungkinan pengobatan topikal paling efektif untuk skabies dan memiliki toksisitas yang rendah pada mamalia. Obat ini diabsorbsi kulit dalam jumlah kecil dan dimetabolisme oleh esterase pada kulit yang akhirnya diekskresikan kembali pada urin. Faktor utama yang membatasi absorpsi sistemik adalah penetrasi lambat melalui kulit yang tidak tergantung pada dosis yang digunakan. 15 Mekanisme kerjanya adalah dengan mengganggu fungsi voltage-gated sodium channel dari arthropoda, menyebabkan depolarisasi yang lama dari membran sel saraf dan mengganggu transmisi neuron. 15,43 Permetrin tersedia dalam bentuk krim 5 yang digunakan sepanjang malam atau sedikitnya selama 8-12 jam, setelah itu harus dibersihkan dan pemakaiannya diulang 1 minggu kemudian. Krim ini harus digunakan di seluruh tubuh, termasuk kepala pada bayi. Permetrin 5 dapat diberikan pada wanita hamil dengan lama pemakaian yang diperpendek sampai 2 jam dan secara luas digunakan pada anak – anak. 15 Permetrin 5 ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal dan dapat diterima secara kosmetik. Beberapa pasien pernah mengalami iritasi, rasa terbakar, rasa kesemutan namun semuanya terjadi tidak lama dan kemungkinan Universitas Sumatera Utara 26 besar berhubungan dengan penggunaan pada kulit yang sudah sensitif, terjadi ekskoriasi dan pruritus disebabkan infeksi skabies. 15

2. Sulfur presipitatum 2-10 dalam petrolatum

Sulfur presipitatum 2-10 dalam petrolatum merupakan modalitas pengobatan skabies yang tertua, yang bila kontak dengan jaringan hidup akan membentuk hidrogen sulfida dan asam pentationat yang bersifat germisid dan fungisid. 15,42 Obat ini aman digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak – anak dengan konsentrasi 2-4 anak, 6-8 wanita, dan 10 pria. 42 Selain itu juga efektif untuk pengobatan skabies berkrusta dan pasien yang sulit disembuhkan dengan pengobatan lain. Ointment ini digunakan pada seluruh permukaan tubuh selama 2 sampai 3 malam berturut – turut. 15 Kekurangannya adalah kotor, bau, mewarnai pakaian dan dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan. 15

3. Lindane gamma benzen heksaklorida 1

Lindane bekerja pada sistim saraf pusat tungau, menimbulkan rangsangan, konvulsi dan kematian. Obat ini diserap oleh membran mukosa, seperti paru – paru dan mukosa intestinal, dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh dengan konsentrasi tertinggi pada jaringan yang banyak mengandung lemak dan kulit. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Pemberiannya cukup sekali dengan lama pemakaian 6 jam, setelah itu harus dibersihkan dengan sabun dan air, beberapa penulis merekomendasikan pengulangan pemberian 1 minggu kemudian. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 1, losion 1 atau sampo 1, tidak menyebabkan iritasi dan mudah digunakan. Penyerapan dari kulit Universitas Sumatera Utara 27 bervariasi dari 10 hingga 90 tergantung pada pelarut yang digunakan dengan waktu paruh 21-26 jam. Pemakaian obat ini harus dihindari pada kulit yang mengalami inflamasi, ekskoriasi, skabies berkrusta, anak – anak yang sakit, bayi dan wanita menyusui. 15 Kekurangan dari obat ini dapat menyebabkan toksisitas sistim saraf pusat, seperti konvulsi dan kematian yang dilaporkan terjadi pada anak – anak atau bayi dengan paparan berlebihan atau perubahan sawar kulit yang akan meningkatkan penyerapannya. Juga terdapat laporan mengenai pasien usia tua yang meninggal setelah menggunakan lindane pada daerah kepala. Jika obat ini tertelan dapat menyebabkan keracunan karena diserap oleh mukosa, menyebabkan gejala neurologi, termasuk konvulsi; kelopak mata berkedut; gelisah; pusing; sakit kepala; mual; muntah; lemah; tremor; disorientasi; kegagalan pernafasan; koma dan kematian. Dermatitis kontak iritan ulcerative dari pemakaian obat ini pernah dilaporkan. 4 United State Food and Drug Administration FDA merekomendasikan lindane sebagai terapi lini kedua untuk skabies terutama pada anak – anak dan orang tua. Obat ini dilarang di California. 15

4. Benzil benzoat 10-25

Benzil benzoat 10-25 merupakan suatu ester dari asam benzoat dan benzil alkohol yang diperoleh dari balsam Peru dan Tolu, yang neurotoksik terhadap tungau. Obat ini digunakan sebagai emulsi 25, 3 kali dalam 24 jam dengan lama pemakaian 24 jam, tanpa dibersihkan terlebih dahulu. 15 Pada anak – anak, dosisnya dapat diturunkan sampai 12,5. Obat ini sangat efektif jika digunakan secara benar, dan jika tidak, dapat menyebabkan kegagalan pengobatan Universitas Sumatera Utara 28 dan dermatitis kontak iritan pada wajah dan skrotum. Komplikasi pemakaian obat ini adalah dapat terjadi dermatitis kontak alergi. Produk ini tidak aman digunakan pada wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak – anak berusia dibawah 2 tahun karena hubungannya dengan efek samping neurologi yang berat pada anak – anak. Beberapa penelitian menemukan bahwa obat ini efektif dalam menangani skabies berkrusta yang resisten terhadap permetrin dan dalam kombinasi dengan ivermectin pada pasien yang mengalami relaps setelah pengobatan dengan ivermectin dosis tunggal. 15

5. Monosulfiram 5 – 25

Obat ini secara kimia berhubungan dengan antabuse, dan untuk alasan ini, minuman beralkohol harus dihindari selama pengobatan karena akan menghambat aldehyde dehydrogenase di hati dan setelah mengkonsumsi etanol, acetaldehyde berakumulasi menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk kemerahan, mual, muntah dan takikardi yang disebut sebagai reaksi disulfiram. Obat ini digunakan diseluruh tubuh setelah mandi, 1 kali sehari untuk 2 atau 3 hari berturut – turut. Sabun yang mengandung monosulfiram pernah digunakan pada masa lampau sebagai pencegahan di komunitas yang terinfeksi. 15

6. Krotamiton 10 Crotonyl-N-ethyl-o-toluidine

Obat ini digunakan setelah mandi dan berganti pakaian dalam sediaan krim atau losion 10, 2 kali sehari selama 5 hari berturut – turut, 15, bersifat skabisid namun tidak mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap skabies, tidak mempunyai efek sistemik, serta aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan Universitas Sumatera Utara 29 anak – anak. 42 Efek samping berupa iritasi bila digunakan dalam jangka waktu lama. 42

7. Malathion 0,5

Malathion 0,5 merupakan suatu insektisida organofosfat yang menghambat enzim acethylcholinesterase secara irreversible. Obat ini sering digunakan untuk mengobati pedikulosis, namun sedikit informasi mengenai manfaatnya pada skabies. 15 Malathion tidak boleh digunakan pada bayi, keamanannya pada ibu menyusui dan anak – anak berusia kurang dari 6 tahun belum dapat dipastikan. Untuk pemberian pada ibu hamil, obat ini termasuk dalam kategori B. 44

8. Esdepallethrin 0,63

Esdepallethrin 0,63 merupakan pyrethroid sintetis yang menargetkan sodium channel pada akson. Obat ini tersedia dalam bentuk aerosol dan dapat digunakan pada anak yang berumur diatas 2 tahun. 15

9. Ivermectin 1

Terdapat satu penelitian yang dipublikasikan mengenai pemakaian ivermectin topikal 400 mcgkgdosis dalam 10 ml propylene glycol yang digunakaan pada daerah fleksura, pinggang, genital, tangan dan kaki. Pasien tidak boleh mandi selama 2 jam dan pemberian obat diulangi 1 minggu kemudian. 15 Universitas Sumatera Utara 30 Oral Ivermectin Ivermectin adalah suatu agen antibiotik oral macrocycliclactone semisintetis. Ivermectin berikatan secara selektif pada reseptor di sinaps motor perifer, menghambat transmisi kimia dari asam γ aminobutirat GABA-gated chloride channels yang berada di sistim saraf pusat. Hal tersebut merangsang pelepasan GABA pada ujung saraf endoparasit, meningkatkan afinitas GABA pada reseptor di sinaps dan menyebabkan gangguan impuls saraf, menimbulkan paralisis dan kematian parasit. 15 Ivermectin mudah diserap pada perut yang kosong, dimetabolisme di hati dan sebagian besar diekskresi melalui feses. Puncaknya sekitar 4 sampai 5 jam setelah dimakan dan memiliki waktu paruh 36 jam. Konsentrasi tertinggi ditemukan pada sebum, keringat dan sisik pada dahi, delapan jam setelah dosis pertama. Obat ini relatif aman untuk dikonsumsi. 15 Efek samping yang dapat terjadi termasuk demam, sakit kepala, menggigil, arthralgia, ruam kulit, eosinofilia dan anoreksia. Sebagian besar gejala – gejala tersebut diduga lebih kepada akibat dari kematian parasit dibandingkan reaksi obat. Efek samping lainnya yang lebih serius adalah ataksia, tremor, mydriasis, depresi dan pada kasus yang berat dapat terjadi koma dan kematian. 15 Ivermectin diberikan secara oral 200 mcgkg pada sebagian besar pasien sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada malam hari ketika tungau bergerak aktif di tubuh. Ivermectin memiliki waktu paruh plasma 36 jam setelah digunakan secara oral, dan diyakini bahwa tungau mendapat makanan dengan memakan keratinosit dan cairan interselular dalam epidermis yang mengandung banyak ivermectin, Universitas Sumatera Utara 31 sehingga menjadi efektif terhadap tungau fertil yang membentuk terowongan, karena diyakini bahwa ivermectin tidak memiliki efek ovisidal dan telur menetas setiap 6-7 hari, maka direkomendasikan untuk mengulangi pengobatan 2 atau 3 kali dengan interval 1 atau 2 minggu. 15 Ivermectin telah berhasil digunakan untuk mengeradikasi skabies pada keadaan epidemis dan endemis pada institusi seperti rumah jompo dan penjara. Karena ivermectin mudah digunakan, beberapa klinisi menggunakannya sebagai pengobatan lini pertama untuk kasus skabies pada rumah jompo dan institusi, meskipun terdapat satu laporan yang mengajukan bahwa ivermectin dapat menyebabkan kematian pada orang tua. 15 Ivermectin oral menawarkan beberapa keuntungan melebihi skabisida topikal standar, seperti efikasi yang tinggi, penggunaannya mudah dan cepat, terhindar dari iritasi akibat pengobatan topikal, terhindar dari perlunya untuk menjamin pemakaian yang tepat dan mudah ditoleransi. 15 Agar pengobatan skabies memberikan hasil yang memuaskan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikaan yaitu : 45 1. Cara pemakaian obat yang salah dapat menyebabkan kegagalan pengobatan. Oleh karena itu penderita perlu dijelaskan mengenai cara pemakaian obat yang benar. 2. Gatal biasanya masih menetap, meskipun parasit telah hilang, karena hipersensitivitas terhadap tungau dan produknya tidak segera hilang. Penderita perlu diberitahu mengenai hal tersebut untuk menghindarkan pemakaian obat yang berlebihan. Hal ini dapat dibatasi dengan membatasi Universitas Sumatera Utara 32 pemberian obat. Biasanya preparat topikal 30 gram cukup untuk dioleskan ke seluruh badan seorang penderita dewasa. 3. Mengingat masa inkubasi yang lama, semua orang yang kontak dengan penderita perlu diobati meskipun tidak didapatkan gejala. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindarkan terjadinya reinfeksi. 4. Kegagalan juga dapat terjadi karena penetrasi obat terganggu seperti pada lesi yang berkrusta atau dengan infeksi sekunder. Pada keadaan ini penderita perlu diberikan antibiotika.

2.1.11. Prognosis

Prognosis skabies adalah baik dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, kecuali pada pasien imunokompromais. 17 Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kondisi ini dapat menetap sampai bertahun – tahun. 13 Persentase terjadinya reinfestasi sangat tinggi, terutama jika pasien kembali ke lingkungannya, dimana eradikasi belum dilakukan dengan benar. 17 Pada individu imunokompeten jumlah tungau dapat berkurang dari waktu ke waktu. 13 Universitas Sumatera Utara 33

2.2. Kerangka Teori

Tanda kardinal Skabies Infestasi Sarcoptes scabiei Pemeriksaan penunjang - Kerokan kulit - Dermoskopi - Tes tinta pada terowongan - Shave biopsy - Superficial cyanoacrylate biopsy SCAB - Plester perekat - Polymerase chain reaction PCR - Gatal terutama pada malam hari - Gejala klinis yang sama pada kontak personal pada waktu yang sama - Gejala klinis : - Menemukan tungau, telur, fragmen cangkang, fecal pellet pada pemeriksaan penunjang - Terowongan - Erosi - Papul - Ekskoriasi - Vesikel - Pustul - Bula - Skuama - Nodul - Krusta Universitas Sumatera Utara 34

2.3. Kerangka Konsep

Orang yang diduga menderita skabies Pemeriksaan dermoskopi Pemeriksaan kerokan kulit Sensitivitas Spesifisitas Positive predictive value Negative predictive value Positive likelihood ratio Negative likelihood ratio Akurasi Universitas Sumatera Utara 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik menggunakan dermoskopi untuk mendiagnosis skabies dengan menggunakan hasil pemeriksaan kerokan kulit sebagai baku emas. 3.2.Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi. 3.2.2. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di pesantren Al Wasliyah Medan, pesantren Al Ikhlas Medan, pesantren Al Mukhlisin Tanjung Morawa, perkampungan penduduk Kampung Aur Medan dan rumah tahanan Labuhan Deli. 3.3.Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi target Orang - orang yang diduga menderita skabies. Universitas Sumatera Utara 36 3.3.2. Populasi terjangkau Orang - orang yang diduga menderita skabies di pesantren, perkampungan penduduk dan rumah tahanan. 3.3.3. Sampel penelitian Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 3.4.Besar Sampel Rumus : 46 N = Z α 2 PQ d 2 N = Besar subjek yang didiagnosis positif oleh baku emas Z α = 1,96 → α = 0,05 → 95 P = Sensitivitas alat yang diinginkan  85 = 0,85 Q = 1 – P  15 = 0,15 d = Presisi penelitian  15 = 0,15 N = 0,15 2 1,96 2 0,85. 0,15 = 0,0225 3,8416.0,1275 = 0,0225 0,489804 = 21,769  22 orang Jadi jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 22 orang. Universitas Sumatera Utara 37

3.5. Cara Pemilihan Sampel Penelitian