Sejarah awal Kesultanan Brunei 1. Letak Geografi dan Sejarah berdirinya

3. Meminta jasa raja China untuk memberitahukan kerajaan Champa agar memelihara keselamatan kapal-kapal Brunei yang tergampar di Champa. Sedangkan dalam Dinasti Ming 1368-1643 M, pada tahun 1370 M Maharaja Hung-wu telah memerintahkan satu utusan ke jawa, diketuai oleh Chang Ching Tze bersama seorang pegawai Daerah Fukien bernama Sin-tze dan utusan tersebut singgah di Puni. Menurut Sin-tze raja Puni itu beragama Islam, bernama Ma-ha-mo-sha. Dari riwayat tersebut ternyata raja Puni yang bernama Ma-ha-mo-sha beragama Islam sebutan bagi Sultan Muhammad Shah yang sesuai dengan Awak Alak Betatar sebagaimana diceritakan orang tua-tua dalam sejarah Islam. Penyebutan semua tentang Brunei diatas, berdasarkan kepada nama-nama yang ditemukan mengacu kepada penamaan kerajaan Brunei sebelum kedatangan Islam. 9 Sedangkan dalam sumber lain yaitu Naskah Nagarakertagama karya Prapanca Brunei dikenal dengan nama Baruneng, berdasarkan kepada nama- nama tersebut ditemukan data yang mengacu kepada penamaan kerajaan Brunei sebelum Islam. Sumber lain juga menyebutkan bahwa asal mula nama Brunei berasal dari bahasa sansekerta “Varunai” yang semula diambil dari kata sansekerta “Varunadvipa” yang berarti Pulau Kalimantan. Pada awalnya kata tersebut dieja ”Brunai” yang kemudian berubah menjadi “Brunei” ejaan yang benar. 10 Terlepas dari bukti-bukti catatan China, bahwa penyebutan Brunei dengan Bunlai Hal ini di dasarkan karna lidah orang China cedal, Sedangkan dari faktor 9 Mahmud Saedon bin Awang Othman ”Pemimpin Era Baru” Univesitas Brunei Darussalam 1996. h 14. 10 Muhammad Syamsu As ”Ulama Pembawa Islam di Nusantara dan Sekitarnya” Jakarta lentera, 1996. h 144. yang lain ialah bahwa Indonesia dan Brunei mempunyai daya tarik karena letaknya yang strategis dalam jalur perlayaran dan perdagangan. Brunei berindikasi mempunyai pelabuhan yang strategis dan terlindung, dan menjadikannya terkenal sebagai tempat persinggahan pulang perginya pedagang Arab, India dan China. Dalam beberapa cacatan Arab Brunei dikenal dengan sebutan Zabaj, Ranj. Dalam kitab Nukhbatud Dahri fii’ Ajaaibil Barri wal Bahri, karya dari Syekh Syamsuddin Al-Damsyik 12811865 m Brunei dikenal oleh kalangan pedagang Arab dengan nama Zabaj. Akan tetapi data tentang terbentuknya kerajaan Brunei sangat minim sekali tetapi ada data. Itupun hanya dari cerita rakyat yang berlaku sampai sekarang yang menyatakan bahwa : “menjelang tebentuknya kerajaan Brunei bermula dari pencarian lokasi yang baik oleh Alak Betatar sebagai penguasa Brunei, waktu dan rombongan menggunakan kendaraan perahu masuk dan menyusuri sungai, sampailah rombongan itu di suatu kawasan yang nyaman dan strategis yaitu di sebuah kelokan sungai. ketika rombongan sampai ke tepi sungai, berkatalah seseorang “Baru Nah”,sebutan Brunei waktu itu masih memakai sebutan po-lo” Kata “Baru Nah” ini diduga yang kemungkinannya berubah menjadi sebutan Brunei. 11 Data sejarah menunjukan bahwa pada abad XIV M, Brunei telah menjadi pusat pemerintahan dengan bentuk kerajaan dan pusat perdagangan antara China dengan wilayah Asia Tenggara. Pada saat itu kerajaan Brunei baru mengalami perubahan corak pemerintahan. Hal ini diketahui dari pergantian nama rajanya yang semula bernama Alak Betatar, kemudian berganti sultan Muhammad Syah. 11 Awang haji Mohd, Jamil Al-Sufri ” Tarsilah Brunei, Sejarah Awal dan Perkembangan Islam”, Brunei. Pusat sejarah, kementerian Belia dan Sukan, 1990.

B. Sejarah Masuknya Islam di Brunei Darussalam 1. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Keagamaan

Brunei adalah salah satu negara kaya di kawasan Asi Tenggara, dan sebuah Negara Islam yang masih mempertahankan sistem kesultanannya. Sejarah menyebutkan Brunei memang sudah melakukan kontak sosial dan perdagangan sebelum Islam berkembang di sana. Perjalanan perniagaan antara China dengan Puni Brunei menggunakan jong-jong atau wangkang sejenis kapal kecil membawa barang dagangannya sepeti tembikar, kerang-kerangan, perak, emas, kain sutera, dan lain-lain 12 Diceritakan bahwa Marco Polo yang pernah berkunjung ke China dan negri-negri rantau, menyatakan pada 1291 bahwa perdagangan antara Puni dan China berjalan baik bahkan cara mereka berjual beli dengan dikemas dan teratur serta di awasi oleh juru tulis, timbangan, dan pegawai. Bukan itu saja Tome Pires dan Ruy de Brito yang menyebutkan bahwa terdapat sekurang-kurangnya tiga buah jong dari Brunei datang ke Malaka dengan membawa bahan-bahan mentah seperti beras, ikan, daging, hasil ternakan, madu lebah, sagu, kulit-kulit kerang, emas dan kapur barus, selanjutnya dari Malaka, bahan-bahan ini dibawa pulang ke Pegu sedangkan bahan-bahan yang dibeli dan dibawa balik oleh pedagang- pedagang Brunei ialah kain India, cermin serta alat perhiasan dari Asia Barat. 13 Disini terlihat bahwa sebelum kedatangan Islam, Brunei sudah melakukan kontak sosial dan ekonomi dengan dunia luar terlebih China bahkan sudah terdapat mata 12 Dr, Haji Awang Mohd. Jamil Al-sufri,“lika-liku Perjuangan Percapaian Kemerdekaan Negara Brunei Darussalam”, jabatan Pusat sejarah Kementerian Kebudayaan Belia dan Sukan, Brunei Darussalam,1992. h XVIII 13 Muhammad Yusoff Hashim Ph.D” Kesultanan Melayu Malaka” Dewan Bahasa dan Perpustakaan Kementrian Pendidikan Malaysia Kuala Lumpur 1990. h 250 uang di Brunei yang disamakan harganya sekayu empat send dan istilah itu digunakan sebelum perang dunia kedua. Dari kontak dagang ini di ketahui bahwa masyarakat Brunei bertemu dengan para pedagang muslim, China, Persia dan India. Ini sangat erat hubungannya dengan pelafalan nama Brunei itu sendiri, karna kita bisa mengetahui bahwa sebelum Islam datang ke Brunei kondisi keagamaan disana bisa di bilang Hindu dan Bhuda. Bukti bahwa sebelum Islam datang ke Brunei, bahwa masyarakat disana masih memegang teguh Hindu dan Budha. Hal itu dapat dijumpai dalam Negarakertagama di sebutkan didalamya, bahwa tradisi pengaruh keagaman Majapahit mencakup seluruh Sumatra, semenanjung Melayu, Mendawai, Brunei dan Tanjung Puri di Kalimantan, termasuk timur Jawa meliputi Bali, Makasar, Banda dan Maluku. 14 Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Budha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka. untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Hal lain bisa dilihat dari nama raja Brunei sebelum mereka berganti menjadi nama Islam dan juga penyebutan Brunei. Masuknya Islamnya Awang Alak betatar sebagai babak baru bagi perkembangan Islam di Brunei. 14 D.G.E.Hall. Sejarah Asia Tenggara. Penerbit. Usaha Nasional, Surabaya. h 82-83

2. Kedatangan dan Perkembangan Islam di Brunei

Keberadaan agama Islam di wilayah Asia Tenggara serta perkembangan Islamnya mempunyai sejarah yang berbeda. Karena agama Islam Khususnya di Asia Tenggara, dalam penyebarannya melalui media perdagangan dan sufi. 15 Dari sinilah terjadi hubungan antara masyarakat dengan para saudagar dan sufi. Hal inilah yang memicu kontak dagang dengan pedagang muslim kala itu. Ada beberapa poin penting, di antaranya ialah bahwa portabilitas sistem keimanan Islam dengan pengertian bahwa sebelum kedatangan Islam, sistem kepercayaan lokal yang mana berpusat kepada penyembahan arwah nenek moyang dan perilaku ini berubah dengan adanya kontak dengan pedagang muslim yang mendorong konversi masal terhadap Islam yang terjadi di wilayah pesisir, khususnya kota-kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi entitas politik. Bukan itu saja, faktor asosiasi Islam dengan kekayaan, bisa dipastikan karna masyarakat lokal Indo-Melayu peratama kali bertemu dan bertransaksi dengan orang muslim di pesisir dan pelabuhan dengan pedagang muslim yang kaya raya. 16 Menurut Barbara Watsson dan Leonerd T, Andaya, bahwa Islam datang pertama kali ke Brunei Darussalam dari bagian barat Asia Tenggara, setelah melalui India, Sumatra Utara, dan Malaka sejak abad XVI M. Dalam laporanya sebagai berikut: “Lama menjadi bagian jaringan perdagangan internasional, Brunei sering dikunjungi oleh pedagang-pedagang Muslim dan karena itu bersinggungan dengan ajaran Islam. Kepergian dari banyak pedagang Muslim dan bahkan mungkin sejumlah pejabat Melayu 15 Ira M lapidus.”Sejarah Sosial Umat Islam” Pt.Garafindo Persada. 1999.jakarta. h 717. 16 Azyumardi Azra”Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah wacana dan kekuasaan” Pt.Remaja Rosdakarya 1999. h 20-23 setelah penaklukannya oleh Portugis tahun 1511 meletakan dasar bagi peralihan Brunei. Penguasa Brunei akhirnya mengadopsi Islam beberapa waktu antara 1514 dan 1521.” Barbara Watsson dan Leonard Y. Andaya, 1982; 58 Akan tetapi pendapat kedunya berbeda, dengan bukti-bukti sejarah lain. Termasuk data Arkeologi sejarah “Batu Tarsilah atau Silsilah Brunei” yang menarik garis belakang Brunei mundur lebih jauh lagi sebelum abad XI M. Hal ini didukung dengan di temukan Nisan bertulisan Putri Sultan Abdul Majid bin Muhammad Shah Al Sultan tertanggal 440 H 1048 di Brunei. Hampir semasa dengan keberadaan seorang muslimah di Leran Gersik bernama Fatimah binti Maeimun bin Hibatallah 1082 M, nyaris semasa dengan nisan Ahmad anak Abu Ibrahim, anak Abu Arradah 1039 M di Phan-rangPadhurangga, suatu tempat di wilayah Champa. 17 Batu Tarsilah 18 dalam bentuk bendanya sebagai benda Arkeologi dari masa lalu kesultanan Brunei Darussalam dan berfungsi sebagai data kesejarahan melalui inskripsi dimana terukir di dalamnya juga kesultanan Brunei Darussalam. Sedangkan bentuk bendanya seperti sebuah cermin, dan terbuat dari batu pasir, yang beriasan suluran di bagian pinggirnya, tiga buah bunga menghiasi bagian atasnya dan kedua pinggirnya. Data yang tertulis ialah berupa tentang susunan nama-nama rajasultan yang pernah menaiki tahta kesultanan Brunei, sejak masa Sultan Muhammad Shah Awang Alak Betatar sampai sultan Muhammad Tajuddin. Jumlah nama sultan yang tertulis di Batu Tarsilah berjumlah 29 nama. Namun dalam kenyataanya menurut hitungannya sampai kepada sultan Hasanal Bolkiah Mu’izuddin Waddaulah telah naik tahta sampai pada urutan ke-31 sultan. 17 Pemukiman orang-orang Cham, yaitu masyarakat kuno memakai bahasa Melayu- Polinesia dan kebanyakan dari meraka beragama Islam. 18 Lihat lampiran no.4