Silsilah Keluarga RIWAYAT HIDUP SULTAN BOLKIAH

barulah putranya, Pangeran Muda Sulaiman dinaubatkan menaiki tahta Kerajaan Brunei sebagai Sultan Brunei yang keempat dengan nama Sultan Sulaiman1432- 1485. Dalam beberapa sumber dikatakan bahwa sultan Sulaiman disebut dengan sanjungan gelar “Sang Aji Brunei” atau “Adipati Agong”. Ia banyak menerima didikan agama Islam dari ayahnya dan juga ia seorang raja yang waspada tentang keselamatan dan ketenteraman. Dia membangun kota Batu sebagai benteng Negeri Brunei. Sultan Sulaiman mempunyai seorang Putra yang bernama pangeran muda Bolkiah. Dalam silsilah raja-raja Brunei tidak disebutkan istri dari sultan Sulaiman. Baginda Sulaiman merupakan Begawan sultan pertama dalam catatan silsilah raja-raja Brunei. Dari raja Sulaiman silsilah sultan Bolkiah di mulai, setelah sultan Sulaiman meninggal maka pangeran muda Bolkiah menaiki tahta menjadi Sultan Brunei yang kelima bergelar Sultan Bolkiah 1485-1524. Di bawah kepemimpinannya ialah Brunei menjadi Kesultanan yang maju dan besar. Sultan Bolkiah menikah dengan putri dari suluk yang bernama Putri Laila Menchanai 11 dan dikaruniai seorang putra bernama pangeran muda Abdul Kahar. Ketenaran Bolkiah menjadikan Brunei sebagai salah satu kerajaan yang maju pada abad ke-15 selain Aceh, Brunei sebagai tempat sasaran berdagang. Sultan Bolkiah Wapat pada 9 Ramadan 930H bersamaan 11 Juli 1524M 12 dan kepemiminannya diteruskan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Kahar menjadi sultan yang keenam yang terkenal dengan sebutan “ Mahrum Keramat” 1524-1530. Selanjutnya kesultanan di teruskan oleh putra dari sultan Abdul Kahar iaitu Sultan Saiful Rijal 1533- 11 Setengah riwayat menyebutkan ia putri dari tanah jawa dan ada pula meriwayatkan bahwa ia berasal dari BEUH yang dijumpai dalam masa pelayarannya Bolkiah mengembara di kepulawan Nuasantara. 12 Lihat Lampiran no. 8 1581, sekaligus menjadikan sultan yang ketujuh. Dari sultan Saiful Rijal kesultanan di teruskan oleh putranya yang bernama Sultan Shah Brunei 1581- 1582 dan Sultan Muhammad Hasan 1582-1598. Sultan Muhammad Hasan menjadi sultan yang kesembilan.

A. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu perhatian sentral masyarakat Islam. Secara terminologi, “Pendidikan Islam” adalah suatu proses yang komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan, meliputi intelektual, emosi, fisik sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk menjadi hamba Allah di dunia. 13 Sedangkan terbentuknya jaringan ulama Timur Tengah dengan kawasan Asia, terjadi dengan cara media pendidikan agama yang menghadirkan pola pendidikan Islam melalui halaqoh-halaqoh, surau, masjid hingga terbentuknya sistem pendidikan pormal di kawasan Asia Tenggara. Memang tak ada keterangan yang menjelaskan secara rinci terhadap sultan Bolkiah bagaimana ia mendapatkan pendidikan, akan tetapi kita bisa melihat itu semua dari beberapa keterangan yang menjelaskan bahwa Bolkiah mendapatkan itu semua dari peranan keluarga, terlebih ayahnya sultan Sulaiman. Sedangkan Sultan Sulaiman mendapatkan pendidikan dari ayahnya Sultan Syarif Ali, Sulaiman bukan hanya bijaksana dalam pentadbiran tetapi juga berusaha menunjukan teladan dalam meluaskan penyebaran Islam. Dia juga mencontohkan berani dan jujur dalam memimpin rakyatnya karna sulaiman berpikir bahwa putranya Bolkiah akan mewarisi tahta kerajaan sehingga perlu 13 Taufik Abdullah. “Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara” LP3ES 1989. h 409 dibimbing, dilengkapi diri sebagai seorang manusia yang mengenal tujuan hidupnya. Sultan Sulaiman terus mendidik dan menasehati terhadap Bolkiah agar menunaikan kewajiban yang seharusnya dilakukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya dan membimbing mereka ke arah cara Islam yang diridhoi allah SWT. 14 Bukan itu saja, ternyata gemarmya sultan Bolkiah mengembara hingga ia mendapatkan julukan “Nahkoda Ragam” mendatangkan pengalaman yang luas dan memahami keadaan alam nusantara yang terdiri pulau-pulau, aneka ragam corak laut dan daratan. Keadaan itu menjadikan Bolkiah amat mencintai hidup berlayar di samping hiburan dan mendapatkan pendidikan dari alam. 15 Pengetahuan yang di peroleh itu ia gunakan untuk kemakmuran rakyatnya dan juga kemajuan kesultanan Brunei Darussalam.

B. Kemashuran

Kebesaran nama Brunei membawa keberuntungan bagi raja-raja yang memimpinya. Terjadi kontak perdagangan dengan China, Arab, Persia dan India. Inilah yang menjadi bukti betapa terkenalnya kesultanan Brunei kala itu, dari masa kepemimpinan sultan Muhammad Syah, sultan Ahmad, sultan Syarif Ali dan sultan Sulaiman. Akan tetapi kesultanan Brunei mulai mengalami kemajuan ketika Syaif Ali menaiki tahta dan puncak-puncaknya pada kepemimpinan sultan Bolkiah dan seterusnya. Kemashuran sultan Bolkiah menaiki tahta kerajaan, dan memimpin pemerintahan terus-menerus ia jalankan dengan rasa keadilan. Semasa menjalankan pemerintahan, sultan Bolkiah terkenal sebagai seorang raja yang 14 Yura Salim.”Ririsej Brunei Darussalam” Bandar Sri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, 2002. h 45-46 15 Ibid, h 4 gagah perkasa, dan ia juga gemar melakukan pengembaraaan menggunakan kapal layar sehingga dengan kegemaran inilah ia mendapatkan sebutan “Anak Kuda Ragam” atau “ Nahkoda Ragam”. 16 Sejarah mencatat bahwa pada zaman inilah Brunei termashur ke seluruh kepulauan nusantara, sedangkan kekuasaannya bukan saja meliputi kepulauan Borneo, 17 bahkan sampai sebagian kepulauan Filipina menjadi pesisir Brunei. 18 Bahkan karena kesukaannya berlayar ke luar negri, setiap kali berangkat berlayar angkatannya dilengkapi dengan makanan, serta alat kebesaran Diraja Brunei yang mengandung berbagai alat bunyi-bunyian, diiringi oleh ahli-ahli tertentu, serta hulu belalang yang taat sebagai anak buah kapal yang mahir dan mengetahui keadaan bintang-bintang di langit dan alam lautan. Diriwayatkan dalam pelayarannya baginda membawa segantang lada sulah, yang mana akan ditinggalkan sebiji setiap pulau-pulau yang dilalui, disinggahi sehingga tidak tersisa sebiji pun. 19 Begitu besarnya nama Sultan Bolkiah, melakukan perluasan pemerintahan sampai Suluk dan Seludang. Hal ini tersebut dalam silsilah raja-raja Brunei dari Datu Imam Aminuddin: Dan sultan Sulaiman itulah beranakan sultan Bolkiah, ialah berperang dengan bangsa Suluk dan Seludang, nama rajanya Datu Gamban. Maka sultan Bolkiah ialah juga dinamakan orang tua-tua, ‘Nahkoda Ragam’. Ialah beristri akan Lela Menchanai. 16 Kapten kapal ragam. Sedangkan dalam Bustanus-Salatin sejarah Melayu sultan Bolkiah bergelar Adipati Suluk pada zaman ayahhanda Sultan Sulaiman 1432-1485 menunjukan suluk dan sabah pada masa itu di bawah naungan Brunei Darussalam. 17 Liat lampiran no.9 18 Yura salim.“Ririsej Sejarah Brunei”.Ibid ,h 3 19 Yura salim.“Ririsej Sejarah Brunei”.Ibid, h 47 Sejak sultan Bolkiah memerintah, Brunei menjadi berkembang akan tetapi ia belum berpuas diri dengan apa yang dicapainya, ia meminta para wajir, mentrinya, untuk memikirkan rancangan baru untuk memajukan kesultanan. Selanjutnya sultan Bolkiah belayar mencari pengetahuan dan pengalaman, apa- apa yang ia dapatkan sewaktu berlayar dikasihkan kepada mentrinya untuk dikaji. Jika terdapat kesesuain tehadap rakyat Brunei, sebarkanlah bagi kemakmuran rakyat dan kesultanan Brunei. Hal ini terbukti ketika Bolkiah menurunkan jangkarnya di kepulauan Jawa, ia mendengar cerita bahwa Jawa terkenal dengan kekayaan buminya, sekalipun Brunei namanya terkenal tetapi sangat terbelakang dalam masalah pertanian dengan Jawa masa itu. Ketika Bolkiah mendarat di pulau Jawa ia melihat ladang- ladang hijau, ditumbuhi padi. Bahkan beras merupakan bahan makanan dan hasil bumi paling pokok di Asia Tenggra dan abad ke-15, padi sudah menjadi tanaman yang disukai di mana saja bisa tumbuh dengan baik. 20 Dengan melihat itu semua ia sadar bahwa padi sangat berarti bagi masyarakat Jawa apalagi bagi masyarakat Brunei. Dari sinilah orang Jawa dibawa ke Brunei untuk mengajarkan rakyat Brunei menanam padi untuk kemakmuran rakyatnya. Nama daerah itu ialah Distrik Jerudung, hingga sekarang daerah tersebut terkenal sebagai daerah penghasil padi dan tanaman pangannya. 21 20 Anthony Reid. “Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680”. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. h 23 21 Ahmad Ibrahim, DKK.”Islam di Asia Tenggara “Perkembangan kontemporer”: LP3ES

1990. h 388-389.