menurun dan secara langsung ini akan berpengaruh terhadap permintaan beras produksi lokal. Tingkat permintaan beras turun setelah krisis yaitu pada
tahun 2000 dengan jumlah 1.611.956 ton dari tahun 1999 yang berjumlah sekitar 1.659.665 ton. Tentu ini merupakan dampak dari keadaan ekonomi dan
pertanian yang semakin memburuk yang melanda Indonesia pada masa itu. Sehingga dari peristiwa-peristiwa diatas kita dapat melihat bagaimana
pengaruh dan dampaknya terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
Dengan latar belakang inilah dilakukan analisis lebih lanjut dalam
bentuk tugas akhir skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Beras Lokal dan Jumlah Penduduk Terhadap Permintaan Beras Lokal di
Provinsi Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian ini dapat terlaksana
secara terarah. Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :
1. Bagaimana pengaruh harga beras lokal terhadap permintaan beras
lokal di provinsi Sumatera utara? 2.
Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang diperoleh adalah : 1.
Harga beras lokal memiliki pengaruh yang negatif terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
2. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap permintaan beras lokal
di provinsi Sumatera Utara, ceteris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk melihat seberapa besar pengaruh harga beras lokal terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh jumlah penduduk terhadap
permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh variabel harga dan
jumlah penduduk terhadap permintaan beras lokal di provinsi Sumatera Utara yang bisa dijadikan sebagai bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbanyak dan menambah
sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu ekonomi.
3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui
permasalahan serta bagi penelitian yang akan datang. 4.
Sebagai penambah wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang ditekuni.
5. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan di masa yang
akan datang.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Mengikuti analisis klasik dari Kuznets 1964, pertanian di Negara- negara sedang berkembang merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat
potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yang dapat kita lihat sebagai berikut :
• Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,
terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit dan farmasi.
Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk. • Karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal
pembangunan, maka populasi di sektor pertanian daerah pedesaaan membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar permintaan
domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang
konsumen. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi pasar. • Karena relatif pentingnya pertanian bila dilihat dari sumbangan
outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto PDB dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja tanpa bisa dihindari menurun
Universitas Sumatera Utara
dengan dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini bisa dilihat sebagai suatu sumber
modal untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor
non pertanian. Sama juga, seperti di dalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan ekonomi
panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian pedesaan ke industri dan sektor-sektor non pertanian lainnya perkotaan. Kuznets
menyebut ini sebagi kontribusi faktor-faktor produksi. • Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi
surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran sumber devisa, baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi
komoditi-komoditi pertanian menggantikan imporsubstitusi impor. Ini disebut kuznets sebagai kontribusi devisa.
Jika dilihat dari penjelasan diatas, pentingnya pertanian di dalam perekonomian nasional tidak hanya diukur dari kontribusinya terhadap pembentukan atau
pertumbuhan PDB atau pendapatan nasional, kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber devisa Negara, tetapi potensinya juga bisa dapat dilihat sebagai salah
satu motor penggerak pertumbuhan output atau NT dan diversifikasi produksi di sektor-sektor lainnya. Dalam hal ini pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin”
artinya semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian semakin besar peran pertanian
sebagai sektor pemimpin.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Peranan Sektor Pertanian di Indonesia
Peranan penting dari sektor pertanian di dalam perekonomian Indonesia adalah terutama dalam bentuk penyediaan tenaga kerja dan
kontribusinya terhadap pembentukan PDB dan ekspor. Dalam hal kesempatan kerja, selama periode 1982-1989 jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
mengalami sedikit peningkatan, namun setelah itu jumlahnya berkurang. Sedangkan jumlah pekerja di sektor industri pengolahan sejak tahun 1984
terus bertambah tabel 1. Secara relatif, pangsa dari pertanian di dalam total kesempatan kerja menunjukkan suatu tren perubahan jangka panjang yang
negatif, sementara dari industri pengolahan positif. Pada tahun 1982 kontribusi pertanian terhadap total kesempatan kerja sekitar 54,7 dibandingkan dengan
industri pengolahan 10,4.
Tabel 1 Distribusi kesempatan kerja menurut beberapa sektor di Indonesia
Periode Pertanian
Industri pengolahan
Pertambangan Lainnya
Total
1982 1984
1989 1991
1993 1995
1997 1999
31593 33079
41284 41206
40072 35233
35849 38378
6022 5565
7335 7946
8784 10127
11215 11516
391 411
449 565
653 643
897 726
19797 21029
24357 26706
29691 34107
39089 38197
57803 60084
73425 76423
79200 80110
87050 88817
Catatan: jumlah dalam ribu orang Sumber: Bank Dunia Database
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritis, berkurangnya pangsa tenaga kerja dari suatu sektor dapat disebabkan oleh dua perubahan, yakni penurunan secara absolut : jumlah
orang yang bekerja di sektor tersebut berkurang, atau penurunan secara relatif : laju pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan
sektor-sektor lain atau tidak ada perubahan, sementara di sektor-sektor lain jumlah tenaga kerja meningkat. Kasus Indonesia menunjukkan bahwa turunnya pangsa
tenaga kerja dari sektor pertanian tersebut disebabkan oleh berkurangnya jumlah tenaga kerja di sektor itu sejak pertengahan hingga menjelang akhir tahun 1990an.
Walaupun tidak ada data agregat yang dapat mendukung, namun diduga kuat bahwa selama periode tersebut telah terjadi transfer tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor-sektor lain khususnya industri pengolahan, angkutan, restoran dan jasa lain.
Dalam hal pembentukan PDB, selama periode 1997-2001 pangsa sektor pertanian tidak lebih dari 20. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi output dari
pertanian jauh lebih kecil dibandingkan kontribusinya terhadap total kesempatan kerja. Sektor industri pengolahan diperkirakan pada tahun 2001 menyumbang
hampir 26 terhadap pembentukan PDB sedangkan sektor pertanian menyumbang sekitar 16. Laju pertumbuhan rata-rata per tahun di sektor
pertanian juga kecil, dibawah 2, dan pada tahun 1998 pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, pertumbuhan negatif, seperti juga yang dialami sektor
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Distribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor 1997-2001
dalam
Sektor 1997
1998 1999
2000 2001
1. pertanian 2. pertambangan dan penggalian
3. industri pengolahan 4. listrik, gas dan air bersih
5. bangunan 6. perdagangan,hotel dan restoran
7. pengangkutan dan komunikasi 8. keuangan, persewaan dan jasa
Perusahaan 9. jasa-jasa
PDB 16,09
8,85 26,79
1,25 7,44
15,86 6,14
8,66
8,92 100,00
18,08 12,59
25,00 1,18
6,46 15,35
5,43 7,31
8,59 100,00
19,54 9,91
25,92 1,21
6,71 15,92
4,97 6,36
9,46 100,00
16,92 12,91
26,04 1,17
7,14 15,19
5,00 6,20
9,43 100,00
16,44 13,62
25,84 1,16
7,04 15,04
5,11 6,30
9,44 100,00
Sumber : BPS
Dalam hal ekspor, jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain terutama industri pengolahan, ekspor komoditi-komoditi pertanian masih sangat kecil.
Produk industri pengolahan menyumbang hamper 70 terhadap total ekspor nasional, sedangkan hasil pertanian hanya sekitar 3 lebih: bahkan selama
periode 1999-2000, nilai ekspor pertanian menurun. Memang Indonesia hingga saat ini belum bisa mengandalkan sektor pertanian sebagai salah satu sumber
penting pendapatan devisa Negara. Hal ini disebabkan dua faktor utama, yakni dari sisi penawaran: kapasitas produksi terbatas dan dari segi permintaan : daya
saing komoditi-komoditi pertanian Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan Negara-negara pengekspor pertanian sperti Thailand, Vietnam, Malaysia
dan Cina.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian dan Masalah
Sebagai Negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah, seharusnya Indonesia bisa menjadi basis produksi pertanian dunia. Prospek investasi di sektor
pertanian cenderung meningkat seiring dengan membaiknya harga komoditas di pasar dunia. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah sepertinya
sudah menyadari kegagalannya dalam membangun sektor pertanian. Ini terbukti dengan adanya rencana pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Pada tahun
2005, misalnya, kebijakan revitalisasi pertanian telah digulirkan. Namun demikian, dampak kebijakan tersebut belum begitu signifikan. Padahal dalam
revitalisasi pertanian tersebut pemerintah telah merumuskan kebijakan yang amat penting dalam pengembangan sektor pertanian, yaitu bagaimana memecahkan
persoalan pembiayaan untuk membangun sektor pertanian, masih terbatasnya prasarana pedesaan, rendahnya kualitas SDM, meningkatnya alih fungsi lahan dan
belum mantapnya lembaga petani dan kelembagaan masyarakat secara umum. Dalam hal ini pemerintah belum terlalu serius dalam menggarap sektor
pertanian. Meski sektor pertanian rakyat banyak tergantung pada kondisi alam, namun dengan penggunaan teknologi tinggi harusnya hal tersebut dapat dikurangi
resikonya. Kemudian, pembangunan prasarana desa yang baik jalan-jalan desa yang dibenahi agar melancarkan distribusi panen, irigasi yang terkontrol,
pemakaian bibit unggul yang menjamin kualitas dan hasil produk pertanian, obat- obatan anti hama dan pupuk yang terjamin merupakan beberapa hal yang menjadi
perhatian khusus yang harus dilakukan oleh pemerintah. Sesuai dengan visi dan misi pembangunan pertanian 2005-2009,
terwujudnya pertanian tangguh untuk memantapkan ketahanan pangan,
Universitas Sumatera Utara
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani, mendorong pembangunan pertanian menuju pertanian yang
tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan, revitalisasi pertanian di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara diharapkan akan berjalan dengan baik.
Dan mengacu pada visi pertanian 2020 untuk mewujudkan pertanian yang tangguh, modern dan efisien dengan ciri pemanfaatan sumber daya pertanian
secara optimal dan berkelanjutan, penerapan diversifikasi, rekayasa teknologi dan peningkatan efisiensi usaha dengan sistem agribisnis diharapkan mampu
menjadikan petani menjadi pengusaha di usaha taninya sendiri. Untuk di Sumatera Utara sendiri dalam upayanya untuk peningkatan
ketersediaan bahan pangan antara lain dengan cara intensifikasi, diversifikasi bahan pangan serta melalui pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi
Bukit Barisan Sumatera Utara, kawasan agropolitan Dataran Rendah, kawasan agropolitan di Sumatera Utara dan penerapan teknologi di bidang pertanian.
Selanjutnya dalam peningkatan diversifikasi produksi, ketersediaan dan konsumsi pangan untuk menurunkan ketergantungan pada beras. Upaya untuk hal ini telah
berjalan yaitu penanaman jagung di areal replanting lahan perkebunan.
2.2 Deskripsi Beras