Arus  Pelangi  merespon  hal  tersebut  sebagai  bagian  dari  perbedaan paham  dan  pendapat  yang  ada  di  Indonesia,  namun  tidak  selamanya  LSM  ini
membiarkan  kasus  itu  berkembang  ke  tahap  yang  lebih  lanjut.  Arus  Pelangi sebagai sebuah LSM resmi dapat melaporkan langsung tindakan-tindakan radikal
itu  kepada  pihak  yang  berwenang,  membuat  strategi  edukasi  massa  yang  baru mengenai  apa  dan  bagaimana  kinerja  Arus  Pelangi  sebagai  LSM  yang  membela
L.G.B.T,  lebih  selektif  dalam  mengangkat  tema  acara  agar  tidak  memancing emosi  kelompok-kelompok  tertentu.
109
Ini  penting  karena  pada  kenyataannya belum  semua  elemen  masyarakat  dapat  menerima  keberadaan  kelompok-
kelompok    L.G.B.T  yang  ada  di  Indonesia  sebagai  bagian  dari  masyarakat. Sebagaimana  hal  yang  sama  merupakan  tujuan  yang  ingin  dicapai  dalam  teori
queer,  yaitu  sama-sama  mencoba  untuk  menggusur  heteroseksualitas  dan mencoba  menarik  persamaan  status  antara  manusia  tanpa  melihat  dari  strata
patriarki  dan  gender  yang  seksis.
110
Karena  setiap  manusia  memiliki  hak  untuk menentukan  orientasi  seksualnya,  berhak  pula  menentukan  seks-nya  jenis
kelamin  maka,  pada  tahun  1993  hasil  kesepakatan  Komisi  HAM  PBB  yang diawasi Interational Covenant On Civil and Political Rights ICCPR menetapkan
bahwa  diskriminasi  berdasarkan  seks  juga  termasuk  ke  dalam  diskriminasi berdasarkan orientasi seksual
111
sama berhaknya seperti dalam menentukan
109
Hasil wawancara dengan Budi Satria Dewantoro, Jakarta 27 April 2010.
110
Stevi Jackson dalam “membentuk teori gender dan seksualitas”, Pengantar Teori-teori Feminis dan Kontemporer,  YogyakartaBandung :Jala sutra:2009, h. 243-244.
111
Yayasan Jurnal Perempuan, Hak-hak Aasasi Perempuan Sebuah Panduan Konvensi-konvensi Utama PBB Tentang Hak Asasi Perempuan, Jakarta: YJP, 2001, h. 75.
74
agama  mana  yang  mau  diyakini  dan  dianut,  sama  pula  seperti menentukan  pemimpin  mana  yang  ingin  dipilih  dalam  pemilihan  umum.  Setiap
manusia  memiliki  hak  masing-masing  dalam  menentukan  pilihan  mana  dan  apa yang ingin dipilih, tidak satu manusiapun yang dapat mencampurinya.
Tindakan  diskriminasi  berdasarkan  orientasi  seksual  dan  pilihan seksualitas  yang  dialami  oleh  L.G.B.T  sudah  banyak  terjadi  sejak  dulu  hingga
sekarang.  Hanya  saja  tidak  semua  diakui  secara  gamblang  baik  oleh  pemerintah maupun  lembaga  non-pemerintah  lainnya.  Hal  ini  menuntut  para  aktivis  LSM
harus  bertindak  lebih  cakap  dalam  memperjuangkan  kaum  L.G.B.T    untuk menarik  perhatian  dunia  baik  dalam  negeri  maupun  dunia  internasional  karena
diskriminasi  berdasarkan  orientasi  seksual  dan  pilihan  seksualitas  adalah  tindak kekerasan.
D. Pola  Penanganan  Konflik  Lembaga  Swadaya  Masyarakat  Arus  Pelangi
dengan Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir Indonesia
Selain  menghadapi  masalah  administrasi  layaknya  sebuah  lembaga  atau system, tentunya Arus Pelangi memiliki banyak masalah lainnya dan yang paling
substansial adalah hal yang menyangkut anggota maupun komunitas Arus Pelangi pada umumnya. L.G.B.T mengalami tindakan diskriminatif, pengangguran, krisis
kepercayaan  diri,  trauma  akibat    kekerasan  baik  yang  berasal  dari  lingkungan sendiri maupun kekerasan yang dilakukan oleh pasangan. Selain itu juga terdapat
masalah  yang  berhubungan  dengan  konflik  yang  berasal  dari  tekanan masyarakat maupun kelompok  tertentu pada Arus Pelangi.
112
Adanya  keanekaragaman  masalah  dan  konflik  tersebut  mengharuskan Arus Pelangi membuat beberapa program dan strategi agar solusi yang ditawarkan
sesuai  dengan  masalah  yang  diselesaikan.  Ketika  Arus  Pelangi  menghadapi konflik  atau  permasalahan  seperti  yang  telah  di  sebutkan  pada  sub-bab
sebelumnya    lembaga  ini  menyelesaikan  masalah  yang  dihadapi  dengan  cara mediasi  pada  saat  itu  juga,  jika  tidak  memerlukan  tindakan  hokum,  namun  jika
konflik  yang  di  alami  sudah  mencapai  tindak  diskriminsai  maka  LSM  Arus Pelangi  segera  menindak  lanjuti  ke  jalur  hukum,  melakukan  pelaporan  sesuah
prosedur  yang  berlaku.  Namun  berbeda  ketika  masalah  di  alami  oleh  komunitas L.G.B.T  yang  bernaung  di  bawah  Arus  Pelangi.  Mereka  membutuhkan  bantuan
untuk menyelesaikan  masalah atau konflik  yang  dihadapi dan solusi  yang dibuat diharapkan  berfungsi  secara  maksimal  untuk  menanggulangi  problematika,
diantaranya  adalah  memberdayakan L.G.B.T  yang tidak punya kemampuan agar dapat  membuka  usaha  mandiri,  membangkitkan  kesadaran  penyadaran  akan  hak
asasi  L.G.B.T  sebagimana  manusia  lainnya  yang  punya  hak  akan  pilihan  hidup, memberikan  edukasi  pada  L.G.B.T  tentang  pengenalan  orientasi  seksual,
memberikan seminar terbuka atau tertutup kepada masyarakat atau lembaga sosial tertentu mengenai L.G.B.T dan orientasi  seksual  lainnya,  memberikan konseling
kepada  anggota  Arus  Pelangi  serta  komunitas  L.G.B.T  yang  mendapat  trauma
112
Hasil wawancara dengan Ketua Arus Pelangi, Budi Satria Dewantoro, Jakarta 1 Juni 2010.
akibat dari tekanan yang pernah mereka alami serta, memperkuat jaringan hukum dan  pembelaan  L.G.B.T  di  mata  Negara.
113
.  sustematika  alur  bantuan  pelapor biasanya  di  mulai  dari  pelapor  yang  dating  ke  lembaga,  kemudian  informasi
tersebut  diterima  oleh  bagian  konseling  lalu  dibawa  ke  dewan  pengurus  untuk membicarakan  langkah  seperti  apa  yang  harus  dilakukan  dalam  menangani
masalah  yang  dialami  oleh  pelapor.  Setelah  dibicarakan  oleh  dewan  pengurus kemudian kasus diambil alih kembali oleh bagian konseling dan mulai melakukan
pendekatan  kepada  pelapor  untuk  memahami  duduk  perkara  kasus  yang  tengah dialami, setelah memahami kasus secepatnya LSM akan mengambil langkah lebih
lanjut untuk menangani kasus tersebut, jika di perlukan pananganan hukum maka kasus  tersebut  akan  di  bawa  dan  ditangani  oleh  bagian  advokasi  yang  tengah
bekerja  sama  dengan  lembaga  bantuan  hukum  tertentu  yang  telah  bekerjasama dengan  Arus  Pelangi.  Setiap  kasus  yang  ada  akan  ditangani  hingga  selesai  oleh
lembaga Arus Pelangi. Selain  itu  Arus  Pelangi  juga  menyiapkan  sarana  dan  prasarana  yang
dibutuhkan  dalam  memfasilitasi  penyelesaian  penanganan  masalah,  misalnya dengan  membuka  layanan  konseling  langsung  bagi  L.G.B.T  yang  bermasalah,
bagi  yang  baru pertama kali dating ke  Arus Pelangi  mereka dapat  menghubungi lewat  telepon  atau  mengirim  email  lewat  website  resmi  milik  Arus  Pelangi,
mereka  dapat  berkonsultasi  melalui  telepon  atau  hanya  sebatas  konsultasi berkirim  email  biasanya  dari sana  mereka L.G.B.T akan  mendapatkan  informasi
113
Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta  1 Juni 2010.
atau  bantuan  yang  dibutuhkan,  bagi  yang  membutuhkan  konsultasi  atau  bantuan lebih  lanjut  Arus  Pelangi  Arus  Pelangi  memiliki  tim  advokasi  dan  mempunyai
jaringan khusus pengacara yang siap membantu dalam menangani perkara hukum, membuka  kesempatan  masyarakat  untuk  mengetahui  lebih  lanjut  mengenai
L.G.B.T  dengan  mengadakan  acara  umum  seperti  workshop,  seminar  terbuka, atau  acara-acara  tahunan  nasional  yang  mengangkat  isu  HAM  dan  L.G.B.T,
memiliki  jalur  penanganan  ke  psikolog  untuk  terapi  trauma,  juga  memberikan pelatihan  sumberdaya  manusia  anggota-anggota  Arus  Pelangi  dan  L.G.B.T,
membuka keanggotaan arus pelangi untuk umum baik yang homoseksual maupun heteroseksual,  serta  melakukan  pendampingan  sosial  bagi  L.G.B.T  yang  masih
dalam tahap terapi pasca trauma  maupun dalam  proses advokasi. Pendampingan sosial  atau  kelompok  sebagai  usaha  untuk  memberdayakan  masyarakat  agar
mampu  memenuhi  kebutuhan  hidup  sehingga  memiliki  kesempatan  yang  lebih besar  dalam  mendapatkan  pekerjaan  dilakukan  Arus  Pelangi  karena  komunitas
L.G.B.T  termasuk  kelompok  komunitas  marginal  yang  tidak  bisa  mendapatkan hak karena tekanan masyarakat yang menolak adanya pilihan orientasi dan pilihan
seks yang berbeda
114
. Dalam    keadaan  normal  dan  tidak  membutuhkan  penanganan  khusus.
Proses konseling atau penanganan masalah lainnya bertempat di kantor sekretariat Arus  Pelangi  itu  sendiri,  Misalnya  saja  pada  kasus  hukum  yang  tentu  saja
memungkinkan  untuk  berpindah  tempat  penyelesaian  seperti  kantor  polisi,
114
Hasil wawancara dengan Ienes Angela, Jakarta 3 Mei 2010.
pengadilan,  dan  lain-lain.
115
Contoh  lainnya  lagi  untuk  masalah  traumatik  bisa saja pengurus mendatangi individu atau kelompok yang bersangkutan jika mereka
merasa  masih  tidak  nyaman  bertemu  dengan  orang  banyak.  Konseling  ini  bias dilakukan  oleh  pengurus  Arus  Pelangi  sendiri  jika  sifat  permasalahannya  masih
belum  sampai  tahap  trauma.  Namun  jika  korban  sudah  mengalami  trauma konseling akan dilakukan oleh pihak yang professional seperti psikolog.
116
Usaha-usaha demikian dilakukan  agar  Arus Pelangi  dapat  mendampingi masyarakat,  kelompok,  atau  individu  tersebut  untuk  menjadi  bagian  masyarakat
yang  dapat  mandiri  dan  dapat  menyuarakan  hak  mereka  dengan  bebas  setara dengan  masyarakat  lain  yang  tidak  memiliki  penyimpangan  seksualitas  dalam
bentuk  apapun  tanpa  ada  perbedaan.  Dalam  pendampingan  dilakukan  dan dibutuhkan  program  pendampingan  yang  dilakukan  secara  terus-menerus  dan
berlangsung  di  dalamnya  suatu  proses  pengembangan.  Ini  terjadi  karena kebanyakan  kaum  minoritas  tidak  memiliki  pengetahuan  yang  cukup  akan  hak
dirinya  dan  juga  tidak  memiliki  pendidikan  yang  cukup  baik  tentang  informasi yang  mereka  butuhkan
117
maupun  apa  yang  harus  dilakukan  secara  formal  agar tidak  terjadi  diskriminasi,  kekerasan,  serta  memberikan  kebebasan  dan
kehormatan  berpendapat  dalam  masyarakat  dan  mendorong  terwujudnya  tatanan masyarakat  yang  berpendidikkan  dan  bernilai  kesetaraan.
118
Contoh  berbagai
115
Hasil wawancara dengan Yulie Rustinawati, Jakarta  1 Juni 2010.
116
ibid, Jakarta  1 Juni 2010.
117
Hasil wawancara dengan Ines Angela, Jakarta 3 Mei 2010.
118
Flyer Arus Pelangi Paragraf ke 3.
LSM lain yang ada untuk memberikan bantuan pada masyarakat marginal tersebut adalah : Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, dan lain-lain.
Pendampingan  dan  edukasi  tidak  hanya  dilakukan  pada  kaum  L.G.B.T saja.  Pemberian  edukasi  kepada  masyarakat  umum  juga  tak  kalah  penting
dilakukan, terutama edukasi sejak dini kepada anak-anak dan remaja. Kurangnya pengetahuan  orangtua  tentang  pentingnya  pengenalan  seksualitas  dan  orientasi
seksual  sejak  dini,  serta  keengganan  orangtua  untuk  memberikan  pengenalan pengetahuan  tersebut  kepada  para  anak  merupakan  hambatan  utama  minimnya
edukasi tersebut dapat tersampaikan
119
. Bagi sebagian besar warga negara Indonesia, memperbincangkan masalah
seksualitas  dan  orientasi  seksual  masih  bersifat  tabu  dan  kurang  pantas  untuk diperbincangkan. Bahkan masih ada yang berpendapat bahwa memperbincangkan
hal-hal  tersebut  dapat  membuat  generasi  muda  menjadi  bebas  dan  serampangan dalam  memahami  kedua  hal  itu
120
. Padahal  memberikan  mereka edukasi tentang seksualitas  dan  orientasi  seksual  sejak  dini  dapat  memberikan  mereka
pengetahuan baru dan tidak menyalahgunakan pengetahuan tersebut dibandingkan jika  mengetahuinya  dari  orang  luar  dan  sumber-sumber  yang  tidak  dapat
dipercaya.    Mereka  diharapkan  dapat  lebih  menghargai  akan  tubuh  mereka sehingga memiliki sikap dalam bergaul dan mereka tidak mudah untuk terseret ke
dalam pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab.
119
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
120
Ibid, Jakarta, 30 September 2010.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
Melalui  hasil  penelitian  serta  pembahasan  skripsi  yang  telah  dilakukan dan dijabarkan serta melalui hasil temuan lapangan yang dirangkum pada bab-bab
sebelumnya  dapat  ditarik  beberapa  kesimpulan  mengenai  pembahasan  penelitian ini, di antaranya adalah:
  Pengendalian  sosial  atau  tekanan  masyarakat  kerap  dilakukan  pada kelompok  atau  komunitas  tertentu  yang  dianggap  tidak  sesuai  dengan
persepsi umum  masyarakat yang  mayoritas karena  masyarakat cenderung memandang negatif sesuatu yang berada di luar norma umum.
  Pelaku  tekanan  sosial  mengatasnamakan  ajaran  agama  terutama  pihak konservatif  untuk    melakukan  tekanan  sehingga  mereka  dengan  leluasa
dapat  bertindak  anarkis.  Hal  ini  dapat  menjadi  celah  strategis  bagi  pihak tertentu  untuk  memanfaatkan  keadaan  dan  berlindung  di  balik
“ajaran agama”  Padahal  agama  tidak  membenarkan  tindakan  merugikan  orang
lain.   Pelaku  tekanan  seringkali  tidak  memiliki  pengetahuan  yang  benar-benar
cukup tentang sesuatu yang mereka protes, mulai dari apa, bagaimana, dan mengapa mereka melakukan tekanan terhadap pihak minoritas.
80
81
  Pelaku  tekanan  melakukan  tekanan  berdasarkan  informasi  yang  mereka terima  secara  turun  temurun  dari  leluhur  dan  stigma  negatif  yang
berkembang  dalam  masyarakat  sehingga  menyebabkan  masyarakat menjadi  anti terhadap objek  yang  mereka protes  itu; dalam  hal  ini, objek
tekanan tadi adalah homoseksualitas yang menimbulkan homophobia.   Penyebab  atau  latar  belakang  mengapa  masyarakat  melakukan  tekanan
terhadap L.G.B.T atau pelaku homoseksual  itu  secara umum dapat dibagi menjadi  tiga  bagian  besar,  yaitu  latar  belakang  agama  dan  kepercayaan,
latar belakang sejarah, latar belakang perilaku sosial lingkungan.   Strategi Penyelesaian  masalah dalam  menangani  pangaduan  yang datang
dari L.G.B.T ke Arus Pelangi terdiri atas edukasi, advokasi, mediasi, dan terapi.
  Pemerintah masih gamang dalam bersikap dan lamban jika terjadi masalah atau kasus yang melibatkan L.G.B.T. kaum ini masih belum mendapatkan
hak  dan  perlakuan  yang  sama  di  mata  hukum  maupun  di  mata  Negara, seperti  hak  untuk  mendapatkan  pekerjaan,  hak  untuk  mendapatkan
penghidupan yang layak, dan lainnya.   Aktivitas pendidikkan mengenai masalah seksualitas dan orientasi seksual
sejak  dini  masih  sedikit  sekali  atau  jarang  dilakukan  oleh  para  orangtua atau sekolah. Ini dikarenakan masih banyak yang menganggap seksualitas