Program kerja Arus Pelangi
Qur‟an, kaum tersebut dibinasakan. ALLAH SWT mengubur mereka hidup-hidup dan melempar mereka dengan batu panas yang berasal dari neraka.
Juga tentang binasanya penduduk kota Pompeii terkena letusan Gunung Vesuvius di Itali, itu terjadi karena pada masa itu penduduknya sangat
senang melakukan perjudian, prostitusi termasuk perilaku homoseksual.
79
Pada saat Gunung Vesuvius meletus tak satu penduduk pun yang sempat
menyelamatkan diri karena mereka sedang sibuk dengan kegiatan tercela mereka. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kejadian meletusnya Vesuvius
merupakan peringatan kedua dari Tuhan tentang larangan berperilaku homoseksual. Berdasarkan tulisan sejarah tersebut masyarakat berpikir jika
mereka menerima keberadaan kaum homoseksual maka mereka akan bernasib sama dengan kaum Luth di mana orang yang tidak melakukan hubungan sesama
jenis juga tertimpa azab dari Tuhan. kedua sejarah itu berpengaruh sangat besar dalam mengkonstruksi pemikiran masyarakat tentang homoseksual, ketakutan
yang membayangi mereka tentang azab dari Tuhan. Ketakutan menyangkut pada homoseksualitas juga timbul karena
tindakan kaum homoseksual yang di dalamnya termasuk lesbian,gay, biseks, transgender juga banci atau travetis dianggap sesuatu yang sia-sia dan tidak
biasa. Sejak zaman dahulu baik terhitung semenjak masuknya ajaran agama- agama masuk maupun pada zaman kepercayaan Dewa-dewi perkawinan dalam
79
Lihat juga Rama Azhari dan Putra Kencana, Membongkar Rahasia Jaringan cinta untuk peristiwa kota pompeii, hal.52.
setiap agama dan kultur dianggap sebagai suatu hubungan yang sakral, suatu kewajiban religius yang harus dijalankan sebagai bagian dari ritual peribadatan,
sehingga melajang dianggap buruk. Bahkan bagi para pemuda-pemudi yang masih lajang, mereka dianggap belum mencapai sukses yang sebenarnya atau
belum mencapai tujuan hidup yang sebenarnya jika belum menikah.
80
Dalam Kristen Kedudukan seksualitas dalam perkawinan antara laki- laki dan perempuan sangat tinggi posisinya sehingga aktivitas yang berhubungan
dengan seksualitas di luar batas pekawinan dilarang, misalnya masturbasi atau melakukan kegiatan-kegiatan erotis di luar ikatan perkawinan termasuk di
dalamnya hubungan sesama jenis. Hal ini merupakan perbuatan yang sia-sia karena telah menuruti nafsu mereka yang hina dan dianggap berdosa oleh
TuhanRoma I: 26-27.
81
Hal tersebut dalam tradisi agama katolik dianggap berlawanan dengan rencana Tuhan yang telah sengaja mengendalikan kelahiran
melalui perkawinan, karena Tuhan memiliki rencana dalam setiap pasang- pasangan. Sedangkan melakukan hubungan sesama jenis sama dengan perbuatan
tidak bermoral dan keji dan berarti menentang rencana Tuhan dengan sengaja karena telah sengaja menghalangi Tuhan memberikan kehidupan baru dalam
pernikahan dan keluarga
82
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap seksualitas masyarakat terutama para lelaki yang sudah mulai menghargai seksualitas mereka sebagai
80
Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 55.
81
Lembaga Al-Kitab Indonesia, Al-Kitab. Jakarta-Lembaga Al-Kitab Indonesia: 2006., h 183.
82
Michael D. Place, The Harper Collins: Encyclopedia of Catholitism, NYC: Harpercollins. Inc. 1995. . 637 1.187.
bagian dari sebuah tradisi dan Ketika itu pula lelaki yang telah menghargai seksualitasnya dianggap sebagai banci atau pria yang gagal adalah sebuah tindak
kriminal atau kejahatan, karena tidak bisa menempatkan kewajiban seksualnya secara benar dari yang telah ditetapkan dalam garis agama dan kepercayaan
kegiatan ini tidak dapat diterima oleh masyarakat pada zamannya. Terlihat ironis memang. karena sebelumnya kegiatan yang memicu
terbentuknya homoseksualitas datang dari ritual-ritual inisiasi adat setempat yang melibatkan seluruh masyarakat. Ini juga berhubungan dengan kepercayaan
maskulinitas serta konsep heteronormativitas yang telah terbentuk. Di bumi tersebar berbagai suku yang memiliki konsep kebudayaan yang berbeda, termasuk
pula di dalamnya konsep tentang maskulinitas dan seksualitas. Di antaranya adalah konsep kepercayaan bahwa para pria memiliki kekuatan yang besar untuk
menjadi seorang pemimpin. Pada saat mereka memasuki tahap menuju kedewasaan aqil baligh dalam konsep Islam mereka harus menjalani masa-masa
orientasi menuju kedewasaan. Pada saat itu mereka harus diasingkan selama beberapa masa untuk menjalani proses kedewasaan. Dalam proses itu mereka
akan diinisiasi oleh para pria dewasa dan acara ini hanya diikuti oleh para lelaki saja
83
karena wanita dianggap sebagai penggoda yang dapat menghilangkan kekuatan pada pria.
Pada masa itu juga sperma atau air mani dianggap sangat sakral dan memiliki kekuatan yang luar biasa, memiliki banyak khasiat. Untuk menjaga
83
Collin Spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 7.
kualitasnya agar tetap memiliki khasiat magis yang tinggi para pemuda lajang harus menjauhkan diri dari perempuan, karena seperti yang telah disebutkan pada
paragraf sebelumnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang dapat menghilangkan kekuatan para pria.
84
Fase-fase seperti itu juga dilakukan oleh orang yang akan menjadi Warog dalam ritual kebudayaan Reog Ponorogo. Itulah
beberapa konsep kebudayaan yang terbentuk pada masa sebelum memasuki era kepecayaan pada dewa-dewi maupun agama datang dalam kehidupan manusia
mengenai konsep seksualitas dan pembentukan homoseksualitas. Pada masa itu pula para lelaki muda masih belum banyak yang dapat menerima ritual adat yang
demikian. Namun seiring dengan berjalannya waktu ketika para lelaki itu mulai dapat menerima keadaan seksualitas mereka pada saat itu, zaman yang baru mulai
berganti. Masyarakat gi menganggap bahwa ritual tersebut tidak lagi diyakini dapat dipercayai.Konsep kepercayaan masyarakat lambat laun berubah pada
konsep ketuhanan. Maka ajaran yang baru pun bergulir untuk diyakini. Para lelaki muda atau lelaki dewasa yang telah dapat menerima
kebudayaan yang mengandung unsure homoseksualitas ini “terjebak” di antara
dua konsep yang berubah-ubah, yaitu dalam sebuah konsep kepercayaan baru dan adat kebudayaan lama. Ketika mereka sudah mulai menerima keadaan seksualitas
diri sendiri, mereka dituntut untuk mengubah keadaan seksualitas mereka seketika. Ini karena pada konsep yang baru, homoseksualitas dianggap sebagai
bagian dari tindakan masturbasi di mana dalam sebuah konsep kepercayaan itu
84
ibid, h. 12-13.
dianggap sebagai suatu yang sia-sia dan dilarang oleh Tuhan sebab hubungan antarsesama jenis dianggap sebagai sesuatu kekejaman Imamat 18:22
85
. Sedangkan kebudayaan adat yang lama sudah mulai tidak dapat diterima lagi
dalam masyarakat yang memiliki kepercayaan baru yaitu kepercayaan berdasarkan agama.
Faktor terakhir ini secara sosiologis, merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam membentuk opini negatif pada kaum homoseks. Opini
negatif ini kembali terbentuk sekitar tahun 80-an ketika masyarakat mulai menerima keberadaan kaum homo. Setelah masa-masa suram dan berbagai
macam perlakuan diskriminatif yang mereka alami para homoseksual di tahun- tahun itu menjadi sangat terbuka dalam gaya hidup serta bermasyarakat. Mereka
L.G.B.T tidak lagi sembunyi-sembunyi menunjukkan identitas mereka sebagai kaum homoseksual, baik dari segi kehidupan seksualnya maupun sosial
lingkungan, pada lingkungan yang sama maupun di lingkungan terbuka. Pengekspresian yang paling banyak berubah adalah prokreasi pada kehidupan
seksual mereka. Kegiatan seksual yang dianggap bebas seperti berpelukan, berciuman hingga melakukan hubungan intim layaknya pasangan suami istri
adalah hal yang tidak lagi tabu bagi kelompok mereka. Begitu pula dalam menjalin sebuah hubungan yang didasari tanpa adanya sebuah komitmen dan
tanpa aturan kesepakatan. Perilaku seks serupa ini ini tidak disadari akan membuat penyebaran penyakit menjadi begitu pesat. Pada dasarnya semua
85
Lembaga al-kitab Indonesia, al-kitab, Jakarta; lembaga al-kitab Indonesia: 2006, h 129.
penyakit kelamin akan mudah menular pada perilaku seks yang tidak aman dan sembarangan
86
. Berikut adalah beberapa jenis penyakit kelamin yang paling umum diderita oleh manusia dan memiliki tingkat penyebaran yang tinggi
87
:
Syphilis
Ghonorhaea
Herpes
Chlamydia
Gardnela Vaginosis
Kondiloma Akuminata
Trikhomoniasis
HIVAIDS, dan lainnya. Risiko penyebaran penyakit ini menjadi tinggi di kalangan
homoseksual pada waktu itu karena perilaku seks mereka yang tidak aman, juga tingginya tingkat pergantian pasangan dalam berhubungan intim. Hingga akhir era
80-an, di mana untuk kali pertama ditemukan penyakit AIDS yang belum memiliki obat hingga sekarang, masyarakat berasumsi bahwa kaum homoseksual
adalah pembawa penyakit yang memiliki martabat yang rendah. Kaum homoseksual dianggap menghancurkan masyarakat disebabkan apa yang mereka
lakukan terhadap perilaku seksual mereka.
88
Namun, berbeda dengan zaman
86
Hasil jawaban dari pertanyaan yang diajukan oleh penulis dan dijawab langsung oleh narasumber dalam seminar nasional bahaya kanker serviks dan hubungannya dengan seks anda
bersama dokter Boyke Dian Nugraha dan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta, 22 Maret 2010.
87
Ibid , 22 Maret 2010. H 1-2.
88
Collin spencer, Sejarah Homoseksualitas, h. 461
sekarang ini menurut hasil penelitian Komisi Penanggulangan AIDS KPA dalam kurun 2008-2010 tentang penyebaran AIDSHIV pengidap penyakit
kelamin dan HIVAIDS yang paling besar adalah heteroseksual dan bukan homoseksual.
89
Hal ini disebabkan oleh tingginya kesadaran kaum homoseksual L.G.B.T akan perilaku seks yang aman dan sehat. Dewasa ini kaum
homoseksual lebih banyak yang mengunakan kondom dibandingkan heteroseks. Heteroseksual lebih banyak yang berperilaku seks yang tidak sehat dan tidak
aman sehingga memperbesar risiko penyebaran penyakit HIVAIDS, selain penyebaran melalui jarum suntik
90
. Meskipun homoseksual bukan lagi penyebab utama penyebar HIVAIDS, itu tidak berarti mereka terlindung dari bahaya
penyakit kelamin lainnya. Misalnya kaum lesbian beresiko lebih besar terkena kanker serviks, akibat perilaku seks yang tidak sehat.
91
Penyakit kelamin lainnya juga memiliki potensi yang sama besarnya untuk menular jika pelakunya tidak
melakukan perilaku seks yang aman. Hal ini berlaku baik bagi homoseksual maupun heteroseksual
92
. Kendati demikian stigma yang berpendapat bahwa homoseks dapat menularkan penyakit tetap melekat dalam persepsi masyarakat
meskipun pada para pelaku homoseksualitas ini sudah banyak berubah dalam perilaku seksualitas mereka.
89
Hasil penelitian Komisi Penanggulangan AIDS di Indonesia KPA tahun 2008-2010.
90
Hasil wawancara dengan Soe Tjen Marching, Jakarta 30 September 2010.
91
Hasil seminar dan diskusi bahaya kanker serviks dan hubungannya dengan seks anda bersama dokter Boyke Dian Nugraha dan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta 22 Maret 2010.
92
Ibid.
Homophobia dapat terjadi pada siapa saja dan dari kalangan manapun, seperti anak remaja, orangtua, eksekutif muda, kiai, tenaga pengajar, kaum
birokrat dalam pemerintahan negara, juga berbagai kalangan masyarakat lain. Bahkan homophobia juga dapat terjadi pada individu yang homo.
93
Hal ini dikarenakan individu yang baru mengetahui tentang orientasi seksualnya adalah
homoseks tersebut masih belum dapat mengerti dan menerima keadaan orientasi seksualnya. Banyak latar belakang yang membuat individu tersebut bersikap
demikian; boleh jadi seseorang masih takut akan opini keluarga ataupun lingkungan akan keadaanya yang homoseksual selain itu juga ia tidak tahu harus
mencari pertolongan akan keadaannya sehingga ia menjadi tertutup dan menyangkal kondisi riil pribadinya lalu menolak orang-orang dengan orientasi
yang sama untuk menutupi keadaannya.
94
Orang-orang yang homophobia biasanya menolak keberadaan kaum homoseksual dengan pemikiran bahwa homoseksualitas akan membawa penyakit,
dapat membuat orang dengan orientasi seksual hetero menjadi homo dan membawa petaka, dapat membuat kemerosotan moral, sehingga mereka
cenderung menolak bergaul dengan kaum homoseks, mengucilkan, mengabaikan, hingga melakukan tindak diskriminasi
95
terhadap mereka. Bagi masyarakat yang homophobia sasarannya tentu saja orang-orang
homoseksual dan juga pihak-pihak yang mendukung orang-orang dengan
93
Hasil wawancara dengan responden Doni, Jakarta 12 April 2010.
94
Hasil diskusi dan nonton bareng bersama komunitas L.G.B.T 12 April 2010.
95
Hasil wawancara dengan SekJen Arus Pelangi Yulie Rustinawati, Jakarta 10 Mei 2010.
63
orientasi seperti itu. Masyarakat yang homophobia tidak ingin komunitas yang mendukung homoseksual berdiri, karena mereka berpikir bahwa dengan adanya
dukungan dari orang-orang yang orientasinya hetero akan membahayakan masyarakat. Misalnya jumlah orang-orang yang homoseksual meningkat, tempat
tinggalnya akan dipenuhi orang dengan penyakit kelamin, mereka akan tertimpa azab dari Tuhan, dan lain sebagainya. Homophobia dapat diatasi dengan cara
mengedukasi masyarakat luas dengan pengetahuan homoseksualitas untuk menumbuhkan toleransi terhadap orientasi seksual seseorang.
96
Cara-cara tersebut dapat dilakukan melalui seminar, talk show, pelatihan, dan lain-lainnya. Tanpa
adanya edukasi maka mustahil masyarakat dapat memberikan toleransi mereka terhadap perbedaan yang semakin hari semakin bertambah, bukan hanya dari sisi
homoseksualitas namun juga terhadap hal-hal baru lainnya yang baru mereka dapatkan.