Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011

(1)

HUBUNGAN MENYIRAM MENGGUNAKAN AIR SUMUR

DENGAN KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

PADA TANAMAN KUBIS DI DESA SERIBU DOLOK,

SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA TAHUN 2011

Oleh:

DITA ARFINA

080100119

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

HUBUNGAN MENYIRAM MENGGUNAKAN AIR SUMUR

DENGAN KONTAMINASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

PADA TANAMAN KUBIS DI DESA SERIBU DOLOK,

SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA TAHUN 2011

KARYA TULIS ILMIAH

Oeh :

DITA ARFINA

080100119

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Hasil Penelitian dengan Judul :

Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil

Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok,

Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011

Yang dipersiapkan oleh:

DITA ARFINA

080100119

Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk

dilanjutkan ke Seminar Hasil

Medan, 24 Desember 2011

Disetujui,

Dosen Pembimbing


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi

Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu

Dolok, Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011 Nama : Dita Arfina

NIM : 080100119

Pembimbing Penguji I

dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes dr. Dudy Aldiansyah, Sp. OG NIP. 197008191999032001 NIP. 197712142008121001

Penguji II

dr. Cut Aria Arina, Sp. S

NIP. 197710202002122001 Medan, 24 Desember 2011

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP : 19540220 198011 1 001


(5)

ABSTRAK

Kubis merupakan salah satu sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam keadaan mentah. Hal ini memungkinkan masih terdapatnya kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis tersebut yang mungkin saja didapat dari air sumur yang digunakan untuk menyiram tanaman tersebut saat masih ditanam. Hal ini berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungannya dan didukung juga dengan kondisi geografis Indonesia yang sesuai untuk perkembangan Soil Transmitted Helminths.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara menyiram tanaman kubis dengan menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman tersebut.

Desain penelitian berupa studi cross sectional yang bersifat analitik deskriptif. Sampel yang diperoleh berjumlah 45 sampel kubis dan air sumur yang diambil dari sembilan kebun yang berbeda. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster

sampling. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji laboratorium

dengan cara uji apung (flotasi). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji

Fisher Exact Test.

Pada penelitian ini diperoleh tiga sampel daun kubis (6.7%) yang ditemukan adanya Soil Transmitted Helminths spesies Strongyloides stercoralis namun pada sampel air tidak satupun ditemukan Soil Transmitted Helminths. Hasil Fisher Exact Test yang dilakukan memberikan nilai p-value>0,05.

Dari penelitian yang dilakukan, disimpulkan tidak ada hubungan antara menyiram dengan air sumur dan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis. Saran yang dapat diberikan adalah untuk masyarakat agar tetap menjalankan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari


(6)

ABSTRACT

Cabbage is one of the vegetables that is always consumed by Indonesian without being cooked. It is possible that the Soil Transmitted Helminths (STH) were contaminating the cabbage which may get the STH from the well water being used for watering the plants. This kind of habbits is related to lack of society knowledge about hygiene and also supported by Indonesian geographical which is suitable for STH development.

The purpose of this study is to know about the relation of watering the cabbage with the well water which is contaminated by STH by the plants.

The design of this study is cross sectional with analytic descriptive. The sample was 45 cabbages and the well water got from nine different gardens. Cluster sampling was being made as the method of getting the sample. The instrument used in this research was flotation test in the laboratory. The data was analyzed by using Fisher Exact Test.

In this study, Strongyloides stercoralis are found in three samples of cabbage leaves (6.7%) and no STH found in well water. the p-value of Fisher Exact Test is greater than 0.05.

From this study, t was concluded that there is no relationship between watering by well water and contaminated STH in cabbages. Eventhough, the society would be advised to keep running the healthy life daily


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan

Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011 sebagai salah satu syarat untuk memeroleh

gelar Sarjana Kedokteran dari Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan tertinggi kepada: 1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

2. dr. Nurfida K.Arrasyid, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing, mengarahkan, serta mengingatkan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

3. dr. Dudy Aldiansyah, Sp.OG selaku dosen penguji I dan dr. Cut Aria Arina, Sp.S selaku dosen penguji II serta dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat berarti dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih baik

4. Keluarga penulis Drs. Azlin dan Rospin Po’oe sebagai orang tua penulis, serta Arrian Fazrin, STP sebagai saudara penulis, yang selalu memberikan do’a, dukungan, bantuan, semangat serta masukan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini

5. Drs. Mudahalam Purba selaku camat Silimakuta dan Simson Sauttua Pardomuan, S.STP selaku lurah Seribu Dolok atas izin penelitian dan berbagai kemudahan yang diberikan kepada penulis selama pengumpulan data

6. Julkifli Harahap selaku masyarakat di Kelurahan Seribu Dolok atas berbagai informasi dan bantuan yang menunjang penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

7. Syahril selaku paman penulis yang sangat membantu dalam mencari informasi tempat penelitian


(8)

8. Muhammad Siddiq yang telah memberikan semangat dan dukungan yang sangat besar kepada penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

9. Afra Amira, Indah Puspita Sari Pane, Indah Soleha, Wilhelmina Olivia, Patria Timotius Tarigan, Putri Handayani serta seluruh teman dan kerabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf atas kekurangan tersebut serta mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan menjadi sumbangan yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2011 Penulis,

(Dita Arfina) NIM. 080100119


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Soil Transmitted Helminths ... 4

2.1.1 Defenisi Soil Transmitted Helminths ... 4

2.1.2 Jenis Soil Transmitted Helminths ... 4

2.2. Tanaman Kubis ... 11

2.3. Air Tanah ... 11

2.4. Hubungan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil Transmitted Helminths ... 13

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 14

3.1. Kerangka Konsep ... 14


(10)

3.3. Hipotesis ... 15

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16

4.1. Jenis Penelitian ... 16

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 16

4.2.2. Waktu Penelitian ... 16

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16

4.3.1. Populasi Penelitian ... 16

4.3.2. Sampel Penelitian ... 16

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 18

4.4.1. Data Primer ... 18

4.4.2. Prosedur Kerja ... 18

4.4.2.1 Pengambilan Contoh Tanaman Kubis ... 18

4.4.2.2 Pengambilan Sampel Air Sumur ... 20

4.4.2.3 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Contoh Tanaman Kubis/Air Sumur ... 20

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 20

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 21

5.1 Hasil Penelitian ... 21

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel ... 21

5.1.3 Hasil Analisis Data ... 23

5.2 Pembahasan ... 23

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

6.1 Kesimpulan ... 25

6.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3

Tabel 5.4

Gambaran Sampel Kubis Gambaran Sampel Air

Gambaran Temuan Soil Transmitted Helminths pada Sampel

Tabulasi Silang Soil Transmitted Helminths di Sampel Kubis dan Sampel Air

22 22 22


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa 5 Gambar 2.2 Telur cacing Ascaris lumbricoides 5 Gambar 2.3 Cacing Trichuris trichiura dewasa 6 Gambar 2.4

Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10

Gambar 3.1

Telur cacing Trichuris trichiura

Cacing Ancylostoma duodenale dewasa Cacing Necator americanus dewasa Telur Hookworm

Larva Hookworm

Cacing Strongyloides stercoralis dewasa Larva Rabditiform

Kerangka Konsep hubungan menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted

Helminths pada kubis

7 8 8 9 9 10 10 13


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7

Daftar Riwayat Hidup

Pengantar dan Inform Consent

Ethical Clearance

Surat Keterangan Penelitian Data Induk

Analisis Statistik

Gambar-Gambar saat Penelitian

29 31 32 33 34 35 36


(14)

ABSTRAK

Kubis merupakan salah satu sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam keadaan mentah. Hal ini memungkinkan masih terdapatnya kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis tersebut yang mungkin saja didapat dari air sumur yang digunakan untuk menyiram tanaman tersebut saat masih ditanam. Hal ini berkaitan dengan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungannya dan didukung juga dengan kondisi geografis Indonesia yang sesuai untuk perkembangan Soil Transmitted Helminths.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara menyiram tanaman kubis dengan menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman tersebut.

Desain penelitian berupa studi cross sectional yang bersifat analitik deskriptif. Sampel yang diperoleh berjumlah 45 sampel kubis dan air sumur yang diambil dari sembilan kebun yang berbeda. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster

sampling. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji laboratorium

dengan cara uji apung (flotasi). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji

Fisher Exact Test.

Pada penelitian ini diperoleh tiga sampel daun kubis (6.7%) yang ditemukan adanya Soil Transmitted Helminths spesies Strongyloides stercoralis namun pada sampel air tidak satupun ditemukan Soil Transmitted Helminths. Hasil Fisher Exact Test yang dilakukan memberikan nilai p-value>0,05.

Dari penelitian yang dilakukan, disimpulkan tidak ada hubungan antara menyiram dengan air sumur dan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis. Saran yang dapat diberikan adalah untuk masyarakat agar tetap menjalankan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari


(15)

ABSTRACT

Cabbage is one of the vegetables that is always consumed by Indonesian without being cooked. It is possible that the Soil Transmitted Helminths (STH) were contaminating the cabbage which may get the STH from the well water being used for watering the plants. This kind of habbits is related to lack of society knowledge about hygiene and also supported by Indonesian geographical which is suitable for STH development.

The purpose of this study is to know about the relation of watering the cabbage with the well water which is contaminated by STH by the plants.

The design of this study is cross sectional with analytic descriptive. The sample was 45 cabbages and the well water got from nine different gardens. Cluster sampling was being made as the method of getting the sample. The instrument used in this research was flotation test in the laboratory. The data was analyzed by using Fisher Exact Test.

In this study, Strongyloides stercoralis are found in three samples of cabbage leaves (6.7%) and no STH found in well water. the p-value of Fisher Exact Test is greater than 0.05.

From this study, t was concluded that there is no relationship between watering by well water and contaminated STH in cabbages. Eventhough, the society would be advised to keep running the healthy life daily


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) masih merupakan endemik di banyak daerah di dunia, terutama di negara yang sedang berkembang dengan sanitasi lingkungan dan kebersihan diri yang sangat kurang. Menurut WHO (2002), Soil

Transmitted Helminths yang paling sering menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan hookworm. Diperkirakan sekitar 807 juta

manusia di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides, sekitar 604 juta menderita trikuriasis dan hookworm (A.duodenale dan N. americanus) menginfeksi sekitar 576 juta manusia di seluruh dunia.

Jumlah infeksi Soil Transmitted Helminths sangat banyak di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Letak geografis Indonesia yang beriklim tropis sesuai untuk perkembangan parasit. Geographical Information System (GIS) menyatakan distribusi

Soil Transmitted Helminths di Indonesia mencakup seluruh pulau yang ada di

Indonesia, dimana prevalensi tertinggi terdapat di Papua dan Sumatera Utara dengan prevalensi antara 50% hingga 80% (Brooker, 2002). Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat menguntungkan bagi Soil Transmitted

Helminths (A.lumbricoides, T.trichiura, hookworm dan S.stercoralis) untuk dapat

melangsungkan siklus hidupnya. (Gandahusada,2006)

Sebagai parasit yang ditularkan melalui tanah, maka tidak menutup kemungkinan Soil Transmitted Helminths mencemari tanaman melalui air tanah yang digunakan dalam proses penyiraman.Penelitian pada air dan lumpur yang dipakai untuk menyiram dan menanam sayuran di Bandung positif mengandung telur A.lumbricoides,

T.trichiura, dan hookworm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Ghana,

ditemukan telur A.lumbricoides dan T.trichiura pada tanaman selada yaitu sekitar 1-6 telur per 100gr selada yang diperiksa. Tercatat, selada yang disiram dengan air yang tercemar lebih tinggi kontaminasi Soil Transmitted Helminths daripada sumber air irigasi yang menggunakan pipa. (Amoah, Drechsel, Abaidoo, Henseler; 2007). Salah satu sumber air yang digunakan untuk menyiram tanaman khususnya sayuran dan berkaitan dengan infeksi Soil Transmitted Helminths adalah air sumur.


(17)

Sebagian besar masyarakat di Desa Seribu Dolok, Simalungun memiliki mata pencaharian sebagai petani. Jenis tanaman yang ditanam adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Tanaman yang banyak ditanam oleh masyarakat desa tersebut adalah kubis. Untuk penyiramannya mereka menggunakan air sumur. Hasil panen dari tanaman tersebut akan didistribusikan ke pasar-pasar setempat ataupun luar kota, salah satunya adalah Medan.

Sayuran kubis ini sering dimakan oleh masyarakat dalam keadaan tidak dimasak. Bilamana kubis yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu terkontaminasi oleh Soil Transmitted Helminths maka individu tersebut dapat terinfeksi. Tjitra (1991) melaporkan, beberapa jenis sayuran (terutama kol dan selada) terkontaminasi telur cacing, terutama A.lumbricoides dan hookworm

Berdasarkan kondisi tersebut, maka peneliti ingin mengetahui apakah terdapat kaitan antara menyiram tanaman sayuran (khususnya kubis) menggunakan air sumur dengan kontaminasi STH pada tanaman tersebut di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah ada hubungan antara menyiram tanaman kubis menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara menyiram tanaman kubis menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui spesies Soil Transmitted Helminths yang mengkontaminasi sayuran kubis yang disiram menggunakan air sumur di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara


(18)

2. Mengetahui spesies Soil Transmitted Helminths yang mengkontaminasi air sumur yang digunakan untuk menyiram tanaman kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara

3. Mengetahui persentase kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada sayuran kubis yang disiram menggunakan air sumur di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini bermanfaat :

1. Sebagai informasi kepada petani kubis tentang kontaminasi Soil Transmitted

Helminths pada tanaman yang mereka tanam agar para petani tersebut

mengetahui jenis parasit yang mengontaminasi dan mengupayakan pencegahannya

2. Sebagai sumber informasi/data bagi Dinas Kesehatan kabupaten Simalungun dalam upaya pencegahan dan pemberantasan Soil Transmitted Helminths khususnya pada tanaman sayur-sayuran


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminths

2.1.1 Definisi Soil Transmitted Helminths

Soil Transmitted Helminths adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda)

yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur ataupun larva parasit itu sendiri yang berkembang di tanah yang lembab yang terdapat di negara yang beriklim tropis maupun subtropis (Bethony,et al.2006)

2.1.2 Jenis Soil Transmitted Helminths

Menurut Hotez (2006) Soil Transmitted Helminths yang paling sering menginfeksi adalah cacing gilig/roundworm (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk/whipworm (Trichuris trichiura) dan cacing tambang/anthropophilic hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang beriklim dingin (Gandahusada 2006)

a. Ascaris lumbricoides

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut askariasis. Prevalensi askariasis di Indonesia termasuk dalam kategori tinggi yaitu memiliki frekuensi antara 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. Di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk. (Gandahusada 2006)

Menurut Onggowaluyo (2002), cacing dewasa Ascaris lumbricoides mempunyai ukuran paling besar di antara Nematoda usus lainnya Bentuk cacing ini adalah silindris (bulat panjang) dengan ujung anterior lancip.

Cacing betina mempunyai ukuran tubuh lebih besar daripada cacing jantan. Cacing betina berukuran 22-35 cm sedangkan yang jantan berukuran 10-30 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih hingga kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi


(20)

pepil kecil dan dua buah spekulum berukuran 2 mm. Tubuh cacing jantan ini berwarna putih kemerahan (Prasetyo,2003)

Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi, besarnya ±60x45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal dengan tiga lapisan dan berisi embrio sedangkan yang tidak dibuahi lebih besar yaitu berukuran ±90x40 mikron, berbentuk bulat lonjong atau tidak teratur, dindingnya terdapat dua lapisan dan dalamnya bergranula. Selain itu terdapat pula telur decorticated, yaitu telur yang tanpa lapisan albumin atau albuminnya terlepas karena proses mekanik. Dalam lingkungan yang sesuai (tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu yang berkisar antara 25o-30oC), telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infeksius dalam waktu ±3 minggu.

Bentuk infeksius ini bila tertelan manusia maka akan menetas di usus halus menjadi larva yang akan menembus dinding usus halus dan mengikuti aliran darah atau saluran limfe hingga ke paru dan terus menuju faring. Apabila sudah mancapai faring, larva ini akan menyebabkan refleks batuk pada penderita sehingga larva pun akan tertelan dan menuju usus halus kembali. Di usus halus larva akan menetap hingga menjadi cacing dewasa. Sejak telur infeksius tertelan hingga cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan. (Gandahusada,2006)

Gambar 2.1 Cacing Ascaris lumbricoides dewasa. (a) betina, (b) jantan (http://www.sodiycxacun.web.id/2010/01/ascaris-lumbricoides.html)

a

b

a

b

Gambar 2.2 Telur cacing Ascaris lumbricoides. (a) telur yang tidak dibuahi, (b) telur yang dibuahi


(21)

b. Trichuris trichiura

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyebab yang disebabkan oleh cacing ini disebut trikuriasis. Cacing ini sering ditemukan bersama dengan Ascaris lumbricoides.

Cacing betina memiliki panjang ±5 cm, sedangkan cacing jantan ±4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior lebih gemuk. Pada cacing betina bentuknya membulat tumpul sedangkan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spekulum.

Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir. Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan pada kedua kutub dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh. (Gandahusada,2006 dan Prasetyo,2003)

Gambar 2.3 Cacing Trichuris trichiura dewasa. (a) betina, (b) jantan (http://www.An.American.FamilyPhysician)

b

a

Gambar 2.4 Telur cacing Trichuris trichiura


(22)

Hospes akan terinfeksi apabila hospes menelan telur infeksius kemudian telur akan menetas dan larva akan masuk ke usus halus. Setelah menjadi dewasa, cacing akan turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari

c. Hookworm

Terdapat dua spesies hookworm yang sangat sering menginfeksi manusia yaitu: “The Old World Hookworm” yaitu Ancylostoma duodenale dan “The New World

Hookworm” yaitu Necator americanus (Qadri,2008)

Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai (Gandahusada,2006)

Hospes parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing ini berbentuk silindris dan berwarna putih keabuan. Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing N.americanus betina dapat bertelur ±9000 butir/hari sedangkan cacing A.duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. Bentuk badan N.americanus biasanya menyerupai huruf S sedangkan

A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale terdapat dua

pasang gigi. Cacing jantan kedua spesies ini mempunyai bursa kopulatrik pada bagian ekornya dan cacing betina memiliki ekor yang runcing. (Gandahusada,2006; Prasetyo,2003; Onggowaluyo,2002)


(23)

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Telur cacing tambang besarnya ±60 x 40 mikron, berbentuk oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Di dalam telur terdapat 4-8 sel. Dalam waktu 1-1,5 hari setelah dikeluarkan melalui tinja maka keluarlah larva rhabditiform. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 600-700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan. (Gandahusada 2006; Prasetyo, 2003)

Infeksi terjadi apabila larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform.

Gambar 2.7 Telur Hookworm (PHIL 5220 – CDC)

Gambar 2.6 Cacing Necator americanus dewasa (http://www.An.American.FamilyPhysician.)


(24)

d. Strongyloides stercoralis

Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit strongilodiasis. Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah yang beriklim dingin jarang ditemukan.

Hanya diketahui cacing dewasa betina yang hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus dan tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.

Cara berkembang biaknya diduga secara parthenogenesis. Telur bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva rabtidiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform yang berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif. Larva ini menginfeksi manusia dengan menembus kulit manusia. Cara menginfeksi ini dinamakan siklus langsung. (Gandahusada,2006)

Strongyloides stercoralis juga memiliki siklus tidak langsung dimana larva

rabtidiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina dalam bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik.

Cacing betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spekulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang akan menetas menjadi larva rabditiform yang beberapa hari kemudian menjadi larva filariform yang infektif.

Siklus tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik dengan iklim lembab. Siklus langsung sering terjadi di negeri-negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit tersebut. (Gandahusada,2006)

a

b

Gambar 2.9 Cacing Strongyloides stercoralis dewasa. (a) jantan (memiliki spekulum), (b) betina


(25)

2.2. Tanaman Kubis

Kubis (Brassica oleracea var capitata) yang dimaksud disini adalah kubis yang membentuk telur yang bentuknya seperti kepala. Tanaman kubis yang dibudidayakan umumnya tumbuh semusim (annual) ataupun dwi musim (biennual) yang berbentuk urdu, sistem perakaran yakni menembus pada kedalaman tanah antara 20-30 cm. Batang tanaman kubis umumnya pendek dan banyak mengandung air. (Pracaya, 1994)

Kubis pada umumnya di Indonesia banyak ditanam di dataran tinggi 1000-2000 meter di atas permukaan laut (dpl), tetapi setelah ditemukan kultivar atau varietas yang tahan panas, tanaman kubis dapat diusahakan di dataran rendah 100-200 meter dpl, walaupun hasilnya tidak sebaik yang ditanam di dataran tinggi. (Pracaya, 1994)

Keadaan iklim yang cocok untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembaban yang diperlukan tanaman kubis adalah 80%-90% dengan suhu berkisar antara 15oC-20oC, serta cukup mendapatkan sinar matahari. Kubis yang ditanam di daerah yang bersuhu 25oC terutama varietas-varietas untuk dataran tinggi akan gagal membentuk krop. Demikian pula tempat penanaman yang kurang mendapatkan sinar matahari (terlindung), pertumbuhan tanaman kubis kurang baik dan mudah terserang penyakit dan pada waktu kecil sering terjadi pertumbuhan terhenti. (Pracaya, 1994)

2.3. Air Tanah

Air tanah adalah air yang tersimpan atau terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian atau penambahan secara terus menerus oleh alam. (Harmayani

Gambar 2.10 Larva rabditiform


(26)

dan Konsukartha, 2007). Air tanah merupakan sumber air yang penting baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk pertanian maupun untuk industri. (Bediene,Huber,Vieux;2008)

Air tanah dapat dibedakan berdasarkan pembagiannya secara vertikal, yaitu (dari permukaan tanah hingga jauh ke dalam tanah):

- Soil-water zone adalah daerah yang berada tepat di bawah permukaan tanah. Airnya

berasal dari hujan dan penyerapan lainnya. Air di daerah ini dapat berkurang karena proses evaporasi dan uptake oleh akar tumbuhan

- Vadose Zone adalah daerah di atas water table dan termasuk soil-water zone bagian

bawah

- Water table didefinisikan sebagai level yang airnya akan naik pada sebuah sumur

bor. Ketebalan daerah ini berbeda-beda sesuai dengan keadaan daerahnya

- Saturation zone adalah daerah yang paling dalam yang dapat mengeluarkan air

tanah

Untuk dapat menggunakan air tanah ini biasanya dibangun sebuah sumur. Sumur adalah lubang galian vertikal yang menuju jauh ke dalam tanah. Sumur yang terletak hingga mencapai saturated zone dinamakan sumur dalam atau sumur artesis

Terdapat juga sumur dangkal yang airnya terletak tidak jauh dari permukaan tanah. Dikatakan sumur dangkal apabila memiliki kedalaman maksimal 15 meter dari permukaan tanah.

Air sumur artesis memiliki kualitas air yang lebih baik daripada air sumur dangkal karena pada air sumur artesis terdapat penyaringan yang lebih sempurna dan lebih sedikit terkontaminasi oleh mikroorganisme. (Bediene, Huber, Vieux; 2008)

Temperatur air tanah pada tempat dan tertentu merupakan hasil dari bermacam-macam proses pemanasan yang terjadi di bawah dan/atau di permukaan bumi. Dari perbandingan antara temperatur air pada tubuh air dengan temperatur rata-rata udara lokal saat pengukuran akan diketahui adanya zonasi hipertermal, mesotermal, dan hipotermal (Puradimaja,2006)

a. Zonasi hipertermal : Zona dimana temperatur air pada tubuh air tersebut lebih tinggi dari temperatur rata-rata udara lokal


(27)

b. Zonasi mesotermal : zona dimana temperatur air pada tubuh air sama dengan temperatur rata-rata udara lokal

c. Zonasi hipotermal : Zona dimana temperatur air pada tubuh air lebih rendah dari temperatur rata-rata udara lokal

pH air tanah bergantung pada perubahan temperatur dan jenis endapan akifernya karena kadar ion H+ sangat kecil. Air yang bersifat asam (pH <7) terdapat pada daerah-daerah dengan endapan vulkanik, sedangkan air yang bersifat basa (pH >7) terdapat pada daerah-daerah dengan batuan ultramafik. (Puradimaja,2006)

Menurut Sutanto (2005) bahwa terdapat hubungan antara kandungan kapur dengan pH tanah, semakin tinggi kandungan kapur akan semakin tinggi nilai pH tanah. Tanah yang berasal dari bahan induk kapur atau kaya dengan kapur (Ca) umumnya terbentuk tanah-tanah netral atau tanah yang bereaksi sedikit alkalis sampai alkalis (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

2.4. Hubungan menyiram dengan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted

Helminths

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi Soil Transmitted

Helminths adalah terkontaminasinya sumber air dengan parasit tersebut. Parasit ini

dapat mengontaminasi air karena dekatnya sumber air dengan faeces yang mengandung parasit tersebut. (Soemirat, 2005)

Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh masyarakat, yaitu:

a) Sumber air: air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air tanah (sumur dangkal dan sumur dalam)

b) Pengolahan air: pengendapan, penyaringan, penyimpanan (Kusnoputranto dan Susanna, 2000)


(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep yang dibuat yaitu mengenai hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths

3.2.Definisi Operasional

1. Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing-cacing yang penularannya ke

manusia melalui tanah (bentuk infektifnya berada di tanah)

2. Air sumur adalah sumber air yang berasal dari tanah yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiram tanaman, terdiri dari sumur dangkal dan sumur dalam 3. Kubis yang disiram dengan air sumur adalah adalah tanaman kubis yang dalam

salah satu proses perawatannya menggunakan air sumur saat penyiraman.

4. Kontaminasi pada kubis adalah ditemukannnya telur/larva Soil Transmitted

Helminths pada kubis yang diperiksa

5. Cara Ukur : Untuk melihat apakah ada Soil Transmitted Helminths pada air dan tanaman kubis yang disiram dengan air sumur, menggunakan teknik Pengendapan dan Pengapungan modifikasi Cadwell dan dikategorikan menjadi

a. Positif = apabila ditemukan telur/larva STH pada kubis/air sumur

b. Negatif = apabila tidak ditemukan telur/larva STH pada Variabel independen Variabel dependen

Soil Transmitted

Helminths (STH) Kontaminasi STH pada

kubis yang disiram dengan air sumur

Gambar 3.1 Kerangka Konsep hubungan menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis


(29)

Kubis/air sumur

Alat ukur : Mikroskop (tanaman kubis dan air sumur) Skala data : Nominal (tanaman kubis dan air sumur)

3.3.Hipotesis

Ho: Tidak terdapat hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis

Ha: Terdapat hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis


(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang bersifat analitik deskriptif karena menggambarkan hubungan menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada kubis di desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara tahun 2011.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di desa Seribu Dolok kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Desa Seribu Dolok ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena di desa ini terdapat banyak petani yang menanam sayur-sayuran terutama kubis yang akan dijual ke pasar-pasar tradisional maupun modern baik ke daerah Medan ataupun daerah lainnya.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak pencarian dan penentuan judul (pada bulan Februari 2011). Pengambilan dan pengumpulan data telah dilakukan pada bulan Juli 2011

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman kubis yang disiram dengan menggunakan air sumur di kebun kubis Desa Seribu Dolok, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

4.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak (probability samples) yaitu teknik cluster sampling. Perhitungan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar sampel untuk estimasi proporsi suatu populasi dengan menggunakan ketepatan absolut (Ghazali dkk, 1995), yaitu :


(31)

Keterangan:

n : besar sampel minimum

z nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada  tertentu P : proporsi dalam populasi

d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki

Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini menjadi

Jumlah sampel minimum yang diperoleh sekitar 43 dengan tingkat kepercayaan yang diinginkan 95% dan tingkat ketepatan absolut sebesar 15%. Proporsi di populasi dianggap 0,5 untuk menghasilkan jumlah sampel yang terbesar (Ghazali dkk, 1995).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1. Kubis yang disiram menggunakan air sumur

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Tanaman kubis yang disiram menggunakan pupuk kandang 2. Tanaman kubis yang disiram dengan menggunakan air PDAM

3. Tanaman kubis yang diberikan pestisida dalam jangka waktu 2-3 minggu terakhir 4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Data ini diperoleh melalui pengambilan contoh uji air sumur dan contoh tanaman kubis di area perkebunan kubis di desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara dan akan


(32)

4.4.2. Prosedur Kerja

4.4.2.1 Pengambilan Contoh Tanaman Kubis

Sampel tanaman kubis diambil secara acak dari kebun kubis di desa Seribu Dolok, Simalungun. Dengan demikian, dari beberapa kebun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan terkumpul 43 buah tanaman kubis

Sampel yang diambil adalah beberapa lembar lapisan daun yang berada paling luar yang kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik bening lalu dimasukkan dan disimpan dalam kotak pendingin dan dibawa ke laboratorium Parasitologi untuk pemeriksaan selanjutnya.

Pengiriman contoh uji tanaman kubis ke laboratorium hendaknya tidak lebih dari tujuh hari dan dalam perjalanan hendaknya suhu tidak terlalu panas (tidak langsung terkena sinar matahari).

Pemeriksaan laboratorium contoh uji tanaman kubis untuk identifikasi Nematode usus dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Sasaran pemeriksaan adalah telur/larva Nematode usus, yaitu Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, dan Strongyloides stercoralis.

Alat-alat dan reagensia yang diperlukan untuk pemeriksaan ini adalah: a) Reagensia

1. NaOH 0,2% 2. Lugol 3. NaCl jenuh 4. Aquabides b) Peralatan

1. Beker glass 2 buah 2. Saringan

3. Sentrifuse

4. Tabung sentrifuse 5. Pipet Pasteur 6. Object glass 7. Deck glass


(33)

8. Mikroskop

c) Prosedur Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kubis dilakukan dengan gabungan cara sedimentasi dan flotasi, sesuai dengan yang biasa dipakai oleh para peneliti sebelumnya. Caranya adalah sebagai berikut:

Merendam kubis ke dalam cairan NaOH 0,2% sebanyak satu liter dalam beker glass 1000 mL selama 30 menit. Kubis dikeluarkan lembar demi lembar dari dalam larutan dengan lebih dulu digoyang-goyangkan agar kotoran dan telur cacing yang mungkin melekat pada sayuran bisa terlepas. Menyaring air rendaman kemudian dimasukkan ke dalam beker glass lain dan didiamkan selama kurang lebih satu jam. Air yang ada dipermukaan beker glass dibuang , air bagian bawah beker glass beserta endapannya diambil dengan volume 10-15 mL menggunakan pipet,dimasukkan ke dalam tabung ependorf. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Cairan supernatan dibuang, lalu dengan menggunakan pipet Pasteur, satu tetes endapan diambil dan diteteskan ke atas object glass yang sebelumnya telah ditetesi dengan satu tetes larutan Lugol sebagai pewarna. Sediaan ditutup dengan deck glass dan diperiksa di bawah mikroskop. Ke dalam sisa endapan ditambahkan larutan NaCl jenuh hingga penuh, dikocok lalu ke atasnya ditempelkan kaca tutup dan dibiarkan selama 15 menit. Kaca tutup diangkat dan diletakkan ke atas kaca benda yang sebelumnya telah ditetesi dengan satu tetes larutan Lugol sebagai pewarna. Sediaan diperiksa di bawah mikroskop. (Rampen 1986 dalam Nugraha)

4.4.2.2. Pengambilan Sampel Air Sumur

Prosedur pengumpulan sampel air sumur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan air setiap sumur yang digunakan untuk menyiram tanaman kubis sebanyak 50-100 ml dengan alat yang dilengkapi dengan tabung sentrifugasi, kemudian dibawa ke laboratorium parasitologi dan diperiksa dengan teknik pengendapan dan pengapungan modifikasi Caldwel. 20ml contoh air disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 2500 rpm, supernatan dibuang kemudian 1-2 tetes endapan diperiksa di bawah mikroskop dengan larutan Lugol.


(34)

4.4.2.3. Interpretasi hasil pemeriksaan contoh tanaman kubis/air sumur:

 Dinyatakan hasil positif bila pada sediaan (kubis dan/atau air sumur) ditemukan STH

 Dinyatakan hasil negatif bila pada sediaan (kubis dan/atau air sumur) tidak ditemukan STH.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah terkumpul telah dianalisis menggunakan metode pengujian Fisher


(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1.Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kelurahan Seribu Dolok, Kecamatan Silimakuta terletak 64 km dari Raya, Ibukota Kabupaten Simalungun. Kelurahan Seribu Dolok mempunyai luas wilayah 2060 ha (20.600.000 m2) dan berada pada ketinggian 1400 m dpl dengan topografi datar, bergelombang dan berbukit. Secara administrasi Kelurahan Seribu Dolok mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Purba

 Sebelah Barat berbatasan dengan Nagori Sibangun Meriah

 Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Purba Tua

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pematang Silimakuta

Penggunaan lahan di Kelurahan Seribu Dolok menurut fungsinya terdiri dari usaha tani lahan kering, lahan sawah, halaman pekarangan dan lainnya. Lahan seluas 2030 ha (98.54 %) di Kelurahan Seribu Dolok digunakan sebagai lahan kering yaitu untuk lahan pertanian yang mengusahakan tanaman hortikultura dan tanaman keras seperti kopi. Mata pencaharian masyarakat kelurahan Seribu Dolok yang dominan bekerja sebagai petani dimana dalam satu lahan milik petani terdapat berbagai jenis tanaman hortikultura yang ditanam.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel yang diperoleh pada bulan Juli 2011 sebanyak 45 sampel lembaran terluar daun kubis dan sampel air. Sampel diambil dari sembilan kebun yang berbeda. Masing-masing kebun diambil lima sampel daun kubis dan sampel air. Data yang diperoleh telah diseleksi menurut kriteria inklusi dan eksklusi sebelumnya. Semua data yang diperoleh adalah data primer.

Penelitian ini akan menilai hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman kubis. Hasil penelitan menunjukkan bahwa tiga sampel kubis (6.7%) terdapat Soil Transmitted Helminths dan


(36)

42 sampel kubis (93.3%) tidak ditemukan Soil Transmitted Helminths. Gambaran sampel kubis ditampilkan pada tabel 5.1:

Tabel 5.1 Gambaran Sampel Kubis

Sampel Kubis Jumlah Persentasi (%)

Positif Negatif 3 42 6.7 93.3

Penelitian juga dilakukan terhadap sampel air, dan hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan satupun dari sampel air yang terdapat Soil Transmitted Helminths. Gambaran sampel air ditampilkan pada tabel 5.2:

Tabel 5.2 Gambaran Sampel Air

Sampel Air Jumlah Persentasi (%)

Positif Negatif 0 45 0 100

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada sampel kubis dan sampel air, jenis Soil

Transmitted Helminths yang ditemukan hanya dari jenis Strongyloides stercoralis yang

terdapat pada tiga sampel kubis yang diteliti, sementara pada sampel air tidak terdapat

Soil Transmitted Helminths dari jenis manapun. Gambaran ditemukannya Soil Transmitted Helminths dapat dilihat pada tabel 5.3:

Tabel 5.3 Gambaran Temuan Soil Transmitted Helminths pada Sampel

Jenis Sampel Kubis Sampel Air

Ascaris lumbricoides Trichuris trichiura Hookworm Strongyloides stercoralis Toxocara sp. 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0


(37)

5.1.3 Hasil Analisis Data

Penelitian ini untuk melihat hubungan antara menyiram dengan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman kubis yang dievaluasi berdasarkan ditemukan atau tidak Soil Transmitted Helminths pada sampel yang diperiksa. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4:

Tabel 5.4 Tabulasi Silang Soil Transmitted Helminths di Sampel Kubis dan Sampel Air

Soil Transmitted Helminths

Air sumur Total

Positif Negatif

n % n % n %

Kubis Positif 0 0 3 6.7 3 6.7

Negatif 0 0 42 93.3 42 93.3

Total 0 0 45 100 45 100

Dari hasil penelitian didapatkan tiga sampel daun kubis yang mengandung Soil

Transmitted Helminths meskipun air untuk menyiramnya tidak terdapat Soil Transmitted Helminths dan 42 sampel daun kubis tidak ditemukan Soil Transmitted Helminths dengan air yang juga negatif Soil Transmitted Helminths.

Penelitian ini menggunakan uji statistik Fisher Exact Test karena setelah dianalisis dengan menggunakan uji statistik Pearson Chi-Square Test didapati p value tidak dapat diukur karena adanya hasil penelitian yang konstan pada sampel air. Dari hasil uji statistik maka didapatkan p value > 0.05. Dengan tingkat kemaknaan 5% maka didapati bahwa tidak terdapat hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman kubis.

5.2 Pembahasan

Hasil analisis data dengan menggunakan uji statistik Fisher Exact Test menunjukkan tidak didapatinya hubungan yang bermakna secara statistik antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman kubis dengan p value > 0.05.

Tidak ditemukannya banyak jenis dari Soil Transmitted Helminths dapat disebabkan berbagai faktor, seperti keadaan tanah di daerah tersebut, keadaan


(38)

menggunakan tinja untuk pertanian maupun melakukan defekasi pada tempat yang telah disediakan. (Oemijati,1980)

Tidak ditemukannya Soil Transmitted Helminths pada sampel air dapat disebabkan karena membaiknya status kesehatan masyarakat setempat dimana masyarakat telah banyak mendapatkan penyuluhan kesehatan dari praktisi setempat sehingga perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat juga semakin membaik. Hal ini juga didukung karena daerah tersebut telah dikenal oleh masyarakat baik domestik maupun internasional bahwa hasil perkebunan khususnya tanaman kubis dari daerah tersebut memiliki mutu yang sangat baik.

Pada penelitian ini ditemukan Soil Transmitted Heminths spesies Strongyloides

stercoralis pada tanaman kubis. Hal ini sesuai dengan penelitian Adamu (2011) dan

Idahosa (2011) yang menyatakan bahwa telah ditemukannya Soil Transmitted

Helminths yang salah satunya adalah jenis Stongyloides stercoralis pada beberapa jenis

sayuran yang salah satunya adalah tanaman kubis.

Strongyloides stercoralis yang ditemukan pada penelitian ini berupa larva

filariform dan ditemukan juga dalam bentuk dewasa, sesuai dengan penelitian Anamnart (2007) yang menyatakan bahwa stadium yang dapat ditemukan di tanah maupun di sayuran berupa stadium infektif maupun stadium free living. Hal ini sesuai dengan siklus hidup dari Strongyloides stercoralis yang dapat terus berkembang hingga bentuk dewasa (free living) dan bertahan hidup di alam bebas.


(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Spesies Soil Transmitted Helminths yang mengkontaminasi tanaman kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara adalah Strongyloides stercoralis 2. Tidak ada satu spesies pun dari Soil Transmitted Helminths yang ditemukan pada

air sumur yang digunakan untuk menyiram tanaman kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara

3. Terdapat 6.7% dari tanaman kubis yang diperiksa yang terkontaminasi Soil

Transmitted Helminths di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara

4. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara menyiram menggunakan air sumur dengan kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada tanaman kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara

5.2 Saran

Penelitian ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap terdapat penelitian lain yang dapat meneruskan penelitian ini agar lebih sempurna. Beberapa rekomendasi dari peneliti sebagai tindak lanjut penelitian ini yaitu:

1. Kepada masyarakat untuk tidak buang air besar di sembarang tempat khususnya di tanah. Hal ini dimaksudkan agar terputusnya siklus hidup dari Soil Transmitted

Helminths

2. Kepada camat/lurah dan dinas kesehatan desa Seribu Dolok agar lebih meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang pola hidup sehat dan kerugian bila tidak menjalankan pola hidup sehat

3. Perlu dilakukan penelitian-penelitian lanjutan untuk mengetahui bahwa faktor geografis mempengaruhi distribusi spesies dari Soil Transmitted Helminths


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Adamu, N.B., Adamu, J.Z., Mohammed Dauda. 2011. Prevalence of Helminth Parasite

Found on Vegetables Sold in Maidaguri, Northeastern Nigeria. Available from:

http://www.sciencedirect.com/science/article/ pii/S0956713511004208 [Accesed 10 December 2011]

Amoah, P., Drechsel, P., Abaidoo, R.C., Henseler, M. 2007. Irrigated Urban Vegetable Production in Ghana: Microbiological Contamination in Farms and Markets and Associated Consumer Risk Groups. In: Journal of Water and Health. Ghana: IWA

Anamnart, Wutthaya. 2007. Survey of Infective Stage of Strongyloides stercoralis in

Fresh Vegetables at Thasala Food Market, Nakon Si Thammarat. Available from:

http://202.44.8.54/index.php/VMED/article/view/311 [Accesed 10 December 2011]

Bediene, P.B., Huber, W.C., Vieux, B.E. 2008. Hydrology and Floodplain Analysis, 4th

ed. USA: Prentice Hall, 500-544

Bethony,J., Brooker, S., Albonico, M., Geiger, SM. Soil Transmitted Helminth

Infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Available from: http://140.226.65.22/Davis_lab/Parasit_links/Soil_Transmitted_

Helminths_Lancet_ '06.pdf [Accesed 1 April 2011]

Brooker, dr.Simon. 2002. Human helminth infections in Indonesia, East Timor and the

Philippines. Available from: http://www.unicef.org/eapro/

Mapping_human_helminth_p_31-53.pdf [Accessed 1 March 2011]

Gandahusada,S. dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI


(41)

Ghazali, M. V., Sastromihardjo, S., Soedjarwo, S. R., Soelaryo, T., Pramulyo, H. S., 1995. Studi Cross Sectional. Dalam : Sastroasmoro, S., Ismael, S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:Binarupa Aksara, 67

Harmayani, K.D., Konsukartha, I.G.M. 2007. Pencemaran Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh. Dalam: Jurnal Pemukiman

Tanah Vol.5 No.2. 2007: 62-108

Hotez, P. J., Bundy, D.A.P., Beegle K., Simon, B. 2006. Helminth Infections: Soil

Transmitted Helminth Infections and Schistosomiasis. Available from: http://files.dcp2.org/pdf/DCP/DCP24.pdf [Accesed 1 March 2011]

Idahosa, O.T. 2011. Parasitic Contamination of Fresh Vegetable Sold in Jos Market. In:

Global Journal of Medical Research Vol.11 Issue 1 Version 1.0 May 2011. USA:

Global Journal Inc

Kusnoputranto, H., Susanna D., 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: FKM UI

Oemijati,Sri. 1980. Diskusi Panel: Masalah Penyakit Parasit di Indonesia Dalam:

Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Kalbe Farma

Onggowaluyo, S.J. 2002. Parasitologi Medik I (Helmintologi) Pendekatan Aspek

Identifikasi Diagnosis dan Klinik. Jakarta: EGC

Pracaya. 1994. Kol alias Kubis. Cetakan Kesembilan. Jakarta: Penebar Swadaya

Prasetyo, H. 2003. Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran Cetakan Pertama. Surabaya: Airlangga Universitas Press

Puradimaja, D.J. 2006. Hidrogeologi umum Sifat Fisik dan Kimia Air Tanah. Available from: http://www.scribd.com/doc/week13-gl-2121-general-hydrogeology-fenomenadispersidankimia-air-tanah [Accesed 24 Mei 2011]


(42)

Qadri, S.M. 2008. Soil Transmitted Helminthic Infections (STH) in Children and It’s

Impact on Their Health in India. Available from:

http://www.search4dev.nl/document/185312 [Accesed 1 April 2011]

Rampen.1986. Teknik Pengapungan Metode Coldwell dan Cadwell Modifikasi Misbar Dan Purnomo. Dalam: Nugraha, dr.Budi. Buku Penuntun Praktikum Mikrobiologi

dan Parasitologi. Tasikmalaya

Rosmarkam, A. dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius

Soemirat, J. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sutanto, R., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius

Tjitra, Emiliana. 1991. Penelitian-Penelitian “Soil Transmitted Helminth” di Indonesia.


(43)

LAMPIRAN 1:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dita Arfina

Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 13 Juli 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pembangunan Komp. Pondok Surya Indah Blok.II No. 48 Helvetia - Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 142442 Sadabuan Padangsidimpuan (2002) 2. SMP Negeri 2 Padangsidimpuan (2002-2005)

3. SMA Negeri 3 Medan (2005-2008)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2008-sekarang)

Riwayat Pelatihan : 1. Workshop Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO), Traumatologi dan Intubasi TBM FK USU(2009)

2. Pengabdian Masyrakat Pemerintahan Mahasiswa FK USU (2010)

3. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatologi TBM FK USU (2010)

Riwayat Organisasi : 1. Bendahara dalam acara Smart Soul Training Program BEM PEMA – PHBI FK USU (2009)

2. Koordinator Sie. Peralatan dan Tempat (PT) dalam acara Seminar dan Workshop Terapi Cairan dan Manajemen Luka TBM FK USU (2010)


(44)

3. Koordinator Sie. Peralatan dan Tempat (PT) dalam acara Musyawarah Anggota XIII TBM FK USU (2010)

4. Koordinator Sie. Publikasi dan Dokumentasi dalam acara TBM Camp IX FK USU (2011)

5. Sie. Kakak Asuh dalam acara Penyambutan Mahasiswa Baru FK USU (2011)

6. Anggota Tim Bantuan Medis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (TBM FK USU) (2010-sekarang)


(45)

LAMPIRAN 2:

PENGANTAR DAN

INFORMED CONSENT

Pengantar

Saya, Dita Arfina, Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara semester VI, sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Menyiram Menggunakan Air Sumur dengan Kontaminasi Soil Transmitted Helminths pada Tanaman Kubis di Desa Seribu Dolok, Simalungun, Sumatera Utara Tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi tugas akhir Community Research

Program (CRP).

Saya akan mengambil bagian terluar dari sayuran kubis dari kebun dan contoh air sumur untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penelitian saya. Semua hasil yang saya dapatkan akan menjadi rahasia penelitian, tidak akan disebarluaskan, dan hanya dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian.

Informed Consent

Setelah membaca pengantar di atas, maka dengan ini saya menyatakan setuju memberi kesempatan kepada mahasiswi tersebut untuk mengambil bagian luar sayuran kubis/air di kebun saya seperti yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Semua keterangan yang saya sampaikan adalah benar dan tanpa paksaan dari pihak manapun

Medan, 2011


(46)

(47)

LAMPIRAN 5: DATA INDUK LAMPIRAN 4:


(48)

NO Nama SAM PEL KEBUN SAM PEL AIR

K1 K2 K3 K4 K5 A1 A2 A3 A4 A5

1 K. Bangun - - - -

2 Bandar Gint ing - - - - + (SS) - - - - -

3 I. Tarigan - - - -

4 G. Depari - - - -

5 D. Sem biring - - + (SS) - - - -

6 Tiart a Sebayan - + (SS) - - - -

7 E. Surbakti - - - -

8 J. Pinem - - - -

9 Pendapeten Sem biring - - - -

Ket erangan:

+ : Dit em ukan STH - : Tidak Dit em ukan STH SS : St rongyloides st ercolaris


(49)

LAMPIRAN 6: ANALISIS STATISTIK

Soil Transmitted Helminths Sampel Air

Positif Negatif

Sampel Kubis Positif 0 3

Negatif 0 42

Diketahui:

a= 0; b= 3; c= 0; d= 42; N=45 Maka:


(50)

LAMPIRAN 7:

Gambar 1 : bersama Lurah dan staff Seribu Dolok


(51)

Gambar 4 : campuran yang berasal dari sampel dan reagensia akan disentrifugasi


(1)

(2)

(3)

NO Nama SAM PEL KEBUN SAM PEL AIR

K1 K2 K3 K4 K5 A1 A2 A3 A4 A5

1 K. Bangun - - - - 2 Bandar Gint ing - - - - + (SS) - - - - - 3 I. Tarigan - - - - 4 G. Depari - - - - 5 D. Sem biring - - + (SS) - - - - 6 Tiart a Sebayan - + (SS) - - - - 7 E. Surbakti - - - - 8 J. Pinem - - - - 9 Pendapeten Sem biring - - - -

Ket erangan:

+ : Dit em ukan STH - : Tidak Dit em ukan STH SS : St rongyloides st ercolaris


(4)

LAMPIRAN 6: ANALISIS STATISTIK

Soil Transmitted Helminths Sampel Air

Positif Negatif

Sampel Kubis Positif 0 3

Negatif 0 42

Diketahui:

a= 0; b= 3; c= 0; d= 42; N=45 Maka:


(5)

LAMPIRAN 7:

Gambar 1 : bersama Lurah dan staff Seribu Dolok


(6)

Gambar 4 : campuran yang berasal dari sampel dan reagensia akan disentrifugasi