Etiologi dan Patofisiologi Gejala klinis dan derajat berat gejala.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Gagal Jantung 2.1.1. Definisi Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks terjadi akibat kerusakan struktur atau fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu. Keadaan ini disertai dengan mortalitas yang tinggi, frekwensi rawat inap yang meningkat, kualitas hidup yang rendah dan regimen terapi yang kompleks. 4,12,13

2.1.2. Etiologi dan Patofisiologi

Penyakit pada perikardium, miokardium, endokardium, atau pembuluh darah besar merupakan penyebab terjadinya gagal jantung, namun kerusakan fungsi miokard ventrikel kiri merupakan penyebab yang paling banyak pada penderita gagal jantung. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung menyebakan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistim simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System RAAS menyebabkan vasokonstriksi angiotensin dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium aldosteron. Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada myokardium sehingga menyebabkan terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme Lili Syarief Hidayatsyah : Hubungan Antara Parameter Volume Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio…, 2008 USU e-Repository © 2008 19 kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan dekompensasi. 14

2.1.3. Gejala klinis dan derajat berat gejala.

Manifestasi klinis yang utama dari gagal jantung adalah dispnu dan fatiq, yang dapat menghambat toleransi latihan, dan retensi cairan, yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup. 4 New York Heart Association NYHA pertama sekali membuat klasifikasi gagal jantung yang berdasar pada derajat keterbatasan fungsional. Sistim ini membagi pasien kedalam 4 kelas fungsional yang bergantung pada derajat upaya yang menimbulkan gejala: gejala gagal jantung timbul saat istirahat kelas IV, pada upaya yang lebih ringan dari biasa kelas III, pada upaya yang biasa kelas II, atau hanya timbul pada upaya yang lebih berat dari biasa sehingga aktivitas menjadi terbatas kelas I. Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan, dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur. 4 Perkembangan dan progresi penyakit gagal jantung dapat dibagi kedalam 4 stadium yaitu stadium A adalah penderita yang berisiko tinggi untuk menjadi gagal jantung namun belum terdapat kelainan struktural dari jantung, stadium B adalah telah terdapat kelainan struktural jantung namun gejala gagal jantung belum muncul, stadium C adalah terdapat kelainan struktural dan sedang atau pernah mengalami gejala gagal jantung, stadium D adalah penderita gagal jantung yang mengalami gejala yang berat dan refrakter terhadap pengobatan standard. Pembagian ini mengutamakan pada Lili Syarief Hidayatsyah : Hubungan Antara Parameter Volume Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio…, 2008 USU e-Repository © 2008 20 keberadaan faktor risiko dan abnormalitas struktural jantung yang diperlukan untuk perkembangan gagal jantung, pengenalan progresifitasnya, dan strategi pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium A, hal yang mana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA. 4, 15

2.1.4. Diagnosis

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Triceps Skinfold Thickness dengan Phase Angle yang Diukur dengan Bio Impedence Analysis sebagai Prediksi Mortalitas pada Pasien-Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan Hemodialisis regular

1 70 68

Hubungan Antara Lingkar Lengan Atas Dengan Phase Angle Sebagai Penanda Kualitas Hidup Yang Diukur Menggunakan Bio Electrical Impedance Analysis Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Reguler

0 61 77

Hubungan Antara Parameter Cairan Tubuh Yang Diukur Dengan Bio Impedance Analysis Dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hemodialisis Reguler

1 63 64

Perbedaan Berat Badan Kering Pasien yang diukur secara klinis dengan yang diukur menggunakan Bioimpedance Analyzer(BIA) di Unit Hemodialisis RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

0 0 1

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 22

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 2

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 4

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 17

Hubungan Kombinasi Hemodialisis Hemoperfusi Dengan Status Nutrisi Yang Diukur Dengan Bia (Bioelectrical Impedance Analysis) Pada Pasien Hemodialisis Reguler

0 0 3

PARAMETER KUALITAS AIR YANG DIUKUR (1)

0 0 42