Tingkat Bunga Kredit di Propinsi Sumatera Utara

4.2.2. Tingkat Bunga Kredit di Propinsi Sumatera Utara

Perkembangan suku bunga kredit tertimbang di Sumatera Utara terus berubah dan fluktuatif pada periode 2002-2007 dengan tren yang menurun, kecuali pada tahun 2002 dan tahun 2008 suku bunga kredit mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Perkembangan suku bunga kredit tertimbang di Sumatera Utara dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 4.5. Perkembangan Suku Bunga Kredit Tertimbang Sumatera Utara No Tahun Tingkat Bunga Kredit Tertimbang 1 2001 15.89 2 2002 16.51 3 2003 14.39 4 2004 12.74 5 2005 12.71 6 2006 12.76 7 2007 11.83 8 2008 13.43 Sumber: Bank Indonesia Medan, 2009. Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa suku bunga kredit terendah selama periode 2001-2008 terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 11,83, sedangkan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada tahun 2002, yaitu sebesar 16,51. Menurut Manurung dan Manurung, 2009 tingkat suku bunga kredit yang berubah-ubah salah satunya disebabkan oleh biaya intermediasi perbankan, intervensi pemerintah melalui tingkat bunga SBI, dan kondisi perbankan dan perekonomian nasional. Kondisi perbankan dan perekonomian seperti likuiditas perbankan, dan keadaan perekonomian masyarakat akan mengganggu kemampuan perbankan untuk Indra Oloan Nainggolan : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada KabupatenKota Di Propinsi Sumatera Utara menjalankan fungsi intermediasi. Kondisi perekonomian yang kondusif akan membantu menciptakan suku bunga yang stabil dan tidak terlalu tinggi. 4.2.3. Upah Minimum Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1998, pola hubungan industrial mengalami perubahan yang semakin memungkinkan bagi pekerja untuk memperjuangkan berbagai haknya. Kebebasan untuk menyuarakan berbagai keluhan seperti kondisi kesehatan dan keselamatan kerja, perlakuan yang tidak adil, serta berbagai upaya peningkatan kesejahteraan termasuk penentuan upah minimum dapat dilakukan tanpa rasa takut lagi. Tabel 4.6. Upah Minimum KabupatenKota di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 – 2007 KabupatenKota 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Nias 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Mandailing Natal 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Tapanuli Selatan 464000 505000 537000 600000 737794 785500 Tapanuli Tengah 464000 505000 537000 600000 737794 799000 Tapanuli Utara 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Toba Samosir 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Labuhan Batu 464000 505000 537000 600000 737794 784000 Asahan 464000 505000 537000 600000 737794 780000 Simalungun 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Dairi 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Karo 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Deli Serdang 464000 505000 537000 600000 737794 805000 Langkat 464000 505000 537000 600000 737794 780000 Sibolga 464000 505000 537000 600000 737794 765000 Tanjung Balai 464000 505000 537000 600000 737794 781000 Pematang Siantar 464000 505000 537000 600000 737794 761000 Tebing Tinggi 464000 505000 537000 600000 737794 774000 Medan 464000 505000 537000 600000 737794 820000 Binjai 464000 505000 537000 600000 737794 774000 Sumber: Dinas Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara, 2002 – 2007. Indra Oloan Nainggolan : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada KabupatenKota Di Propinsi Sumatera Utara Peningkatan upah minimum ini sebenarnya dapat meningkatkan kemampuan para pekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun peningkatan upah minimum kabupatenkota yang terlalu cepat dan tinggi berpotensi mengurangi kesempatan kerja, terutama pekerja formal di Propinsi Sumatera Utara. Kondisi ini akan menimbulkan dilema bagi Pemerintah pada kabupatenkota di Propinsi Sumatera Utara. Disatu sisi apakah upah minimum akan terus ditingkatkan yang sebenarnya hanya menguntungkan sebagian kecil pekerja dengan mengorbankan pekerja lainnya di sektor tertentu, atau perhatian difokuskan pada penciptaan kesempatan kerja baru yang ada pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan sebagian besar penduduk pada kabupatenkota di Propinsi Sumatera Utara. Pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara, seperti juga di ibukota negara- negara berkembang lainnya, mencerminkan struktur lapangan kerja dan perekonomian yang dualistik. Hal ini ditandai dengan adanya sektor tradisonal informal yang besar disatu sisi, dan sektor modern formal di sisi lainnya. Apabila dibandingkan dengan upah minimum yang diterima pekerja sektor modern, secara umum upah sektor informal lebih rendah dan sering kali tidak menentu. Dengan demikian pekerja sektor formal sebenarnya masih lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, dan biasanya pekerja di sektor formal tidak akan mudah terjerumus ke tingkat hidup di bawah garis kemiskinan. Berkaitan dengan perbandingan pekerja sektor formal dan informal tersebut, maka perumusan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah kabupatenkota di Propinsi Sumatera Utara harus mengutamakan fleksibilitas pasar tenaga kerja. Indra Oloan Nainggolan : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada KabupatenKota Di Propinsi Sumatera Utara Kebijakan pasar tenaga kerja yang fleksibel akan mendorong kesempatan kerja kepada industri yang padat kerja. Dengan jumlah angkatan kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah kabupatenkota di Propinsi Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga kerja yang fleksibel tersebut akan mempermudah semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi termasuk kemudahan bagi tenaga kerja untuk berpindah pekerjaan dari pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih produktif.

4.3. Analisis dan Pembahasan Penelitian