Menurut Hukum Islam Pengertian Saksi dan Kesaksian

BAB II SAKSI MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM ACARA PERDATA

A. Pengertian Saksi dan Kesaksian

1. Menurut Hukum Islam

Saksi dalam kamus bahasa Indonesia adalah orang yang dapat memberikan keterangan tentang suatu kejadian yang telah dilihat, didengar, atau mengalami kejadian itu. 1 Sedangkan dalam Ensiklopedi Islam saksi adalah orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa untuk melihat, menyaksikan atau mengetahuinya, agar suatu ketika bila diperlukan ia dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh terjadi. 2 Saksi dalam bahasa arab memakai kata تداهشلا adalah bentuk Jama’ dari دهشلا اة :berarti pemberitahuan oleh seseorang menggunakan lafadzh tertentu mengenai adanya hak yang berada pada tanggungan orang lain. 3 Kesaksian dalam hukum acara perdata Islam dikenal dengan sebutan As-syahadah, menurut bahasa ialah: a. Pernyataan atau pemberitahuan yang pasti b. Ucapan yang keluar dari pengetahuan yang diperoleh dengan penyaksian langsung 1 Anando Santoso, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika, 1995, cet. Pertama, h.303. 2 Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, cet. h. 202. 3 .Aliy As’ad, Fathul Mu’in, Kudus: Menara Kudus, 1979, cet. Pertama, h.59. 15 c. Mengetahui sesuatu secara pasti, mengalami dan melihatnya seperti persaksian saya menyaksikan sesuatu artinya saya mengalami dan melihatnya sendiri sesuatu itu maka saya ini sebagai saksi 4 Untuk dapat mendefinisikan saksi maka terlebih dahulu harus mengetahui definisi kesaksian. Kesaksian adalah: Artinya: ”Kesaksian adalah istilah mengenai pemberitahuan seseorang yang benar di pengadilan dengan kesaksian untuk menetapkan suatu hak terhadap orang lain.” 5 Kesaksian dalam hukum Islam disebut dengan syahid saksi laki- laki atau syahidah saksi perempuan yang terambil dari kata musyahadah yang artinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Jadi saksi yang dimaksud adalah manusia yang hidup. Dalam hal kesaksian kebanyakan para ahli hukum Islam jumhur fuqaha menyamakan kesaksian syahadah itu dengan bayyinah. 4 Anshoruddin, Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam Dan Hukum Positif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm.73. 5 Abdur Rahman Umar, Kedudukan Saksi Dalam Peradilan Menurut Hukum Islam, Jakarta:Pustaka Al-Husna, 1986, cet.I, h.50. 16 Apabila saksi disamakan dengan bayyinah berarti pembuktian dimuka peradilan Islam, termasuk dimuka peradilan agama hanya mungkin dengan saksi saja, sebab Rasulullah mengatakan “al bayyinah ‘ala al mudda’y wa al yamin ‘ala man ankar”. 6 Ada beberapa ahli hukum Islam yang mengartikan bayyinah itu sebagai sesuatu apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran, melihat pengertian tersebut berarti kesaksian hanya merupakan sebagian dari bayyinah. Kesaksian merupakan sebuah istilah mengenai pemberitahuan seseorang yang benar didepan pengadilan dengan ucapan kesaksian untuk menerapkan suatu hak terhadap orang lain, dengan kata lain saksi merupakan alat bukti yang sah yang bertujuan untuk memberitahukan peristiwa yang sebenarnya dengan lafadz “aku bersaksi.” 7 Kesaksian adalah menyampaikan perkara yang sebenarnya, untuk membuktikan suatu kebenaran dengan mengucapkan lafadz-lafadz kesaksian dihadapan sidang pengadilan. Kesaksian merupakan keterangan saksi secara lisan dimuka sidang atas apa yang dilihat sendiri oleh saksi tentang duduk perkara yang disengketakan. 8 Menurut Fiqih, persaksian itu supaya menjadi alat pembuktian yang sah, adapun persaksian dalam fiqih dibagi menjadi dua macam: 6 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Perdilan Agama,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet.Ke-9, h.152. 7 Abdur Rahman Umar, Kedudukan Saksi Dalam Peradilan Menurut Hukum Islam, h.55. 8 Ropaun Rambe dan A. Mukri Agafi, Implementasi Hukum Islam, Jakarta: PT. Perca, 2001, h.174. 17 a. Persaksian atas dasar yakin Persaksian atas dasar yakin adalah persaksian terhadap suatu perbuatan dan ucapan. Persaksian melalui perbuatan seperti perbuatan zina, ghasab, radha’ dan wiladah. Dalam persaksian tersebut seorang saksi diharuskan benar-benar melihat orang yang melakukan perbuatan itu atau melihat pelaku perbuatan itu. Sedangkan persaksian dengan ucapan seperti ucapan dalam aqad, fasakh dan ucapan pada pengakuan. Persaksian ini harus benar- benar melihat orang yang mengucapkannya dan mendengar pula bunyi yang diucapkannya. b. Persaksian atas dasar dhan atau Istifadhah Persaksian atas dasar - adalah persaksian terhadap beberapa peristiwa tertentu yang hanya dengan mendengar saja tetapi harus di yakininya dengan syarat persaksiannya tidak disangkal dan bahwa peristiwa itu sudah lama terjadi. 9 Ada beberapa peristiwa dalam pembuktian yang menggunakan persaksian istifadhah yaitu: 1 Kafirnya seseorang 2 Cacatnya pribadi seseorang 3 Pengunduran diri seseorang sebagai hakim 9 Djamil Latif, Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: NV.Bulan Bintang, 1975, cet. Pertama, h.147. 18 4 Muslimnya seseorang 5 Adilnya seseorang 6 Wakaf 7 Zakat 8 Nikah 9 Warisan Dapat diterimanya persaksian dengan istifadhah pada peristiwa- peristiwa tersebut diatas karena peristiwa itu telah lama terjadi, sehingga sukar dibuktikannya. Oleh karena itu persaksian istifadhah tidak dapat diterima pada perisitiwa-peristiwa yang baru terjadi. Dengan mengetahui arti dari kesaksian di atas, dapat dipahami bahwa kesaksian itu mengenai pemberitahuan dan keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimuka pengadilan dalam mengungkapkan suatu kebenaran, tentang apa yang telah disaksikannya dalam suatu peristiwa tertentu. 10 10 Ibid., h.147. 19

2. Menurut Hukum Acara Perdata

Dokumen yang terkait

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Respon masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum islam dalam : studi kasus di desa Ciangir Lecamatan Legok Kabupaten Tangerang

2 62 97

Pengelolaan harta wakaf menurut hukum islam dan hukum positif (studi kasus pada Yayasan al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)

0 8 75

Gugat rekonpensi dalam sengketa cerai gugat dan implikasinya terhadap hak hadhanah di pengadilan agama : studi analisis perkara No. 078/Pdt. G/2007/PA. Jakarta Pusat

1 44 104

Analisa hukum islam dan KUHP terhadap putusan perkara tindak pidana perkosaan anak ideot : studi analisa putusan no.054/pid/b/1997/pn.jkt-barat

1 11 112

Peranan kedokteran porensik dalam proses pembuktian menurut hukum acara pidana Indonesia dan hukum pidana Islam : studi analisa putusan pengadilan Negeri Jakarta Barat No. Perkara 346/Pid. B/2006/PN.JKT.BAR

0 8 124

Tinjauan fikih dan hukum positif terhadap perceraian akibat tidak mempunyai keturunan: studi analisis putusan cerai gugat karena suami impoten di pengadilan agama Jakarta Selatan perkara nomor: 241/Pdt.G/2007/PA.JS

0 4 108

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Pemberian nafkah IDDAH dalam cerai gugat (analisis putusan perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

0 10 0