Menurut Hukum Acara Perdata

19

2. Menurut Hukum Acara Perdata

Saksi adalah orang yang memberikan keterangan dimuka sidang dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang sesuatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya suatu peristiwa atau kejadian tersebut. 11 Dalam hukum acara perdata, pembuktian dengan saksi sangat penting karena jika dalam suatu masyarakat desa biasanya perbuatan hukum yang dilakukan tidak tertulis, melainkan dengan dihadiri oleh saksi-saksi karena perbuatan hukum yang dilakukan kebanyakan masih menggunakan faham saling mempercayai antara satu sama lain. Dalam peristiwa yang demikian menjelaskan bahwa tidak selamanya sengketa perdata dapat dibuktikan dengan alat bukti tulisan atau akta saja. Akan tetapi jalan yang dapat ditempuh untuk membuktikan suatu perkara ialah dengan menghadirkan saksi-saksi yang kebetulan melihat, mengalami atau mendengar sendiri kejadian yang diperkarakan. Kesaksian menurut hukum acara perdata ialah kepastian yang di berikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang disengketakan, dengan jalan membuktikan secara lisan pribadi oleh orang 11 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, cet. I, h.160. 20 yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil di persidangan. 12 Dalam pasal 1907 KUH Perdata menjelaskan “Tiap-tiap kesaksian harus disertai dengan alasan-alasan bagaimana di ketahuinya hal-hal yang diterangkan”. Pendapat-pendapat maupun pemikiran-pemikiran khusus yang diperoleh dengan jalan pikiran atau kesimpulan bukan disebut kesaksian. Kesaksian merupakan alat bukti yang wajar, karena keterangan yang diberikan kepada hakim dipersidangan itu berasal dari pihak ketiga yang melihat atau mengetahui sendiri peristiwa yang bersangkutan. Pihak ketiga pada umumnya melihat peristiwa yang bersangkutan lebih objektif dari pada pihak yang berkepentingan sendiri 13 Ditegaskan dalam pasal 1895 KUH Perdata yang berbunyi: “Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang. ” Jadi, pada prinsipnya alat bukti saksi menjangkau semua 12 A. Juaini Syukri, Keyakinan Hakim Dalam Pembuktian Perkara Perdata Menurut Hukum Acara Positif dan Hukum Acara Islam, Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 1986, h.34. 13 Sudikno, Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1977, cet. Pertama, h.166. 21 bidang dan jenis sengketa perdata, kecuali apabila undang-undang sendiri menentukan sengketa yang hanya dapat dibuktikan dengan akta atau alat bukti tulisan, barulah alat bukti saksi tidak dapat diterapkan. Seorang saksi diharuskan benar-benar melihat, mendengar, mengetahui atau mengalami sendiri terhadap apa yang disaksikannya, bukan berdasarkan cerita dari mulut kemulut atau dari pendengaran ke pendengaran, lalu kemudian saksi menyusun atau mengambil suatu kesimpulan atau memberikan penilaiannya sendiri. Saksi tidak boleh menyimpulkan atas apa yang disaksikannya itu melainkan menerangkan apa adanya menurut aslinya, dan seorang saksi harus menyebutkan sebab ia mengetahui peristiwa tersebut. 14 Pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa saksi adalah orang yang mengetahui secara langsung peristiwa dalam suatu perkara, dan kemudian saksi tersebut bertanggung jawab atas kesaksiannya jika suatu saat kesaksiannya itu dibutuhkan. Tugas seorang saksi adalah berkewajiban untuk mengungkapkan kesaksiannya dimuka pengadilan untuk menjelaskan peristiwa yang ia ketahui, karena pada dasarnya kesaksian seorang saksi sangat diperlukan untuk kemaslahatan hukum. 14 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama,PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2002, cet. kesembilan. h.160. 22

B. Syarat-Syarat Saksi

Dokumen yang terkait

Putusan verstek pengadilan agama depok dalam perkara cerai gugat : analisa putusan pengadilan agama depok perkara no. 1227/pdt.g/2008/pa.dpk

4 21 94

Saksi dari pihak keluarga dalam gugat cerai menurut hukum islam dan hukum acara perdata: studi kasus putusan pengadilan agama Tangerang perkara nomor: 221/Pdt.G/2008/P.A Kota Tangerang Banten

0 13 76

Respon masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum islam dalam : studi kasus di desa Ciangir Lecamatan Legok Kabupaten Tangerang

2 62 97

Pengelolaan harta wakaf menurut hukum islam dan hukum positif (studi kasus pada Yayasan al-Matiin Ciputat Tangerang Selatan)

0 8 75

Gugat rekonpensi dalam sengketa cerai gugat dan implikasinya terhadap hak hadhanah di pengadilan agama : studi analisis perkara No. 078/Pdt. G/2007/PA. Jakarta Pusat

1 44 104

Analisa hukum islam dan KUHP terhadap putusan perkara tindak pidana perkosaan anak ideot : studi analisa putusan no.054/pid/b/1997/pn.jkt-barat

1 11 112

Peranan kedokteran porensik dalam proses pembuktian menurut hukum acara pidana Indonesia dan hukum pidana Islam : studi analisa putusan pengadilan Negeri Jakarta Barat No. Perkara 346/Pid. B/2006/PN.JKT.BAR

0 8 124

Tinjauan fikih dan hukum positif terhadap perceraian akibat tidak mempunyai keturunan: studi analisis putusan cerai gugat karena suami impoten di pengadilan agama Jakarta Selatan perkara nomor: 241/Pdt.G/2007/PA.JS

0 4 108

Wali pengampu pada paman dari pihak Ibu dalam tinjauan hukum islam : studi putusan pengadilan agama depok nomor 16/pdt.p/2007/pa dpk

0 9 103

Pemberian nafkah IDDAH dalam cerai gugat (analisis putusan perkara No. 1445/Pdt.G/2010/PA.JS)

0 10 0