Respon masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum islam dalam : studi kasus di desa Ciangir Lecamatan Legok Kabupaten Tangerang

(1)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT sang penguasa alam semesta, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan Inayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah atas Nabi Muhamad SAW sebagai manusia pilihan yang dinantikan syafaatnya di akhirat serta penuntun manusia dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Setelah melalui tahapan dan proses yang begitu berat, akhirnya selesai juga penulisan skripsi ini. Semenjak awal bahkan ketika diniatkan sampai selesianya tulisan ini tentunya banyak pihak yang telah berjasa dan memberikan kontribusinya dalam proses penyusunan hingga terselesainya penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis Ingin mengucapkan rasa terima kasih, namun karena keterbatasan lembar dalam kata pengantar, maka penulis tidak dapat menyebut satu demi satu pihak-pihak yang berjasa dengan tidak mengurangi rasa terimakasih izinkanlah penulis menyebut beberapa pihak untuk mewakili pihak-pihak yang berjasa. Yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhamad. Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Drs. Abu Tamrin, SH., M. Hum dan HJ. Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA selaku pembimbing, berkat bantuan yang telah memberikan waktu luangnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi,


(2)

4. Seluruh pegawai perpustakaan yang telah membatu meminjamkan buku-buku sebagai bahan acuan untuk menyusun skripsi ini.

5. Bapak Lurah dan Dewan Kleurahan beserta RW dan RT dan seluruh masyarkat Ciangir yang telah membantu dalam memperoleh data-data yang diperlukan.

6. Kedua orang tua, adik-adik tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan serta doanya, sehingga penulisan skripsi ini selesai.

7. Buat teman-teman yang tidak disebutkan satu persatu khususnya anak jurusan peradilan agama angkatan 2005

Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak, agar skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 6 April 2010

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………...…iii

DAFTAR TABEL………....v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……..………..5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..………6

D. Metode Penelitian……… ………...…..7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ………...8

F. Sistematika Penulisan………..15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Harta Gono-Gini……… 17

B. Ruang Lingkup Harta Gono-Gini………...18

C. Proses Terbentuknya Harta Gono-Gini ………..21

D. Pembagian Harta Gono-Gini………22

E. Tinjauan Hukum Islam Tentang Harta Gono-Gini………..26

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT DESA CIANGIR KECAMATAN LEGOK TANGERANG A. Letak dan Keadaan Geografis………..34


(4)

iv

3. Pendidikan….………37

4. Keagamaan……….39

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN A. Pemgertian Responden ………..….40

B. Profil Responden……….…41

C. Pembagian Harta Gono-Gini dalam Kompilasi Hukum Islam...45

D. Pemahaman Masyarakat Terhadap Harta Gono-Gini ………48

E. Respon Masyarakat Desa Ciangir Kecamatan Legok Tangerang Terhadap Pembagian Harta Gono Gini dalam KHI……...53

F. Analisa Tentang Respon Masyarakat Terhadap Pembagian Harta Gono-Gini dalam Kompilasi Hukum Islam………..70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………..…… ……..78

B. Saran-Saran………..81

DAFTAR PUSTAKA...82


(5)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT sang penguasa alam semesta, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah atas Nabi Muhamad SAW sebagai manusia pilihan yang dinantikan syafaatnya di akhirat serta penuntun manusia dari zaman kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Setelah melalui tahapan dan proses yang begitu berat, akhirnya selesai juga penulisan skripsi ini. Semenjak awal bahkan ketika diniatkan sampai selesianya tulisan ini tentunya banyak pihak yang telah berjasa dan memberikan kontribusinya dalam proses penyusunan hingga terselesainya penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis Ingin mengucapkan rasa terima kasih, namun karena keterbatasan lembar dalam kata pengantar, maka penulis tidak dapat menyebut satu demi satu pihak-pihak yang berjasa dengan tidak mengurangi rasa terimakasih izinkanlah penulis menyebut beberapa pihak untuk mewakili pihak-pihak yang berjasa. Yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhamad. Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak. Drs. Abu Tamrin, SH., M. Hum dan HJ. Ummu Hanah Yusuf Saumin, MA selaku pembimbing, berkat bantuan yang telah memberikan waktu luangnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi,


(6)

4. Seluruh pegawai perpustakaan yang telah membatu meminjamkan buku-buku sebagai bahan acuan untuk menyusun skripsi ini.

5. Bapak Lurah dan Dewan Kleurahan beserta RW dan RT dan seluruh masyarkat Ciangir yang telah membantu dalam memperoleh data-data yang diperlukan.

6. Kedua orang tua, adik-adik tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan serta doanya dalam penulisan skripsi ini.

7. Buat teman yang tidak disebutkan satu persatu khususnya teman-teman jurusan Peradilan Agama angkatan 2005.

Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak, agar skripsi ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 6 April 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………...…iii

DAFTAR TABEL………....v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……..………..5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..………6

D. Metode Penelitian……… ………...…..7

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ………...8

F. Sistematika Penulisan………..15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Harta Gono-Gini……… 17

B. Ruang Lingkup Harta Gono-Gini………...18

C. Proses Terbentuknya Harta Gono-Gini ………..21

D. Pembagian Harta Gono-Gini………22

E. Tinjauan Hukum Islam Tentang Harta Gono-Gini………..26

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT DESA CIANGIR KECAMATAN LEGOK TANGERANG A. Letak dan Keadaan Geografis………..34

B. Demografis Masyarakat………...………35

1. Penduduk………..……….35

2. Sosial Ekonomi ……….35


(8)

A. Pemgertian Responden ………..….40

B. Profil Responden……….…41

C. Pembagian Harta Gono-Gini dalam Kompilasi Hukum Islam...45

D. Pemahaman Masyarakat Terhadap Harta Gono-Gini ………48

E. Respon Masyarakat Desa Ciangir Kecamatan Legok Tangerang Terhadap Pembagian Harta Gono Gini dalam KHI……...53

F. Analisa Tentang Respon Masyarakat Terhadap Pembagian Harta Gono-Gini dalam Kompilasi Hukum Islam………..70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………..…… ……..78

B. Saran-Saran………..81

DAFTAR PUSTAKA...82

LAMPIRAN...84


(9)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahawa :

1. Akripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karyseda ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari kara orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Maret 2010

Maemunah Bakiyah


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang paling sempurna, Islam pedoman bagi seluruh umat yang mengatur segala aspek kehidupan bagi keselamatan di dunia dan akhirat. Salah satu aspek yang menjadi obyek aturan hukum dalam Islam ialah mengenai perkawinan, dimana tujuan dari perkawinan ialah “Membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawahdah dan rahmah."1

Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-lamanya yang diliputi rasa kasih sayang dan saling mencintai. Karena agama Islam mengharamkan perkawinan yang bertujuan untuk sementara, dalam waktu tertentu sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja, seperti nikah mut`ah, dan sebagainya.2 Oleh karenanya perkawinan dalam syariat Islam ialah bertujuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan yang diliputi rasa tentram serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT.

Perkawinan mempunyai akibat hukum tidak hanya terhadap diri pribadi mereka yang melangsungkan pernikahan, serta hak dan kewajiban yang mengikat pribadi suami isteri, tetapi lebih dari itu mempunyai akibat hukum pula terhadap

1

Citra Umbara, UU RI No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ( Bandung : CU, 2007), h.1.

2

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974), h. 25.


(12)

harta suami isteri tersebut. Hubungan hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin sedemikian eratnya, sehingga keduanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.

“Hubungan hukum kekeluargaan menentukan hubungan hukum kekayaannya dan hukum harta perkawinan tidak lain merupakan hukum kekayaan keluarga”.3

Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau istri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum melakukan akad perkawinan dan mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan yang disebut harta bersama atau gono-gini.

Meskipun harta gono-gini tersebut dihasilkan hanya dari suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan Istri berada di rumah dengan tidak mencari nafkah melainkan hanya mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Suami maupun Isteri mempunyai hak yang sama untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selama untuk kepentingan rumah tangganya, tentunya dengan persetujuan kedua belah pihak.4

Berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing-masing berhak menguasainya sepanjang para pihak tidak menentukan lain,

3

J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti,1991),h. 5. 4

Mohamad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta :Bumi Aksara, 1999), h. 231-232.


(13)

3

sebagaimana yang diatur dalam pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan pada ayat (2) UU tersebut menjelaskan bahwa kekayaan yang diperoleh dengan cara warisan atau hadiah, tidak dapat dikatagorikan sebagai kekayaan bersama.

Di indonesia masalah mengenai perkawinan diatur dalam UU.No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Namun dalam perkembangannya agar hukum tersebut mampu mengatur secara spesifik bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Islam sebagai mayoritas, maka dikeluarkanlah Inpres No.1 tahun 1991 berupa KHI yang mengataur secara khusus mengenai keluarga bagi pemeluk agama Islam.

Salah satu pokok bahasan dalam KHI ialah tentang perkawinan yang mengatur harta kekayan dalam perkawinan dimana di dalamnya membahas mengenai ketentuan pembagian harta gono-gini dalam perkawinan, misalnya pembagian harta gono-gini yang menyangkut perceraian menurut pasal 97 KHI ditetapkan bahwa bagi janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak memperoleh seperdua dari harta gono-gini sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan.

Dalam ketentuan pembagian harta gono-gini dalam KHI di atas menurut penulis belum tentu dirasakan keadilannya oleh para pihak yang berselisih. Karena pada kenyataanya sekalipun dalam atauran hukum pembagian tidak memperhatikan harta tersebut atas upaya siapa dan atas nama siapa, dalam


(14)

kenyataannya di lapangan masih banyak yang tidak bisa melepaskan jasa-jasa selama perkawinan, sehingga hal tersebut dirasakan tidak adil bagi salah satu pihak yang bersengketa dan dalam prakteknya di masyarakat para pihak yang bersengketa mengenai harta gono-gini kerapkali tidak membaginya sesuai dengan ketetapan hukum pembagian harta gono-gini dalam ketentuan KHI, bahkan masih banyak yang menggunakan hukum adat dalam pembagiannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis perlu mengadakan suatu penelitian yang bersifat keilmuan. Oleh karena itu penulis tertarik mencari dan menguraikan dengan jelas tentang sistem pembagian harta gono-gini dalam KHI dan relevan tidaknya pembagian harta gono-gini dengan melihat kenyataan yang ada pada saat ini penulis untuk lebih mengetahui bagaimana pemahaman serta respon masyarakat mengenai pembagian harta gono-gini menurut KHI, karenanya penulis akan mengkajinya lewat penulisan skripsi dengan judul: “Respon Masyarakat Terhadap Pembagian Harta Gono-Gini Menurut Kompilasi Hukum Islam (Studi kasus di Desa Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang)”.


(15)

5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membatasi permasalahan hanya pada ruang lingkup bagaimana sesungguhnya pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam, serta tanggapan masyarakat Desa Ciangir Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang terhadap pembagian harta tersebut.

2. Perumusan Masalah

Untuk lebih terfokus dalam masalah tersebut maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang merupakan pokok pembahasan dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana pembagian harta gono-gini dalam kompilasi hukum Islam? 2. Bagaimana pengetahuan masyarakat terhadap harta gono-gini?

3. Bagaimana respon masyarakat di Desa Ciangir Kec, Legok Kabupaten Tangerang terhadap pembagian harta Gono-Gini menurut kompilasi hukum Islam ?

4. Analisa tentang respon masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini dalam kompilasi hukum islam

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Merujuk pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pembagian harta gono-gini dalam kompilasi hukum

Islam


(16)

2. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Kelurahan Ciangir mengenai harta gono-gini.

3. Untuk mengetahui respon masyarakat masyarakat Kelurahan Ciangir terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam. Adapun manfaat dalam penelitian ini penulis mengaharapkan agar dapat dijadikan sebagai:

1. Bahan kajian tentang pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam.

2. Bahan kajian bagi peneliti selanjutnya mengenai pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam.

3. Sumbangan pemikiran dalam rangka memperkaya khazanah keilmuan dibidang ilmu hukum khususnya dalam hukum Islam tentang pembagian harta gono-gini.

D. Metode Penelitian

a. Pendekatan penelitian

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk-produk hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.5 Kaitannya dengan gono-gini pendekatan ini

5

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat,, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1995), h. 13-14.


(17)

7

adalah untuk melihat fakta tentang ketentuan pembagian harta gono-gini dalam KHI.

2. Pendekatan Sosiologis yaitu pendekatan dengan melihat fenomena masyarakat atau peristiwa sosial budaya sebagai jalan untuk memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat.6

Pendekatan ini penulis gunakan untuk mendeskripsikan fakta berupa respon masyarakat terhadap ketentuan pembagian harta pembagian harta gono-gini dalam KHI.

b. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang berupa menarik faktor-faktor dan informasi dari lapangan yang ditemui secara angka, dengan melihat inti objek penelitian berdasarkan tingkat beragam yang terangkum dalam data lapangan yang bisa didapat secara akurat, tepat, dan terpercaya.

Namun demikian data kualitatifnya tetap dilakukan, terutama untuk melihat keterkaitan hubungan dan mengkaitkan pendekatan deskriptif analitis, yaitu dilakukan terutama untuk melihat keterkaitan dari data lapangan sedangkan untuk pengolahan data, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitis, yaitu dilakukan terutama untuk melihat keterkaitan dari data lapangan yang

6

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, ( Jakarta: , PT. Rajawali Pers, 1999), h. 45.


(18)

menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan yang diteliti.

c. Data penelitian 1. Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis sumber data primer dan sekunder.

a. Data primer

Dimana data primer diperoleh langsung dari sumber pertama yakni, responden yaitu diperoleh melalui survey dengan instrumen angket tentang respon masyarakat di RW 05 Kelurahan Ciangir Kec. Legok Kab. Tangerang yang berkaitan dengan skripsi.

b. Data sekunder

Sedangkan data sekunder merupakan data yang memberikan penjelasan mengenai data sumber data primer, yang mencakup RUU, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.7

2. Tekhnik pengumpulan data

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan cara:

a) Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.8

7

Soekanto Soerjono, Pengantar penelitian Hukum (Jakarta: UIP, 1984), h. 52. 8

Usman Husain Purnomo dan Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), h. 57.


(19)

9

b) Wawancara yaitu melakukan Tanya jawab lisan antara dua orang lebih, secara langsung dengan menggunakan kuesioner dan angket daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya.9

c) Dokumentasi diperoleh dengan cara mengumpulkan berbagai bahan yang akan digunakan dalam penelitian, baik yang berupa buku, jurnal, foto dan bahan lainya yang berkaitan dengan permasalan yang diteliti. d) Angket merupakan daftar pertanyaan dan pernyataan yang disebarkan

secara langsung kepada responden.10

d. Subjek penelitian

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dari proses penelitian ini, maka di sini dikemukakan terlebih dahulu tentang subyek dari penelitian tersebut yang menyangkut populasi:

1. Populasi

Populasi adalah sekumpulan individu dengan karakteristik khas yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian atau keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti.11Dalam hal ini yang menjadi populasinya adalah pihak-pihak suami istri yang sudah menikah dan suami istri yang

9

Ibid. h. 58. 10

Metodologi Penelitian Sosial.h. 60.

11

Masri Singa Rimbun dan Sofian Effendi, metode penelitian survey, (Jakarta: PT. Pustaka LP3S, 1989), Cet. Ke-2. 152.


(20)

melakukan perceraian di lingkungan RW. 02 dengan jumlah 3 RT di kelurahan Ciangir Kec. Legok Kab. Tangerang. dengan jumlah 350 orang.

2. Sampel

Adalah sebagian dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.12

Adapun pengambilan sampel penulis menggunakan random sampling. Maka dari itu penulis menggambil 30% dari jumlah populasi sebanyak 350 orang.yaitu sekitar 100 responden.

3. Tekhnik sampel

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tekhnik sample dengan random sample yaitu pengambilan suara tanpa pandang bulu. Dimana setiap individu dalam populasi memliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

e. Tekhnik pengolahan data

Data-data yang diperoleh melalui angket, kemudian diproses dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti dan dirumuskan pengelompokan untuk memperoleh data-data akurat. 2. Tabulating yaitu metabulasi atau memindahkan jawaban-jawaban

responden ke dalam tabel, kemudian dicari presentasenya untuk kemudiuan dianalisa.

12

Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada, 1997), h. 144.


(21)

11

3. Kesimpulan, yaitu penulis memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan penafsiran data, semua tahapan tersebut akhirnya dijelaskan pendeskripsiannya dalam bentuk kata-kata maupun angka sehingga menjadi bermakna.

4. Prosentase, dalam hal ini penulis mengklasifikasikan data yang diperoleh secara kuantitatif dengan menggunakan presentase sebagai berikut:

P = F X100% N

Keterangan:

P = Besar presentase

F = Frkeunsi (jumlah jawaban responden)

N = Jumlah Responden

Besar presentase dari rumus tersebut akan penulis jelaskan dengan beberapa kriteria diantaranya;

100% = Seluruhnya

82%-93% = Hampir seluruhnya

67%-81% = Sebagian besar

51%-66% = Lebih dari setengah

50% = Setengah

34%-49% = Hampir setengah

18%-33% = Sebagian Kecil


(22)

1%-17% = Sedikit Sekali

f. Metode analisis

Dalam penelitian, setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengadakan analisis data. Data mentah yang telah terkumpul tidak ada gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian.

Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis data deskriptif, yaitu penulis gunakan adalah metode statistik deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan tabel.

g. Tekhnik penulisan

Dalam penyusunan secara tekhnik penulisan semua berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syaraiah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

E. Tinjauan(review) Kajian terdahulu

Dalam tinjauan ini, penulis memuat hasil penelitian tentang harta bersama yang sudah diteliti oleh peneliti sebelumnya, adapun penelitian yang sudah dilakukan mengenai harta bersama diantaranya

1. Ahmad Suhaemi, mahasiswa UIN fakultas syariah, konsentrasi Peradilan Agama, prodi akhwal syakhsyiah tahun 2006. Dengan judul skripsi

”Pembagian harta gono-gini dalam perspektif KHI (studi putusan Pengadilan

Agama Jakarta Timur No. 1409/PDT-G/2003/PAJT. “Dimana dalam


(23)

13

penelitiannya menganalisis putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No 1409/PDT-G/2003/PAJT dalam hal pembagian harta gono-gini dalam perpektif KHI. Penelitian tersebut memfokuskan pembahasan pada apa yang menjadi keputusan pengadilan Jakarta timur.

2. Helmy Karomah mahsiswa UIN Fakultas Syariah, Konsentrasi Peradilan Agama, prodi akhwal syakhsyiah tahun 2006 dengan judul skripsi

“Pembagian harta bersama menurut KHI dan implementasinya di PA (studi

kasus di PA Jaktim)”. Penelitian tersebut memfokuskan kajiannya pada proses

pelembagaan pembagian harta bersama dalam KHI di Indonesia serta melihat bagaimana pandangan hakim terhadap ketentuan pembagian harta bersama dalam KHI di PA Jaktim. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa pelembagaan harta bersama dalam KHI di Indonesia dilakukan melalui pendekatan dua sumber hukum yaitu jalur aturan syariat abdan (hukum Islam) dan hukum yang terdapat dalam hukum Islam secara tegas mengatur harta bersama yaitu dengan menganalogikannya sebagai syirkah dalam rub’u muamalah. Sedangkan hukum yang dapat dikonversi kedalam ketentun harta bersama dianggap sebagai al-urf al-syahih (kebiasaan yang baik) sehingga bisa dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum, dan ketentuan pembagian harta bersama menurut KHI ialah 50%:50% dimana dasar pembagian tersebut karena harta bersama dianggap sebagai perkongsian dan dalam implementasinya di PA ketentuan harta bersama sangat fleksibel, dalam kasus-kasus tertentu pembagian harta bersama keluar dari


(24)

ketentuan KHI sehingga tergantung perkembangan hakim dalam melihat kasus tersebut.

Dari penelitian-penelitian di atas jika dibandingkan dengan penelitian yang akan penulis lakukan mempmunyai perbedaan tersendiri. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Respon masyarakat terhadap pembagian harta bersama (studi pada masyarakat di Desa Ciangir Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang.)” Dalam kajianya penulis meneliti pada obyek yang berbeda yaitu masyarakat dengan fokus kajian melihat pemahaman dan masyarakat tentang harta bersama dan pembagiannya serta meliahat respon dari masyarakat terhadap pembagian harta bersama dalam KHI. Kalau dilihat sepintas dari kedua penelitian di atas mempunyai persamaan yaitu sama-sama mengkaji mengenai harta bersama dengan penelitian yang akan penulis lakukan namun ada perbedaan yang mendasar yaitu dalam hal metodologi penelitian serta perumusan masalah dimana penulis lebih memfokuskan kajian pada pemahaman dan respon masyarkat terhadap ketentuan pembagian dalam KHI.


(25)

15

F. Sistematika penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis membagi pembahasan kedalam lima bab yang terdiri dari sub bab pembahasan yaitu:

BAB I. Pendahuluan yang berisikan sub bab yang membahas: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitan, sitematika penulisan.

BAB II. Tinjauan teoritis yang terdiri dari sub bab: pengertian harta gono-gini, pembagian harta gono-gini dan tinjauan hukum Islam mengenai pembagian harta gono-gini.

BAB III. Gambaran umum masyarakat Desa Ciangir, kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, terdiri dari sub bab: letak dan kondisi geografis, demografi masyarakat yang meliputi (penduduk, pendidikan, sosial, ekonomi, dan keagamaan).

BAB IV. Data dan analisis data penelitian yang terdiri dari sub bab pembahasan:Profil responden, pemahaman masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam, respon masyarakat desa Ciangir terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam, dan analisa tentang pemahaman dan respon masyarakat Ciangir terhadap pembagian harta gono-gini menurut kompilasi hukum Islam.

BAB V. Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.


(26)

(27)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Harta Bersama

Dalam istilah lainnya dikenal dengan nama harta bersama, dari segi bahasa harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan.1 Pengertian harta bersama menurut Kamus besar bahasa Indonesia adalah” kesatuan harta yang dikuasai dan dimiliki oleh keluarga selama perkawinan”.2 Sedangkan Harta bersama adalah harta kekayanan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan. Maskudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan.3

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa harta kekayan merupakan salah satu bentuk sumber kekayan yang diusahakan suami isteri dengan tujuan memenuhi kebutuhan keluarga. Hukum Adat, hukum Islam dan hukum Perdata barat (BW) memepunyai perbedaan yaitu menyangkut tentang ada tidaknya harta bersama dan pembagian harta bersama. Menurut Sayuti.4 Harta perkawinan suami isteri apabila dilihat dari asal usulnya dapat digolongan menjadi tiga katagori yaitu:

1

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka, 1989), h. 199. 2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 327.

3

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 200. 4

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indoneia, (Jakarta:UIP,1974), h. 80.


(28)

1. Harta masing-masing yang dimiliki sebelum mereka kawin, baik yang berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri-sendiri atau dapat disebut harta bawaan.

2. Harta masing-masing suami isteri yang dimiliki sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan, tetapi diperolehnya dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan untuk masing-masing.

3. Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau salah seorang.

B. Ruang Lingkup Harta Gono-Gini

Mengenai ruang lingkup harta bersama telah dijelaskan dalam pasal 35 ayat (I) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun yurisprudensi yang telah menentukan segala harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama akan tetapi dalam prakteknya hal ini masih terkendala oleh pemahaman yang masih keliru mengenai harta bersama, karena dalam perkawinan tidak semua harta dikatakan sebagai harta bersama, sehingga perlu penjelasan lebih rinci. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Yahya Harahap menurutnya ruang lingkup harta gono-gini meliputi lima katagori yaitu sebagai berikut.5

5

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini), h. 302-306.


(29)

19

1. Harta yang dibeli selama perkawinan

Maksudnya setiap barang yang dibeli selama perkawinan maka secara otomatis menurut hukum, harta tersebut menjadi harta bersama suami istri, tanpa mempersoalkan siapa yang membeli, terdaftar atas nama siapa, dan harta tersebut terletak dimana. Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803/Sip/1970. Dalam putusan ini dijelaskan bahwa harta yang dibeli oleh suami atau isteri ditempat yang jauh dari tempat mereka adalah termasuk harta bersama suami isteri jika pembelian dilakukan selama ikatan perkawinan, tetapi jika uang pembeli barang berasal dari harta peribadi suami atau maka barang tersebut tidak menjadi objek harta bersama melainkan menjadi milik peribadi. Sebagaimana dikemukakan dalam putusan Mahkamah Agung 16 Desember 1975 No.151K/skip/1974 JO. Pasal 86 ayat 2 KHI.

2. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiyayai dari harta bersama.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Mei 1970 No.803 K/sip/1970 yakni apa saja yang dibeli, jika uang pembelinya berasal dari harta bersama maka dalam barang tersebut melekat harta bersama meskipun berubah wujudnya.

3. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan

Harta tersebut berkaitan dengan harta yang dipersengketakan dimana pada umumnya pihak yang digugat selalu akan mengajukan bantahan bahwa


(30)

harta yang digugat bukan harta bersama tetapi hak milik tergugat dengan alasan harta tersebut merupakan harta atas nama hak pembelian, warisan, hibah dan lainnya. Namun apabila penggugat dapat membuktikan harta-harta yang digugat benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung dan uang pembeliannya tidak berasal dari uang pribadi, maka harta tersebut menjadi objek harta bersama.

4. Penghasilan harta bersama dan harta bawaan

Penghasilan yang tumbuh dan berasal dari harta bersama dan juga harta bawaan atau harta pribadi menjadi objek harta bersama juga dengan demikian. Fungsi harta pribadi dalam perkawinan ikut menopang dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dimana barang pokoknya tidak boleh diganggu gugat, melainkan hal yang tumbuh dari padanya yang jatuh menjadi objek harta bersama. Tentunya hal tersbut apabila tidak ditentukan lain dalam perjanjian.

5. Segala penghasilan suami isteri

Berdasarkan putusan Makamah Agung tanggal 11 maret 1971 No.454 KL/ Sip/19070, segala penghasilann pribadi suami isteri baik dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil dari perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami isteri. Jadi penggabungan harta antara suami isteri dengan sendirinya menjadi harta bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian perkawianan.


(31)

21

C. Proses Terbentuknya Harta Bersama

Menurut Sayuti Thalib harta bersama terbentuk pada saat terjadi syirkah adapun terjadinya syirkah dapat melalui cara-cara sebagai berikut.

1. Dengan mengadakan perjanjian syirkah secara tertulis atau diucapkan sebelum atau sesudah berlangsungnya akad nikah.

2. Dengan ditentukan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan perundang-undangan lain bahwa harta yang dimaksud adalah harta bersama suami istri. 3. Berjalan dengan sendirinya artinya syirkah dapat terjadi dengan kenyataan

dalam kehidupan sehari-hari suami istri itu.

Cara ketiga ini khsus untuk harta bersama yang di peroleh atas usaha selama masa perkawinan, dimana suami dan isteri bersatu dalam mencari hidup dan membiayayi hidup.

Dengan adanya perjanjian perkawinan terhadap harta bersama dapat diketahui dengan jelas, kapan harta bersama itu terbentuk, dalam wujud apa dan bagaimana, sehingga terhadap harta tersebut, baik suami atau isteri tidak dapat mempergunakannya secara peribadi diluar kepentingan rumah tangga.

Sedangkan dalam dalam pasal 35 ayat (I) UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan ayat (1) dan (2) dinyatakan:

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masiang sepanjang para pihak tidak menentukan lain.


(32)

Pada KHI terbentuknya harta bersama juga terjadi pada saat berlangsungnya akad perkawinan. Hal ini dapat dipahami pada pasal 94 ayat 2”Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau keempat.

Pada pasal tersebut menjelaskan terjadinya harta bersama antara istri kedua, ketiga, dan keempat pada saat berlangsungnya perkawinan. Berarti terbentuknya harta bersama pada perkawinan dengan istri pertama juga terjadi pada saat dilangsungkannya akad perkawinan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa terbentuknya harta bersama dalam perkawinan sejak saat terjadi perkawinan sampai ikatan perkawinan putus, artinya apapun harta yang didapat selama setatus perkawinan atau sejak akad nikah sampai saat perkawinan dinyatakan putus, baik karena perceraian atau salah satu pihak meninggal maka seluruh harta tersebut dengan sendirinya menjadi harta bersama, kecuali harta bawaan, maka tetap menjadi milik suami istri masing-masing, selama mereka tidak menentukan dalam perjanjian perkawinan sebagaimana telah disinggung oleh penulis di atas.

D. Pembagian Harta Bersama

1. Menurut Undang-undang perkawinan tahun 1974

Mengenai harta benda dalam perkawinan diatur dalam pasal 35 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menentukan :


(33)

23

a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

b. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Dari pasal tersebut dapat disimpulkan, bahwa menurut Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, di dalam satu keluarga mungkin terdapat lebih dari satu kelompok harta. Hal ini berlainan sekali dengan sistem yang dianut B.W yaitu bahwa dalam satu keluarga pada asasnya hanya ada satu kelompok harta saja yaitu harta persatuan suami isteri. Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan kelompok harta yang mungkin terbentuk adalah:

a. Harta bersama

Menurut pasal 35 Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, harta bersama suami isteri, hanyalah meliputi harta-harta yang diperoleh suami isteri sepanjang perkawinan saja artinya harta yang diperoleh selama tenggang waktu, antara saat peresmian perkawinan, sampai perkawinan tersebut putus, baik terputus karena kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati), maupun karena perceraian (cerai hidup). Dengan demikian, harta yang telah dipunyai pada saat dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta bersama.6

6


(34)

Ketentuan tersebut di atas tidak menyebutkan dari mana atau dari siapa harta tersebut berasal, sehingga boleh kita simpulkan, bahwa termasuk harta bersama adalah :

1. Hasil dan pendapatan suami. 2. Hasil dan pendapatan isteri.

3. Hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami maupun isteri, sekalipun harta pokoknya tidak termasuk dalam harta bersama, asal kesemuanya diperoleh sepanjang perkawinan.

Dengan demikian suatu perkawinan, (paling tidak bagi mereka yang tunduk pada Hukum Adat) yang dilangsungkan sesudah berlakunya UUP tidak mungkin mulai dengan suatu harta bersama dengan saldo yang negatif, paling-paling, kalau suami istri tidak membawa apa-apa dalam perkawinannya, maka harta bersama mulai dengan harta yang berjumlah nihil.7

b. Harta pribadi

Harta yang sudah dimiliki suami atau isteri pada saat perkawinan dilangsungkan tidak masuk ke dalam harta bersama, kecuali mereka memperjanjikan lain. Harta pribadi suami isteri, menurut pasal 35 ayat (2) UUP terdiri dari :

1. Harta bawaan suami isteri yang bersangkutan.

2. Harta yang diperoleh suami isteri sebagai hadiah atau warisan.

7Rofiq, Hukum Islam Indonesia, h. 200. h. 192


(35)

25

Apa yang dimaksud dengan ”harta bawaan”, dalam undang undang maupun dalam penjelasan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan”, tidak ada penjelasan lebih lanjut, tetapi mengingat, bahwa apa yang diperoleh sepanjang perkawinan masuk dalam kelompok harta bersama, maka dapat diartikan bahwaan yang dimaksud di sini adalah harta yang dibawa oleh suami isteri kedalam perkawinan.

Adanya pemisahan secara otomatis (demi hukum) antara harta pribadi dengan harta bersama, tanpa disertai dengan kewajiban untuk mengadakan pencatatan pada saat perkawinan akan dilangsungkan (atau sebelumnya) dapat menimbulkan banyak masalah di kemudian hari dalam segi asal usul harta atau harta-harta tertentu pada waktu pembagian dan pemecahan baik karena perceraian maupun kematian (perceraian). Adalah sangat menguntungkan, kalau dikemudian hari dalam peraturan pelaksanaan diadakan ketentuan yang mewajibkan adanya pencatatan harta bawaan masing-masing suami isteri. Walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal 35 ayat 2, tetapi kalau kita mengingat pada ketentuan pasal 35 ayat 1, maka ketentuan mengenai harta pribadi hibah dan warisan, kiranya hanyalah meliputi hibah atau warisan suami atau isteri yang diperoleh sepanjang perkawinan saja.

Pasal 35 ayat (2) mengandung suatu asas yang berlainan dengan asas yang dianut dalam B.W, yang menyebutkan bahwa yang suami dan atau istri peroleh sepanjang perkawinan dengan Cuma-Cuma baik hibah atau warisan masuk ke dalam harta persatuan kecuali ada perjanjian lain. Adapun pada


(36)

pasal 36 dan 37 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur harta bersama dinyatakan :

Pasal 36

1. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.

Pasal 37 bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, khususnya mengenai hukum perkawinan banyak terjadi duplikasi dengan apa yang diatur UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai harta kekayaan dalam perkawinan dibahas dalam Bab XIII. Menurut pasal 85 adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Tetapi dalam pasal 86 ditegaskan pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. Dalam Bab XIII tidak disebut mengenai terjadinya harta bersama, sebagaimana yang diatur dalam pasal 35 UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Mengenai harta bersama lebih lanjut diatur dalam pasal 85 sampai dengan pasal 97.


(37)

27

1. Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.

2. Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya

B. Tinjauan Hukum Islam tentang harta gono-gini

Dalam Al-Quran dan hadis tidak diatur tentang harta bersama dalam perkawinan. Harta kekayaan isteri tetap menjadi milik isteri dan dikusai penuh olehnya. Demikan pula sebaliknya, harta suami menjadi milik suami dan dikusai sepenuhnya. Dalam kitab-kitab fiqih pun tidak mengatur mengenai masalah harta bersama.

Hal tersebut diperkuat oleh prof. DR. Bustanil Aripin yang berpendapat bahwa tidak adanya harta bersama dalam pembahasan kitab-kitab fiqih yang lama hal tersebut sesuai dengan keadaan dan susunan masyarakat di waktu itu.8

Sedangkan di Indonesia sendiri masalah mengenai harta gono-gini sudah ada sejak dulu yang dikenal melalui hukum adatnya yang hingga kini masih hidup dan diterapkan, dari hasil pengamatan dan pertimbangan fenomena harta gono-gini lebih besar maslahatnya daripada mudharatnya. Atas dasar metodologi maslahat mursalah, dan urf dan kaidah al-adatual-Muhklamat, maka para ulama melakukan pendekatan hukum kepada hukum adat.

8

Bustanil Aripin, Pelembagan Hukum Islam Di Indonesia, Akar Sejarah Hambatan Dan Prospeknya (Jakarta:Gema Insani,1996), h.122


(38)

Menurut Ismuha, mestinya pembahasan harta bersama masuk dalam bab (ru’bu) muamalah tetapi secara khusus tidak dibicarakannya.9 Hal tersebut dimungkinkan, karena pada umumnya pengarang kitab-kitab tersebut adalah orang Arab, sedangkan adat Arab sendiri tidak mengenal mengenai harta gono-gini, tetapi disana dibicarakan mengenai masalah perkongsian yang dalam bahasa Arab disebut syirkah atau syarikah.

Oleh karena itu masalah pencaharian bersama suami isteri ini adalah termasuk perkongsian atau syirkah, maka untuk mengetahui hukumnya, perlu kita membahas dahulu pengertian perkongsiaan atau syirkah dan macam-macam perkongsian serta hukumnya menurut empat imam mazhab.

Syirkah menurut bahasa adalah percampuran harta dengan harta lain sehingga tidak dapat dibdakan lagi satu dari yang lain.10 Sedangkan menurut istilah hukum Islam syirkah ialah adanya hak dua orang atau lebih terhadap sesuatu. Adapun dasar hukum syirkah adalah hadis qudsi yang diriwayatkan Abu Daud dan hakim.11

ص

ﷲا

لﻮﺳر

لﺎ

ﷲا

ﻰﺿر

ةﺮ ﺮه

ﻰﺑا

.

م

ﷲا

لﺎ

نﺎ

ادﺎﻓ

ﺣﺎﺻ

ﺎﻤهﺪﺣا

ﻢﻟﺎ

ﻦﻴﻜ ﺮﺸﻟا

ﻟﺎ

ﺎ ا

ﻰﻟﺎ

ﺎﻤﻬ ﻴﺑ

ﺟﺮ

)

ﻢآﺎ ﻟا

ﺻو

دواد

ﻮﺑا

اور

(

9

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia(Jakarta:Bulan Bintang, 1978), h. 8o.

10

Hasbi Ash. Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 46. 11

Asmuni A. Rahman, Qa’idah-Qa’idah Fiqih (Qawa’idul Fiqhiyyah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 88.


(39)

29

Aritnya:”Dari abu hurrairah ra. Berkata Rasullullah saw bersabda: Allah SWT berfirman:”ku anggota dari orang yang bersyarikah selama keduanya tidak berkhianat. Apabila salah seorang anggota syarikah ini mengkhianati temannya, maka aku keluar dari syarikah itu “(riwayat Abu Daud dan dishaihkan oleh Al-Hakim).

Dari hadis qudsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perkongsian pada umumnya menurut hukum Islam bukan hanya sekedar boleh melainkan lebih dari itu disukai sehingga penjelasan yang menganalogikan pembagian harta bersama sebagai bentuk syirkah kalau meruju pada hadist di atas maka hukumnya boleh saja selama dalam perkongsian itu tidak ada tipu muslihat.

Adapun macam dengan keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian yang masing-masing mempunyai modal dan sama-sama bekerja menjalankan usaha perkongsian perkongsian antara dua orang atau lebih. Untuk lebih mengetahui dan mecapai sasaran pembahasan, akan di dikemukakan definisi syirkah menurut para ulama serta macam-macamnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa syirkah mana yang digolongkan kepada harta bersama.

Adapun macam-macam syirkah menurut para ulama imam mazhab ada lima antara lain:

1. Syirkah Inan (perkongsian terbatas)

Yaitu perjanjian antara dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai modal dan sama-sama bekerja menjalankan usaha perkongsian dengan keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian waktu perkongsian dibentuk, juga adanya saling tanggung jawab antara mereka. Mengenai macam syirkah ini para ulama empat sependapat tentang bolehnya.

2. Syirkah Mufawwadlah (perkongsiaan tak terbatas)

Yaitu perkongsiaan dua orang atau lebih untuk berniaga dengan modal dari para peserta dengan ketentuan bahwa masing-masing akan dapat keuntungan dengan banyaknya modal dan masing-masing anggota perkongsian mberikan hak penuh kepada anggoata perkongsian untuk bertindak dalam rangka


(40)

menjalankan perkongsian seperti membeli atau menjual barang-baranag, hukum syirkah ini boleh menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali tetapi tidak menurut Syafei. Hanya beda antara tiga mazhab yaitu menurut mazhab Hanafi disyaratkan bahwa modal para peserta perkongsian harus sama banyak sedangkan mazhab Hambali tidak mensyaratkan.

3. Syirkah Abdan(perkongsian tenaga)

Yaitu beberapa orang tukang atau pekerja perkongsian melakukan pekerjaan dengan keuntungan dibagi menurut perjanjian. Hukum syirkah ini boleh menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali, tetapi tidak boleh menurut mazhab Syafei. Hanya beda antara tiga mazhab yang membolehkan itu bahawa mazhab Maliki mensyaratkan supaya pekerjaan yang mereka lakukan itu harus sejenis dan setempat sedangkan mazhab Hanfi, Hambali tidak menyaratkan itu;

4. Syirkah Wujuh (perkongsian kepercayaan)

Yaitu perkongsian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih tanpa modal melainkan mendapat kepercayaan orang untuk membeli barang-barang apa saja dengan cara keridit, kemudian menjual lagi dengan medapat keuntungan dan keuntungan itu dibagi menurut perjanjiaan waktu perkongsian itu dibentuk. Disepakati bolehnya kecuali mazhab Syafei.

5. Syirkah Mudharabah (perkongsian orang yang memiliki modal dan yang

tidak).

Yaitu perkongsian yang diadakan antara orang yang mempunyai modal dan orang yang tidak mempunyai modal untuk berusaha atau berdagang. Disepakati tentang bolehnya syirkah ini oleh mazhab Malikiyah dan Hamabaliyah, karena terdapat syirkah dalam laba (keuntungan), sedangkan mazhab Syaf’i dan Hanfiyah tidak menggolongkan ke dalam syirkah karena pekerjaan ini tidak dinamakan syirkah.12

Dari macam-macam syirkah serta adanya perbedaan pendapat dari para Imam madzhab dan melihat praktek gono-gini dalam masyarakat Indonesia dapat disimpulkan bahwa harta gono-gini termasuk dalam syirkah abdan atau mufawadhah. Praktek gono-gini dikatakan syirkah abdan karena kenyataan bahwa sebagian besar dari suami isteri dalam masyarakat Indonesia sama-sama bekerja membanting tulang berusaha mendapatkan nafkah hidup keluarga sehari-hari dan sekedar harta simpanan untuk masa tua mereka, kalau keadaan memungkinkan

12


(41)

31

juga untuk meninggalkan kepada anak-anak mereka sesudah mereka meninggal dunia. Suami isteri di Indonesia sama-sama bekerja mencari nafkah hidup. Hanya saja karena fisik isteri berbeda dengan fisik suami maka dalam pembagian pekerjaan disesuaikan dengan keadaan fisik mereka.

Selanjutnya dikatakan syirkah mufawadhah karena memang perkongsian suami isteri itu tidak terbatas. Apa saja yang mereka hasilkan selama dalam masa perkawinan mereka termasuk harta bersama, kecuali yang mereka terima sebagai warisan atau pemberian khusus untuk salah seorang diantara mereka berdua.13

Pada perkongsian gono-gini tidak ada penipuan, meskipun barangkali pada perkongsian tenaga dan syirkah mufawadlah terdapat kemungkinan terjadi penipuan. Sebab perkongsian antara suami isteri, jauh berbeda sifatnya dengan perkongsian lain. Waktu dilakukan ijab qobul akad nikah, perkawinan itu dimaksudkan untuk selamanya. Perkongsian suami isteri tidak hanya mengenai kebendaan tetapi juga meliputi jiwa dan keturunan.14

Perkongsian yang menurut ulama tidak diperbolehkan yaitu yang mengandung penipuan. Dalam kaitannya dengan harta kekayaan disyari’atkan peraturan mengenai muamalat. Karena harta bersama atau gono-gini hanya dikenal dalam masyarakat yang adatnya mengenal percampuran harta kekayaan maka untuk menggali hukum mengenai harta bersama digunakan qaidah kulliyah

13

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia(Jakarta:Bulan Bintang, 1978), h. 78-79

14


(42)

t„"É‹ˆ

µl‰Ê܉‡5ß4

¢É Œ

}GÅNÎÞX³s

}GËRÎ(‹‰Ù{µ‹ˆ

«ˆÉoÝ·5ß4´

)

ةﺮ ﻟا

/

2

:

233

(

Artinya: “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut”

Dalam ayat itu Allah menyerahkan kepada urf penentuan jumlah sandang pangan yang wajib diberikan oleh ayah kepada isteri yang mempunyai anaknya. Qaidah Al-‘Adatu Mukhakkamah dapat digunakan dengan syarat-syarat tertentu.

1. Adat kebiasaan dapat diterima oleh perasaan sehat dan diakui oleh pendapat umum.

2. Berulang kali terjadi dan sudah umum dalam masyarakat.

3. Kebiasaan itu sudah berjalan atau sedang berjalan, tidak boleh adat yang akan berlaku.

4. Tidak ada persetujuan lain kedua belah pihak, yang berlainan dengan kebiasaan.

5. Tidak bertentangan dengan nash (al-quran dan as-sunah).16

Dapat dismipulkan bahwa dalam hukum Islam atau Qur’an tidak ada memerintahkan dan tidak pula melarang harta bersama itu dipisahkan atau dipersatukan. Jadi, dalam hal ini hukum Qur’an memberi kesempatan kepada

16


(43)

33

masyarakat manusia itu sendiri untuk mengaturnya. Apakah peraturan itu akan berlaku untuk seluruh masyarakat atau hanya sebagai perjanjian saja antara dua orang bakal suami isteri sebelum diadakan perkawinan. Tentu saja isi dan maksud peraturan atau perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan Qur’an dan Hadits.17 Masalah harta bersama ini merupakan masalah Ijtihadiyah karena belum ada pada saat madzhab-madzhab terbentuk. Berbagai sikap dalam menghadapi tantangan ini telah dilontarkan. Satu pihak berpegang pada tradisi dan penafsiran ulama mujtahid terdahulu, sedang pihak lain perpegang pada penafsiran lama yang tidak cukup untuk menghadapi perubahan sosial yang ada sehingga masalah harta bersama ini perlu dibahas dalam KHI dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan agar umat Islam di Indonesia mempunyai pedoman fiqh yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi, sehingga terjadi keseragaman dalam memutuskan perkara di Pengadilan.

Pengadilan Agama dalam dalam menetapkan porsi harta bersama untuk suami isteri menggunakan kebiasaan yang berlaku di lingkungan setempat atau yang disebut ketentuan adat yang membagi harta bersama dengan perbandingan dua banding satu atau membagi dua harta bersama sehingga dari kebiasaan atau ketentuan adat tersebut terdapat penetapan yang membagi dua harta bersama.

17

Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum Sebuah Studi Perbandingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h. 113.


(44)

A. Kondisi Geografis:

Kelurahan Ciangir adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Legok. Berdasarkan data yang penulis dapat dari Laporan Data Monografi Desa Ciangir kecamatan Legok tahun 2009 dimana luas wilayah sekitar 562 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kelurahan Ranca Iyuh 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor 3. Sebelah Barat : Kelurahan Taban 4. Sebelah Timur : Kelurahan Babat

Ketinggian kelurahan tersebut berada pada 200-300 M dari permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3000-4000 mm/thn. Adapun jarak kelurahan ke Ibu kota Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan ibu kota Negara adalah sebagai berikut:

1. Jarak dari pusat kecamatan : 13 km 2. Jarak dari pemerintahan kabupaten : 18 km 3. Jarak dari ibu kota provinsi : 92 km 4. Jarak dari ibu kota negara : 60 km


(45)

35

B. Demografi 1. Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Ciangir sampai akhir bulan November 2009, tercatat sebanyak 9320 jiwa yang terdiri dari:

Tabel III. 1 Jumlah Penduduk

No Jumlah Penduduk Jumlah

1 Laki-laki 5368 orang

2 Perempuan 2729 orang

3 Kepala Keluarga 1223 orang

Berdasarakan tabel di atas jumlah penduduk Kelurahan Ciangir lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki yaitu sekitar 5368 orang sedangkan kaum perempuannya sekitar 2729 orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak1223 orang.

2. Ekonomi

Keadaan mata pencaharian penduduk desa Ciangir, adalah sebagai berikut:

Tabel III. 2

Mata Pencaharian Pokok

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 580 orang

2 Buruh tani 481 orang

3 Pedagang/wiraswasta 200 orang

4 Pegawai negeri 7 orang

5 Pengrajin 10 orang

6 Pedagang 100 orang

Penjahit 15 orang

7 Peternak 7 orang


(46)

9 TNI/Polri 1 orang

10 Sopir 120 orang

11 Tukang kayu 150 orang

12 Tukang batu 480 orang

13 Guru swasta 13 orang

Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa mata pecaharian penduduk Desa Ciangir lebih banyak bermata pencaharian sebagai petani yaitu sekitar 580 orang, kemudian disusul oleh buruh petani yakni sekitar 480 orang. Jadi secara keseluruhuan masyarakat desa masih banyak berpencaharian di bidang pertanian. Ada pun sarana atau kelembagaan yanng menunjang mata pencaharian penduduk Desa dapat di gamarkan ke dalam tabel sebagai berikut:

Tabel III. 3 Kelembagaan ekonomi

No Nama Lembaga Ekonomi Jumlah Karyawan

1 Warung Kelontong 5 10

2 Tengkulak 28 -

3 Usaha Perternakan 6 -

4 Kelompok Simpan Pinjam 5 20

5 Warung Langsam 6 12

6 Bengkel Motor 2 4

Sebagai gambaran dari keadaan tingkat ekonomi masyarakat Ciangir dapat dilihat dari tingkat kemiskinan desa tersebut, sebagai berikut:


(47)

37

Tabel III. 4 Tingkat Kemiskinan

No Kepala Kelurga Jumlah

1 Jumlah Kepala Kelurga 1223

2 Kelurga Prasejahtera 430

3 Sejahtra 1 553

4 Sejahtra 2 85

5 Sejahtra 3 35

6 Sejahtra 3 plus 2

Dari tabel di atas jelas bahwa tingkat keadaan ekonomi masyarakat Desa Ciangir dilihat dari tingkat kemiskinan masih banyak yang menyandang predikat miskin atau prasejahtera yakni sekitar 430 orang dan keluarga sejahtera1. Hal tersebut menunjukan masyarakat desa masih dalam tingkat ekonomi yang lemah.

3. Pendidikan

Mengenai gambaran tingkat pendidikan masyarakat desa secara keseluruhan tingkat pendidikan penduduk Desa Ciangir dapat dilihat dalam tabel sebagai berikutz

Tabel III. 5

Tingkat Pendidikan Penduduk

No Jenis Pendidikan Jumlah

1 Buta hurup 325

2 Tidak tamat SD/sederajat 820

3 Tamat SD/sederajat 954

4 Tamat SLTP 700

5 Tamat SLTA 420

6 Tamat D-2 26

7 Tamat D-3 30


(48)

Dari tabel di atas dapat digambarkan bahwa kebanyakan penduduk Desa Ciangir masih banyak yang tamat SD yakni sekitar 980 orang disusul oleh jumlah terbanyak kedua yaitu tidak tamat SD yakni sekitar 850 orang, kemudian jumlah terbanyak ketiga yaitu Tmat SLTP yakni sekitar 700 orang selebihnya untuk tingkat D-2, D-3, dan S-1 masih jarang dan sedikit jumlahnya.

Adapun yang terkait dengan sarana pendidikan di Desa Ciangir sebagai berikut:

Tabel II. 6 Lembaga Pendidikan

No Lembaga

Pendidikan

Jumlah Unit

Jumlah Murid

Jumlah Guru

1 SD 3 860 25

2 SLTP 2 460 42

3 Agama 10 600 30

4. Keagamaan

Mengenai keadaan penduduk Desa Ciangir berdasarkan agama yang dianutnya masyarakat Desa Ciangir terdiri dari dua agama yakni agama Islam sebagai mayoritas dan agama Budha sebagi minoritas. Adapun mayoritas penduduk desa beragama Islam yakni sekitar 5.289 jiwa selebihnya beragama Budha yakni sekitar 79 jiwa.


(49)

BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

A. Pengertian Respon

Pada umumnya respon diartikan sebagai tanggapan atau reaksi sekelompok manusia yang terikat oleh suatu keadaan yang mereka pandanag sama terhadap suatu objek. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa respon adalah tanggapan: reaksi, jawaban suatu gejala atau suatu peristiwa yang terjadi.1 Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi, respon adalah suatu jawaban, khususnya suatu jawaban bagi pertanyaan tes atau kuesioner atau sebarang tingkah laku, baik yang jelas kelihatan atau yang lahiriah mapun yang tersembunyi(tersamar).2

Berdasarkan pengertian di atas respon dibagi menjadi tiga, sebagaimana hal tersebut diungkapkan oleh B.S. Bloom sebagai berikut:

1. Respon kognitif yaitu mencakup pengetahuan, pemahaman, ingatan ajakan hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Repon ini timbul apabila ada perubahan terhadap apa yang dipahami atau dipersepsikan oleh khalayak.

1

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 2002), h. 952. 2

Save D. Dagun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Lembaga Pengkajikan dan Kebudayaan Nusantara, 1997), h. 964


(50)

2. Respon afektif yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap, partisipasi dan nilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila terjadi perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu.

3. Respon konatif yaitu respon yang berhubungan dengan perilaku meliputi tindakan yang terbiasa dalam perilaku dengan kata lain menunjukan kesiapan sikap yaitu kencendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.3

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan respon dalam penelitian ini adalah tanggapan masyarakat di Kelurahan Ciangir disertai dengan pemahaman terhadap pembagian harta gono-gini, dalam kompilasi hukum Islam.

B. Profil responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah masyarakat Kelurahan Ciangir tangerang. Di bawah ini akan dijelaskan data responden, dari segi jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan, status pernikahan, pekerjaan, dan mata pencaharian. Sampel penelitian respon masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini dalam KHI adalah 100 responden. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing responden, yaitu:

3


(51)

42

1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1 Pria 56 56%

2 Wanita 44 44%

3 Total 100 100%

Sumber: Data Primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.1 didapat bahwa responden yang berjenis kelamin pria sebanyak 56 responden, dan 44 responden lainnya adalah wanita sehingga dapat disimpulkan bahwa responden pria lebih dominan dalam sampel penelitian yang terkait dengan pembagian harta gono-gini.

2. Identitas Responden Berdasarkan Status Pekerjaan Tabel 4.2

Responden Berdasarkan Status Pekerjaan

No Usia Frekuensi Prosente

1 Pegawai Swasta 41 41 %

2 PNS 13 13 %

3 Wiraswasta 9 9 %

4 Ibu Rumah

Tangga

27 27 %

5 Pelajar/Mahasiswa 3 3 %

6 Lain-lain 7 7 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 didapat bahwa responden yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 41 responden. Adapun Responden paling sedikit yaitu responden pelajar/mahasiswa sebanyak 3 responden karena dalam penelitian ini lebih terfokus pada pasangan suami istri yang sudah menikah


(52)

sehingga dapat dipastikan mempunyai pekerjaan guna memebuhi kebutuhan rumah tangganya.

3. Identitas Responden Berdasarkan Usia Tabel 4.3

Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Porsentase

1 20-29 tahun 35 35%

2 30-39 tahun 43 43%

3 40-49 tahun 20 20%

4 >59 tahun 2 2%

Total 100 100%

Sumber: Data Primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.3 di atas bahwa responden terbanyak yaitu responden yang berusia 20-39 tahun sebanyak 35 responden sedangkan responden yang paling sedikit yaitu responden yang berusia >59 tahun. Kisaran usia antara 20-39 tahun merupakan usia seseorang yang sudah menata rumah tangga atau menikah. Hal ini terkait dengan tanggung jawab keluarga dalam mencari harta guna menghidupi keluarganya.

4. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4.4

Respnden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No Usia Frekuensi Persentase

1 SD 0 0 %

2 SMP 11 11 %

3 Tsanawiyah 10 10 %

4 SMA 20 20 %

5 SMK 5 5 %


(53)

44

7 Aliyah 12 12 %

8 D1 9 9 %

9 D2 7 7 %

10 D3 9 9 %

11 S1 16 16%

Jumlah 100 100 %

Sumber: Data Primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.4 didapat bahwa responden yang pendidikan terakhir SMA sebanyak 20 responden dan responden yang pendidikan terakhir STM sebanyak 1 responden, tingkat pendidikan SMA yang dimiliki responden terbanyak dipengaruhi oleh ada wajib belajar 12 tahun serta pentingya pendidikan.

5. Identitas Responden Berdasarkan status Pernikahan Tabel 4.4

Responden Berdasarkan Status Pernikahan

No Status Frekuensi Porsentase

1 Belum menikah 5 5%

2 Kawin 61 61%

3 Cerai 34 34%

Jumlah 100 100%

Sumber: Data Primer yang telah diolah

Berdasarkan tabel 4.4 didapat bahwa responden yang sudah melakukan pernikahan sebanyak 61 responden, sedangan responden yang pernah menikah dan melakukan perceraian 34% dimana dari jumlah tersebut lebih didominasi oleh janda dan 4 responden berstatus belum menikah.


(54)

C. Pembagian Harta Gono-Gini Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Dalam kompilasi hukum Islam menjelaskan bahwa dalam harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami isteri. Selanjutnya pada pasal 86 dijelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dengan harta isteri karena perkawinan, melainkan harta istri tetap menjadi hak istri dan juga apa yang menjadi harta suami tetap menjadi harta suami sehingga dengan demikian suami dan isteri mempunyai sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas hartanya masing-masing. Menyangkut hak istri pasca perceraian di dalam pembagian harta bersama dijelaskan dalam pasal 97 KHI bahwa janda ataupun duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Persoalan yang erat hubungannya dengan harta bermsama di dalam KHI ialah mengenai pembagian harta berama yang disebabkan oleh perceraian, poligami dan kematian oleh karena itu dalam penulisan ini penulis hanya memberikan gambaran secara umum mengenai pembagian harta bersama dalam ketentuan kompilasi hukum Islam. Adapun ketentuan yang menyangkut pembagian harta bersama dalam KHI sebagai berikut:

1. Pembagian dalam cerai hidup

Dalam ketentuan KHI pembagian harta bersama yang disebabkan oleh cerai hidup telah diatur dalam pasal 96 dan 97. Secara khusus, pasal 97 KHI mengatur tentang pembagian harta bersama dalam hal cerai hidup yang


(55)

46

rumusannya sebagai berikut, janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Dalam rumusan pasal tersebut diatur bahwa suami istri masing-masing berhak mendapat setengah bagian dari harta bersama apabila perkawinan pecah karena perceraian. Dengan demikian, ketentuan pembagian harta bersama dalam KHI ialah dengan membaginya 50%:50% tanpa mempersoalkan siapa yang paling banyak mengupayakan dan terdaftar atas nama siapa harta tersebut.

2. Pembagian dalam cerai mati

Dalam pasal 96 KHI dijelsakan apabila terjadi cerai mati, maka separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama, pertimbangan rumusan pasal ini sama dengan pembagian harta bersama dalam hal cerai hidup, yakni akad nikah menyerupai perkongsian muamalat, sehingga selama hidup berumah tangga, antara suami istri membangun perekonomian keluarga secara bersama-sama. Oleh karena itu, masing-masing suami maupun isteri berhak mendapat setengah bagian dalam pembagian harta bersama yang dihasilkan selama perkawinannya itu.

3. Pembagian dalam perkawinan poligami

Dalam pasal 94 ayat (1) dan (2) KHI dirumuskan mengenai bentuk harta bersama dalam perkawinan serial atau perkawinan poligami yang mempunyai isteri lebih dari seorang, masing-masing terpisahkan dan berdiri


(56)

sendiri 2 kepemilikan harta bersama dari perkawinan tersebut sebagaimana ayat(1) di hitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.

Ketentuan pembagian harta bersama dalam serial atau poligami mengandung beberapa asas, yaitu pertama, dalam perkawinan serial atau poligami terbentuk beberapa paket harta bersama artinya beberapa jumlah paket harta bersama dimaksud, tergantung pada beberapa banyak isteri yang dikawini oleh suami. Kedua, terwujudnya harta bersama terhitung mulai tanggal perkawinan dilangsungkan. Maksudnya tiap paket harta bersama dihitung sejak pernikahan dilangsungkan dan berakhir dengan putusnya perkawinan. Ketiga. Masing-masing harta bersama tersebut terpisah dan berdiri sendiri. Maksudnya, dalam perkawinan serial atau poligami tidak ada penggabungan antara satu paket yang lainnya, sehingga harta bersama antara suami dengan isteri pertama, kedua dan seterusnya masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.

Dalam hal pembagiannya masing-masing suami isteri berhak atas seperdua bagian harta bersama, hanya dalam perkawinan serial atau poligami terlebih dahulu harus dipisahkan hartanya secara paket dan sejak kapan lahirnya harta bersama perpaket tersebut sehingga dalam pembagiannya tidak ada saling tumpang tindih dan terjadi perbuatan harta bersama antara isteri yang satu dengan isteri yang lainnya.


(57)

48

D. Pengetahuan Masyarakat Terhadap Harta Gono-Gini

1. Pegetahuan responden mengenai keberadaan harta gono-gini

Tabel 4.5

Keberadan harta gono-gini

No Jawaban Frekuensi Prosentase

1 Sangat tahu 2 2%

2 Tahu 78 78%

3 Kurang tahu 0 0%

4 Tidak tahu 20 20%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.5 di atas terlihat jelas bahwa 2 responden menjawab sangat tahu tentang harta gono-gini artinya responden tidak hanya sekedar tahu keberadaannya saja tetapi mempunyai pengetahuan lebih hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi, 78 responden menjawab tahu tentang keberadaan harta gono-gini, hal ini dikarenakan banyaknya informasi yang diperoleh responden dari berbagai media khususnya televisi yang merupakan media yang lebih dekat dan mudah diperoleh responden seperti halnya dalam program acara tertentu misalnya insert yang lebih sering mengekpos mengenai sengketa harta di kalangan para artis dan sebanyak 20 responden benar-benar belum mengetahui dan memahaminya, adapun yang menyangkut responden yang belum tahu hal ini disebabkan karena masyarakat kurang aktif terhadap lingkungan sekitar dan pemerintah belum mensosialisasikan secara merata undang-undang tersebut pada seluruh masyarakat. Banyaknya jumlah responden yang mengetahui


(58)

harta gono-gini merupakan gambaran serta bukti keberadaan harta tersebut. Dapat disimpulkan sebagian besar dari responden mengetahui keberadaaan harta gono-gini.

2. Sumber informasi responden yang digunakan dalam memperoleh pengetahuan tentang harta gono-gini

Adapun yang menjadi sumber informasi yang digunakan dalam memperoleh pengetahuan tentang harta gono-gini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6

Media informasi harta gono-gini

No Frekuensi Frekuensi Prosentase

1 Buku/media 52 52%

2 Aparat pemerintah 19 19%

3 Tidak tahu 26 26%

4 Lainnya 3 3%

5 Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.6 tabel di atas menunjukan sumber yang digunakan responden dalam memperoleh informasi mengenai harta bersama, dimana sebanyak 52 responden mendapatkan informasi mengenai harta gono-gini melalui media seperti televisi, hal ini dikarenakan media lebih dekat dan mudah dan hampir dimiliki oleh semua responden, 19 responden mengetahui dari aparatur pemerintah, hal ini diperoleh dari lingkungan kerja responden yang bekerja di instansi pemerintah serta lingkunagn pekerjaan misalnya PNS dan lainnya dan 26 responden tidak mengerti, mengenai ketidaktahuan


(59)

50

responden mengenai harta gono-gini hal tersebut disebabkan karena tidak adanya aturan hukum dalam al quran yang merupakan pedoman hidup bagi masyarkat Islam khusunya di Kelurahan Ciangir sehingga menjadi kurang diketahui berbeda dengan harta waris yang memang secara jelas diatur dalam al quran lebih diketahui oleh masyarakat karena lebih sering diperoleh dari pengajian atau ceramahan dan 2 responden menjawab lainnya yaitu dari temen dan lingkungan kerja. Dapat disimpulkan lebih dari setengah responden menggunakan sumber informasi dari media televisi dan sedikit sekali yang tidak menjawab atau tidak mengetahuinya.

3. Pengetahuan responden mengenai salah satu bentuk harta gono-gini Tabel 4.7

Bentuk harta gono-gini

No Keterangan Frekuensi Prosentas

1 Harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah

27 27% 2 Harta warisan, hibah dan

shadaqah

16 16%

3 Tidak tahu 55 55%

4 Lainnya 2 2%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukan bahwa, 27 responden mengetahui serta memahami bahwa harta gono-gini dalam perkawinan itu diantaranya adalah harta yang diperoleh selama perkawinan hal ini dikarenakan responden memahaminya selain itu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan aktif terhadap media informasi yang ada, 55 responden tidak


(60)

mengetahui hal ini disebabkan karena masih banyaknya responden yang tidak paham mengenai bentuk atau jenis dari harta tersebut serta pengaruh ketidakaktivan responden terhadap media informasi yang ada, sedangkan 16 responden lainnya menganggap bahwa yang dimaksud dengan harta gono-gini dalam perkawinan dalam KHI ialah harta waris atau hibah hal ini dikarenakan banyaknya responden yang menganggap bahwa harta bersama sama dengan harta waris yang merupakan harta yang lebih diketahuinya dan 2 responden menjawab lainnya seperti hadiah atau harta pemberian suami kepada istri.

Dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah responden mengetahui apa itu harta gono-gini sedangkan sebagian kecil tidak mengetahuinya.

4. Pengetahuan responden mengenai keberadaan aturan hukum harta gono-gini

Tabel 4.8

Mengenai aturan dalam harta gono-gini

No Keterangan Frekuensi Prosentase

1 Ada 40 40%

2 Tidak ada 32 32%

3 Tidak tahu 28 28%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa 40 responden menjawab ada aturan hukum mengenai harta gono-gini hal ini menurut penulis dipengaruhi oleh banyaknya jumlah responden yang mengetahui tentang harta gono-gini serta adanya informasi yang diperoleh responden dari media, 32 responden tidak mengetahui, hal ini dipengaruhi oleh anggapan responden


(61)

52

yang menjawab pilihan yang salah dan sebanyak 28 menjawab tidak tahu hal ini menunjukan data yang tidak sesuai dengan data sebelumnya yang menggambarkan sebagian atau sekitar 78 responden mengetahui harta bersama dan tentunya menjadi indikasi bahwa pemahaman responden mengenai harta gono-gini hanya sebatas mengetahui keberadaannya saja Dapat disimpulkan hampir setengah dari responden mengetahui dan memahami ada aturan mengenai harta gono-gini.

5. Pengetahuan responden mengenai bentuk aturan hukum harta gono-gini Tabel 4.9

Bentuk aturan harta gono-gini

No Keterangan Frekuensi Prosentase

1 Inpres (KHI) 16 16%

2 Peraturan daerah 32 32%

3 Tidak tahu 49 49%

4 Lainya 3 3%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.9 di atas menggambarkan bahwa 49 responden menjawab tidak tahu dalam bentuk apa aturan tersebut hal ini dikarenakan responden hanya sebatas mengetahui saja serta dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan media informasi yang diperoleh responden, 16 responden mengetahui dengan menjawab dalam bentuk Inpres hal ini dikarenakan banyaknya responden yang memahami serta mengetahui dan dipengaruhi juga dari tingkat pendidikan dan media informasi yang diperoleh walaupun penulis lihat masih ada yang menjawab hanya karena kebetulan semata dan 32 responden menjawab dalam bentuk peraturan daerah hal ini


(62)

disebabkan oleh faktor anggapan atau pilihan responden yang kurang tepat 3 lainnya menjawab UU. Dari data yang diperoleh merupakan data yang mendukung data sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan responden mengenai ada tidaknya aturan hukum harta gono-gini, dimana dari data yang diperoleh sangat bertentangan dengan data penelitian sebelumnya dimana sekitar 78 responden mengetahui harta gono-gini data sedangkan mengenai dari data pengetahun mengenai bentuk aturan hukum harta gono-gini diperoleh 32 responden. Dapat disimpulkan sebagian kecil dari responden yang mengetahui dalam bentuk apa aturan harta gono-gini tersebut ditetapkan.

E. Respon Masyarakat Kelurahan Ciangir Kecamatan Legok Tangerang Terhadap Pembagian Harta Gono Gini Menurut KHI

1. Respon kognitif (Pengetahuan)

Respon ini didasarkan pada pengetahuan, pemahaman dan informasi seseorang mengenai sesuatu, dalam hal ini adalah mengenai pembagian harta gono-gini dalam KHI. Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data tentang pengetahuan pembagian harta gono-gini dalam KHI, maka menggunakan system tes yaitu dengan mengisi angket yang penulis sebar.

Untuk mengetahui sejauh mana responden mengetahui pembagian harta gono-gini akan penulis paparkan melalui tabel-tabel di bawah ini:


(63)

54

a. Pengetahuan responden tentang pembagian harta gono-gini dalam KHI

Tabel 4.10

Pengetahuan pembagian harta gono-gini dalam KHI

No Jawaban Frekuensi Prosentase

1 Tahu 20 20%

2 Kurang tahu 28 28%

3 Tidak tahu 52 52%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.10 di atas menunjukkan 20 responden menjawab tahu hal ini dikarenakan oleh responden mengetahui serta berdasarkan data yang diperoleh hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan serta lingkungan kerja meskipun tidak semuanya, 28 responden menjawab kurang tahu hal ini dikarenakan responden yang masih ragu dalam menjawab. Adapun 52 responden tidak mengetahuinnya hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor ketidaktahuan serta tingkat pendidikan yang masih rendah.

Dari jawaban tersebut diketahui bahwa hanya sebagian kecil dari responden yang mengetahui pembagian harta gono-gini dalam KHI. Menyangkut sedikitnya dalam KHI semangkin memperkuat gambaran data sebelumnya yang menggambarkan bahwa pengetahuan responden hanya sebatas mengetahui keberadaannya saja tidak pada tingkat pengetahuan dalam KHI.


(64)

b. Media informasi yang digunakan responden dalam memperoleh pengetahuan mengenai pembagian harta gono-gini dalam KHI

Tabel 4.11 Media informasi

No Jawaban Frekuen

si

Prosentas e 1 Buku

/TV/Radio/Majalah

13 13%

2 Aparatur 4 4%

3 Tidak tahu 81 81%

4 Lainnya 2 2%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan data tabel 4.11 di atas bahwa 13 responden mengetahui informasi pembagian harta gono-gini dalam KHI melalui buku/TV/Radio dan majalah hal ini dikarenakan media tersebut lebih mudah diperoleh serta dimiliki oleh responden, 4 responden mengetahui melalui aparatur hal ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan kerja semata, 71 responden tidak mengetahui dan 2 menjawab lainya seperti dari teman. Penulis mengambil kesimpulan bahwa sedikit sekali responden tidak mengetahuinya hal tersebut terbukti dengan dengan jawaban responden pada table 4.10 yang mengambarkan persentasi yang kecil yakni 20 responden yang menjawab tahu. Adapun yang berkaitan dengan yang mengetahui yakni sekitar 16 responden melalui media seperti televisi. Hal in dikarenakan responden ingin mengetahui lebih jauh apa itu KHI dan sekaligus menggambarkan bahwa media merupakan sarana yang


(65)

56

paling berpengaruh dalam menyebarkan ilmu khususnya mengenai harta gono-gini

c. Pengetahuan responden mengenai penilaian aturan pembagian harta gono-gini dengan aturan pembagian dalam hukum adat.

Tabel 4.12

Perbadingan KHI dengan adat

No Jawaban Frekuensi Prosentase

1 Baik 65 65%

2 Kurang baik 35 35%

3 Tidak baik 0 0%

Jumlah 100 100%

Berdasarkan pada tabel 4.12 di atas bahwa 65 responden menjawab baik hal ini dipengaruhi oleh penilain responden yang menganggap positif pembagian dalam KHI sekaligus indikasi bahwa aturan pembagian yang ada kurang dirasa keadilannya oleh responden, 35 responden menjawab kurang baik pembagian harta gono-gini hal ini dipengaruhi ketidakpahaman responden serta penilaian yang negatif terhadap aturan pembagian dalam KHI dan tidak ada yang menjawab tidak baik. Maka berdasarkan pendapat para responden perbandingan antara ketentuan pembagian harta gono-gini dalam ketentuan KHI dengan aturan adat dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah responden menjawab aturan harta gono-gini sudah lebih baik dibanding ketentuan adat yang berlaku. Hal ini menurut penulis merupakan indikator dari pemahaman


(66)

serta pengetahuan masyarakat yang menilai baik adanya ketentuan harta gono-gini dalam KHI.

d. Pengetahuan responden mengenai bentuk dari harta gono-gini dalam KHI

Adapun pengetahuan responden berkenaan dengan salah satu bentuk harta gono-gini dalam kompilasi hukum islam. Berdasarkan data lapangan menunjukan sebanyak 13 responden mempunyai pengetahuan sangat tahu hal ini dikarenakan responden yang memang mengetahuinya serta dipengaruhi oleh jawaban sebelumnya sebanya 20 responden mengetahui pembagian harta gono-gini dalam KHI serta tingkat pendidikan, lingkungan dan informasi media yang diperoleh, 17 responden menjawab salah hal ini dipengaruhi oleh anggapan respon yang kurang tepat dalam memilih dan sekitar 65 respon belum mengetahui hal ini dikarenakan masih banyaknya responden yang belum mengetahuinya sekaligus bukti dari banyaknya responden yang memang belum mengetahui serta memahaminya dan 4 responden menjawab lainnya seperti harta waris dan hadiah pemberian suami. Dapat disimpulkan sedikit sekali yang mengetahui harta gono-gini dalam KHI. Untuk lebih jelasnya penulis sajikan dalam tabel dibawah ini


(1)

83

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UIP, 1984, Cet. Ke-3. Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo,

2005.

UU RI No.1Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Usman, Husain Purnomo dan Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakrta: PT Bumi Aksara, 2000, Cet. Ke-1.

Perpustakaan nasional. Ensiklopedia Islam. Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1996. Yahya, Mukhtar. Dasar-dasar Pembianaan Hukum Fiqh-Islami, Bandung:

Al-Ma’arif, 1993.


(2)

ANGKET PENELITIAN

Bapak/Ibu yang saya hormati, Assalamu alaikum Wr.Wb.

Sebelumnya penulis ucapkan terima kasih, atas kesediaan Bapak /Ibu sekalian untuk mengisi angket penelitian ini, sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi dengan judul “Respon Masyarakat Terhadap Pembagian Harta Gono-Gini Menurut Kompilasi Tangerang)”. Oleh karena itu, saya mohon bantuan kepada Bapak /Ibu untuk mengisi angket ini dengan sejujurnya. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

Wassalamu allaikum .Wr. Wb

A. Indentitas Responden:

Nama( boleh tidak ditulis) : - - - - - - - Usia : - - - Alamat : - - - Agama : - - - Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Pendidikan terakhir : a. SD/MI b. SMP/MTS c. SMU/MA d. Lainnya… Status pernikahan : - - -


(3)

B. Pengetahuan masyarakat terhadap harta gono-gini

Berilah tanda silang(X) pada jawaban di bawah ini yang sesuai menurut anda benar.

No Pertanyaan dan jawaban

1 Apakah anda tahu tentang harta gono-gini dalam perkawinan? a. Sangat tahu

b. Tahu

c. Kurang tahu d. Tidak tahu

2 Jika tahu dari mana anda mengetahuinya? a. Dari(baca) buku/media

b. Dari aparat pemerintah c. Tidak tahu

d. Lainnya….

3 Menurut anda, apa sebenarnya yang disebut harta gono-gini atau harta bersama?

a. Harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan

b. Harta yang berasal dari warisan, Hibah, dan sodaqoh c. Tidak tahu

d. Lainnya…

4 Sepengetahuan anda apakah ada aturan yang mengatur harta gono-gini dan pembagianya.?

a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu

5 Jika ada, dalam bentuk apa peraturan tersebut dijelaskan? a. Inpres( KHI)

b. Peraturan daerah c. Tidak tahu d. Lainnya …


(4)

C. Respon masyarkat terhadap pembagian harta gono-gini dalam KHI 1. Aspek kognitif( Pengetahuan)

Berilah tanda silang(X) pada jawaban di bawah ini yang sesuai menurut anda benar

No Pertanyaan

1 Apakah anda tahu mengenai harta gono gini dalam perkawinan menurut KHI?

a. Tahu

b. Kurang tahu c. Tidak tahu d. Lainnya

2 Jika tahu darimana anda mendapatkan informasi itu? a. Buku /TV/Radio/Majalah

b. Aparat pemerintah c. Tidak tahu

d. Lainnya

3 Sepengetahuan anda apakah pembagian harta gono-gini dalam KHI sudah lebih baik dari pada ketentuan adat?

a. Baik

b. Kurang baik c. Tidak baik d. Lainnya

4 Apa yang anda tahu tentang pengertian harta gono-gini dalam KHI? a. Harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar

hadiah atau warisan

b. Harta yang berasal dari warisan, hibah dan shpdaqoh c. Tidak tahu

d. Lainnya

5 Sepengetahuan anda berapakah ketentuan pembagian harta gono-gini dalam KHI bagi suami atau istri akibat ceri hidup?

a. Pembagian dengan perbandingan 2 : 1 b. Pembagian dengan perbandingan 50%: 50% c. Tidak tahu

d. Lainnya

6 Sepengetahuan anda sejak kapan aturan Inpres No.1991 KHI mengenai harta gono-gini diberlakukan?

a. 18 Tahun lalu b. 10 Tahun lalu c. Tidak tahu d. Jumlah


(5)

7 Apakah yang anda tahu tentang KHI?

a. Aturan yang membahas masalah warisan b. Aturan yang mengatur harta bersama c. Tidak tahu

d. Lainnya

8 Sepengetahuan anda apakah harta gono-gini berbeda dengan harta bawaan?

a. Ya terdapat perbedaan b. Tidak terdapat perbedaan c. Tidak tahu

d. Lainnya

2. Respon afektif (sikap) masyarakat terhadap pembagian harta gono-gini dalam KHI.

Berilah tanda checklist pada pilihan yang tersedia sesuai dengan pendapat anda. Ket: SS = Sangat setuju, S = Setuju, R = Ragu-ragu, TS = Tidak setuju, STS = Sangat tidak setuju

No Pertanyaan/pernyataan S

S S T S S T S 1 Bagaimana sikap anda dengan adanya Inpres No. 1

tahun 1991 KHI mengenai pembagian harta gono-gini 2 Prosedur penyelesaian sengketa harta gono-gini harus

di ajukan melalui Peradilan Agama

3 Bagaimana sikap anda terhadap ketentuan pembagian harta gono-gini yang dalam KHI

4 Penerapan ketentuan pembagian harta gono-gini dalam KHI sebaiknya diberlakukan di masyarakat 5 Ketentuan pembagian harta gono-gini dalam

pembaghiannya dirasakan sangat adil

6 Dalam pembagian harta gono-gini akibat cerai hidup masing-masing suami istri mendapatkan setengah atau 50% dari harta bersama.

7 Dalam perkawinan poligami pembaginya harta gono-gini dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat”

8 Pembagian harta bersama dengan ketentuan pembagian“separuh harta menjadi hak pasangan yang lebih lama bagi janda atau duda akiabat cerai mati


(6)

3. Aspek konatif (kecendrungan bertindak)

Berilah tanda silang(X) pada jawaban di bawah ini yang sesuai menurut anda benar.

1. Ketentuan mana yang anda akan gunakan dalam menyelesaikan pembagian harta gono-gini apabila terjadi sengketa dalam rumah tangga anda?

a. Menggunakan ketentunan dalam KHI

b. Menggunakan ketentuan adat di luar ketentuan KHI

2. Apakah anda akan memperselisihkan harta bersama jika terjadi perceraian ketika dalam perkawinan anda tidak ditentukan dalam perjanjian?

a. Ya b. Tidak

3. Apabila terjadi sengketa mengenai harta gono-gini kemankah anda akan memilih menyelesaikannya?

a. Ke Pengadilan Agama