Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe

(1)

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di

Namorambe

Oleh:

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN 070100472

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di

Namorambe

KARYA TULIS ILMIAH

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN 070 100 472

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe

Nama : Siti Hajar Binti Shamsudin NIM : 070100472

Pembimbing Penguji I

(dr. Lambok Siahaan, MKT) (dr. Datten Bangun, MSc, Sp.FK) Penguji II

(dr. Rina Amelia, MARS)

Medan, Desember 2010, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Dekan,

(Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH) NIP: 19540220 198011 1001


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, di atas izin-Nya saya telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe dengan baik dan tiada hambatan suatu apapun.

Terima kasih atas bimbingan dosen pembimbing saya, dr. Lambok Siahaan, MKT dan dosen-dosen Community Research Program di atas bimbingan dan tunjuk ajar mereka. Tidak dilupakan kepada rakan-rakan dan kedua ibu bapa saya yang telah banyak memberi sokongan dan dukungan.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Lurah Desa Namorambe dan seluruh masyarakat di desa tersebut yang sangat membantu saya dalam menjalankan penelitian ini, samada yang berpartisipasi sebagai subjek ataupun tidak.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian proposal Karya Tulis Ilmiah ini, saya sampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga bantuan yang telah kalian berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Akhir kata, saya berharap penelitian ini memberi manfaat kepada semua pihak.

Medan, 29 November 2010 Penulis,

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN 070 100 472


(5)

ABSTRAK

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari protozoa Balantidium coli. Balantidium coli adalah satu-satunya anggota dari divisi ciliate yang diketahui sebagai pathogen ke manusia dan merupakan protozoa terbesar. Saat ini, Balantidium coli didistribusikan ke seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari populasi manusia yang terinfeksi. Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan.

Penelitian dilakukan dengan menjalankan wawancara, kuesioner dan pengamatan kepada subjek dan lingkungannya. Kemudian, sampel tinja diambil untuk mendiagnosa balantidiasis.

Dari penelitian yang telah dilakukan pada 67 subjek dari Desa Namorambe, didapatkan sejumlah tiga kasus balantidiasis yang teridentifikasi. Dari hasil penelitian ini, didapati rata-rata masyarakat Desa Namorambe memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umumnya tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan infeksi Balantidium coli.


(6)

ABSTRACT

Balantidiasis is an infection which is caused by cyst of protozoa Balantidium coli. Balantidium coli is the only one of the family member from ciliate division which is known as the pathogen to human and it also is the biggest protozoa. In this moment, Balantidium coli is distributed to worldwide, but less than 1% from human population has been infected. Pig is the main reservoir from the parasite, and human infection more common in where pig and human has interacted. Reported in Medan, the location of pig farm is a lot and distributed well surrounding in Medan. So, the possibility of this infection to happen is high since Balantidium coli is proved in pig hostpes.

Research in done by interviews, questionnaire, and observations on subjects and their surroundings. Then, stool sample is taken to diagnose balantidiasis.

According to this study that was done among 67 subjects who are the people in Desa Namorambe, there was three subjects who has been diagnosed balantidiasis. From the study, in average the people was doing well in knowledge, attitude and action.

Based on the results of the study, there is a relation between the knowledge, attitude and the action of the people to the balantadiasis in Namorambe.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iii

Abstract ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Perilaku Kesehatan ... 3

2.1.1. Bentuk Perilaku ... 4

2.1.2. Domain Perilaku Kesehatan ... 4

2.2. Higiene ... 8

2.3. Balantidium coli ... 9

2.3.1. Distribusi Geografis ... 9

2.3.2. Morfologi, Biologi dan Siklus Hidup ... 10

2.3.3. Patogenesis, Patologi dan Simptomatologi ... 12

2.3.4. Diagnosis ... 14

2.3.5. Pengobatan ... 14

2.3.6. Prognosis ... 15

2.3.7. Pencegahan ... 15

2.4. Kecamatan Namorambe ... 15

2.4.1. Demografi ... 15

2.4.2. Distribusi Lokasi Peternakan Babi ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 18


(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

4.1. Jenis Penelitian ... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

4.3. Populasi dan Sampel ... 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 21

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... . 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Karakteristik Sampel ... 26

5.1.3. Tingkat Pengetahuan ... 28

5.1.4. Sikap ... 29

5.1.5. Tindakan ... 30

5.1.6. Distribusi Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Sampel ... 31

5.1.7. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Balantidiasis ... 33

5.1.8. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Balantidiasis .... 33

5.1.9. Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Balantidiasis ... 34

5.2. Pembahasan Analisa Data ... 35

5.2.1. Tingkat Pengetahuan ... 35

5.2.2. Sikap ... 36

5.2.3. Tindakan ... 37

5.2.4. Infeksi Balantidium coli ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1. Nilai Validitas dan Reliabilitas 24

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur 26 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 27 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan 27 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan 28 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

(Interpretasi) 28

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap 29 Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap (Interpretasi) 29 Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan 30 Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan

(Interpretasi) 30

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis 31 Tabel 5.11. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Kelompok Umur 31

Tabel 5.12. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Jenis Kelamin 32

Tabel 5.13. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Pekerjaan 32

Tabel 5.14. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian

Balantidiasis 33

Tabel 5.15. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Balantidiasis 33 Tabel 5.15. Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Balantidiasis 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan, 18 Sikap dan Tindakan dengan Infeksi Balantidium coli


(11)

ABSTRAK

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari protozoa Balantidium coli. Balantidium coli adalah satu-satunya anggota dari divisi ciliate yang diketahui sebagai pathogen ke manusia dan merupakan protozoa terbesar. Saat ini, Balantidium coli didistribusikan ke seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari populasi manusia yang terinfeksi. Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan.

Penelitian dilakukan dengan menjalankan wawancara, kuesioner dan pengamatan kepada subjek dan lingkungannya. Kemudian, sampel tinja diambil untuk mendiagnosa balantidiasis.

Dari penelitian yang telah dilakukan pada 67 subjek dari Desa Namorambe, didapatkan sejumlah tiga kasus balantidiasis yang teridentifikasi. Dari hasil penelitian ini, didapati rata-rata masyarakat Desa Namorambe memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umumnya tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan infeksi Balantidium coli.


(12)

ABSTRACT

Balantidiasis is an infection which is caused by cyst of protozoa Balantidium coli. Balantidium coli is the only one of the family member from ciliate division which is known as the pathogen to human and it also is the biggest protozoa. In this moment, Balantidium coli is distributed to worldwide, but less than 1% from human population has been infected. Pig is the main reservoir from the parasite, and human infection more common in where pig and human has interacted. Reported in Medan, the location of pig farm is a lot and distributed well surrounding in Medan. So, the possibility of this infection to happen is high since Balantidium coli is proved in pig hostpes.

Research in done by interviews, questionnaire, and observations on subjects and their surroundings. Then, stool sample is taken to diagnose balantidiasis.

According to this study that was done among 67 subjects who are the people in Desa Namorambe, there was three subjects who has been diagnosed balantidiasis. From the study, in average the people was doing well in knowledge, attitude and action.

Based on the results of the study, there is a relation between the knowledge, attitude and the action of the people to the balantadiasis in Namorambe.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari protozoa divisi ciliate yang diketahui sebagai patogen ke manusia dan merupakan protozoa terbesar, kira-kira 200 μm (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Saat ini, Balantidium coli didistribusikan di seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari populasi manusia yang terinfeksi (Chijide, V.M., 2008). Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Ini termasuk tempat-tempat seperti Filipina, sebagaimana disebutkan sebelumnya, tetapi juga termasuk negara-negara seperti Bolivia dan Papua Nugini (Smith, S., 2003).

Infeksi terjadi bila sebuah penjamu memasukkan kista, yang biasanya terjadi selama kejangkitan konsumsi air atau makanan. Namun, dari diagnosa Balantidiasis dapat dipertimbangkan bila pasien diare telah digabungkan dengan kemungkinan sejarah sekarang terpapar amebiasis melalui perjalanan, kontak dengan orang terinfeksi, atau anal intercourse. Selain itu, dari diagnosa Balantidiasis dapat dibuat oleh pemeriksaan mikroskopis dari sampel kotoran atau jaringan (Soedarto, 2008).

Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan. Dimulai dari Medan Belawan, Marelan, Helvetia, Sunggal, Selayang, Tuntungan, Amplas, Area, Kota dan Medan Denai. Jadi, sangat memungkinkan lingkungan sekitar peternakan babi ini dapat mengontaminasikan masyarakat di sekitarnya memandangkan protozoa Balantidium coli memang terbukti ada di hospes babi.


(14)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang higiene dengan infeksi Balantidium coli di masyarakat di sekitar peternakan babi di Namorambe.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang higiene dengan infeksi Balantidium coli di masyarakat di sekitar peternakan babi di Namorambe.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi Balantidiasis di sekitar peternakan babi.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan penduduk di sekitar peternakan babi tentang higiene.

3. Mengetahui sikap dan tindakan masyarakat dalam menjaga kebersihan di sekitar peternakan babi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Memberikan informasi prevalensi kasus Balantidiasis di beberapa daerah permukiman yang berdekatan dengan peternakan babi di Medan.

2. Memberikan informasi lebih mendalam tentang kaitan tempat tinggal yang dekat dengan lokasi peternakan babi dengan angka kejadian Balantidiasis. 3. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mendiagnosa infeksi

Balantidiasis.

4. Dijadikan bahan bacaan dan sumber rujukan umum dalam penelitian akan datang.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo S.,1997).

Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Banyak dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya pencegahan penyakit dan banyak pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-bukti penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusan-keputusan orang yang berkaitan dengan kesehatan (Ali, M., 2003).


(16)

2.1.1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Pada tahun 1938, menurut Skiner seorang ahli psikologis dalam Notoatmodjo (1997), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Respon ini berbentuk dua macam, yakni pertama adalah bentuk pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang anak itu sadar bahwa bermain di lingkungan yang kotor boleh menyebabkan dirinya terpapar banyak penyakit, meskipun ia tetap bermain di sana. Contoh lain adalah seorang yang menganjurkan orang lain untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal meskipun ia tidak berencana untuk melakukannya. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa masyarakat telah mengetahui tentang pentingnya pengaruh kebersihan dengan kesehatan dan mereka telah mempunyai sikap yang positif untuk mendukung kelestarian lingkungan yang bersih dan sejahtera meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior) (Notoatmodjo S.,1997).

Bentuk kedua pula adalah bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, si anak sudah berhenti dari bermain di tempat yang kotor, dan orang pada kasus kedua sudah mengikuti langkah-langkah membersihkan lingkungan di sekitarnya walaupun hanya di sekeliling rumahnya. Oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut “overt behavior” (Notoatmodjo S.,1997).

2.1.2. Domain Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (1997) berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Perilaku itu dibagi ke dalam tiga domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak


(17)

mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge), sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude) dan praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) (Notoatmodjo S.,1997).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo S.,1997).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh


(18)

pengetahuan. Notoatmodjo (1997) mengungkapkan pendapat Rogers di dalam tulisannya bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni pertama adalah Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), kedua Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk. Ketiga pula ada Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Seterusnya ada Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus dan yang terakhir adalah Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas (Notoatmodjo S.,1997).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Dalam bagian lain, menurut Notoatmodjo (1997), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yakni kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; dan Kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit infeksi (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha


(19)

supaya anaknya tidak terkena infeksi. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengawal aktivitas anaknya dan menjaga perilaku yang berhubungan dengan kesehatan keluarganya untuk mencegah anaknya terkena infeksi (Notoatmodjo S.,1997).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni menerima (Receiving) dimana subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek, merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan, menghargai (Valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah, bertanggungjawab (Responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo S.,1997).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya. Tingkat-tingkat Praktek terdiri dari Persepsi (Perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, Respon Terpimpin (Guided Respons) dimana individu itu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh, Mekanisme (Mechanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga, Adaptasi (Adaptation) yang merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,


(20)

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo S.,1997).

2.2. Higiene

Kata ’higiene’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti perawatan dan pemeliharaan kesehatan. Bahan makanan yang diolah tanpa prinsip higiene dapat mengakibatkan penyakit. Badan manusia merupakan tempat yang sangat menguntungkan bagi tumbuhnya berbagai macam kuman. Kuman tersebut berkembang cepat di lingkungan yang hangat seperti di kulit, apalagi jika orang berkeringat, ia ’menyediakan’ zat dan air bergizi bagi kuman. Pengalih kuman yang utama adalah tangan. Oleh karena itu, penting sekali mencuci tangan dengan sabun (Widker, P., 2006).

Dalam Undang-undang Kesehatan, tidak ada penjelasan tentang pengertian kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui pengertian kesehatan lingkungan kita harus melihat ketentuan hukum sebelumnya yang mengatur tentang materi yang sama, yaitu dalam Undang-undang No. 11 tentang Higiene/Tahun 1966. Walaupun kedua undang-undang di atas sudah tidak berlaku lagi sebab sudah dicabut dengan diberlakukannya UU Kesehatan, namun isinya perlu diketahui untuk memahami tentang kesehatan lingkungan yang terdapat dalam ketentuan hukum yang baru. Sebelum istilah kesehatan lingkungan yang dipergunakan sekarang, dalam undang-undang untuk maksud yang sama dipergunakan istilah Higiene. Dalam Undang-undang N0. 11 Tahun 1962 tentang Higiene untuk Usaha-Usaha Bagi Umum dijelaskan : Higiene ialah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Usaha bagi umum ialah usaha-usaha yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta maupun perseorangan yang menghasilkan sesuatu untuk atau yang langsung dapat dipergunakan oleh umum (Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 2009).


(21)

2.3. Balantidium coli

Semua anggota dari kumpulan protozoa golongan Ciliata diklasifikasikan ke dalam subfilum Ciliofora, dimana termasuk organisma satu sel yang dilengkapi dengan ekstensi pendek seperti bebenang yang merupakan membran ektoplasmik atau lebih dikenali sebagai silia saat beberapa peringkat siklus hidup mereka. Satu-satunya spesies yang menarik perhatian di bidang medis dalam famili ini adalah Balantidium coli, yaitu tergolong dalam Order Spinotrichida, Suborder Heterotrichina, Famili Balantidiidæ (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Parasit protozoa bersilia yang juga merupakan satu-satunya bersifat patogenik terhadap manusia ini pertama kali diterangkan oleh Malmsten pada tahun 1857 (Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Protozoa ini kemudiannya dinamakan Paramæcium coli yang pada ketika itu dijumpai pada tinja dua orang pasien yang disenterik yang kemudiannya diobservasi lagi oleh Leuckart pada tahun 1861 dalam Faust, E.C., and Russel, P.F., (1964) yang menamakannya sebagai Holophyra coli dan Stein dalam Faust, E.C., and Russel, P.F., (1964) yang menamakannya sebagai Leukophyra coli pada tahun 1860. Mereka kemudiannya memindahkan spesies ini ke genus Balantidium yang dicipta pertama kali oleh Claparède dan Lachmann pada tahun 1858 untuk siliata yang dijumpai pada usus kodok. Anggota dari genus ini berparasit hanya di dalam salur pencernaan penjamu vertebrata maupun invertebrata. (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.1. Distribusi Geografis

Balantidium coli terdistribusi di seluruh dunia dimana ia pernah dilaporkan di berbagai negara terutama yang penduduknya banyak menternak babi dan beriklim panas seperti daerah di Timur Eropah, Asia dan Amerika, contohnya di Rusia, Asia Tenggara, Indocina, Filipina, Texas serta Carolina Utara dan Selatan (Smith, S., 2003; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962). Tetapi infeksi yang ditimbulkan oleh parasit ini atau lebih dikenali sebagai Balantidiasis mempunyai angka prevalensi yang sangat rendah di kalangan manusia walaupun ia merupakan zoonosis, dimana reservoir prinsipalnya adalah babi, monyet, tikus,


(22)

kodok, marmut, kecoa dan lain-lain (Greenwood et. al, 2002; Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Di Papua Nugini, prevalensi penyakit ini sekitar 29 persen (Yatim, F.,2001). Infeksi pada manusia dapat juga ditemukan di daerah-daerah yang lebih dingin kecuali di komunitas yang masyarakatnya tidak berpendidikan tinggi dengan tingkat higienis personal yang rendah (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.2. Morfologi, Biologi dan Siklus Hidup

Balantidium coli merupakan protozoa terbesar yang memparasit manusia, dimana seiring waktu, ia hampir dapat terlihat hanya dengan mata kasar, yaitu berukuran kira-kira 50 hingga 150 μm dan ia bermultiplikasi secara pembelahan ganda dua. Secara umumnya, ia kurang lebih berbentuk bujur, terdiri dari sitostom yang ketara, mempunyai silia yang membungkus seluruh tubuhnya, vakuol-vakuol yang kontraktil, makronukleus dan mikronukleus. Siklus hidup siliata ini mempunyai dua stadium, yaitu trofozoit dan kista (Baron, S., 1996; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Pada tinja yang disentrik atau diare, dapat ditemukan trofozoit yang besar dan berbentuk bujur dimana ia diselubungi oleh silia pendek yang panjangnya rata-rata hampir sama dan pada organisma hidup ia menghasilkan gerakan yang konstan dan serentak untuk mendorong protozoa ini bergerak ke hadapan. Bagian ujung anterior parasit ini agak tajam dan pada satu sisi aksis longitudinalnya terdapat satu lekukan berbentuk kerucut yang terbalik dan dalam yang merupakan mulutnya, yaitu sitostom. Di bagian ini juga terdapat peristom dan satu tenggorokan yang tumpul dan pendek, yaitu sitofaring. Silia di sekitar area mulut adalah lebih besar (adoral cilia). Manakala bagian posterior pula adalah berbentuk bulat yang lebar dan terdapat satu pori anus yang kecil yaitu cytopyge. Trofozoit bervariasi dari segi panjangnya, yaitu dari 50 hingga 200 mikron dengan lebar dari 40 hingga 70 mikron. Apabila siliata ini difiksasi pada film tinja basah (wet fecal films) dan diwarnakan dengan warna merah tua menggunakan hematoksilin-ferum, ia tampak seperti berasal dari sebuah granul basal yang


(23)

terletak di bawah membran sel. Silia peristomal parasit ini agak panjang (Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Sitoplasma mengandung satu atau dua vakuol kontraktil dan beberapa vakuol makanan. Sel mempunyai dua inti, yaitu makronukleus yang berbentuk seperti ginjal, dan di dalam kelekukannya terdapat satu mikronukleus. Makronukleus mempunyai bentuk seperti kacang yang sempit dan dipadati dengan granul-granul kromatin dimana tampak seperti hanya satu massa. Manakala inti yang lebih kecil, yaitu mikronukleus terletak di tengah-tengah kekelokan makronukleus. Ia merupakan satu massa bundar yang menyerap pewarnaan dengan sangat tinggi dan dipercayai bahwa ia berfungsi sebagai sebuah organel yang kinetik (Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Habitat alamiah bagi B.coli adalah usus besar manusia, monyet dan babi, dimana trofozoit organisma ini mendapat makanan dari sel-sel di dinding usus ataupun bakteri dan mukus seperti parasit lumen (Chijide, V.M., 2008). Di sana, mereka bermultiplikasi secara belahan ganda transversal, yaitu memproses mikronukleus, kemudian makronukleus pula membelah diri dan terakhir adalah sitoplasma yang terpisah menjadi dua organisma lain. Sementara konjugasi (contohnya pertukaran silang akan materi inti) diobservasi pada B.coli, hal ini adalah kurang lazim kecuali sebagai untuk homogenitas pada pewarnaan campuran dan juga berkemungkinan tidak diperlukan dalam menjamin kelangsungan hidup spesies ini (CDC& P, 2009; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962).

Enkistasi trofozoit berlangsung saat materi dalam tinja yang dibawa menuruni usus menjadi dehidrasi, ataupun ia juga boleh terjadi setelah evakuasi semi-formed dan formed stool. Pada proses ini, organisma akan berkumpul secara parsial, lalu tanpa penarikan kembali secara sempurna pun silianya akan mengeluarkan sebuah dinding kista yang sangat kokoh. Tidak seperti proses enkistasi pada ameba, pada B.coli ini tidak didahului oleh pengeluaran makanan yang tidak tercerna; sebaliknya tidak seperti kebanyakan ameba yang tidak berkista, B.coli tidak mempunyai suatu peningkatan dalam jumlah nucleus saat


(24)

stadium dienkistasi (enycsted) berlangsung, jadi hanya satu organisma yang muncul saat ekskistasi terjadi (CDC&P, 2009; Paniker, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.3 Patogenesis, Patologi dan Simptomatologi

Balantidium coli, setelah ditemukan pada manusia, adalah berkemungkinan merupakan sebuah penyerang jaringan (invasi). Setelah ekskistasi dalam usus halus, trofozoit yang bebas akan melewati ke dalam usus besar dan berkontak dengan permukaan mukosa dalam jangka waktu yang cukup untuk melobangi sel dan membina koloni di sana. Tindakan ini banyak dibantu oleh silia yang banyak untuk mempertahankan posisi parasit saat ia berusaha masuk ke dalam jaringan. Telah dibuktikan bahwa Balantidium coli menghasilkan enzim hyaluronidase yang memecahkan ikatan substrat hyalurat jaringan ikat dan hal ini mungkin secara mekanik dan fisiologiknya membantu dalam kemampuan organisma ini dalam menginvasi jaringan (Chijide, V.M., 2008; Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Selain karakteristik lesi awal pada Balantidiasis yang secara umumnya menyerupai seperti pada Entamoeba hystolytica, jalan masuk ke mukosa berdiameter besar, leher ulkus itu pendek dan kuat serta permukaan dasarnya membulat secara kasar. Infiltrasi seluler ulkus kurang lebih umum terjadi dan berlangsung awal karena mudahnya bakteri untuk masuk ke dalam ulkus itu (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Walaupun B.coli adalah patogen, ia mungkin juga hidup dalam periode waktu yang terbatas dalam lumen usus manusia tanpa menimbulkan sebarang simptom. Pada kebanyakan individu yang terinfeksi dapat ditemukan gejala diare dan pada kasus yang lebih parah dapat juga dijumpai ulserasi usus. Organisma parasit ini mungkin berpenetrasi ke dalam lapisan epitelial membran mukosa usus yang sehat; telah dibuktikan bahwa proses penetrasi itu tidak selalunya ditemani dengan nekrosis atau ulserasi. Di dalam jaringan balantidia ini bermultiplikasi dalam menghasilkan ulkus atau abses di mukosa atau selaput-selaput submukosa


(25)

dimana seiring waktu ia menyebar ke lapisan otot. Ulkus boleh berbentuk bulat, ovoidal maupun irregular, dengan pinggiran di bawah dan dasarnya mengandung pus dan materi nekrotik yang lain. Abses pula biasanya kecil dan apabila diinsisi, ia dipenuhi dengan material mukoid yang mengandung banyak balantidia (Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Membran mukosa antara ulkus boleh terlihat normal atau bengkak dan berdarah (Soedarto, 2008; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Seperti pada infeksi ameba, ulkus boleh berhubungan antara satu sama lain oleh aluan di bawah membran mukosa ataupun di atas permukaan mukosa. Bagian usus yang terinfeksi menunjukkan infiltrasi round-cell, koagulasi yang mati dalam dinding ulkus dan abses, area yang hemoragik dan banyak organisma dalam koloninya di dalam jaringan atau di dalam kapilari, saluran limfe dan kalenjar limfe yang bersebelahan. Tanpa bukti penetrasi membran mukosa mungkin hiperemik, menunjukkan nekrosis superfisial dan area-area yang hemoragik (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962).

Pada kasus-kasus yang sangat jarang, B.coli memasuki bagian ekstraintestinal. Pernah dilaporkan dua kasus kematian yaitu peritonitis balantidial yang diikuti dengan ruptur ulkus kolonik. Ada juga ditemukan balantidia di saluran kemih seorang pasien wanita yang menderita uretritis, siotitis dan pyelonefritis dan dijumpai B.coli pada radang vaginitis pada wanita yang berusia 62 tahun. Ada juga kasus vaginitis balantidial yang didiagnosa di bagian Utara Amerika. Dan pada setiap kasus ini infeksi di luar sistem pencernaan diduga merupakan infeksi sekunder dari Balantidiasis kolonik (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Simptomatologi untuk infeksi B.coli ini bervariasi. Banyak individu tidak menunjukkan sebarang simptom, tetapi kebanyakan dari kasus diare atau disentrik ini adalah berkarakteristik, ditemui bersama-sama dengan kolik abdomen, tenesmus, mual dan muntah. Hilang selera makan, nyeri kepala, insomnia, lemah otot dan turunnya berat badan juga dapat diobservasi pada penderita infeksi ini (Chijide, V.M., 2008). Disentri boleh berkembang secara perlahan-lahan atau muncul setelah beberapa bulan timbulnya diare. Pemeriksaan fisik mungkin


(26)

memberi hasil negatif, tetapi biasanya kolon akan menjadi agak lunak dan kedua membran kulit dan mukosa boleh terlihat anemia. Pada beberapa kasus simptom-simptomnya adalah seperti pada kasus disentrik tipe ameba yang parah, dan tinja boleh mengandung darah dan mukus yang banyak, sementara pada penderita yang lain bisa terjadi konstipasi (Soedarto, 2008; Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.4. Diagnosis

Diagnosa untuk infeksi ini tergantung penemuan B.coli dalam tinja pasien. Trofozoit yang bisa bergerak (motil) biasanya ditemukan apabila tinja pasien bersifat diare atau disentrik, sementara kista dapat dijumpai pada semi-formed dan formed stools (Soedarto, 2008; Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962).

2.3.5. Pengobatan

Pengobatan tuntas pernah dilaporkan untuk kasus Balantidiasis dengan menggunakan karbason dengan dosis total 5 hingga 10 gram, yaitu diberikan secara oral sebanyak dua kali sehari dengan dosis 0.25 hingga 0.5 gram selama 10 hari. Tetapi pada tahun itu juga, bahwa karbason juga dikatakan hanya melegakan gejala untuk sementara sahaja dan diiodohidroksikuin (Diodoquin) dengan dosis 10 tablet dimana setiap tablet mengandung 0.21 gram diberikan setaip hari selama 20 hari adalah efisien dalam menyingkirkan parasit ini. Kemudian, beberapa tahun kemudian, biniodida raksa digunakan secara intramuskular dalam 9 kasus yang ditangani dan dilaporkan sembuh total untuk kesemua kasus tersebut, walaupun satu daripadanya diperlukan enema sebagai tindakan tambahan (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Tetrasiklin dan antibiotik yang lain yang lebih modern seperti metronidazol dan nitromidazol juga dapat diberikan ke dalam pengobatan untuk mengeliminasi infeksi Balantidiasis. Contoh dosis bagi tetrasiklin adalah 500 miligram yang diberikan setiap 6 jam selama 10 hari. Manakala metronidazol


(27)

dapat diberikan dengan dosis 750 miligram sebanyak tiga kali dalam sehari selama 5 hari. Selain itu, dapat diberikan juga oksietrasiklin dengan pemberian 500 miligram sebanyak empat kali dalam sehari selama 10 hari (Soedarto, 2008; Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.6. Prognosis

Pada individu yang sehat infeksi B.coli biasanya hilang secara sendirinya atau ia boleh menjadi laten. Banyak kasus infeksi dapat diobati. Penderita yang tidak menunjukkan sebarang simptom biasanya mudah disembuhkan dengan tindakan terapeutik. Tetapi pada pasien yang lebih lemah infeksi Balantidiasis boleh menjadi parah sehingga menyebabkan kematian (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.7. Pencegahan

Penyebaran B.coli dapat dicegah dengan selalu menjaga higiene perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja babi. Memasak makanan dan minuman dengan benar akan mampu untuk mencegah penularan parasit ini pada manusia (Soedarto, 2008; Ditjen P3L, 2005).

2.4. Kecamatan Namorambe 2.4.1. Demografi

Daerah yang diambil sebagai subjek dalam penelitian ini adalah sebuah daerah yang diketahui memiliki banyak lokasi penternakan babi, yaitu Namorambe yang terletak di kabupaten Deli Serdang, Medan. Selain dari banyaknya jumlah lokasi peternakan, daerah ini juga mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi yang dekat dengan lokasi tersebut dimana hal ini menepati kriteria yang diperlukan dalam menjalankan penelitian ini.


(28)

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 kilometer. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut; sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumatera. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat (Pemkab Deli Serdang, 2009).

Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan (Pemkab Deli Serdang, 2009).

Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas tiga dataran. Pertama adalah dataran pantai yang terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Kedua pula adalah dataran rendah yang terdiri dari 11 kecamatan ( Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan. Potensi utama bagi dataran di sini adalah pertanian pangan, perkebunan besar, perkebunan rakyat, peternakan, industri, perdagangan, dan perikanan darat. Dataran terakhir yang terkategori adalah dataran pegunungan yang terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa (Pemkab Deli Serdang, 2009).

2.4.2. Distribusi Lokasi Peternakan Babi

Untuk Deli Serdang, dari data Dinas Pertanian dan Peternakan yang ada hampir di semua kecamatan ada peternakan babi. Jumlah babi ternak yang terdata adalah seperti berikut : Di Gunung Meriah 724 ekor, STM Hulu 1.219 ekor, Kutalimbaru 9.068 ekor, Sibolangit 1.265 ekor, Pancur Batu 1.751 ekor,


(29)

Namorambe 166 ekor, Biru-Biru 461 ekor, STM Hilir 8.319 ekor, Bangun Purba 355 ekor, Galang 524 ekor, Tanjung Morawa 479 ekor, Patumbak 724 ekor, Delitua 1.228 ekor, Sunggal 2.446 ekor, Hamparan Perak 3.499 ekor, Labuhan Deli 502 ekor, Percut Sei Tuan 3.047 ekor, Batangkuis 547 ekor, Pantai Labu 828 ekor, Beringin 2.740 ekor, Lubuk Pakam 464 ekor dan Pagar Merbau 47 ekor (Harian SIB, 2009).


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1. Kerangka konsep hubungan perilaku dan sanitasi lingkungan dengan infeksi Balantidium coli di kalangan masyarakat yang tinggal dekat dengan peternakan babi.

3.2. Definisi Operasional

1. a)Tingkat Pengetahuan diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai gejala diare dan sebagainya sebanyak 10 pertanyaan.

b)Sikap diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai bagaimana mereka menyikapi tindakan menjaga kebersihan dan sebagainya sebanyak 10 pertanyaan.

c)Tindakan diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai bagaimana tindakan mereka dalam menjaga kebersihan sebanyak 10 pertanyaan.

Lalu, ketiga-tiga bagian akan dikategorikan menjadi (Nursalam dan Efendi, F., 2008) :

1.Buruk, bila jawaban ya <5 soal (< 56%). 2.Cukup, bila jawaban ya 6-8 soal (56-75%). 3.Baik, bila jawaban ya 9-10 soal (76-100%).

2. Infeksi Balantidium coli adalah apabila ditemukan trofozoit atau kista Balantidium coli pada kotoran segar melalui pemeriksaan tinja subjek penelitian.

Infeksi Balantidium coli Perilaku kebersihan masyarakat

1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap


(31)

3.3. Hipotesa

Ada hubungan antara perilaku dan higiene sanitasi lingkungan dengan kejadian infeksi Balantidium coli.


(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan desain penelitian cross sectional analitik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di daerah Namorambe, kota Medan dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan peternakan babi di daerah Namorambe, kota Medan. Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi yaitu haruslah yang berumur dari 12 hingga 30 tahun dan yang tinggal dekat dengan peternakan babi yaitu dalam jangkauan radius 100 meter. Manakala, kriteria eksklusi adalah apabila subjek penelitian tidak bersedia memberikan sampel tinja walaupun telah melakukan sesi wawancara atau sebaliknya.

Perkiraan besar sampel yang minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus di bawah ini, dimana kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5 persen sehingga Zα = 1,64 (Wahyuni, 2007). Sementara selisih proporsi infeksi minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,1. Maka diperoleh 67 sampel subjek penelitian berdasarkan rumus (Dahlan, 2008; Sastroasmoro, 2008):-

N = d2 Zα2pq

N = besar sampel minimum


(33)

p = nilai prevalensi dari penelitian sebelumnya. Oleh karena tiada penelitian sebelumnya, jadi digunakan nilai 0,5

q = 1 - p = 0,5

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan penternakan babi di daerah Namurambe. Subjek tersebut akan diwawancara oleh seorang pewawancara untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan kebiasaan sehari-hari lalu dikumpulkan tinja untuk pemeriksaan parasitologis tinja.

Pemeriksaan telur cacing kualitatif secara natif (Direct slide). Dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Digunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Eosin 2% dimasukkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing dengan kotoran di sekitarnya.

Metode pemeriksaan feses

Cara kerja :

• Pada gelas objek bersih, teteskan 1-2 tetes NaCl 0,9% atau eosin 2%. • Ambil tinja sedikit dengan lidi dan ditaruh pada larutan tersebut.

• Dengan lidi tadi, kita ratakan/larutkan, kemudian ditutup dengan gelas penutup (cover glass)

• Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Perbesaran lensa okuler 10x dan lensa obyektif 10x

• Preparat feses harus cukup tipis/transparan sehingga mudah diamati dengan mikroskop

Data identitas subjek juga akan dicatat sebagai verifikasi atas validitas penelitian ini. Wawancara akan dilakukan dengan suatu kuesioner terancang.


(34)

Dalam penelitian ini, data yang akan digunakan adalah data primer yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada subjek yang terpilih sebagai sampel yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah disiapkan.

Sebelum itu, kuesioner tersebut akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas akan diuji dengan menggunakan teknik korelasi “product moment” dengan menggunakan rumus koefisien korelasi (pearson) :

N (∑XY) – (∑X∑Y)

√ {(N∑X2 – (∑X)2 } {(N∑Y2 – (∑Y)2 }

Manakala untuk uji reliabilitas pula menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan rumus :

k ∑ Si2 1 - i=1

k-1 ST2

α = koefisien alpha

k = banyaknya butir pertanyaan

Si2 = jumlah varians butir pertanyaan ke-i ST2 = varians total

Setelah diyakini validitas dan reliabilitasnya, kuesioner tersebut akan diberikan kepada sampel untuk mengisi respons mereka.

r =

[

]


(35)

Peneliti meminta izin kepada Kepala Lurah Desa Namorambe untuk melakukan penelitian di Kelurahan tersebut. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Namorambe yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Responden telah diminta mengisi kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit diare, yakni gejala utama dari Balantidiasis.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas pada setiap pertanyaan pada kuesioner tertutup yang akan diguna dalam wawancara dengan orang masyarakat Desa Namorambe. Uji validitas dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Uji validitas juga suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen (Arikunto S., 2007).

Validitas dari alat pengumpul data sangat diperlukan agar alat pengumpul data tersebut dapat memberikan data yang valid dari setiap penelitian yang dijalankan. Uji reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 20 orang responden pertama.


(36)

Tabel 4.1 Nilai Validitas dan Reliabilitas untuk Pertanyaan Tentang Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Variabel Soal Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,686 Valid 0,958 Reliabel

2 0,750 Valid 0,958 Reliabel

3 0,620 Valid 0,959 Reliabel

4 0,686 Valid 0,958 Reliabel

5 0,849 Valid 0,957 Reliabel

6 0,589 Valid 0,959 Reliabel

7 0,760 Valid 0,958 Reliabel

8 0,607 Valid 0,959 Reliabel

9 0,478 Valid 0,960 Reliabel

10 0,651 Valid 0,959 Reliabel

Sikap 11 0,820 Valid 0,957 Reliabel

12 0,566 Valid 0,959 Reliabel

13 0,760 Valid 0,958 Reliabel

14 0,570 Valid 0,959 Reliabel

15 0,635 Valid 0,959 Reliabel

16 0,696 Valid 0,958 Reliabel

17 0,629 Valid 0,959 Reliabel

18 0,849 Valid 0,957 Reliabel

19 0,537 Valid 0,960 Reliabel

20 0,820 Valid 0,957 Reliabel

Tindakan 21 0,620 Valid 0,959 Reliabel

22 0,849 Valid 0,957 Reliabel

23 0,686 Valid 0,958 Reliabel

24 0,760 Valid 0,958 Reliabel

25 0,651 Valid 0,959 Reliabel

26 0,820 Valid 0,957 Reliabel

27 0,566 Valid 0,959 Reliabel

28 0,760 Valid 0,958 Reliabel

29 0,635 Valid 0,959 Reliabel

30 0,468 Valid 0,960 Reliabel

Dari tabel 4.1, didapatkan bahwa kesemua soal mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan adalah valid berdasarkan uji korelasi pearson. Pada uji reliabilitas, nilai maksimum adalah sebesar 0,960 manakala nilai minimum adalah sebesar 0,957 dan semua soal ini adalah reliabel jika R>0,650. Dari tabel juga didapatkan bahwa semua soal tentang pengetahuan, sikap dan tindakan adalah valid dan reliabel.


(37)

4.5. Pengelolaan dan Analisa Data

Data dari setiap subjek akan diperiksa silang oleh supervisor di lapangan. Setiap ketidak konsistenan akan diperbaiki sebelum pulang. Data diambil secara manual untuk menentukan persen penduduk yang terkena infeksi balantidiasis. Data yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam bar chart untuk presentasi hasil.

Pada penelitian ini, variabel pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang kebersihan diri dan lingkungan serta kejadian infeksi akan dianalisa secara Chi Square yang merupakan analisis bivarat untuk menghubungkan satu variabel independen dengan variabel dependen. Analisis statistik ini akan dilakukan dengan bantuan komputer dengan program SPSS 12.


(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Namorambe, Kecamatan Deli Serdang, Medan pada bulan November 2010 dengan sampel 67 orang sebagai subjek di mana jumlah penduduk desa tersebut adalah kira-kira seramai 500 orang dan jumlah peternakan babi sebanyak 32 buah.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi kelompok umur dari 67 orang yang termasuk ke kelompok umur 1-15 tahun berjumlah 13 orang (19,4%), kelompok umur 16-30 tahun berjumlah 27 orang (40,3%), kelompok umur 31-45 tahun berjumlah 21 orang (31,3%), dan kelompok umur 46-60 tahun serta 61-75 tahun masing-masing berjumlah 3 orang (4,5%) (tabel 5.1).

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 1-15 13 19,4

2 16-30 27 40,3

3 31-45 21 31,3

4 46-60 3 4,5

5 61-75 3 4,5


(39)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa frekuensi subjek yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 28 orang (41,8%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 39 orang (58,2%) (tabel 5.2).

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki-laki 28 41,8

2 Perempuan 39 58,2

Jumlah 67 100

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi pekerjaan subjek yang masih bersekolah berjumlah 13 orang (19,4%), yang bekerja sebagai petani berjumlah 14 orang (20,9%), yang bekerja sebagai pedagang berjumlah 18 orang (26,9%), yang bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 orang (11,9%), yang bekerja sebagai sopir berjumlah 5 orang (7,5%) dan yang tidak bekerja berjumlah 9 orang (13,4%).

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Siswa 13 19,4

2 Petani 14 20,9

3 Pedagang 18 26,9

4 Wiraswasta 8 11,9

5 Sopir 5 7,5

6 Tidak bekerja 9 13,4


(40)

5.1.3. Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pada pertanyaan kedua, seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1). Namun, pada pertanyaan ketiga, terdapat 26 orang (38,8%) yang menjawab salah (skor=0) (table 5.4).

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan No Pertanyaan tentang

Pengetahuan

Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

1 Definisi diare 55 12 82,1 17,9

2 Ciri-ciri penderita diare 67 0 100 0

3 Penyebab diare 41 26 61,2 38,8

4 Faktor resiko diare 46 21 68,7 31,3

5 Kebersihan kandang ternak 49 18 73,1 26,9

6 Akibat kandang ternak kotor 55 12 82,1 17,9

7 Penularan diare 58 9 86,6 13,4

8 Pencegahan diare 60 7 89,6 10,4

9 Penanganan awal diare 48 19 71,6 28,4

10 Penatalaksanaan diare 56 11 83,6 16,4

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan tingkat pengetahuan yang baik adalah seramai 37 orang (55,2%), yang sedang seramai 21 orang (31,3%) dan yang buruk seramai 9 orang (13,4%) (tabel 5.5).

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan (Interpretasi) No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 37 55,2

2 Sedang 21 31,2

3 Buruk 9 13,4


(41)

5.1.4. Sikap

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pada pertanyaan ketujuh, seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1). Namun, pada pertanyaan kesepuluh, terdapat 30 orang (44,8%) yang menjawab salah (skor=0) (tabel 5.6).

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap

No Pertanyaan tentang Sikap Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

1 Penyebab diare 55 12 82,1 17,9

2 Pencegahan diare 67 0 100 0

3 Keparahan diare 41 26 61,2 38,8

4 Memakai alas kaki 46 21 68,7 31,3

5 Mencuci tangan 49 18 73,1 26,9

6 Mandi 55 12 82,1 17,9

7 Memasak makanan/minuman 58 9 86,6 13,4

8 Pengobatan diare 60 7 89,6 10,4

9 Menjaga kebersihan 48 19 71,6 28,4

10 Program pemerintah 56 11 83,6 16,4

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan sikap yang baik adalah seramai 35 orang (55,2%), dan yang buruk seramai 3 orang (4,5%) (tabel 5.7).

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap (Interpretasi)

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 35 55,2

2 Sedang 29 43,3

3 Buruk 3 4,5


(42)

5.1.5. Tindakan

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, serta pengamatan pada beberapa aspek, seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1) pada pertanyaan kedua dan kelima. Namun, pada pertanyaan kesepuluh, terdapat 30 orang (44,8%) yang menjawab salah (skor=0) (tabel 5.8).

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan No Pertanyaan tentang

Tindakan

Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

1 Menjaga kebersihan sekitar 59 8 88,1 11,9

2 Memasak makanan/minuman 67 0 100 0

3 Kebersihan diri 46 21 68,7 31,3

4 Memakai alas kaki 60 1 89,6 10,4

5 Mencuci piring 67 0 100 0

6 Mencuci tangan 66 1 98,5 1,5

7 Peduli diare 65 2 97,0 3,0

8 Pengobatan diare 66 1 98,5 1,5

9 Menyampaikan informasi 48 19 71,6 28,4

10 Bergotong-royong 37 30 55,2 44,8

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan tindakan yang baik adalah seramai 44 orang (65,7%) (tabel 5.9).

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan (Interpretasi)

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 44 65,7

2 Sedang 20 29,8

3 Buruk 3 4,5


(43)

5.1.6. Distribusi Kejadian Infeksi Balantidium coli Berdasarkan Kelompok Sampel

Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi masyarakat Desa Namorambe yang positif Balantidiasis yaitu yang terinfeksi protozoa Balantidium coli sebanyak 3 orang (4,48%) dan yang negatif Balantidiasis sebanyak 64 orang (95,52%) (tabel 5.10).

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis

No Kejadian Balantidiasis Frekuensi Persentase (%)

1 Positif 3 4,48

2 Negatif 64 95,52

Jumlah 67 100

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi kelompok umur dari 67 orang masyarakat Desa Namorambe yang termasuk ke kelompok umur 1-15 tahun dan negatif terkena Balantidiasis sebesar 100%, kelompok umur 16-30 tahun dan negatif terkena Balantidiasis sebesar 100%, dan bagi kelompok umur 31-45 tahun, 46-60 tahun dan 61-75 tahun yang positif terkena Balantidiasis masing-masing terdapat 1 orang (tabel 5.11).

Tabel 5.11

Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Umur No Kelompok Umur

(tahun)

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 1-15 13 100 0 0 13 100

2 16-30 27 100 0 0 27 100

3 31-45 20 95,2 1 4,8 21 100

4 46-60 2 66,7 1 33,3 3 100

5 61-75 2 66,7 1 33,3 3 100


(44)

Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi masyarakat Desa Namorambe berjenis kelamin lelaki dan positif Balantidiasis sebanyak 3 orang (10,7%) dan yang negatif Balantidiasis sebanyak 25 orang (89,3%). Subjek yang berjenis kelamin perempuan dan negatif Balantidiasis sebanyak 39 orang (100%) (tabel 5.12).

Tabel 5.12

Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis No Jenis Kelamin

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Lelaki 25 89,3 3 10,7 28 100

2 Perempuan 39 100 0 0 39 100

Jumlah 64 95,5 3 4,5 67 100

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi pekerjaan subjek yang bekerja sebagai sopir dan positif terkena Balantidiasis sebesar 40% dan yang tidak bekerja dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 11,1% (tabel 5.13).

Tabel 5.13

Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Pekerjaan

No Pekerjaan

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Siswa 13 100 0 0 13 100

2 Petani 14 100 0 0 14 100

3 Pedagang 18 100 0 0 18 100

4 Wiraswasta 8 100 0 0 8 100

5 Sopir 3 60,0 2 40,0 5 100

6 Tidak bekerja 8 88,9 1 11,1 9 100


(45)

5.1.7. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

Subjek yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 0%. Sedangkan subjek yang mempunyai tingkat pengetahuan yang buruk dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 33,3% (tabel 5.14).

Tabel 5.14

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

No Tingkat

Pengetahuan

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Baik 37 100 0 0 37 100

2 Sedang 21 100 0 0 21 100

3 Buruk 6 66,7 3 33,3 9 100

Jumlah 64 95,5 3 4,5 67 100

X2 = 5,74 df = 2 p = 0,000 5.1.8. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

Subjek yang mempunyai sikap yang baik dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 0%. Manakala subjek yang mempunyai sikap buruk dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 33,3% (tabel 5.15).

Tabel 5.15

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

No Sikap

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Baik 35 100 0 0 35 100

2 Sedang 27 93,1 2 6,9 29 100

3 Buruk 2 66,7 1 33,3 3 100

Jumlah 64 95,5 3 4,5 67 100


(46)

Hasil uji statistik dengan Chi-square antara variabel sikap dengan kejadian Balantidiasis didapatkan p-value sebesar 0,019 lebih kecil dari 0,05 (0,019<0,05) yang artinya ada hubungan antara sikap dengan kejadian Balantidiasis.

5.1.9. Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

Berdasarkan penelitian, subjek yang melakukan tindakan yang baik dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 0%. Sementara subjek yang melakukan tindakan yang buruk dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 66,7% (tabel 5.16).

Tabel 5.16

Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli No Tindakan

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Baik 44 100 0 0 44 100

2 Sedang 19 95,0 1 5,0 20 100

3 Buruk 1 33,3 2 66,7 3 100

Jumlah 64 95,5 3 4,5 67 100

X2 = 5,74 df = 2 p = 0,000

Hasil uji statistik dengan Chi-square antara variabel tindakan dengan kejadian Balantidiasis didapatkan p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05) yang artinya ada hubungan antara tindakan dengan kejadian Balantidiasis.


(47)

5.2. Pembahasan Analisa Data 5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Setelah dilakukan wawancara, ternyata masyarakat di sekitar peternakan di Namorambe mempunyai tingkat pengetahuan yang rata-ratanya baik. Setelah diselidiki, ternyata ramai di antara subjek penelitian yang memiliki taraf pendidikan yang baik, contohnya memiliki sarjana sehingga tingkat pengetahuan mereka juga baik. Bagi subjek anak-anak yang berumur di bawah 12 tahun pula, mereka juga memiliki pengetahuan yang memuaskan memandangkan telah dididik oleh orang tua mereka dengan baik.

Seluruh subjek mengetahui tentang ciri-ciri orang yang mengalami diare, yaitu lemah dan lesu. Namun, apabila ditanya mengenai penyebabnya, masih ada sebagian yang menjawab dikarenakan oleh musim hujan, memandangkan saat penelitian dijalankan, ternyata ramai dari subjek yang sedang menderita diare dan memang pada saat itu musim hujan. Selain itu, jumlah subjek yang masih menganggap bahwa kandang ternak dan sekitarnya yang kotor itu biasa masih tinggi yaitu seramai 18 orang. Seramai 19 orang dari jumlah subjek mengatakan bahwa banyakkan buah merupakan penanganan awal dari gejala diare.

Tingkat pengetahuan individu itu biasanya cenderung mempengaruhi tindakan seseorang. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu, dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebagai contoh, apabila seseorang itu tahu tentang menjaga kebersihan itu penting untuk menghindari sesuatu kejadian infeksi, maka sedikit-sebanyak ia mula mengubah perilakunya


(48)

agar kebersihan diri dan tempat tinggalnya terjaga untuk menghindari infeksi tersebut.

5.2.2. Sikap

Kesadaran dalam mencari tahu penyebab diare itu penting disetujui oleh sebagian besar subjek, yaitu seramai 61 orang. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mulai mementingkan tingkat kesehatan mereka. Namun, masih ramai yang menganggap bahwa penyakit diare itu tidak termasuk berat atau serius. Selain itu, sebagian dari jumlah subjek yaitu seramai 30 orang menyetujui bahwa tindakan menjaga kebersihan dilakukan hanya untuk mensukseskan program pemerintah, bukannya demi kebaikan mereka itu sendiri.

Sebagian masyarakat desa tersebut bersetuju bahwa tindakan menjaga kebersihan itu dilaksanakan hanya untuk mensukseskan program pemerintah karena pihak pemerintah daerah telah pun menugaskan para pekerja untuk membersihkan kawasan kampung pada setiap dua minggu sekali. Jadi, mereka yakni masyarakat desa ini tidak lagi bersikap peduli, sebaliknya hanya menyerahkan tugas membersihkan tersebut kepada orang-orang yang telah ditugaskan.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presisposisi tindakan atau perilaku. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit infeksi (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena infeksi. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu berniat akan mengawal aktivitas anaknya dan


(49)

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan keluarganya untuk mencegah anaknya terkena infeksi.

5.2.3. Tindakan

Sebagian besar subjek mencatat angka yang tinggi dalam skor tingkat pengetahuan dan sikap, namun rendah dalam skor tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakkan dari mereka tahu dan sedar akan kepentingan dan bagaimana menjaga kebersihan diri dan higiene sanitasi lingkungan mereka, namun mereka masih tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin dikarenakan kebiasaan yang mereka lakukan dari dulu sehingga mereka mendapati agak sulit dalam mempraktekkannya, misalnya hal-hal kecil seperti memotong kuku dan memakai alas kaki.

Selain itu, saat pengamatan dilakukan, terdapat beberapa area tempat tinggal yang memenuhi kriteria dari indikator nasional tentang higiene sanitasi lingkungan yang baik. Contohnya masih ada beberapa rumah yang tidak memiliki jamban yang layak, sebaliknya keluarga tersebut membuang air besar di sumur. Namun begitu, hal ini tidak menyumbang kepada terjadinya infeksi memandangkan perilaku mereka dalam menjaga kebersihan diri rata-rata baik. Contohnya mereka tetap mencuci gelas atau piring dengan memakai sabun dan memasak air minum dengan baik. Selain itu, lantai dalam rumah mereka dalam keadaan yang baik.


(50)

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap menjaga kebersihan harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas yang mudah memungkinkan agar ibu tersebut dapat menjaga rumahnya tetap bersih. Di samping itu, ada juga kemungkinan sebagian individu yang tidak mengaplikasikan pengetahuan dan sikapnya yang positif dalam mencegah infeksi ke dalam bentuk tindakan, namun jumlahnya sedikit. Secara umumnya, tindakan sesorang itu dalam menjaga kebersihan diri dan higiene sanitasi lingkungan juga menyumbang kepada terjadinya infeksi.

5.2.4. Infeksi Balantidium coli

Setelah dilakukan penelitian, didapatkan data seramai tiga orang yang positif terkena Balantidiasis. Dua orang dari yang positif itu adalah merupakan sopir truk dan memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Salah seorang daripadanya memiliki sikap yang sedang dan tindakan yang buruk, manakala seorang lagi memiliki sikap yang buruk dan tindakan yang sedang. Hal ini mungkin dikarenakan pekerjaan mereka yang menuntut mereka untuk bepergian ke banyak tempat sehingga mereka dapati agak sulit untuk menyikapi dan mempraktekkan tindakan-tindakan yang baik dalam aspek kebersihan. Selain itu, tiadanya gejala diare yang dialami membuat mereka semakin memandang mudah akan hal ini.


(51)

Seterusnya, satu lagi subjek penelitian yang positif terkena Balantidiasis merupakan lansia, yaitu berumur 67 tahun. Walaupun kondisi tubuhnya secara fisik masih baik, yaitu masih mampu berjalan sendiri, namun status mentalnya yang mulai pikun mungkin berperan dalam tindakannya yang ternyata buruk.

Ketiga-tiga subjek yang positif ini ternyata tidak mengalami gejala utama dari Balantidiasis, yaitu diare. Hal ini dikarenakan mereka merupakan inang pembawa (carrier) dimana protozoa Balantidium coli ini menginfeksi mereka namun tidak menimbulkan sebarang gejala.


(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dengan kejadian infeksi Balantidium coli.

6.2. Saran

Saran yang dapat diajukan sebagai berikut :

1) Adanya kebijaksanaan Pemerintah Kota Desa Namorambe Kabupaten Deli Serdang dalam menyediakan saluran air dan ketersediaan jamban yang layak buat masyarakat sekitar.

2) Peningkatan kerjasama antara masyarakat desa dengan pemerintah setempat untuk melaksanakan pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sekitar rumah dan peternakan dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit diare.

3) Diharapkan adanya peran serta orang tua dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit diare yang lebih serius.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., 2003. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Tentang Imunisasi. Universitas Sumatera Utara. Available from :

2010]

Arikunto, S., 2007. Analisis Data Penelitian Deskriptif dalam Manajemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 268-273

Baron, S., 1996. Balantidium coli. University of Texas Medical. Available from :

[Accessed 13 April 2010]

Centers for Disease Control & Prevention, 2009. Balantidiasis. National Center for Zoonotic, Vector-Borne, and Enteric Diseases. Division of Parasitic Diseases. Available from :

2010]

Chijide, V.M., 2008. Balantidiasis. University of Saskatchewan, Available from :

2010]

Dahlan, SM., 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta : 65-68

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Pedoman Program Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah : 12

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan R.I., 2005. Balantidiasis. Available from :

http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wc6dec6d45c4f4.htm [Accessed 30 April 2010]

Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964. Craig and Faust’s Clinical Parasitology 7th Edition. Lea & Febiger : 291-297


(54)

Greenwood, D., Slack, R.C.B., and Peutherer, J.F., 2002. Medical Microbiology : A guide to Microbial Infections : Pathogenesis, Immunity, Laboratory Diagnosis and Control. Churchill Livingstone: 599-600

Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi ke-4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 129.

Harian Sinar Indonesia Baru, 2009. Dinkes Dan Dinas Pertanian Deli Serdang Antisipasi Wabah Flu Babi * Dinkes Perintahkan Puskesmas Waspadai Pasien Flu * Dinas Pertanian Bentuk Tim. Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli. Available from :

http://hariansib.com/?p=72323 [Accessed 29 April 2010]

Notoatmodjo, S.,1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta : 95-133

Nursalam dan Efendi, F., 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika. Surabaya : 106

Paniker, C.K.J., 2002. Textbook of Medical Parasitology 5th Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD: 103-104

Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, 2009. Demografi. Available from :

http://www.deliserdang.go.id/profil-deli-serdang/demografi.html Accessed [30 April 2010]

Piekarski, G.., 1962. Medical Parasitology In Plates. Farbenfabriken B.A.G. : 53-54

Sastroasmoro, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ke-3. Sagung Seto. Jakarta : 314

Smith, S., 2003. The Parasite: Balantidium coli. The Disease: Balantidiasis. Stanford University. Available from :

27 April 2010]

Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press. Surabaya : 145-148


(55)

Vet-Klinik.com, 2009. Beternak Babi di Medan Perlu Ditertibkan. Pusat Kesehatan Hewan. Available from :

http://www.vet-klinik.com/Berita-Peternakan/Beternak-Babi-di-Medan-Perlu-Ditertibkan.html [Accessed 5 Mei 2010]

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Bamboedoea Communication. Jakarta Timur : 118

Widker, P., 2006. Pangan, Papan dan Kebun Berguna. Kanasius : 44. Available from:

http://books.google.co.id/books?id=wRzjygAnVsMC&pg=PA44&dq=definis i+higiene+lingkungan&hl=id&ei=cuvfS6yEAZLCrAeW9b2sBw&sa=X&oi= book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CDEQ6AEwAA#v=onepage&q&f =false [Accessed 30 April 2010]

Yatim, F.,2001. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta : 67


(56)

Nama : Siti Hajar Binti Shamsudin

Tempat / Tanggal Lahir : Selangor, Malaysia / 21 Oktober 1988

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gang Berkat, No.6, 20132, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Taman Dato’ Harun (2)

2. SMKA Kuala Selangor 3. MRSM Pasir Salak 4. Kolej Matrikulasi Johor Riwayat Pelatihan : 1. Operasi Bencana Alam

2. Pelatihan Remaja Islam Malaysia

Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU 2. Persatuan Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 3. Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di


(57)

INFORM CONSENT (PERSETUJUAN) UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SANITASI LINGKUNGAN

DENGAN INFEKSI BALANTIDIUM COLI DI SEKITAR PETERNAKAN BABI DI NAMORAMBE

Peneliti yang bernama Siti Hajar Binti Shamsudin, mahasiswa FK USU telah menjelaskan penelitian beliau mengenai Hubungan Perilaku dan Higiene Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi Balantidium coli di Sekitar Peternakan Babi di Namorambe. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah ada hubungan perilaku dan higiene sanitasi lingkungan dengan infeksi Balantidium coli di sekitar peternakan babi di Namorambe.

Turut sertanya saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan ikhlas serta telah dipertimbangkan dalam waktu yang cukup. Saya mengerti bahwa saya akan dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahsia oleh peneliti.

Demikian pernyataan ini saya sampaikan dalam keadaan sadar dan sehat. Tempat/Tanggal/Waktu: ………...

Tanda tangan responden, Tanda tangan peneliti,

______________________ _____________________ ( ) (Siti Hajar Binti Shamsudin)


(58)

Nama :

Kuesioner

Jenis Kelamin : Usia :

Perilaku

1. Apakah yang dimaksud dengan diare? Pengetahuan

a. Buang air besar (tinja yang keras) sekali sehari b. Buang air besar (tinja yang keras) dua kali sehari

c. Buang air besar (tinja yang lembek) kurang dari dua kali sehari d. Buang air besar (tinja yang lembek) lebih dari tiga kali sehari 2. Apakah ciri-ciri orang yang mengalami diare?

a. Segar b. Lemas, lesu c. Bersemangat d. Senang

3. Apakah penyebab diare? a. Panas

b. Hujan c. Kuman d. Debu

4. Keadaan apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya diare? a. Kebersihan diri yang baik

b. Kebersihan lingkungan yang buruk c. Hujan lebat


(59)

a. Biasa b. Buruk c. Baik d. Sangat baik

6. Menurut anda, kandang ternak yang kotor dapat ...? a. Meningkatkan hasil jualan

b. Meningkatkan kejadian diare

c. Menyebabkan hewan ternakan lebih gemuk d. Menambah jumlah hewan ternak

7. Manakah yang dapat menyebabkan penularan diare? a. Minuman atau makanan yang tercemar kuman b. Melalui kontak kulit

c. Terkena hujan d. Mencium bau busuk

8. Bagaimana mencegah terjadinya diare? a. Menjaga makan agar teratur b. Rajin olahraga

c. Menjaga kebersihan d. Rajin minum obat

9. Apa penanganan awal untuk diare? a. Banyak makan sayur

b. Kurangkan makan buah c. Banyak minum air d. Berjemur

10. Jika masih belum sembuh, apa yang harus dilakukan? a. Banyak istirahat

b. Berobat ke dukun

c. Berobat ke puskesmas/klinik d. Berhenti makan


(60)

Tindakan

No. Pertanyaan Setuju Tidak

1. Mencari tahu tentang penyebab diare itu penting 2. Mengetahui pencegahan dari terkena diare itu perlu 3. Penyakit yang ingin dicegah termasuk berat/serius 4. Sebaiknya keluar rumah memakai alas kaki

5. Sebelum makan atau mengelola makanan harus cuci tangan pakai sabun

6. Harus mandi sekurangnya dua kali sehari

7. Memasak makanan dan minuman dengan baik itu perlu 8. Jika terkena diare harus minum obat

9. Harus sering membersihkan kawasan tempat tinggal dan peternakan 10. Tindakan menjaga kebersihan itu dilakukan hanya untuk

mensukseskan program pemerintah

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda sering membersihkan kawasan sekitar rumah dan peternakan?

2. Apakah anda memasak air minuman dan makanan dengan baik dan benar?

3. Apakah kebersihan diri terjaga baik?(seperti mandi, memotong kuku)

4. Apakah anda memakai alas kaki saat keluar rumah?

5. Apakah anda mencuci gelas/piring dengan memakai sabun?

6. Pernahkah anda langsung makan/minum setelah pulang dari peternakan tanpa mencuci tangan dengan sabun?

7. Apakah anda peduli jika terkena diare?

8. Apakah anda minum obat untuk menyembuhkan diare?

9. Apakah anda ada menyampaikan pentingnya menjaga kebersihan pada orang lain?

10. Pernahkah anda mengajak/bergabung tenaga bersama masyarakat lain saat membersihkan lingkungan sekitar kampung anda?


(1)

Vet-Klinik.com, 2009. Beternak Babi di Medan Perlu Ditertibkan. Pusat Kesehatan Hewan. Available from :

http://www.vet-klinik.com/Berita-Peternakan/Beternak-Babi-di-Medan-Perlu-Ditertibkan.html [Accessed 5 Mei 2010]

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Bamboedoea Communication. Jakarta Timur : 118

Widker, P., 2006. Pangan, Papan dan Kebun Berguna. Kanasius : 44. Available from:

http://books.google.co.id/books?id=wRzjygAnVsMC&pg=PA44&dq=definis i+higiene+lingkungan&hl=id&ei=cuvfS6yEAZLCrAeW9b2sBw&sa=X&oi= book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CDEQ6AEwAA#v=onepage&q&f =false [Accessed 30 April 2010]

Yatim, F.,2001. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid

2. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta : 67


(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Hajar Binti Shamsudin

Tempat / Tanggal Lahir : Selangor, Malaysia / 21 Oktober 1988

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gang Berkat, No.6, 20132, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Taman Dato’ Harun (2)

2. SMKA Kuala Selangor 3. MRSM Pasir Salak 4. Kolej Matrikulasi Johor Riwayat Pelatihan : 1. Operasi Bencana Alam

2. Pelatihan Remaja Islam Malaysia

Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU 2. Persatuan Hari Besar Islam (PHBI) FK USU 3. Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia di


(3)

Lampiran 1

INFORM CONSENT (PERSETUJUAN) UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SANITASI LINGKUNGAN

DENGAN INFEKSI BALANTIDIUM COLI DI SEKITAR PETERNAKAN BABI DI NAMORAMBE

Peneliti yang bernama Siti Hajar Binti Shamsudin, mahasiswa FK USU telah menjelaskan penelitian beliau mengenai Hubungan Perilaku dan Higiene Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi Balantidium coli di Sekitar Peternakan Babi di Namorambe. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai apakah ada hubungan perilaku dan higiene sanitasi lingkungan dengan infeksi Balantidium coli di sekitar peternakan babi di Namorambe.

Turut sertanya saya dalam penelitian ini bersifat sukarela dan ikhlas serta telah dipertimbangkan dalam waktu yang cukup. Saya mengerti bahwa saya akan dijamin terhadap setiap kerugian yang timbul. Nama saya tidak akan diumumkan dan akan diperlakukan secara rahsia oleh peneliti.

Demikian pernyataan ini saya sampaikan dalam keadaan sadar dan sehat. Tempat/Tanggal/Waktu: ………...

Tanda tangan responden, Tanda tangan peneliti,

______________________ _____________________ ( ) (Siti Hajar Binti Shamsudin)


(4)

Lampiran 2

Nama :

Kuesioner

Jenis Kelamin : Usia :

Perilaku

1. Apakah yang dimaksud dengan diare? Pengetahuan

a. Buang air besar (tinja yang keras) sekali sehari b. Buang air besar (tinja yang keras) dua kali sehari

c. Buang air besar (tinja yang lembek) kurang dari dua kali sehari d. Buang air besar (tinja yang lembek) lebih dari tiga kali sehari 2. Apakah ciri-ciri orang yang mengalami diare?

a. Segar b. Lemas, lesu c. Bersemangat d. Senang

3. Apakah penyebab diare? a. Panas

b. Hujan c. Kuman d. Debu

4. Keadaan apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya diare? a. Kebersihan diri yang baik

b. Kebersihan lingkungan yang buruk c. Hujan lebat


(5)

5. Kandang ternak dan kawasan sekitarnya yang kotor itu ...? a. Biasa

b. Buruk c. Baik d. Sangat baik

6. Menurut anda, kandang ternak yang kotor dapat ...? a. Meningkatkan hasil jualan

b. Meningkatkan kejadian diare

c. Menyebabkan hewan ternakan lebih gemuk d. Menambah jumlah hewan ternak

7. Manakah yang dapat menyebabkan penularan diare? a. Minuman atau makanan yang tercemar kuman b. Melalui kontak kulit

c. Terkena hujan d. Mencium bau busuk

8. Bagaimana mencegah terjadinya diare? a. Menjaga makan agar teratur b. Rajin olahraga

c. Menjaga kebersihan d. Rajin minum obat

9. Apa penanganan awal untuk diare? a. Banyak makan sayur

b. Kurangkan makan buah c. Banyak minum air d. Berjemur

10.Jika masih belum sembuh, apa yang harus dilakukan? a. Banyak istirahat

b. Berobat ke dukun

c. Berobat ke puskesmas/klinik d. Berhenti makan


(6)

Sikap

Tindakan

No. Pertanyaan Setuju Tidak

1. Mencari tahu tentang penyebab diare itu penting 2. Mengetahui pencegahan dari terkena diare itu perlu 3. Penyakit yang ingin dicegah termasuk berat/serius 4. Sebaiknya keluar rumah memakai alas kaki

5. Sebelum makan atau mengelola makanan harus cuci tangan pakai sabun

6. Harus mandi sekurangnya dua kali sehari

7. Memasak makanan dan minuman dengan baik itu perlu 8. Jika terkena diare harus minum obat

9. Harus sering membersihkan kawasan tempat tinggal dan peternakan 10. Tindakan menjaga kebersihan itu dilakukan hanya untuk

mensukseskan program pemerintah

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anda sering membersihkan kawasan sekitar rumah dan peternakan?

2. Apakah anda memasak air minuman dan makanan dengan baik dan benar?

3. Apakah kebersihan diri terjaga baik?(seperti mandi, memotong kuku)

4. Apakah anda memakai alas kaki saat keluar rumah?

5. Apakah anda mencuci gelas/piring dengan memakai sabun?

6. Pernahkah anda langsung makan/minum setelah pulang dari peternakan tanpa mencuci tangan dengan sabun?

7. Apakah anda peduli jika terkena diare?

8. Apakah anda minum obat untuk menyembuhkan diare?

9. Apakah anda ada menyampaikan pentingnya menjaga kebersihan pada orang lain?

10. Pernahkah anda mengajak/bergabung tenaga bersama masyarakat lain saat membersihkan lingkungan sekitar kampung anda?


Dokumen yang terkait

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Mahasiswi Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tahun 2015

3 119 115

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 1 17

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU TENTANG HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN DI SEKOLAH Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Tentang Higiene Dan Sanitasi Makanan Di Sekolah Dengan Kejadian Diare Siswa Sd Negeri Bonagung I Kecamatan Tanon Kabu

0 4 17

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI DENGAN TINDAKAN ASI EKSKLUSIF Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Asi dengan Tindakan Asi Eksklusif.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA.

0 0 6

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN DENGAN TINGKAT KESEHATAN MASYARAKAT SEKITAR USAHA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN KUNINGAN.

0 3 48

BACA DULU cara membuka KTI Skripsi kode079

0 0 3

TAP.COM - HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG INFEKSI ... 208 387 1 SM

0 0 5

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DENGAN SIKAP SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS VIII DI SMP MUHAMMADIYAH 9 KOTA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual dengan Sikap Seks Pranikah

0 0 20