BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris secara harafiah artinya hak salin. Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan
memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang,
yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
1
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup
perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung.
Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya
tersebut menjadi milik umum.
2
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra atau Konvensi Bern
pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis
kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk
1
http:id.wikipedia.orgwikiHak_cipta, diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
2
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan copyright.
3
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antar negara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi
pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia World Trade Organization – WTO, yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Propertyrights – TRIPs Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual. Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga
Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright
tersebut selesai. Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar
dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auterswet 1912 Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan
menetapkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-Undang
tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
3
Pada akhir abad 19, ketika revolusi industri mencapai titik puncaknya dan perdagangan internasional mulai berkembang, negara-negara industri eropa mulai mendesak perlu adanya
perlindungan terhadap hak cipta, paten, dan merek di luar negara asal mereka. Hal itu menghantarkan dimulainya perlindungan hak kekayaan intelektual internasional dalam bentuk The
Paris Convention for The Protection of Industrial Property pada tahun 1883, The Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works pada tahun 1886. Hendra Tanu
Atmadja, Hak Cipta Musik atau Lagu, Jakarta: Program Pasca Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty Perjanjian Hak Cipta – WIPO melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun
1997. Intelectual property rights atau Hak atas Kekayaan Intelektual memang
berperan penting dalam kehidupan dunia modern dimana didalamnya terkandung aspek hukum yang berkaitan erat dengan aspek teknologi, aspek ekonomi,
maupun seni budaya.
4
4
Berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI No.M.03, PR.07.10. Tahun 2000, istilah hak kekayaan intelektual tanpa kata “atas” dapat disingkat dengan HKI telah
resmi dipergunakan dalam UU Paten 2001, UU Merek 2001, UU Hak Cipta 2002, jadi bukan lagi hak atas kekayaan intelektual HAKI. Alasan perubahan antara lain, adalah untuk lebih
menyesuaikan dengan kaedah Bahasa Indonesia yang tidak menuliskan kata depan seperti “atas” atau “dari”, terutama untuk istilah. Ahmad Zen Umar Purba, “Pokok-Pokok Kebijakan
Pembangunan Sistem HKI Nasional”, Hukum Bisnis, Jurnal, Vol. 13, April 2001, hal. 8.
Hak Kekayaan Intelektual adalah sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern. Sebagai salah satu aspek yang memberi
warna pada kehidupan modern, Hak Kekayaan Intelektual merupakan konsep yang relatif baru bagi sebagian negara, terutama negara-negara berkembang.
Semuanya berkaitan erat dengan kekayaan yang timbul atau lahir karena adanya intelektualitas seseorang baik melalui daya cipta, rasa maupun karsanya. Karya-
karya yang dihasilkan manusia melalui intelektualitasnya itu perlu mendapat perlindungan hukum, karena karya manusia ini telah dihasilkan dengan suatu
pengorbanan tenaga, pikiran, waktu bahkan biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme lainnya bersatu untuk mendapatkan
hasil karya terbaik dibidangnya. Apalagi karya intelektual dalam konteks Hak Kekayaan Intelektual memerlukan biaya yang besar untuk melakukan riset
penelitian yang bertujuan mencapai penemuan-penemuan baru. Oleh karena itu, modal merupakan unsur yang sangat penting sehingga para pemilik modal merasa
bahwa kepentingannya harus dilindungi. Tidak ada riset yang bertujuan mencapai penemuan baru yang tidak memerlukan biaya besar, oleh karenanya Hak
Kekayaan Intelektual tidak dapat dilepaskan dari kepentingan pemilik modal. Dalam upaya untuk melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual ini pemerintah
Indonesia sejak tahun 1982 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang Hak
Universitas Sumatera Utara
Cipta yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang telah mengalami dua kali revisi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997, kemudian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, kesemuanya ini adalah untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. Meskipun telah mempunyai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta beberapa kali direvisi dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat
para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin
memprihatinkan. Peringkat pembajakan di Indonesia, khususnya pembajakan hak cipta intellectual property rights, menempati urutan ketiga terbesar di dunia.
Untuk itu, diperlukan berbagai upaya keras dari pelaku usaha dan pemerintah untuk memerangi pembajakan hak cipta.
Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat bangsa Indonesia adalah salah satu penandatangan TRIPs Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights yaitu perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia WTO yang harus tunduk pada
perjanjian internasional itu.
5
5
http:www.wto.orgenglishtratop_etrips_etrips_e.htm, diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual ini adalah masalah
penegakan hukum, disamping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang
secara tidak langsung turut menyumbang bagi terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya pembajakan atas hak cipta ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai
masalah, baik dari dunia internasional maupun pada masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat internasional merupakan suatu kemungkinan
yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah
satu sumber dari kekayaan intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh Undang-Undang.
Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para penciptanya saja, tetapi juga
bagi bangsa dan negara. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut masih perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di
bidang hak cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut diatas.
Dengan telah ditandatangani persetujuan TRIPs Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights dan diratifikasinya konvensi-konvensi internasional
di bidang hak cipta oleh pemerintah Indonesia, maka Indonesia memiliki komitmen untuk memberlakukan dan menerapkan ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati dalam TRIPs maupun konvensi-konvensi di bidang hak cipta. Adapun persetujuan TRIPs mengidentifikasikan instrumen-instrumen Hak
Kekayaan Intelektual dan mencoba mengharmonisasikan pada tingkat global menyangkut komponen : Hak Cipta Copyrights, Merek Dagang Trademarks,
Paten Patent, Desain Produk Industri Industrial Design, Indikasi Geografi Geographical Indication, Desain Tata Letak Topography, Sirkuit Terpadu
Lay-out Desain Topography of Integrated Circuits, dan Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan Protection of Undisclosed Information. Hak Kekayaan
Intelektual merupakan bagian hukum yang berkaitan dengan perlindungan usaha- usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif.
6
Berdasarkan Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights TRIPs yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan
perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia WTO, Hak Kekayaan Intelektual
6
http:en.wikipedia.orgwikiAgreement_on_Trade- Related_Aspects_of_Intellectual_Property_Rights, diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
ini meliputi copyrights hak cipta dan industrial property paten, merek, desain industri, perlindungan integrated circuits, rahasia dagang dan indikasi geografis
asal barang. Diantara hak-hak tersebut, hak cipta yang semula bernama hak pengarang
author rights terbilang tua usianya. Pada pokoknya hak cipta bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan
pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak software.
Pengaturan hak cipta di Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian direvisi dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Mengingat Indonesia telah menjadi anggota
WTO, Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan ketentuan TRIPs dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta.
7
Pelanggaran hak cipta yang semakin marak dan canggih tersebut dapat dilihat dari kasus yang terjadi dalam ruang lingkup Pengadilan Negeri Medan,
yaitu Studi Kasus No.3683Pid.B2008PN.Mdn. Tindak pidana tersebut Kejahatan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual merupakan kejahatan
yang terus berlangsung di negeri ini. Berbagai macam produk menjadi sasaran empuk. Hal ini terlihat dari luasnya peredaran VCD bajakan, buku-buku bajakan
serta berbagai pemalsuan barang-barang konsumen consumers goods dan aksesoris seperti pakaian, sepatu, parfum, jam tangan, dan lain sebagainya.
Kejahatan itu bukan saja semakin marak, tetapi kian canggih karena para pemalsu menggunakan teknologi modern yang mempermudah kegiatan ilegalnya.
7
http:politik.kompasiana.com20100124aspek-hukum-terhadap-pembajakan-vcd-dan- hak-cipta-di-indonesia, diakses pada tanggal 7 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara danatau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku
memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Untuk mengetahui dan membahas secara lebih jelas mengenai tindak
pidana pelanggaran hak cipta dan bagaimana pertanggungjawaban pidananya, maka penulis akan membahasnya dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan Yang Dilindungi Dalam UU No.19 Tahun 2002 Studi Kasus
No.3683Pid.B2008PN.Mdn ”.
B. Perumusan Masalah