Peranan IKAPI Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku

(1)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

PERANAN IKAPI DALAM PENANGGULANGAN

PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU

S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

O L E H

TITIN I M HUTAGALUNG NIM: 030200035

Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

PERANAN IKAPI DALAM PENANGGULANGAN

PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU

S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

O L E H

TITIN I M HUTAGALUNG NIM: 030200035

Disetujui oleh Ketua Departemen

Hukum Pidana

2007

ABUL KHAIR, SH. M.Hum NIP. 131842854

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M.Hum M. Nuh, SH. M.Hum NIP. 130809557 NIP. 130810667

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “PERANAN IKAPI DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. MH, Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH, DFM, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH. MH. DFM, Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH. MH, Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Abul Khair, SH. M.Hum, Selaku Ketua Departemen Hukum Pidana.

6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(4)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

7. Bapak M. Nuh, SH. M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu untuk memberikan saran dan petunjuk serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

8. Ibu Nurmalawaty, SH. M.Hum, Selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.

9. Bapak Affan Mukti, SH. MH, Selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti perkuliahan.

10.Bapak dan Ibu dosen serta para pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan.

11.Bapak/Ibu di IKAPI, khususnya Bapak Dr. Rizali Nasution, Selaku Ketua IKAPI cabang Sumatera Utara yang telah menyediakan waktu dan memberikan informasi kepada penulis.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Orang Tua penulis yang tercinta: Ayahanda S.S Hutagalung, SE dan Ibunda L.U. Sitompul, BA (Alm), yang telah mencurahkan kasih sayang, pengorbanan yang tak terhingga bahkan doa-doanya di masa perkuliahan sampai selesai.

2. Kepada abang saya: Deddy Harlin H Hutagalung, ST dan Verry Wardana Hutagalung yang telah memberikan perhatian dan dorongan semangat.


(5)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

3. Terima Kasih kepada sahabat-sahabat ku Ilse, Siska, Parida dan Eska yang memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. Makasih sudah menjadi sahabat-sahabat terbaikku.

4. Terima Kasih kepada seseorang yang spesial di hatiku, yang selalu memberikan dorongan dan semangat, mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Rekan-rekan Stambuk 2003, tetap semangat ya ngerjai skripsinya.

6. Adik-adikku, Segi, Liza, Kiris yang sudah berdoa untuk penulis dan memberikan dorongan semangat.

7. Teman-teman di UKM KMK USU UP FH.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Olah karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2007

Titin I M Hutagalung Nim. 030200035


(6)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKSI ... iv

DAFDTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Hak Cipta ... 6

2. Ciptaan yang Dilindungi UU ... 9

3. Pemegang Hak Cipta ... 13

4. Pendaftaran Hak Cipta ... 15

5. Hak-Hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta ... 17

F. Metode Pembahasan ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA A. Pelanggaran Hak Cipta ... 26


(7)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

B. Ketentuan Sanksi Pidana ... 33 BAB III PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK

PIDANA PEMBAJAKAN BUKU

A. Kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang

Hak Cipta ... 40 B. Adanya Oknum yang Melindungi si Pembajak Buku

yang Dituju ... 42 C. Lemahnya Sistem Pengawasan dan Pemantauan ... 44 D. Pencegahan dan Penindakan terhadap

Pelaku Pembajakan ... 46

BAB IV PERAN IKATAN PENERBIT INDONESIA (IKAPI) DALAM

UPAYA MENANGGULANGI TINDAK PIDANA

PEMBAJAKAN BUKU

A. Upaya Menanggulangi Pembajakan Buku ... 55 B. Melakukan Kerjasama dengan Antar Toko Buku

dan Aparat Kepolisian... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 66 B. Saran ... 68


(8)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Skripsi ini secara khusus membahas peranan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) dalam penanggulangan pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku.

Ada tiga hal yang dibahas dalam skripsi ini. Pertama, bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta dan ketentuan saksi pidana yang mengikatnya. Kedua, problematika penegakan hukum atas atas tindak pidana pembajakan buku. Ketiga, peranan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) dalam upaya menanggulangi tindak pidana pembajakan buku.

Ada dua metode yang dipakai dalam pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini. Metode penelitian kepustakaan (penelitian normatif) yang diperoleh dari bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat pribadi dan publik melalui analisa bahan-bahan berupa bahan-bahan yang mengikat seperti UU maupun bahan yang erat hubungannya dengan persoalan yang dibahas. Metode penelitian lapangan (penelitian empiris) yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dengan tujuan dapat terungkap bagaimana peranan IKAPI dalam penanggulangan pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku dan bagaimana pelanggaran hak cipta dalam kenyataan.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa IKAPI sebagai organisasi penerbit buku belum melaksanakan perannya. Manfaat IKAPI masih sebatas dalam hal membangun sarana jaringan pertemanan diantara para penerbit atau hanya sebagai penyelenggara pameran. Peran IKAPI dalam hal mendorong kemajuan dunia perbukuan di Indonesia, menjadi jembatan bagi seluruh penerbit berkaitan dengan persoalan copyright (hak cipta), tata niaga buku, termasuk dalam melakukan kritik terhadap rancangan UU perbukuan yang sampai saat ini masih belum kelihatan gerakannya. Kurangnya pemahaman masyarakat akan arti hak cipta, adanya oknum yang melindungi pembajakan buku yang dituju, lemahnya sanksi yang diberikan kepada pembajak buku yang dituju merupakan beberapa hal yang menghambat penegakan hukum hak cipta.


(9)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan hukum terhadap hak cipta pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah Indonesia secara terus menerus berusaha untuk memperbaharui peraturan perundang-undangan di bidang hak cipta untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, baik perkembangan di bidang ekonomi maupun di bidang teknologi.

Realitas menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat pada umumnya dan minat mengarang pada khususnya. Dengan turut sertanya Indonesia menandatangani perjanjian WTO (World Trade Intrernational) termasuk perjanjian TRIPS (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights), maka Undang-Undang Hak Cipta perlu menyesuaikan diri untuk memenuhi kewajiban internasional yang sudah kita terima melalui kedua organisasi itu, termasuk di dalamnya adalah ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan Hak Milik Intelektual.

Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap karya cipta ini ternyata tidak membuahkan hasil yang maksimal. UU Hak Cipta dalam memberikan perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta maupun terhadap hak dan kepentingan pencipta dan pemegang hak


(10)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

cipta cukup bagus. Dalam realitasnya, pelanggaran hak cipta masih menggejala dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan dapat berupa pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan maupun menjual karya cipta orang lain tanpa seizin pencipta ataupun pemegang hak cipta. Dampak dari pelanggaran hak cipta ini di samping akan merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Dampak lainnya yang ditimbulkan adalah berkurangnya penghasilan/pemasukan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya dibayar oleh pencipta atau pemegang hak cipta.1

Yang terjadi di Indonesia kurang-lebih bernuansa sama. Di satu sisi banyak penerbit yang sangat keberatan dengan besarnya jumlah royalti yang dibayarkan kepada pemilik hak cipta. Di sisi lain, ada penerbit yang mampu

Bagi orang tertentu, tindakan menggandakan buku atau produk tertentu kadang-kadang dilandasi oleh ideologi bahwa pengetahuan harus disebarkan seluas-luasnya demi kemaslahatan manusia. Mereka menyebut tindakan itu sebagai copyleft (tinggal salin). Sebelum industrialisasi memetakan kepentingan ekonomi manusia, yang jauh dipertimbangkan oleh para penulis dan pembaca adalah masalah etika. Ialah misalnya dari mana dia menyalin buku itu, dari siapa dia mendapatkan ilmu itu, dan atas izin siapa dia mengutip suatu karya. Dengan demikian jejak-jejak pengetahuan dari awal hingga seluruh upaya penyempurnaannya.

1

Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan


(11)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

membeli hak cipta itu, namun dalam proses penerbitan, mereka kecolongan pihak lain. Gejala bahwa selain masalah ekonomi, dunia perbukuan kita juga mengalami masalah etika yang tidak kalah serius.

Kasus pembajakan buku tidak hanya terjadi sekarang, tetapi sudah ada sejak lama, boleh dibilang lagu lama yang masih selalu menggema. Hampir bisa dipastikan, buku-buku yang laris (best seller) atau diperlukan masyarakat, pasti dibajak. Dan buku-buku yang dibajak tidak hanya yang dihasilkan penerbit swasta. PT Balai Pustaka (Persero), penerbit yang barangkali tertua di Indonesia, milik Departemen Pendidikan Nasional juga mengalami hal serupa.

Buku-buku terbitan PT Balai Pustaka yang diperlukan masyarakat dan best seller yang banyak dibajak itu antara lain buku teks wajib/buku pelajaran pokok untuk SD, SMP, dan SMU. Juga Kamus Besar Bahasa Indonesia, Glosarium, Ensiklopedi yang menjadi primadona Balai Pustaka, serta Kalender 301. Atas buku-buku yang dibajak itu, PT. Balai Pustaka diperkirakan rugi sekitar Rp 125 milyar.

Meski perbuatan pembajakan buku merupakan tindakan melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1982, UU Nomor 7 Tahun 1987, UU Nomor 12 Tahun 1997, UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, namun pembajakan masih terus terjadi.

Hampir bisa dipastikan, beberapa buku dari penerbit-penerbit besar, pernah dibajak. Surabaya Intellectual Club (SIC) yang mencapai usia 20 tahun, juga tak luput dari pembajakan. Persoalannya kini, mengapa pembajakan buku yang sudah berlangsung lama hampir tidak pernah terselesaikan tuntas? Meski banyak penerbit yang bukunya dibajak sudah berusaha menangkap pembajak dan


(12)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

membawanya ke pengadilan, tetap saja pembajakan buku berjalan terus. Juga, meski IKAPI sudah membentuk tim antipembajakan buku, namun gerakan ini tidak membuat jera para pembajak.

Kasus pembajakan buku tidak akan pernah bisa dihilangkan, selama hukuman yang ditimpakan tidak setimpal dengan perbuatan yang dilakukan. "Punishment yang akan ditanggung, jauh lebih kecil daripada keuntungan yang diterima dari membajak. Selama keadaan ini belum dibalik, pembajakan akan terus terjadi." upaya untuk menangkap pembajak sering tidak sebanding dengan hukuman yang ditimpakan kepada pembajak. Untuk menindak para pembajak, aparat penegak hukum harus tegas. Pasalnya, perundang-undangan di Indonesia sudah cukup memadai.2

Kendala yang sering dihadapi justru datang dari petugas kepolisian yang meminta berbagai macam persyaratan seperti hak paten, saksi ahli, dan sebagainya.3

2

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis merasa tertarik membahas masalah pembajakan buku yang sebenarnya bukan merupakan hal yang baru lagi. Pada masalah pembajakan buku, bukan masalah mana buku yang asli dan mana yang palsu. Di sini ada pencurian karya intelektual. Ini bisa membuat daya cipta jadi menurun karena ada kekhawatiran karya yang dihasilkan secara susah payah itu dengan mudahnya dibajak.

3

Harian Kompas, Pembajakan Merajalela, Penerbit Kini Tak Lagi Antusias Terbitkan


(13)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Oleh karena itu untuk membahas hal tersebut penulis memilih judul skripsi ini, yaitu “Peranan IKAPI Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jabarkan, maka penulis menarik beberapa permasalahan yang penulis anggap penting untuk dibahas lebih lanjut. Adapun masalah-masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya adalah:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta dan bagaimana ketentuan sanksi pidananya?

2. Mengapa pembajakan buku yang sudah berlangsung lama hampir tidak pernah terselesaikan tuntas?

3. Bagaimanakah peran Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) dalam upaya menanggulangi tindak pidana pembajakan buku?

C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan 1. Tujuan Pembahasan

a. untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta serta ketentuan pidananya;

b. untuk mengetahui tentang pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku;

c. untuk mengetahui peranan IKAPI sebagai lembaga yang turut serta dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku. 2. Manfaat Pembahasan


(14)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Dari hasil penulisan ini, diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat baik secara tertulis maupun secara praktis.

Secara teoritis, penulisan ini dapat memberikan manfaat untuk mengembangkan pemikiran pada bidang hukum pidana dan hukum acara pidana pada umumnya. Hasil penulisan ini juga bermanfaat untuk menambah bahan literatur bagi dunia akademis.

Secara praktis, diharapkan hasil penulisan ini dapat dimanfaatkan oleh para penegak hukum untuk mencegah dan menanggulangi pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku.

D. Keaslian Penulisan

Berbagai penulisan tentang pembajakan buku pernah dilaksanakan oleh penulis terdahulu. Namun mengenai Peranan IKAPI Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Dimana dalam proses pembuatan skripsi ini penulis memulainya dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pembajakan buku dan melakukan wawancara dengan pihak yang bersangkutan berkaitan dengan peranan IKAPI dalam menanggulangi pembajakan buku tersebut, kemudian penulis merangkainya sendiri menjadi suatu karya tulis ilmiah yang disebut dengan skripsi. Oleh karena itu penulis dapat menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Hak Cipta


(15)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah pada Kongres Kebudayaan Indonesia II di Bandung pada bulan Oktober 1951 (yang kemudian diterima oleh kongres tersebut) sebagai penggantian dari istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya.

“Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda yakni Auters Recht”.4

Istilah hak cipta ini merupakan pengganti Auters Recht atau copyrights yang kandungan artinya lebih tepat dan luas, dibandingkan jika menggunakan istilah hak pengarang. Secara yuridis, istilah hak cipta telah dipergunakan dalam Undang-undang Hak Cipta (1982) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet 1912.

Istilah hak pengarang sepintas lalu menyempitkan pengertian seolah-olah yang dicakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak dari pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang., padahal tidak demikian. Oleh karena yang dimaksud dengan hak pengarang itu bukanlah khusus mengenai karang mengarang saja, maka rapat seksi dalam Kongres Kebudayaan Indonesia memutuskan mengganti hak pengarang menjadi hak cipta.

5

Istilah hak cipta ini kemudian menjadi popular di dalam masyarakat. Akan tetapi walaupun demikian pemahaman tentang ruang lingkup pengertiannya, tidaklah sama pada setiap orang, karena belum memahami pengertian sebenarnya maupun batas-batas ruang lingkup hak cipta. Sehingga tidak jarang terjadi kesalahpahaman dalam memberi pengertian dan makna atas hak cipta karena

4

Ajip Rosidi, UU Hak Cipta, Pandangan Seorang Awam (Jakarta: Djambatan, 1994) hal. 3 5

Rachmadi Usman, SH., Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan


(16)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

dikacaukan dengan Hukum Atas Kekayaan Intelektual lainnya seperti hak paten dan merek seolah-olah meliputi keseluruhan ciptaan manusia, padahal hanya di bidang-bidang tertentu saja.

Perkataan hak cipta itu sendiri terdiri dari dua kata hak dan cipta, kata “hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak. Dan kata “cipta” tertuju kepada hasil kreasi manusia dengan menggunakan sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Oleh karenanya, hak cipta berkaitan dengan intelektualitas manusia itu sendiri berupa hasil kerja otak.6

Hak cipta (copyright) adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Umum Hak-hak Asasi Manusia) dan UN International Covenants (Perjanjian Internasional PBB) dan juga hak hukum yang sangat penting yang melindungi karya budaya. Karya budaya adalah apa saja yang dihasilkan seseorang yang memperkaya alam pikiran dan perasaan manusia. Karya budaya tidak mencakup hal-hal yang secara langsung menyumbang pada gaya hidup sehingga kehidupan atau pekerjaan lebih nyaman, seperti, misalnya, mesin atau teknologi. Mesin dan teknologi tidak termasuk karya budaya karena sebagian besar berkaitan dengan pengembangan peradaban di bidang teknologi dan karena itu hak-hak hukum yang melindunginya terpisah dari hak cipta.7

Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 maka undang-undang hak cipta yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang di dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

6

Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998) hal. 1

7

Tamotsu Hozumi, Asian Copyright Handbook Indonesian Version (Asia/ Pacific Cultural Centre for UNESCO dan Ikatan Penerbit Indonesia, 2004) hal. 2


(17)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 berbeda dengan pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.8

Hak cipta ini hanya diberikan kepada ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi, yang sudah dapat dilihat, dibaca, didengarkan dan sebagainya. Hukum hak cipta tidak melindungi hak ciptaan yang masih berupa ide (idea). Inilah yang Setiap pencipta dalam mempergunakan dan memanfaatkan hak cipta mempunyai keterkaitan dengan undang-undang. Keterkaitan disini adalah pencipta atau penerima hak dalam mengumumkan dan memperbanyak ciptaannya harus melihat pembatasan-pembatasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pembatasan yang dimaksudkan terhadap hak cipta untuk mencegah terjadinya perbuatan melanggar hukum.

2. Ciptaan Yang Dilindungi Undang-Undang

8


(18)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

membedakannya dengan sistem perlindungan paten dan rahasia dagang yang melindungi ide.

Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ketentuan mengenai ciptaan yang dilindungi diatur dalam Pasal 12. 9

(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

Pasal 12

a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime;

f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;

g. arsitektur; h. peta; i. seni batik; j. fotografi; k. sinematografi;

l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.

Menurut ketentuan di atas, dapat dikatakan bahwa hanya hasil karya tulis di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan yang akan memperoleh perlindungan hukum. Walaupun demikian, di beberapa negara lain karya-karya tulis yang

9


(19)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

berupa surat-surat bisnis atau surat perintah kerja misalnya, juga digolongkan sebagai karya tulis yang dilindungi.10

Keseluruhan ciptaan yang dilindungi pada Pasal 12 dapat dibedakan ke dalam ciptaan asli (original) dan ciptaan turunan (derivative).11

Sebagai ciptaan asli misalnya novel dilindungi sebagai ciptaan asli terhadap karya tulis (huruf a). Novel tersebut dapat dialihkan oleh orang lain menjadi film (sinematografi) seperti disebutkan pada huruf (k). Demikian juga sebuah buku yang ditulis dalam bahasa Inggris dan diberikan hak ciptanya, oleh pihak lain dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini menurut ketentuan Pasal 12 ayat (2) masing-masing dilindungi sendiri-sendiri secara terpisah. Jadi, di sini ada dua hak cipta yaitu hak cipta novel (karya tulis) dan hak cipta film (sinematografi) atau pada contoh kedua hak cipta penulis (bahasa Inggris) dan hak cipta penerjemah (bahasa Indonesia). Untuk dapat mengalihwujudkan tersebut, pencipta hak derivatif harus meminta izin terlebih dahulu dari pencipta aslinya. Dengan kata lain, pencipta hak derivatif baru dapat Ciptaan asli adalah ciptaan dalam bentuk atau wujud aslinya sebagaimana yang diciptakan oleh penciptanya. Jadi, belum dilakukan perubahan bentuk atau pengalihwujudan ke dalam bentuk yang berbeda. Contohnya adalah ciptaan yang tertera pada huruf (a) sampai dengan (k). Ciptaan asli tersebut sebagiannya sesuai dengan sifatnya dapat dialihwujudkan. Pengalihwujudan ini melahirkan ciptaan turunan (derivative) sebagaimana disebut pada huruf (l).

10

Prof. Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung: Alumni, 2002) hal. 101

11


(20)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

diberikan pengakuan hak cipta apabila sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dari pencipta asli untuk mengalihwujudkan ciptaan itu.

Di samping melindungi ciptaan yang sudah dipublikasikan Undang-undang Hak Cipta juga melindungi ciptaan yang belum dipublikasikan (unpublished works). Perlindungan hak cipta terhadap ciptaan yang belum dipublikasikan sejalan dengan sistem pendaftaran ciptaan yang tidak membebankan kewajiban itu pada pencipta. Demikian juga tidak ada kewajiban pengumuman sebagaimana pada pendaftaran paten dan merek. Perlindungan hak cipta tidak digantungkan pada ada atau tidaknya pendaftaran oleh pencipta di kantor hak cipta. Hak cipta itu sudah dilindungi pada saat ciptaan itu dihasilkan, walaupun tidak didaftarkan.

Pengaturan mengenai jenis-jenis ciptaan yang dilindungi berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan keadaan. Misalnya program komputer di Indonesia mulai dilindungi pada tahun 1987. Pada waktu itu program komputer ditempatkan tersendiri, baru pada tahun 1997 dikelompokkan bersama-sama dengan karya tulis (huruf a) yang didasarkan pada keadaan jenis dan sifatnya. Demikian juga ciptaan yang dulunya belum tegas-tegas disebutkan, sekarang sudah ditegaskan perlindungannya dengan memasukkan ke dalam kelompok tertentu berdasarkan persamaan jenis dan sifatnya. Misalnya untuk kelompok karya tulis (huruf a) sekarang sudah bertambah dengan perwajahan (lay out) yaitu aspek seni atau estetika pada susunan atau tata letak huruf yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. Sedangkan untuk seni rupa yang mendapatkan penegasan perlindungan adalah gambar meliputi gambar teknik (technical drawings), motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk huruf. Seni rupa


(21)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

lainnya adalah kolase, yaitu kompilasi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (kain, kertas, kayu, dan sebagainya) yang ditempelkan pada permukaan gambar. Hal lainnya yang baru ditegaskan adalah seni terapan berupa seni kerajinan tangan yang dapat dibuat dalam jumlah banyak (misalnya perhiasan atau asesoris, mebel), kertas hias atau ornament untuk dinding dan desain pakaian.

4. Pemegang Hak Cipta

Sebagai subjek hak cipta, bisa manusia dan badan hukum. Inilah yang oleh Undang-undang Hak Cipta dinamakan dengan Pencipta. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Hak Cipta 2002, yang tidak jauh berbeda dengan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997, bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dari bunyi Pasal 1 angka 2 Undang-undang Hak Cipta 2002 tersebut secara singkat, bahwa Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dengan sendirinya Pencipta juga menjadi Pemegang Hak Cipta, tetapi tidak semua Pemegang Hak Cipta adalah penciptanya. Pengertian Pemegang Hak Cipta dinyatakan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Hak Cipta 2002 atau sebelumnya dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Hak Cipta 1997 menyatakan, bahwa:

Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.


(22)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Dengan demikian, Pencipta Hak Cipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

Menurut Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat;

d. Perjanjian tertulis; dan

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Peralihan hak cipta dengan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian dan lain-lain mengakibatkan badan hukum yang menerima hak dari pemilik hak cipta disebut pemegang hak cipta.

Menurut Ajip Rosidi, bahwa:

Pewarisan, hibah atau wasiat dapat menyebabkan pihak lain (ahli waris pemilik asal hak cipta dalam hal pewarisan, orang ataupun badan hukum dalam hal hibah atau wasiat) menjadi pemegang atau pemilik hak cipta yang dimaksudkan. Sebagai pemegang atau pemilik ciptaan maka dia (ahli waris atau penerima hibah dengan wasiat) dapat membuat perjanjian dengan pihak lain berkenaan dengan usaha mengumumkan dan memperbanyak ciptaan tersebut, misalnya dengan penerbit buku atau pengusaha kaset rekaman atau prosedur pertunjukan dan lain-lain.12

12


(23)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Dengan demikian hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 8 disebutkan bahwa apabila suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dan lingkungan pekerjaannya, maka pihak yang mempekerjakan orang bersangkutan ini adalah pemegang hak cipta, maka dapat ditentukan berbeda.13

5. Pendaftaran Hak Cipta

Dengan demikian bahwa hak cipta pada suatu ciptaannya dibuat oleh seseorang berdasarkan pesanan, misalnya dari instansi pemerintah, kecuali jika diperjanjikan lain dipegang oleh instansi pemerintah tersebut. Maka hal ini tidak mengurangi hak pembuat ciptaan tersebut sebagai penciptanya apabila digunakan untuk hal di luar hubungan kedinasan.

Sistem yang dianut Hak Cipta dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah sistem deklaratif (first to use system), yang tidak mewajibkan pendaftaran. Pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan, karena tanpa didaftarkan pun hak cipta dilindungi Undang-undang Hak Cipta. Pada hak cipta berlaku pendaftaran secara sukarela (voluntary registration), artinya apabila Pencipta ingin mendaftarkan ciptaannya, dia dapat melakukan pendaftaran dengan persyaratan dan tata cara yang telah diatur dengan undang-undang. Pendaftaran ciptaan tidak bermaksud untuk mengesahkan hak cipta, melainkan untuk

13


(24)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai hak cipta. Ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sulit pembuktiannya apabila ada pelanggaran hak cipta jika dibandingkan dengan hak cipta yang didaftarkan. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang mengemukakan, kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:

a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau

b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.

Apabila dicermati ketentuan pasal tersebut, tampak pembentuk undang-undang mengharapkan agar hasil karya cipta seseorang didaftarkan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan apabila ada sengketa atau pelanggaran hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta, tidak ada ketentuan khusus apabila pencipta atau pemegang hak cipta mendaftarkan hak ciptanya. Dalam Pasal 35 Undang-undang Hak Cipta hanya disebutkann, Dirjen menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam daftar umum ciptaan. Jadi disini terlihat, bahwa untuk mendapatkan pengakuan hak cipta perlu pendaftaran. Tata cara pendaftaran hak cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-H.C.03.0.1.1987, tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.

Dalam Pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut disebutkan:

Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktur Paten dan Hak Cipta dengan surat rangkap 2 (dua), ditulis


(25)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

dalam bahasa Indonesia di atas kertas folio berganda; 2 (dua) Surat Permohonan tersebut berisi:

a. Nama, Kewarganegaraan dan alamat pencipta;

b. Nama, Kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta; c. Nama, Kewarganegaraan dan alamat kuasa;

d. Jenis dan judul ciptaan;

e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali; f. Uraian ciptaan rangkap 3 (tiga).

Surat permohonan pendaftaran hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan. Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan, pengumuman pendaftaran ciptaan dalam Tambahan Berita Negara RI.14

Kalau ditelusuri secara mendalam hak cipta ini dapat dibedakan menjadi dua jenis hak, yakni hak moral (moral rights) dan hak ekonomi (economic rights). Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Konsep hak moral ini berasal dari sistem hukum kontinental, yaitu dari Prancis.

Dengan terdaftarnya hak cipta seseorang dalam daftar ciptaan, secara teoritis hak cipta maupun pemegang hak cipta sudah aman. Untuk itu, apabila ada pihak lain yang mengklaim bahwa yang terdaftar tersebut adalah miliknya, maka pihak mengklaimlah yang wajib membuktikan kebenaran haknya. Keuntungan lain yang diperoleh bagi pencipta yang mendaftarkan ciptaannya, dapat menggugat pelanggar hak cipta tersebut.

5. Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta

Hak cipta dapat didefenisikan sebagai suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

14

Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01.H.C.03.0.1.1987 tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan


(26)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut konsep hukum kontinental hak pengarang (droit d’auteur, author rights) terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta.

Untuk hak ekonomi diartikan sebagai hak yang dipunyai oleh si pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Menurut Djumhana hak ekonomi umumnya di setiap negara meliputi jenis hak:15

1. Hak Reproduksi atau Penggandaan

Hak pencipta untuk menggandakan ciptaannya, ini merupakan penjabaran dari hak ekonomi si pencipta. Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini dapat dilakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern. Hak reproduksi ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu ke ciptaan lainnya, misalnya rekaman musik, pertunjukan drama, juga pembuatan duplikasi dalam rekaman suara dan film.

2. Hak Adaptasi

Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari bahasa satu ke bahasa lain, aransemen musik, dramatisasi dari nondramatik, mengubah menjadi cerita fiksi dari karangan non fiksi, atau sebaliknya. Hak ini diatur baik dalam Konvensi Berne maupun Konvensi Universal (Universal Copyright Convention).

3. Hak Distribusi

15

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan


(27)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat.

Dari hak distribusi itu dapat dimungkinkan timbul hak berupa foreign right, yaitu suatu hak yang dilindungi di luar negaranya. Misalnya satu karya cipta berupa buku, karena merupakan buku yang menarik, maka sangat digemari di negara lain, dengan demikian buku itu didistribusikan ke negara tersebut, sehingga mendapatkan perlindungan sebagai foreign right.

4. Hak Penampilan atau Performance Right

Hak untuk penyajian kuliah, pidato, khotbah, baik melalui visual atau presentasi suara, juga menyangkut penyiaran film, dan rekaman suara pada media televisi, radio dan tempat lain yang menyajikan tampilan tersebut. Setiap orang atau badan yang menampilkan, atau mempertunjukkan sesuatu karya cipta, harus meminta izin dari si pemilik hak performing tersebut. Keadaan ini terasa menyulitkan bagi orang yang akan meminta izin pertunjukan tersebut maka diadakan suatu lembaga yang mengurus hak pertunjukan itu yang dikenal sebagai Performing Right Society.

5. Hak Penyiaran atau Broadcasting Right

Hak untuk menyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan suatu ciptaan oleh peralatan kabel. Hak penyiaran ini meliputi penyiaran ulang dan mentransmisikan ulang. Ketentuan hak ini telah diatur dalam


(28)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Konvensi Berne, maupun Konvensi Universal, juga konvensi tersendiri misalnya Konvensi Roma 1961; dan Konvensi Brussel 1974 yang dikenal dengan Relating on the Distribution Programme carrying Signals transmitted by Satellite. Hanya saja di beberapa negara, hak penyiaran ini masih merupakan cakupan dari hak pertunjukan.

6. Hak Program Kabel

Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran hanya saja mentransmisikan melalui kabel. Badan penyiaran televisi mempunyai suatu studio tertentu, dari sana disiarkan program-program melalui kabel kepada pesawat para pelanggan. Jadi siaran sudah pasti bersifat komersial.

7. Droit de Suite

Droit de Suite adalah hak pencipta. Hak ini mulai diatur dalam Pasal 14 bis Konvensi Berne revisi Brussel 1948, yang kemudian ditambah lagi dengan Pasal 14 ter hasil revisi Stockholm 1967. Ketentuan droit de suite ini menurut petunjuk dari WIPO yang tercantum dalam buku Guide to the Berne Convention, merupakan hak tambahan. Hak ini bersifat kebendaan.

8. Hak Pinjam Masyarakat atau Public Lending Right

Hak ini dimiliki oleh pencipta yang karyanya tersimpan di perpustakaan, yaitu dia berhak atas suatu pembayaran dari pihak tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut.


(29)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Hak cipta yang memunculkan hak moral dan hak ekonomi pada dasarnya khusus untuk hak ekonomi dapat dimiliki si pencipta satu atau lebih hak ekonomi. Namun demikian, hak-hak di atas juga pada hakikatnya dapat dimiliki oleh si pencipta berupa orang atau badan hukum.16

Dalam melaksanakan penelitian untuk menyaring data yang diperlukan biasanya dilakukan melalui penelitian ke lapangan serta dari buku-buku pustaka. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa di dalam suatu penelitian ilmiah umumnya dikenal 3 (tiga) alat pengenal data sebagai berikut:

F. Metode Pembahasan

17

a. Studi dokumen/ bahan pustaka; b. Pengamatan/ observasi;

c. Wawancara/ interview.

Dalam rangka pembahasan masalah yang telah diuraikan demikian, maka penulis menggunakan 2 (dua) macam metode untuk menghimpun data yang menunjang dalam penulisan skripsi ini. Adapun metode penulisan yang digunakan adalah:

1. Metode Penelitian Kepustakaan (Penelitian Normatif)

Penelitian ini diperoleh dari bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat pribadi dan publik melalui analisa bahan-bahan berupa:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan yaitu:

16

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 17

Amiruddin, SH. M.Hum dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004) hal. 67


(30)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

• Undang-undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 dan Nomor 19 Tahun 2002.

• Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

• Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02.H.C.03.0.1.1987 tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer. Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan adalah bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, surat kabar, artikel-artikel yang mendukung skripsi ini. 2. Metode Penelitian Lapangan (Penelitian Empiris)

Dalam penelitian lapangan ini penulis menggunakan teknik wawancara yaitu suatu cara mendapatkan data melalui tanya jawab langsung kepada responden dengan menggunakan pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data yang diperlukan mengenai peranan IKAPI dalam penanggulangan pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku.

Sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis artinya menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang dikemukakan yang bertujuan untuk mendeskriptifkan secara kongkrit tentang Peranan IKAPI dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta atas Pembajakan Buku.

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yaitu hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan


(31)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

selanjutnya melihat secara objektif melalui ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melihat kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Penelitian ini dilakukan di kantor IKAPI yang berperan dalam penanggulangan pembajakan buku.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis memulai dengan kata pengantar kemudian ucapan terima kasih terhadap semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya untuk mempermudah pembaca memahami skripsi ini, maka penulis menguraikan dalam 5 (lima) bab dimana masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab dan secara garis besar gambaran isi skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I Merupakan Bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang penulisan, apa yang menjadi permasalahan, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, bagaimana metode penelitian dan pengumpulan data dan sistematika penulisan dari skripsi ini.

BAB II Dalam bab ini penulis akan menguraikan secara ringkas tentang bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta serta bagaimana ketentuan sanksi pidananya.

BAB III Dalam bab ini penulis akan memberikan gambaran mengapa pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku yang sudah


(32)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

berlangsung lama hampir tidak pernah terselesaikan tuntas dan apa problematika penegakan hukumnya.

BAB IV Dalam bab ini akan diuraikan upaya-upaya yang dilakukan IKAPI atau peranan IKAPI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta atas pembajakan buku.

BAB V Merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, dan bab ini merupakan kesimpulan dari hasil pembahasan yang dihasilkan dari Bab I, II, III dan Bab IV yang dituangkan dan dirumuskan dalam bentuk kesimpulan dan saran. Tidak lupa penulis juga akan mencantumkan daftar kepustakaan serta lampiran yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.


(33)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

BAB II

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA

Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, yakni:18

1. Yang dilindungi hak cipta adalah ide telah berwujud dan asli.

Salah satu prinsip yang paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misalnya buku, sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya. Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua subprinsip, yaitu:

a. Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang keaslian, sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

b. Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu ide atau suatu pikiran atau suatu gagasan atau cita-cita belum merupakan suatu ciptaan.

2. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)

18


(34)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk yang berwujud yang dapat berupa buku. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat dimumkan dan dapat tidak diumumkan. Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.

3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak cipta

Suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan kedua-duanya dapat memperoleh hak cipta.

4. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.

5. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut)

Hak cipta bukan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoly. Hal ini dapat terjadi karena hak cipta secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sehingga mungkin saja seorang pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta terlebih dahulu.

A. Pelanggaran Hak Cipta

Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun, ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi dibandingkan kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu Hak Atas Kekayaan Intelektual yang sangat rentan dieksploitasi


(35)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

sehingga diperlukan pengaturan komprehensif di setiap negara sebagai langkah antisipatif.19

Baru setelah menonjol nilai ekonomis dari hak cipta, terjadilah pelanggaran terhadap hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan lagu atau musik, buku dan penerbitan, film dan rekaman video serta komputer.

Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.

Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam hal barang tidak dapat diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta adalah hak milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa.

Perlindungan hak cipta secara individual pada hakikatnya merupakan hal yang tidak dikenal di Indonesia. Suatu ciptaan oleh masyarakat dianggap secara tradisional sebagai milik bersama. Tumbuhnya kesadaran bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu mempunyai nilai ekonomi. Adapun dalam pandangan tradisional segi nilai moral hak cipta lebih menonjol daripada nilai ekonomisnya.

19

Dr. Ahmad M. Ramli, SH.MH, Fathurahman, Film Independen dalam Perspektif Hukum


(36)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya tersebut berasal dari karya ciptaannya. Hak cipta juga dilanggar bila seluruh atau bagian substansial dari ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi.

Tindak pidana hak cipta biasanya dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan perdagangan. Motifnya adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara melanggar hukum. Modus operandinya yang terbanyak adalah menggandakan dalam jumlah besar untuk dijual kepada masyarakat. Adapun alat yang digunakan berteknologi cukup canggih, seperti alat-alat komputer, mesin-mesin industri, alat-alat kimia, alat transportasi, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya guna mensukseskan usaha mereka. Hasil produksi bajakannya pun sangat baik, sehingga sulit untuk membedakan antara karya cipta yang asli dengan hasil bajakan.

Lokasi untuk melakukan tindak pidana hak cipta pada umumnya dilakukan di lokasi pabrik pembuatan hasil produksinya dan di rumah-rumah perorangan yang dianggap aman dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Korban atau sasaran mereka adalah pencipta ataupun pengusaha/pedagang yang memegang hak cipta dari pencipta untuk memperbanyak ciptaan dari penciptanya.

Pembajakan buku dan rekaman (book and recording piracy) adalah tindak pidana kejahatan pelanggaran Hak Cipta. Perbuatannya liar, tersembunyi, tidak dapat diketahui orang banyak apalagi oleh petugas pajak. Pembajak (pirate) tidak mungkin membayar pajak kepada negara. Pembajak ciptaan jelas merugikan pencipta/pemegang Hak Cipta dan merugikan negara. Pembajak ciptaan atau rekaman merupakan salah satu dampak negatif kemajuan ilmu pengetahuan dan


(37)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

teknologi di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (illegal).

Berdasarkan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 (Konsolidasi), ada 2 (dua) klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran Hak Cipta, yaitu:

a. Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau rekaman.

b. Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan.

Menurut siaran IKAPI 15 Februari 1984, kejahatan pelanggaran Hak Cipta dibedakan menjadi dua macam, yaitu20

a. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini dapat terjadi antara lain pada buku, lagu dan notasi lagu.

:

b. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut pembajakan (piracy). Perbuatan

20

Prof. Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual


(38)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

ini banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu, kaset lagu dan gambar (VCD).

Undang-undang Hak Cipta telah menyediakan dua sarana hukum, yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yakni sarana hukum pidana dan hukum perdata. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dituntut secara pidana dan perdata sekaligus.

Dalam Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997 dinyatakan bahwa:

Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta.

Berdasarkan Pasal 42 ayat (3) lama atau Pasal 43B Undang-undang Hak Cipta Tahun 1997, pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, selain dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana. Demikian Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 juga telah menyediakan dua sarana hukum untuk yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata. Bahkan, dalam Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, penyelesaian sengketa lainnya dapat dilakukan di luar Pengadilan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002 dinyatakan bahwa:

Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran Hak Cipta.

Ini berarti berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, pelaku pelanggaran Hak Cipta, selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana.


(39)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Berhubung hak moral tetap melekat pada penciptanya, pencipta atau ahli waris suatu ciptaan berhak untuk menuntut atau menggugat seseorang yang telah meniadakan nama penciptanya yang tercantum pada ciptaan itu, mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, mengganti atau mengubah judul ciptaan itu, atau mengubah isi ciptaan itu tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Hak ini dinyatakan dalam Pasal 41 undang Hak Cipta Tahun 1997 dan Pasal 65 Undang-undang Hak Cipta Tahun 2002, bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:

a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu: b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;

c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan itu; atau d. mengubah isi Ciptaan.

Menurut Pasal 15 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan:

a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan wajar dari Pencipta;

b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;

c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:

(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

(ii)pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; d. perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;


(40)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

e. perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f. perubahan yang dilakukan beradasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;

g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Mengacu pada Undang-undang Hak Cipta, maka ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Untuk ciptaan yang ada dalam ketentuan Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta ciptaan ini dilindungi dalam wilayah dalam negeri maupun luar negeri, sementara itu untuk ciptaan yang terdapat pada ketentuan Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta sifat perlindungannya hanya berlaku ketika ciptaan itu digunakan oleh orang asing.

Salah satu Ciptaan yang mendapat perlindungan Hak Cipta adalah buku.21

Pelanggaran terhadap hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu dengan semakin meluas dan saat ini sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta. Dalam pengertian yang lebih luas, pelanggaran tersebut juga akan membahayakan sendi kehidupan dalam arti seluas-luasnya.

Suatu karya tulis yang diterbitkan penerbit dengan wujud buku yang memuat tulisan tentang esai ilmu hukum adalah suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta karena buku semacam ini merupakan ciptaan baik yang termasuk ilmu pengetahuan (= ilmu hukum), maupun seni (= susunan perwajahan karya tulis), dan sastra (= esai). Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya.

21


(41)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

B. Ketentuan Sanksi Pidana

Hukum pidana mempunyai objek penggarapan mengenai perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi. Bekerjanya hukum pidana didukung dan dilaksanakan oleh alat perlengkapan negara yang biasanya disebut aparatur penegak hukum yang tata kerjanya pun bisa unique dalam suatu sistem penegakan hukum.

Pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dapat digugat untuk menggantikan kerugian yang diderita pencipta yang berhak, tetapi juga dapat dituntut sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, karena pelanggaran Hak Cipta tidak hanya dapat merugikan kepentingan pribadi dari pencipta, tetapi juga merugikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.22

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta

Menurut Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pelanggaran bersifat pidana adalah pelanggaran yang secara sengaja dilakukan untuk mereproduksi atau mempublikasikan materi hak cipta. Pelanggaran ini dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana untuk memperlihatkan, mendistribusikan atau menjual materi hasil pelanggaran atas hak cipta.

Pasal 72

22


(42)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). (6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta menerangkan bahwa ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara.

Menurut Pasal 74 Undang-undang Hak Cipta, pelanggaran bersifat pidana adalah pelanggaran yang secara sengaja dilakukan untuk mereproduksi atau mempublikasikan materi hak cipta. Pelanggaran ini dikualifikasikan sebagai pelanggaran pidana untuk memperlihatkan, mendistribusikan atau menjual materi hasil pelanggaran atas hak cipta.


(43)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

BAB III

PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM PELANGGARAN HAK CIPTA ATAS PEMBAJAKAN BUKU

Hukum merupakan sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum ini bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh huku m formal.


(44)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di pundak polisi. Penegakan hukum merupakan tugas dari semua subjek hukum dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan penegakan hukum.

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:

a. faktor hukumnya sendiri;

b. faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;

c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

e. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum.


(45)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Hukum material yang telah ditetapkan tidak akan berjalan efektif sebagaimana diharapkan apabila tidak dilengkapi dengan ketentuan aturan formal tentang bagaimana menegakkan hukum material di dalam kehidupan sehari-hari. Masalah penegakan hukum (law enforcement) merupakan sisi lain dari mata uang sistem perlindungan hak cipta, sehingga perlu dilengkapi dengan berbagai ketentuan yang memadai untuk dijadikan pegangan dalam implementasinya.

Penegakan hukum hak cipta dimaksudkan tidak lain untuk mewujudkan cita-cita hukum yang terkandung di dalam Undang-undang Hak Cipta. Dengan kata lain dimaksudkan untuk mencapai tujuan perlindungan hak cipta itu sendiri. Tujuan itu dapat dilihat di dalam konsiderans Undang-undang Hak Cipta. Apabila tujuan itu terlaksana, maka ada pihak-pihak tertentu yang mendapatkan kerugian, baik berupa kerugian ekonomi maupun kerugian moral. Kerugian ini terjadi akibat adanya pelanggaran hukum hak cipta. Pihak-pihak yang memiliki risiko kerugian akibat pelanggaran ini, antara lain:

1. Pencipta dan pelaku karena tidak mendapatkan pembayaran sejumlah uang yang seharusnya mereka peroleh;

2. Penerbit dan produsen rekaman karena tidak mendapatkan keuntungan dari investasi finansial dan keahlian yang telah mereka tanamkan;

3. Penjual dan distributor karena tidak dapat bersaing secara sehat dengan pihak lain yang melakukan pelanggaran;

4. Konsumen dan masyarakat karena membeli ciptaan yang berkualitas rendah dan tidak mendapatkan semangat untuk menciptakan sesuatu yang baru dan/atau lebih baik;


(46)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

5. Pemerintah karena terjadinya pelanggaran hukum perpajakan yang dilakukan oleh pelanggar hak cipta.

Di Indonesia semenjak zaman Hindia Belanda, zaman Orde Lama, dan zaman Orde Baru, hingga sekarang ini pengaturan yuridis tentang salah satu ciptaan yang dilindungi hukum yaitu buku telah mendapat tempatnya dalam perundang-undangan nasional pelbagai negara. Beberapa diantaranya adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Bab IV: Pembangunan Lima Tahun Keenam, di bawah judul Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan Kebudayaan, butir Kesejahteraan Sosial, huruf r telah memberi arahan bagi pengembangan perbukuan dalam Pelita VI, dengan rumusan sebagai berikut:

Penulisan, penerjemahan, dan penggandaan buku pelajaran, buku bacaan, khususnya bacaan anak yang berisikan cerita rakyat, buku ilmu pengetahuan dan teknologi, serta terbitan buku pendidikan lainnya digalakkan untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan dan memperluas cakrawala baerpikir serta menumbuhkan budaya baca. Jumlah dan kualitasnya perlu terus ditingkatkan serta disebarkan merata di seluruh tanah air dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bersamaan dengan itu dikembangkan iklim yang dapat mendorong penulisan dan penerjemahan buku dengan penghargaan yang memadai dan jaminan perlindungan hak cipta.

Ditempatkannya buku sebagai ciptaan yang dilindungi, terutama karena selain untuk memenuhi keinginan yang kuat bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti dicantumkan dalam Mukadimah UUD 1945 juga karena terkaitnya dengan empat23

1. Buku sebagai media atau perantara

fungsi positif yang terdapat pada buku, yaitu:

23


(47)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Artinya buku dapat menjadi latar belakang bagi kita atau pendorong untuk melakukan sesuatu.

2. Buku sebagai milik

Disini dimaksudkan bahwa buku adalah kekayaan yang sangat berharga, tak ternilai, karena merupakan sumber ilmu pengetahuan.

3. Buku sebagai pencipta suasana

Berarti buku setiap saat dapat menjadi teman dalam situasi apapun, buku dapat menciptakan suasana akrab hingga mampu mempengaruhi perkembangan dan karakter seseorang menjadi baik.

4. Buku sebagai sumber kreativitas

Dengan banyak membaca buku, dapat mendorong kreativitas yang kaya gagasan dan kreativitas biasanya memiliki wawasan yang luas. Sudah umum diketahui bahwa salah satu faktor sumber daya manusia berkualitas adalah wawasan yang luas dan sesungguhnya wawasan luas dapat dicapai dengan banyak membaca.

Buku adalah karya tulis yang paling popular berwujud lembaran kertas yang dicetak, dilipat, dan diikat bersama pada punggungnya, serta diberi sampul. Buku ini terdiri dari buku teks atau monografi yang biasanya disusun secara sistematis agar memudahkan memperoleh informasi dan memahaminya, dan buku fiksi yang berisi cerita rekaan seperti cerpen, novel, dan roman.24

Dengan diaturnya buku sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi oleh pelbagai perundang-undangan nasional dan dua konvensi utama hak cipta, tidak

24


(48)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

dapat disangkal lagi bahwa kehadiran buku sebagai ciptaan yang harus dilindungi sudah jelas diakui. Hal ini disebabkan buku merupakan kekayaan intelektual seorang pencipta selain mempunyai arti ekonomis bagi yang mengeksploitasinya, juga mempunyai arti yang penting bagi pembangunan spiritual dan material suatu bangsa.

Jaminan perlindungan hak cipta dalam rangka pengembangan yang dapat mendorong penulisan dan penerjemahan buku, kalau dikaji perkembangannya pada dewasa ini, rupa-rupanya kiat UUD 1945 untuk mencerdaskan bangsa dan arahan GBHN belum menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan. Hal ini selain karena faktor kurangnya minat baca masyarakat juga disebabkan faktor tingginya pembajakan buku-buku hingga sekarang. Tingginya tingkat pembajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta, khususnya buku, dapat memberikan indikasi bahwa perlindungan hukum terhadap buku penegakannya masih lemah.

Perkembangan kegiatan pelanggaran hak cipta tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hak cipta, sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah ditambah dengan belum cukup terbinanya kesamaan pengertian, sikap, dan tindakan para penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran hak cipta, merupakan faktor yang memperoleh perhatian.

A. Kurangnya Pemahaman Masyarakat Tentang Hak Cipta

Masalah hak cipta muncul berkaitan dengan masalah liberalisasi ekonomi di satu pihak dan masalah kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia di pihak lain. Kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia masih dalam masa transisi


(49)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

industrial yang belum semuanya mengerti dan memahami masalah hak cipta yang sebelumnya tidak dikenal. Masyarakat transisi industrial digambarkan sebagai masyarakat yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris yang bercorak komunal-tradisional ke masyarakat industri yang bercorak individual modern. Perubahan ini berkaitan dengan struktur hubungan masyarakat yang belum tuntas ke corak yang lebih rasional dan komersial sebagai akibat dari proses pembangunan yang dilakukan.25

Law enforcement rezim hak cipta di Indonesia sangat memprihatinkan. Pengetahuan hukum dan kesadaran hukum masyarakat di bidang hak cipta dapat dikatakan masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya masyarakat pencipta yang mendaftarkan haknya ke kantor Hak Cipta untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap pelanggaran hak cipta. Di samping itu juga masih banyak kita dapati pelanggaran hak cipta. Mereka bukan tidak tahu atau tidak paham bahwa memperjualbelikan barang bajakan adalah melanggar hukum. Sebagian masyarakat kita masih tergiur barang murah meriah tanpa memperdulikan bahwa barang itu bajakan atau bukan.26

25

Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004) hal. 201

Banyak masyarakat masih beranggapan bahwa pelanggaran hak cipta adalah urusan pejabat penegak hukum semata-mata. Anggapan seperti itu perlu diubah supaya budaya enggan untuk melapor dapat menjadi budaya berperan aktif, untuk mengurangi sekecil mungkin ruang gerak pelaku tindak pidana hak cipta.

26

Tak Menjamin Bebas Barang


(50)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Etika profesi dari kalangan masyarakat ilmuan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap penegakan hukum. Melenturnya etika mengakibatkan dengan mudahnya orang untuk meniru hasil karya cipta orang lain tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Juga mengenai bajak membajak hasil karya cipta orang lain dilakukan tanpa beban, hanya untuk mendapatkan materi yang banyak tanpa mau bersusah payah mengeluarkan tenaga dan waktu.

B. Adanya Oknum yang Melindungi Si Pembajak Buku yang Dituju

Hukum pidana mempunyai objek penggarapan mengenai perbuatan melawan hukum yang sungguh-sungguh terjadi ataupun perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi.

Mahadi mengartikan penegakan hukum sebagai hal menegakkan atau mempertahankan hukum oleh para penegak hukum apabila telah terjadi pelanggaran hukum atau diduga hukum akan atau mungkin dilanggar. Secara mudah dapat dikatakan bahwa penegakan hukum itu suatu sistem aksi atau sistem proses.27

Dalam karya tulis ini penegakan hukum hanya dibatasi pada pengertian yang terbatas, yaitu meliputi polisi, jaksa, hakim serta instansi resmi yang terkait di dalamnya. Keterbatasan jumlah aparat penegak hukum, kemampuan (skill) yang dimiliki, dan pengetahuan di bidang hak cipta yang masih kurang merupakan faktor yang mempengaruhi aparat penegak hukum dalam menegakkan Undang-undang Hak Cipta.28

27

Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan

Intelntual I (Jakarta: Yayasan Klinik HAKI, 2000) hal. 201

28


(51)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Ketua Tim PMPB (Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku) IKAPI DKI, mengatakan bahwa pembajakan buku yang masih terus berlangsung membuat antusiasme penerbit untuk meluncurkan buku teks baru berkurang. Pasalnya, baru satu minggu diterbitkan, buku-buku bajakan sudah beredar di pasaran dengan leluasanya.29

Terungkapnya tindak pembajakan buku umumnya dari laporan masyarakat. Namun, kendala yang sering dihadapi justru datang dari petugas kepolisian yang meminta berbagai macam persyaratan seperti hak paten, saksi ahli, dan sebagainya. Sering kali pula rencana penggrebekan bocor atau di lapangan mereka menghadapi oknum yang melindungi si pembajak buku yang dituju.30

Adapun oknum yang melindungi si pembajak buku tidak lain adalah aparat penegak hukum sendiri. Perlindungan tidak ditunjukkan secara nyata, namun dengan tidak mau tahunya aparat terhadap tindakan pembajakan dapat dikatakan aparat ikut melindungi pembajakan. Selain itu oknum lainnya adalah staf pengajar baik di tingkat sekolah maupun tingkat perguruan tinggi. Para pihak ini menggunakan jasa pembajakan untuk mendapatkan keuntungan dari buku hasil bajakan. Mereka menjual buku yang dibajak tersebut dengan harga yang sama dengan buku aslinya, dengan demikian ia akan memperoleh keuntungan karena sesungguhnya harga buku asli dengan buku hasil bajakan selisih harganya cukup jauh. Apabila pihak-pihak ini melaporkan pembajakan ini maka mereka tidak akan mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan lagi. Sikap diam dan

29

Harian Kompas, Pembajakan Merajalela, Penerbit Kini Tak Lagi Antusias Terbitkan

Buku Teks, Senin, 5 Maret 2007, Medan, hal. 15

30


(1)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Undang-undang Hak Cipta dapat dikatakan sudah cukup dalam hal pengaturan hak cipta. Namun terdapat beberapa hal yang menghambat penegakan hukumnya, di antaranya kurangnya pemahaman masyarakat akan arti hak cipta, adanya oknum yang melindungi pembajak buku yang dituju, lemahnya sistem pengawasan dan pemantauan aparat penegak hukum dan sanksi yang diberikan kepada pembajak buku yang dituju terlalu ringan. Dari kasus-kasus yang ditangani oleh IKAPI terhadap para pembajak, yang semuanya sering menguap di tangan para penegak hukum, atau bahkan para penegak hukum itu memperlihatkan ketidakmengertiannya akan arti hak cipta, kita berada dalam situasi yang sama sekali tidak mendorong kegairahan untuk mencipta. Masyarakat kita, termasuk para pejabat pemerintah bahkan juga yang ditugaskan untuk menanganinya, tidaklah menunjukkan pengetahuan, dan penghargaan atas karya-karya intelektual.

Para penerbit buku yang tergabung dalam IKAPI berkiprah dalam bidang yang mengusahakan pencerdasan bangsa seperti yang diamanatkan Mukadimah Undang-Undang Dasar mempunyai tugas untuk meningkatkan kualitas rohani kita sebagai bangsa. Tetapi masyarakat tidaklah mendorong usaha tersebut. Karena tingkat kegemaran membaca masyarakat yang masih rendah, ditambah oleh kemampuan finansialnya yang sangat terbatas, tidaklah menjanjikan akan menghasilkan untung yang menarik. Dan kalau kebetulan ada buku yang laku, langsung diancam pembajakan.

Sebagai organisasi perbukuan, IKAPI diharapkan bisa menjadi payung dari berbagai macam organisasi profesi lain di dunia penerbitan, seperti asosiasi penulis, penerjemah, editor ataupun yang mewakili bagian pracetak. Peran IKAPI belum banyak dirasakan oleh anggotanya. Manfaat IKAPI baru dalam hal sarana


(2)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

membangun jaringan pertemanan di antara para penerbit atau paling sebagai penyelenggara pameran. Hingga saat ini IKAPI belum memiliki signifikansi sebagai organisasi perbukuan. Peran IKAPI dalam hal mendorong kemajuan dunia perbukuan di Indonesia, menjadi jembatan dari seluruh penerbit, berkaitan dengan persoalan copyright (hak cipta), tata niaga buku, termasuk dalam melakukan kritik terhadap RUU Perbukuan sampai saat ini belum kelihatan gerakannya.

B. S a r a n

1. IKAPI tidak bisa menjalankan tugasnya sendiri tetapi harus bekerjasama dengan pihak lainnya. Dengan semakin bertambahnya usia IKAPI, diharapkan IKAPI dapat lebih mempertanggung jawabkan perannya sesuai dengan visi dan misi awal pembentukannya.

2. Memberantas pembajakan hak cipta merupakan pekerjaan yang tidak mudah karena pembajak-pembajak menciptakan benda yang dibajak hampir sama (mirip) dengan yang asli dan bukan sembarang orang yang dapat menentukan, asli atau bajakan. Selain dengan mempersiapkan aparat yang dapat memantau pembajak hak cipta, perlu pula dipikirkan suatu cara agar segera dapat dibedakan, suatu ciptaan asli atau bajakan.

3. Pemerintah seharusnya membebaskan atau setidaknya menurunkan pajak kertas. Dengan diturunkannya pajak kertas, maka harga buku menjadi lebih terjangkau sehingga pembajakan buku dapat dikurangi.

4. Terhadap kasus pembajakan buku, perlu mengkonsolidasikan beberapa langkah kebijakan yang perlu segera dilaksanakan:


(3)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

a. Sosialisasi pengertian pentingnya penghormatan atas HAKI pada umumnya dan buku pada khususnya, melalui pendidikan masyarakat luas terutama generasi mudanya sedini mungkin.

b. Dukungan dari pemerintah dalam bentuk peran serta menyediakan perangkat perundang-undangan yang khusus mengatur tentang buku. c. Meningkatkan kualitas para penegak hukumnya melalui pendidikan

terpadu terutama para pengacara, jaksa, hakim, bea cukai dan lain-lainnya supaya mereka dapat menegakkan keadilan dan mencari kebenaran dalam menangani kasus-kasus pembajakan HAKI pada umumnya dan pembajakan buku pada khususnya.


(4)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Rosidi, Ajip. 1994. Undang-Undang Hak Cipta Pandangan Seorang Awam. Jakarta: Djambatan

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. 1997. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia). Bandung: Citra Aditya Bakti

Bintang, Sanusi. 1998. Hukum Hak Cipta. Bandung: Aditya Bakti

Saidin, H. OK. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: RajaGrafindo Persada

Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Purwaningsih, Dr. Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights (Kajian Hukum terhadap Hak Atas Kekayaan Intekektual dan Kajian Komparatif Hak Paten). Jakarta: Ghalia Indonesia

Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya. Jakarta: Sinar Grafika


(5)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Muhammad, Prof. Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: Citra Aditya Bakti

Marpaung, Leden. 1995. Tindak PIdana Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika

Ramli, Dr. Ahmad M dan Fathurahman. 2004. Film Independen Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilmn Indonesia. Bandung: Ghalia Indonesia

Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni

Lindsey, Prof. Tim. dkk. 2002. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni

Damian, Prof. Dr. Eddy. 2002. Hukum Hak Cipta. Bandung: Alumni

Maulana, Insan Budi. dkk. 2000. Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I. Jakarta: Yayasan Klinik HAKI

Hozumi, Tamotsu. 2006. Asian Copyright Handbook. Asia/ Pacific Cultural Centre for UNESCO dan Ikatan Penerbit Indonesia

MAJALAH/SURAT KABAR Harian Kompas

UNDANG-UNDANG

Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002


(6)

Titin I. M. Hutagalung : Peranan Ikapi Dalam Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Atas Pembajakan Buku, 2007.

USU Repository © 2009

Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor:M.02.H.C.03.0.1.1987 tanggal 26 Oktober 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan.

SITUS

http://www. ikapi.org


Dokumen yang terkait

Prinsip National Treatment Hak Kekayaan Intelektual Dalam Pelanggaran Merek Asing Menurut Hukum Internasional

4 86 124

Persepsi Anggota IJTI Mengenai Hak Cipta Pada Tayangan On The Spot (Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Anggota Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia Wilayah Kota Medan Terhadap Persoalan Hak Cipta Pada Tayangan On The Spot di Trans7 )

0 36 89

Sertifikasi Lisensi Hak Cipta Musik Dan Lagu Radio Siaran Swasta Nasional Oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (Suatu Penelitian di Kota Medan)

1 48 144

Kajian Atas Putusan-Putusan Peradilan Dalam Sengketa Hak Cipta Lagu

0 58 164

Analisis Yuridis mengenai Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta atas praktik Pembajakan Lagu dan Musik dengan Format Mp3 (Motion Picture Experts Layer III)

1 107 90

Rambu-Rambu Hak Cipta Dalam Operasional Perpustakaan

0 54 14

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik

3 107 147

Studi Kesadaran Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor terhadap Pelanggaran Hak Cipta: Kasus Pembajakan Buku

0 11 1

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA (CD, VCD, DVD) ATAS PELANGGARAN HAK EKONOMI KAITANNYA UPAYA PENANGGGULANGAN PELANGGARAN TERHADAP HAK CIPTA Tarya Sondjaya 128412027/ Hukum Ekonomi ABSTRAK - PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA (CD, VCD, DVD) ATAS PELANGGARAN HAK EKON

1 1 25

PERANAN POLISI DALAM MELAKUKAN PENANGGULANGAN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAJAKAN HAK CIPTA DITINJAU DARI UU No 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA (STUDI KASUS DI POLWILTABES SEMARANG) SKRIPSI

0 0 10