BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta berupa pengambilan, pengutipan,
perekaman, pernyataan dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta pemegang hak cipta,
bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian. Pada pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menentukan bentuk pelanggaran
hak cipta sebagai delik undang-undang wetdelict, yakni : a
Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran
ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang
bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
b Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan
VCD bajakan; c
Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
Pasal 72 ayat 1 menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 satu bulan danatau
Universitas Sumatera Utara
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-
lima milyar rupiah. Pasal 72 ayat 2, kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima
ratus juta rupiah. Selanjutnya pasal 72 ayat 3, menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa
hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima
tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah.
2. Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur,
yaitu : a
Adanya kemampuan bertanggung jawab. Dalam KUHP memang tidak ada rumusan yang tegas tentang
kemampuan bertanggung jawab pidana. Pasal 44 ayat 1 KUHP justru merumuskan tentang mengenai keadaan mengenai kapan seseorang
tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan secara negatif dari kemampuan
bertanggung jawab. Sementara kapan orang bertanggung jawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu apabila tidak terdapat tentang dua keadaan
jiwa sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 44 tersebut. b
Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.
Universitas Sumatera Utara
1 Kesengajaan
Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting “kesengajaan” atau opzet diartikan sebagai “menghendaki” dan
“mengetahui” willen en wetens. Dengan batasan yang diberikan Memory van Toelichting di atas secara umum dapatlah dikatakan,
bahwa kesengajaan mengandung pengertian adanya kehendak dan adanya kesadaran pengetahuan dalam diri seseorang yang
melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, maka seseorang dikatakan dengan sengaja melakukan suatu perbuatan pidana
apabila orang itu menghendaki terhadap dilakukannya perbuatan itu dan menyadari mengetahui terhadap apa yang dilakukannya
itu. 2
Kealpaan Kelalaian culpa Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting
mengatakan, bahwa kelalaian culpa terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan
sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu quasidelict sehingga
diadakan pengurangan pidana. c
Tidak adanya alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf. Agar seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana atau dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sehingga karenanya dapat dipidana maka
salah satu syaratnya adalah tidak adanya alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf. Apabila dalam diri pelaku ada alasan penghapus
kesalahan atau alasan pemaaf, maka orang itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, sebab kesalahan orang itu akan dimaafkan.
Dalam hal ini, perbuatan orang tersebut tetap sebagai tindak pidana atau
Universitas Sumatera Utara
bersifat melawan hukum, tetapi terhadap orang itu tidak dapat dijatuhi pidana oleh karena dalam diri orang itu dianggap tidak ada kesalahan.
Dengan demikian, alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf merupakan salah satu alasan penghapus pidana atau alasan meniadakan
pidana.
3. Berdasarkan Putusan No.3683Pid.B2008PN.Mdn terdakwa Hendry als.
Ahwat “hanya” dijatuhkan pidana penjara selama 7 tujuh bulan. Saya berpendapat bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Hendry
als. Ahwat terlalu ringan. Sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh selama persidangan. Pasal
72 ayat 1 menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1
atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 satu bulan danatau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah.
Pasal 72 ayat 2, kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah. Terdakwa Hendry als. Ahwat telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara danatau gambar
Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.192002 tentang Hak Cipta berapa kali direvisi dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun
telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HAKI
masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD.
Universitas Sumatera Utara
pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Selanjutnya terdakwa Hendry als. Ahwat juga telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait dalam bentuk VCD bajakan. Berdasarkan fakta diatas terdakwa
Hendry als. Ahwat seharusnya dijatuhkan pidana penjara “diatas” 7 tujuh bulan.
B. Saran