Kesimpulan Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan yang Dilindungi Dalam UU No.19 Tahun 2002 (Studi Kasus No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn)”.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta berupa pengambilan, pengutipan, perekaman, pernyataan dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta pemegang hak cipta, bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian. Pada pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menentukan bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang wetdelict, yakni : a Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum; b Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan; c Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer. Pasal 72 ayat 1 menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 satu bulan danatau Universitas Sumatera Utara denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah. Pasal 72 ayat 2, kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah. Selanjutnya pasal 72 ayat 3, menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah. 2. Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur, yaitu : a Adanya kemampuan bertanggung jawab. Dalam KUHP memang tidak ada rumusan yang tegas tentang kemampuan bertanggung jawab pidana. Pasal 44 ayat 1 KUHP justru merumuskan tentang mengenai keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan secara negatif dari kemampuan bertanggung jawab. Sementara kapan orang bertanggung jawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu apabila tidak terdapat tentang dua keadaan jiwa sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 44 tersebut. b Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. Universitas Sumatera Utara 1 Kesengajaan Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting “kesengajaan” atau opzet diartikan sebagai “menghendaki” dan “mengetahui” willen en wetens. Dengan batasan yang diberikan Memory van Toelichting di atas secara umum dapatlah dikatakan, bahwa kesengajaan mengandung pengertian adanya kehendak dan adanya kesadaran pengetahuan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, maka seseorang dikatakan dengan sengaja melakukan suatu perbuatan pidana apabila orang itu menghendaki terhadap dilakukannya perbuatan itu dan menyadari mengetahui terhadap apa yang dilakukannya itu. 2 Kealpaan Kelalaian culpa Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting mengatakan, bahwa kelalaian culpa terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu quasidelict sehingga diadakan pengurangan pidana. c Tidak adanya alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf. Agar seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sehingga karenanya dapat dipidana maka salah satu syaratnya adalah tidak adanya alasan penghapus kesalahan alasan pemaaf. Apabila dalam diri pelaku ada alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf, maka orang itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, sebab kesalahan orang itu akan dimaafkan. Dalam hal ini, perbuatan orang tersebut tetap sebagai tindak pidana atau Universitas Sumatera Utara bersifat melawan hukum, tetapi terhadap orang itu tidak dapat dijatuhi pidana oleh karena dalam diri orang itu dianggap tidak ada kesalahan. Dengan demikian, alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf merupakan salah satu alasan penghapus pidana atau alasan meniadakan pidana. 3. Berdasarkan Putusan No.3683Pid.B2008PN.Mdn terdakwa Hendry als. Ahwat “hanya” dijatuhkan pidana penjara selama 7 tujuh bulan. Saya berpendapat bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Hendry als. Ahwat terlalu ringan. Sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh selama persidangan. Pasal 72 ayat 1 menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 satu bulan danatau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- lima milyar rupiah. Pasal 72 ayat 2, kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah. Terdakwa Hendry als. Ahwat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara danatau gambar Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.192002 tentang Hak Cipta berapa kali direvisi dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HAKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD. Universitas Sumatera Utara pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Selanjutnya terdakwa Hendry als. Ahwat juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait dalam bentuk VCD bajakan. Berdasarkan fakta diatas terdakwa Hendry als. Ahwat seharusnya dijatuhkan pidana penjara “diatas” 7 tujuh bulan.

B. Saran