BAB 2 DASAR TEORI
2.1 Umum
1,2,3,4
Suatu sistem tenaga listrik Electric Power System terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : sistem pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi tenaga listrik, dan
sistem distribusi tenaga listrik . Komponen dasar yang membentuk suatu sistem tenaga listrik adalah generator,
transformator, saluran transmisi dan beban. Untuk keperluan analisis sistem tenaga, diperlukan suatu diagram yang dapat mewakili setiap komponen sistem tenaga listrik
tersebut. Diagram yang sering digunakan adalah diagram satu garis dan diagram impedansi atau diagram reaktansi. Gambar 2.1 merupakan diagram satu garis sistem
tenaga listrik yang sederhana.
G
Pembangkit Transformator
Step-up Transformator
Step-down Penghantar
Sistem Distribusi
Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik
2.2 Aliran Daya
1,2,3,4
Aliran Daya merupakan salah satu analisa sistem tenaga listrik pada keadaan steady state. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan studi aliran daya adalah daya
nyata real power, daya reaktif reactive power, besaran magnitude, dan sudut beban phase angle tegangan pada setiap rel.
Jenis rel pada sistem tenaga, yaitu : 1.
Rel Beban Setiap rel yang tidak memiliki generator disebut dengan Rel beban. Pada rel ini daya
aktif P dan daya reaktif Q diketahui sehingga sering juga disebut rel PQ. Daya aktif
Universitas Sumatera Utara
dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga adalah mempunyai nilai positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif. Besaran yang dapat
dihitung pada rel ini adalah V dan δ sudut beban.
2. Rel Generator
Rel Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena tegangan pada rel ini dibuat selalu konstan atau rel dimana terdapat generator. Pembangkitan daya aktif
dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak mula prime mover dan nilai tegangan dikendalikan dengan mengatur eksitasi generator. Sehingga rel ini sering juga disebut
dengan PV rel. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah Q dan δ sudut beban.
3. Slack Bus
Slack Bus sering juga disebut dengan swing bus atau rel berayun. Adapun besaran yang diketahui dari rel ini adalah tegangan V dan sudut beban δ. Suatu sistem tenaga
biasanya didesign memiliki rel ini yang dijadikan sebagai re ferensi yaitu besaran δ = 0
. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah daya aktif dan reaktif.
Secara singkat klasifikasi rel pada sistem tenaga terdapat pada Tabel 2.1 yaitu besaran yang dapat diketahui dan tidak diketahui pada rel tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Rel Pada Sistem Tenaga Jenis rel
Besaran yang diketahui
Besaran yang tidak diketahui
Rel beban atau rel PQ
P
, Q
V
, δ
Rel generator atau rel dikontrol tegangan atau
rel PV
P
,
V
Q , δ
Rel pedoman atau rel slack atau rel swing
V
,
=
δ
P
, Q
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Persamaan Aliran Daya
1
Persamaan aliran daya secara sederhana, untuk sistem yang memiliki 2 rel. Pada setiap rel memiliki sebuah generator dan beban, walaupun pada kenyatannya tidak
semua rel memiliki generator. Penghantar menghubungkan antara rel 1 dengan rel 2. Pada setiap rel memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : P
D
, P
G
, Q
D
, Q
G
, V, dan δ.
G1 Rel 1
1 1
δ
∠ V
Beban 1
1 1
1 G
G G
jQ P
S +
=
1 1
1 D
D D
jQ P
S +
=
Rel 2
2 2
δ
∠ V
Beban 2
2 2
2 G
G G
jQ P
S +
=
2 2
2 D
D D
jQ P
S +
=
G2
Penghantar
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis sistem 2 rel
Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya dengan menggunakan diagram impedansi. Pada Gambar 2.3 merupakan diagram impedansi dimana generator
sinkron direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model π phi. Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram
impedansi.
G1 G2
B e
b a
1 B
e b
a 2
1
ˆ E
1 G
jX
1
ˆ
G
I
1
ˆ
D
I
1
ˆI
S
Z
p
y jB
2
p
y jB
2
S
R
S
jX
2
ˆ E
2 G
jX
2
ˆ
G
I
2
ˆ
D
I
2
ˆI
1
ˆ V
2
ˆ V
n n
Gambar 2.3 Diagram impedansi sistem 2 rel
Besar daya pada rel 1 dan rel 2 adalah
Universitas Sumatera Utara
1 1
1 1
1 1
1 D
G D
G D
G
Q Q
j P
P S
S S
− +
− =
− =
2.1
2 2
2 2
2 2
2 D
G D
G D
G
Q Q
j P
P S
S S
− +
− =
− =
2.2 Pada Gambar 2.4 merupakan penyederhanaan dari Gambar 2.3 menjadi daya rel
rel daya untuk masing-masing rel.
ˆ
Gambar 2.4 rel daya dengan transmisi model π untuk sistem 2 rel
Besarnya arus yang diinjeksikan pada rel 1 dan rel 2 adalah :
1 1
1
ˆ ˆ
ˆ
D G
I I
I −
=
2.3
2 2
2
ˆ ˆ
ˆ
D G
I I
I −
=
2.4 Semua besaran adalah diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga :
1 1
1 1
1 1
1 1
1
ˆ ˆ
ˆ ˆ
I V
jQ P
jQ P
I V
S =
− ⇒
+ =
=
2.5
2 2
2 2
2 2
2 2
2
ˆ ˆ
ˆ ˆ
I V
jQ P
jQ P
I V
S =
− ⇒
+ =
=
2.6
1
ˆ I
S S
Z y
1 =
p
y
2
ˆ I
1
ˆ V
2
ˆ V
p
y
S
jX
S
R ˆ
1
I ˆ
1
I ˆ
2
I ˆ
2
I
Rel Daya
Rel Daya
Gambar 2.5 Aliran arus pada rangkaian ekivalen Aliran arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada rel 1 adalah :
Universitas Sumatera Utara
1 1
1
ˆ ˆ
ˆ I
I I
′′ +
′ =
S p
y V
V y
V I
2 1
1 1
ˆ ˆ
ˆ ˆ
− +
=
2 1
1
ˆ ˆ
ˆ V
y V
y y
I
S S
p
− +
+ =
2.7
2 12
1 11
1
ˆ ˆ
ˆ V
Y V
Y I
+ =
2.8 Dimana :
Y
11
adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 1 =
S P
y y
+ 2.9
Y
12
adalah admitansi negatif antara rel 1 dengan rel 2 =
S
y −
2.10 Untuk aliran arus pada rel 2 adalah :
2 2
2
ˆ ˆ
ˆ I
I I
′′ +
′ =
S p
y V
V y
V I
1 2
2 2
ˆ ˆ
ˆ ˆ
− +
=
2 1
2
ˆ ˆ
ˆ V
y y
V y
I
S p
S
+ +
− =
2.11
2 22
1 21
1
ˆ ˆ
ˆ V
Y V
Y I
+ =
2.12 Dimana :
Y
22
adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 2 =
S P
y y
+ 2.13
Y
21
adalah admitansi negatif antara rel 2 dengan rel 1 =
12
Y y
S
= −
2.14 Dari Persamaan 2.8 dan 2.12 dapat dihasilkan Persamaan dalam bentuk matrik,
yaitu :
=
2 1
22 21
12 11
2 1
ˆ ˆ
V V
Y Y
Y Y
I I
2.15
Notasi matrik dari Persamaan 2.15 adalah ::
bus bus
bus
V Y
I =
2.16
Universitas Sumatera Utara
Persamaan 2.5 hingga 2.16 yang diberikan untuk sistem 2 rel dapat dijadikan sebagai dasar untuk penyelesaian Persamaan aliran daya sistem n-rel.
Gambar 2.6.a menunjukan sistem dengan jumlah n-rel dimana rel 1 terhubung dengan rel lainya. Gambar 2.6.b menunjukan model transmisi untuk sistem n-rel.
Rel 1
1
ˆ I
Rel 2 Rel 3
Rel n
Gambar 2.6.a sistem n-rel
Rel 1
1
ˆ I
Rel 2
12 p
y
21 p
y
12 s
y
21 s
y
atau
Rel 3
13 p
y
31 p
y
13 s
y
atau
31 s
y
Rel n
1 pn
y
n p
y
1 n
s
y
1
atau
1 sn
y
V
1
V
2
V
3
V
4
Gambar 2.6.b model transmisi π untuk sistem n-rel
Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.6.b adalah :
n S
n S
S n
P P
P
y V
V y
V V
y V
V y
V y
V y
V I
1 1
13 3
1 12
2 1
1 1
13 1
12 1
1
ˆ ˆ
... ˆ
ˆ ˆ
ˆ ˆ
... ˆ
ˆ ˆ
− +
+ −
+ −
+ +
+ +
=
n n
S S
S n
n S
S S
n P
P P
V y
V y
V y
V y
y y
y y
y I
ˆ ...
ˆ ˆ
ˆ ...
... ˆ
1 3
13 2
12 1
13 12
1 13
12 1
− +
− −
+ +
+ +
+ +
+ =
2.17
n n
V Y
V Y
V Y
V Y
I ˆ
... ˆ
ˆ ˆ
ˆ
1 3
13 2
12 1
11 1
+ +
+ +
=
2.18 Dimana :
n S
S S
n P
P P
y y
y y
y y
Y
1 13
12 1
13 12
11
... ...
+ +
+ +
+ +
+ =
2.19
Universitas Sumatera Utara
= jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan rel 1
n S
n S
S
y Y
y Y
y Y
1 1
13 13
12 12
; ;
− =
− =
− =
2.20 Persamaan 2.21 dapat disubtitusikan ke Persamaan 2.5 menjadi Persamaan
2.22, yaitu :
∑
=
=
n j
j ij
V Y
I
1 1
ˆ ˆ
2.21
∑
=
= =
−
n j
j j
V Y
V I
V jQ
P
1 1
1 1
1 1
1
ˆ ˆ
ˆ 2.22
∑
=
= −
n j
j ij
i i
i
V Y
V jQ
P
1
ˆ ˆ
n i
,....., 2
, 1
= 2.23
Persamaan 2.23 merupakan representasi persamaan aliran daya yang nonlinear. Untuk sistem n-rel, seperti Persamaan 2.15 dapat dihasilkan Persamaan 2.24, yaitu :
=
n nn
n n
n n
n
V V
V
Y Y
Y Y
Y Y
Y Y
Y
I I
I
ˆ :
ˆ ˆ
... :
... :
: ...
...
ˆ :
ˆ ˆ
2 1
2 1
2 22
21 1
12 11
2 1
2.24
Notasi matrik dari Persamaan 2.24 adalah :
bus bus
bus
V Y
I =
2.25 Dimana :
=
=
nn n
n n
n bus
Y Y
Y Y
Y Y
Y Y
Y Y
... :
... :
: ...
...
2 1
2 22
21 1
12 11
matrik rel admitansi 2.26
Universitas Sumatera Utara
2.3 Metode Aliran Daya
2,3
Pada sistem multi-rel, penyelesaian aliran daya dengan metode Persamaan aliran daya. Metode yang digunakan pada umumnya dalam penyelesaian aliran daya, yaitu
metode : Newton-Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah metode Newton-Raphson.
2.3.1 Metode Newton-Raphson
Dalam metode Newton-Raphson secara luas digunakan untuk permasalahan Persamaan non-linear. Penyelesaian Persamaan ini menggunakan permasalahan yang
linear dengan solusi pendekatan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk satu Persamaan atau beberapa Persamaan dengan beberapa variabel yang tidak diketahui.
Untuk Persamaan non-linear yang diasumsikan memiliki sebuah variabel seperti Persamaan 2.27.
x f
y =
2.27 Persamaan 2.27 dapat diselesaikan dengan membuat Persamaan menjadi
Persamaan 2.28. =
x f
2.28 Menggunakan deret taylor Persamaan 2.28 dapat dijabarkan menjadi
Persamaan 2.29. .
.......... 2
1 1
1
2 2
2
+ −
+ −
+ =
x x
dx x
df x
x dx
x df
x f
x f
1 =
− +
n n
n
x x
dx x
df n
2.29 Turunan pertama dari Persamaan 2.29 diabaikan, pendekatan linear
menghasilkan Persamaan 2.30
= −
+ =
x x
dx x
df x
f x
f
2.30
Universitas Sumatera Utara
Dari :
dx x
df x
f x
x
1
− =
2.31 Bagaimana pun, untuk mengatasi kesalahan notasi, maka Persamaan 2.31
dapat diulang seperti Persamaan 2.32.
dx x
df x
f x
x
1
− =
2.32 Dimana : x
= Pendekatan perkiraan X
1
= pendekatan pertama Oleh karena itu, rumus dapat dikembangkan sampai iterasi terakhir k+1,
menjadi Persamaan 2.33.
dx x
df x
f x
x
k k
k k
1
− =
+
2.33
1 k
k k
k
x f
x f
x x
− =
+
2.34 Jadi,
k k
x f
x f
x −
= ∆
2.35
1 k
k
x x
x −
= ∆
+
2.36 Metode Newton-Raphson secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2.8 ilustrasi
metode Newton-Raphson.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Ilustrasi metode Newton-Raphson
Pada Gambar 2.7 dapat dilihat kurva garis melengkung diasumsikan grafik Persamaan
x F
y =
. Nilai x pada garis x merupakan nilai perkiraan awal kemudian
dilakukan dengan nilai perkiraan kedua hingga perkiraan ketiga.
2.3.2 Metode Newton-Raphson dengan koordinat polar
Besaran-besaran listrik yang digunakan untuk koordinat polar, pada umumnya seperti Persamaan 2.37
i i
i
V V
δ
∠ =
;
j j
j
V V
δ ∠
= ; dan
ij ij
ij
Y Y
θ ∠
= 2.37
Persamaan arus 2.21 pada Persamaan sebelumnya dapat diubah kedalam Persamaan polar 2.38.
∑
=
=
n j
j ij
i
V Y
I
1 j
ij n
j j
ij i
V Y
I δ
θ + ∠
=
∑
=1
2.38 Persamaan 2.38 dapat disubtitusikan kedalam Persamaan daya 2.22 pada
Persamaan sebelumnya menjadi Persamaan 2.39.
i i
i i
I V
jQ P
= −
i i
i
V V
δ
− ∠
=
i
V
= conjugate dari
i
V
Universitas Sumatera Utara
j ij
n j
j ij
i i
i i
V Y
V jQ
P δ
θ δ
+ ∠
− ∠
= −
∑
=1
j i
ij n
j j
ij i
i i
V Y
V jQ
P δ
δ θ
+ −
∠ =
−
∑
=1
2.39 Dimana :
j i
ij j
i ij
j
j Cos
e
j i
ij
δ δ
θ δ
δ θ
δ δ
θ
+ −
+ +
− ≅
+ −
sin 2.40
Persamaan 2.39 dan 2.40 dapat diketahui Persamaan daya aktif 2.41 dan Persamaan daya reaktif 2.42.
1
cos
k j
k i
ij n
j k
j ij
k i
k i
V Y
V P
δ δ
θ +
− =
∑
=
2.41
1
sin
k j
k i
ij n
j k
j ij
k i
k i
V Y
V Q
δ δ
θ +
− −
=
∑
=
2.42 Persamaan 2.41 dan 2.42 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya
menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan proses iterasi k+1. Untuk iterasi pertama 1 nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal
initial estimate yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan 2.41 dan 2.42 dengan
nilai
k i
P
dan
k i
Q
. Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai
k i
P ∆
dan
k i
Q ∆
. Menghitung nilai
k i
P ∆
dan
k i
Q ∆
menggunakan Persamaan 2.43 dan 2.44.
k calc
i spec
i k
i
P p
P
, ,
− =
∆
2.43
k calc
i spec
i k
i
Q Q
Q
, ,
− =
∆
2.44 Hasil perhitungan
k i
P ∆
dan
k i
Q ∆
digunakan untuk matrik Jacobian pada Persamaan 2.45.
Universitas Sumatera Utara
∆ ∆
∆ ∆
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
∂ ∂
=
∆ ∆
∆ ∆
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
: :
... ...
: :
: :
: :
... ...
... ...
: :
: :
: :
... ...
: :
k n
k n
k k
n k
n k
n n
k n
k n
n k
k n
k k
n k
n k
n n
k n
k n
n k
k n
k k
k n
k k
n k
V V
V Q
V Q
Q Q
V Q
V Q
Q Q
V P
V P
P P
V P
V P
P P
Q Q
P P
δ δ
δ δ
δ δ
δ δ
δ δ
2.45
Persamaan 2.45 dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan perubahan besar tegangan dan sudut phasa.
Secara umum Persamaan 2.45 dapat disederhanakan menjadi Persamaan 2.46.
∆ ∆
=
∆
∆
4 3
2 1
k k
k k
V J
J J
J Q
P δ
2.46
Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan 2.46 adalah : • J
1
∑
≠
+ −
= ∂
∂
i j
k j
k i
ij ij
k j
k i
k i
i
Y V
V P
sin δ
δ θ
δ 2.47
sin
k j
k i
ij ij
k j
k i
k j
i
Y V
V P
δ δ
θ δ
+ −
− =
∂ ∂
i j
≠ 2.48
• J
2
cos cos
2
k j
k i
ij i
j ij
k j
ii ii
k i
k i
i
Y V
Y V
V P
δ δ
θ θ
+ −
+ =
∂ ∂
∑
≠
2.49
cos
k j
k i
ij ij
k i
k j
i
Y V
V P
δ δ
θ +
− =
∂ ∂
i j
≠ 2.50
• J
3
∑
≠
+ −
= ∂
∂
i j
k j
k i
ij ij
k j
k i
k i
i
Y V
V Q
cos δ
δ θ
δ 2.51
Universitas Sumatera Utara
cos
k j
k i
ij ij
k j
k i
k j
i
Y V
V Q
δ δ
θ δ
+ −
− =
∂ ∂
i j
≠ 2.52
• J
4
∑
≠
+ −
− −
= ∂
∂
i j
k j
k i
ij ij
k j
ii ii
k i
k i
i
Y V
Y V
V Q
sin sin
2
δ δ
θ θ
2.53
sin
k j
k i
ij ij
k i
k j
i
Y V
V Q
δ δ
θ +
− −
= ∂
∂ i
j ≠
2.54
Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan kedalam Persamaan 2.46 maka nilai
k i
δ
∆
dan
k i
V ∆
dapat dicari dengan menginverskan matrik Jacobian seperti Persamaan 2.55.
∆ ∆
=
∆
∆
− 1
4 3
2 1
k k
k k
Q P
J J
J J
V δ
2.55
Setelah nilai
k i
δ
∆
dan
k i
V ∆
diketahui nilainya maka nilai
1 +
∆
k i
δ dan
1 +
∆
k i
V dapat dicari dengan menggunakan nilai
k i
δ
∆
dan
k i
V ∆
ke dalam Persamaan 2.56 dan 2.57.
k i
k i
k i
δ δ
δ
∆ +
=
+1
2.56
k i
k i
k i
V V
V ∆
+ =
+1
2.57 Nilai
1 +
k i
δ dan
1 +
k i
V hasil perhitungan dari Persamaan 2.56 dan 2.57
merupakan perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukan nilai ini ke dalam Persamaan 2.41
dan 2.42 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan aliran daya pada iterasi ke-2 mempunyai nilai k = 1. Iterasi perhitungan aliran daya dapat dilakukan sampai iterasi ke-n. Perhitungan selesai apabila
nilai
k i
P ∆
dan
k i
Q ∆
mencapai nilai 2,5.10
-4
. Perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson
1. Membentuk matrik admitansi Y
rel
sistem 2. Menentukan nilai awal V
, δ
, P
spec
, Q
spec
3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan 2.41 dan 2.42
4. Menghitung nilai
k i
P ∆
dan
k i
Q ∆
beradasarkan Persamaan 2.43 dan 2.44 5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan 2.46 sampai Persamaan
2.54 6. Menghitung nilai
1 +
k
δ dan
1 +
k
V berdasarkan Persamaan 2.56 dan 2.57
7. Hasil nilai
1 +
k
δ dan
1 +
k
V dimasukan kedalam Persamaan 2.41 dan 2.42
untuk mencari nilai
P ∆
dan Q ∆ . Perhitungan akan konvergensi jika nilai
P ∆
dan Q ∆
≤ 10
-4
. 8. Jika sudah konvergensi maka perhitungan selesai, jika belum konvergensi maka
perhitungan dilanjutkan untuk iterasi berikutnya.
2.4 Faktor Daya
5,6
Dalam rangkaian listrik, biasanya terdapat tiga macam beban listrik yaitu beban resistif, beban induktif, dan beban kapasitif. Beban resistif adalah beban yang hanya
terdiri dari tahanan ohm dan daya yang dikonsumsinya hanya daya aktif saja. Beban induktif mempunyai ciri–ciri bahwasanya disamping mengkonsumsi daya aktif, juga
menyerap daya reaktif yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet dalam beban
Universitas Sumatera Utara
tersebut, jadi jumlah vektor dari daya reaktif Q dan daya aktif P biasa disebut daya buta S.
2 2
Q P
S +
= ……….……………..…………………...……… 2.58
φ
Daya aktif P
Daya reaktif Q
Daya semu S
Gambar 2.8 Vektor Diagram Segitiga Daya
Dari gambar diatas didapat rumus untuk segi tiga daya : P = V.I Cos
φ Watt ; Q = V.I Sin
φ Var ; S = V.I VA
Perbandingan antara daya aktif dan daya semu disebut faktor daya.
semu daya
aktif daya
daya faktor
=
S P
Cos =
ϕ …………………………..……………………… 2.59
Nilai faktor daya Cos φ yang besar, membawa pengaruh baik pada jaringan
primer maupun sekunder. Makin besar daya reaktif suatu beban, maka makin kecil pula faktor dayanya.
Faktor daya Cos φ yang terbelakang terjadi pada kondisi dimana arus
terbelakang terhadap tegangan dan keadaan ini dijumpai pada jaringan yang banyak terdapat beban induktif. Sebaliknya faktor daya yang terdahulu terjadi pada kondisi
dimana arus mendahului tegangan dan keadaan ini dijumpai pada beban kapasitif.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kapasitor Shunt