Penentuan Jumlah Karyawan Berdasarkan Analisis Pengukuran Beban Kerja dan Pemetaan Kompetensi Didasarkan Job Description (Studi Kasus di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut)

(1)

PENENTUAN JUMLAH KARYAWAN BERDASARKAN ANALISIS PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN PEMETAAN KOMPETENSI

DIDASARKAN JOB DESCRIPTION (STUDI KASUS DI PT. PLN (PERSERO) P3B SUMATERA UPB SUMBAGUT)

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

RIZKY SOFYANA PUTRI 100423017

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut merupakan salah satu unit bisnis PT. PLN (Persero) yang berperan dalam mengatur penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik. Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut karena adanya indikasi kelebihan beban kerja pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi. Penelitian bertujuan untuk menentukan jumlah karyawan pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomuniksi berdasarkan analisa beban kerja dan pemetaan kompetensi. Penelitian dilakukan dengan metode Nasa-TLX dan work sampling. Metode Nasa-TLX dilakukan untuk mengetahui beban kerja mental dari masing-masing karyawandan metode work sampling dilakukan untuk mengetahui persentase waktu produktif. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi pada subbagian SCADA adalah 83,34, subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 81,34 dan indikator

temporal demand merupakan indikator yang dominan mempengaruh beban kerja mental karyawan. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi subbagian SCADA adalah 89,3% dan subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 84,7%. Secara umum beban kerja mental dari masing-masing jabatan tergolong tinggi. Beban kerja mental yang tinggi ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan stress kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas karyawan. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pemberian waktu istirahat tambahan di sela-sela waktu kerja, rotasi karyawan, penyesuaian tugas dan tanggungjawab kerja dan penambahan seorang tenaga kerja untuk subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapt menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.

Kegiatan penelitian tugas sarjana ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut) yang terletak di Jl. K.L. Yos Sudarso Lr. XII No. 6 Medan, Sumatera Utara. Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Penentuan Jumlah Karyawan Berdasarkan Analisis Pengukuran Beban Kerja dan Pemetaan Kompetensi Didasarkan Job Description (Studi Kasus di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut)”.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan tugas sarjana ini dan penulis berharap agar laporan tugas sarjana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Januari 2014


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah yang tak hentinya terucap atas selesainya Tugas Sarjana ini, banyak pihak yang telah membantu baik itu berupa bimbingan ataupun berupa bantuan moril dan materil, sehingga Tugas Sarjana ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, teristimewa kepada Ayahanda Ir. Solihin, Ibunda Dirwati dan Adik-adik penulis (Nova, Fajar, Arief) yang senantiasa ada dan selalu memberikan perhatian, doa dan semangat dalam bentuk apapun kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku ketua Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Sugih Arto Pujangkoro, MM, selaku Dosen Pembimbing I atas waktu untuk bimbingan dan ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas waktunya untuk membimbing, memberi arahan, dan masukan serta ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Bapak Ir. Mangara M Tambunan, M.Sc, selaku Koordinator Tugas Akhir. 5. Bapak Ir. Jabbar Rambe, M.Eng selaku Ketua Bidang Ergonomi.

6. Pegawai administrasi Departemen Teknik Industri, Kak Dina, Bang Nur, Bang Ridho, Bang Mijo dan Bu Ani yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrsi di Departemen Teknik Industri USU.


(7)

7. Pegawai perpustakaan Departemen Teknik Industri, Kak Rahma dan Kak Mia, terimakasih untuk kebaikan hati dan toleransinya dalam jumlah peminjaman buku.

8. Segenap Pimpinan dan karyawan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

9. Adri (a.k.a mamak), Hendra, Dwi, Ipeh, Lia, Nopi, Amin, Dede, Rahmi, Zizah, Yeni, my sweetiest and craziest friend, terima kasih untuk semangat “negatifnya”. Aku sangat menunggu waktu untuk melihat siapa yang lebih dulu tua diantara kita..! Love u people.

10. Semua Teman-Teman Ektensi 2010 yang selama ini selalu memotivasi penulis dalam mengerjakan Tugas Sarjana ini, Salim, Bang Chris, Jul (makasih untuk semua filmnya ), Adi “Raden Ningrat Flora”, Bres, Nopel (makasih untuk kejenakaannya), Sarah (makasih untuk status ga pentingnya di timeline ya ), Lolo’, Sabaria, Fitri Imut, Fitri Zuma, Nuri, Beni, Bang Bernath. Maaf yang namanya lupa ditulis, tapi kayaknya udah semua ya.. *cepat nyusul temans, semoga kita menjadi orang sukses.! ALLAH Bless Us.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA... iii

LEMBAR KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-5 1.3 Tujuan Penelitian ... I-5 1.4 Manfaat Penelitian ... I-6 1.5 Batasan Masalah dan Asumsi ... I-7 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-8

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1 Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2 Visi, Misi dan Motto Perusahaan ... II-4 2.2.1 Visi... II-4 2.2.2 Misi ... II-4 2.2.3 Motto... II-5 2.3 Arti Logo Perusahaan ... II-5 2.4 Struktur Organisasi, Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab.. II-7 2.4.1 Struktur Organisasi ... II-7


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

2.4.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9 2.5 Kegiatan Perusahaan ... II-9 2.6 SCADA ... II-10 2.7 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ... III-1

3.1 Ergonomi ... III-1 3.2 Manusia dan Pekerjaannya ... III-3 3.3 Beban Kerja ... III-4 3.3.1 Beban Kerja Fisik ... III-5 3.3.2 Beban Kerja Mental ... III-6 3.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling ... III-7 3.4.1 Pelaksanaan Sampling Kerja ... III-9 3.4.2 Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak

(Random)... III-10 3.4.3 Allowance ... III-11 3.4.4 Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji

Keseragaman Data ... III-12 3.4.5 Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan .... III-13 3.4.6 Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan ... III-15 3.5 Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space

Administration Task Load Index) ... III-15 3.6 Job Description ... III-22 3.7 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ... III-23 3.8 Penentuan Jumlah Tenaga Kerja ... III-25

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

4.2 Jenis Penelitian ... IV-1 4.3 Objek Penelitian ... IV-1 4.4 Variabel Penelitian... IV-2 4.5 Kerangka Berfikir ... IV-2 4.6 Instrumen Penelitian ... IV-3 4.7 Prosedur Penelitian ... IV-4

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1 Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1 Pengumpulan data dengan Metode NASA-TLX ... V-1 5.1.2 Penentuan Jadwal Pengamatan Work Sampling ... V-4 5.1.3 Pengamatan Work Sampling... V-7 5.1.4 Penentuan Allowance (Kelonggaran) ... V-15 5.2. Pengolahan Data ... V-17 5.2.1 Pengolahan Data NASA-TLX ... V-18 5.2.2 Pengolahan Data Work Sampling ... V-21 5.2.2.1 Perhitungan Waktu Produktif Karyawan ... V-21 5.2.2.2 Uji Keseragaman Data ... V-24 5.2.2.3 Uji Kecukupan Data ... V-26 5.2.2.4 Perhitungan Tingkat Ketelitian Hasil

Pengamatan ... V-27 5.2.3 Penentuan Jumlah Karyawan ... V-28 5.2.4 Pemetaaan Kompetensi ... V-29

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1 Analisis NASA-TLX ... VI-1 6.2 Analisis Work Sampling ... VI-5


(11)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

HALAMAN

6.3 Analisis Hubungan Beban Kerja NASA-TLX dan

Work Sampling ... VI-9 6.4 Analisis Pemetaan Kompetensi ... VI-13 6.5 Analisis Jumlah Karyawan ... VI-15

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran ... VII-2


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Indikator dalam Metode NASA-TLX ... III-19 5.1. Rekapitulasi Data Pembobotan ... V-2 5.2. Rekapitulasi Data Pemberian Rating ... V-3 5.3. Waktu Pengamatan dengan Interval Waktu 5 Menit ... V-4 5.4. Waktu Pengamatan Terpilih dalam Satu Hari Kerja ... V-6 5.5. Hasil Pengamatan Work Sampling ... V-14 5.6. Allowance Junior Engineer SCADA ... V-15 5.7. Allowance Assistant Engineer SCADA ... V-15 5.8. Allowance Supervisor SCADA ... V-16 5.9. Allowance Supervisor Fasilitas Telekomunikasi ... V-16 5.10. Allowance Junior Officer Fasilitas Telekomunikasi ... V-17 5.11. Allowance Assistant Officer Fasilitas Telekomunikasi ... V-17 5.12. Rekapitulasi Beban kerja Mental Junior Engineer SCADA ... V-19 5.13. Rekapitulasi Rata-rata WWL ... V-20 5.14. Rekapitulasi Persentase Waktu Produktif ... V-22 5.15. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Data Pengamatan... V-25 5.16. Rekapitulasi Hasil Uji Kecukupan Data Pengamatan ... V-26 5.17. Pemetaan Kompetensi Karyawan ... V-29 6.1. Indikator dan Nilai WWL Karyawan ... VI-1 6.2. Perbandingan Waktu Produktif, Non Produktif dan Allowance ... VI-8 6.3. Hasil Pengolahan Data NASA-TLX dan Work Sampling ... VI-9


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Logo PT. PLN (Persero) ... II-5 2.2. Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut II-8 4.2. Diagram Alir Prosedur Penelitian ... IV-7 5.1. Peta Kontrol Keseragaman Data Junior Engineer SCADA ... V-25


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN


(15)

ABSTRAK

PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut merupakan salah satu unit bisnis PT. PLN (Persero) yang berperan dalam mengatur penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik. Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut karena adanya indikasi kelebihan beban kerja pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi. Penelitian bertujuan untuk menentukan jumlah karyawan pada subbagian SCADA dan fasilitas telekomuniksi berdasarkan analisa beban kerja dan pemetaan kompetensi. Penelitian dilakukan dengan metode Nasa-TLX dan work sampling. Metode Nasa-TLX dilakukan untuk mengetahui beban kerja mental dari masing-masing karyawandan metode work sampling dilakukan untuk mengetahui persentase waktu produktif. Hasil pengukuran dengan metode NASA-TLX menunjukkan bahwa beban kerja mental tertinggi pada subbagian SCADA adalah 83,34, subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 81,34 dan indikator

temporal demand merupakan indikator yang dominan mempengaruh beban kerja mental karyawan. Hasil work sampling menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi subbagian SCADA adalah 89,3% dan subbagian fasilitas telekomunikasi adalah 84,7%. Secara umum beban kerja mental dari masing-masing jabatan tergolong tinggi. Beban kerja mental yang tinggi ini jika dibiarkan secara terus menerus tanpa adanya perbaikan dapat menyebabkan stress kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas karyawan. Sehingga perlu diberikan suatu usulan perbaikan yaitu pemberian waktu istirahat tambahan di sela-sela waktu kerja, rotasi karyawan, penyesuaian tugas dan tanggungjawab kerja dan penambahan seorang tenaga kerja untuk subbagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini, perusahaan dituntut untuk terus melakukan peningkatan produktivitas. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses produksi dengan melakukan pendayagunaan secara optimal sumber daya yang ada, khususnya sumber daya manusia.

Sumber daya manusia merupakan salah satu aset perusahaan yang harus dikelola dengan baik karena sangat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pengelolaan yang baik mengandung arti bahwa output yang dihasilkan setiap karyawan dapat memenuhi apa yang telah ditargetkan oleh perusahaan.

PT. PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Sumatera Unit Pengatur Beban (UPB) Sumbagut merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang penyediaan listrik. PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut sendiri terdiri dari beberapa bidang kerja, diantaranya bidang fasilitas operasi, bidang operasi sistem dan bidang administrasi dan keuangan, dimana masing-masing bagian terbagi dalam sub bagian yang lebih spesifik. Sehingga sangat diperlukan suatu pengelolaan sumber daya manusia yang baik agar target-target perusahaan dapat dicapai secara maksimal. Pada salah satu bidang di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut yaitu pada bidang fasilitas operasi sub bagian SCADA (seperangkat alat bantu pengaturan


(17)

jarak jauh) dan telekomunikasi sering terjadi keterlambatan-keterlambatan dalam penyelesaian laporan atau tugas. Keterlambatan tersebut dapat disebabkan karena fasilitas kerja yang kurang memadai, kurang kompetennya karyawan yang ada, pekerjaan yang monoton yang menyebabkan timbulnya rasa bosan karyawan, jumlah tugas yang cukup banyak atau bahkan kurangnya karyawan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Adapun keterlambatan yang sering terjadi antara lain adalah keterlambatan penormalan saat terjadi gangguan pada peralatan SCADA dan teleinformasi data, dispatcher tidak dapat membaca sistem di satu area (gardu induk) sehingga pengaturan sistem demand dan supply menjadi terhambat, keterlambatan penyerahan laporan pengadaan barang dan jasa peralatan teleinformasi data dan SCADA. Gardu induk yang harus diawasi berjumlah 48 yang tersebar di Sumatera Utara dan Aceh. Banyaknya gardu induk yang harus diawasi ini juga dapat menjadi pemicu terjadinya keterlambatan penyelesaian tugas tersebut. Keterlambatan tersebut dapat menyebabkan perusahaan tidak menghasilkan listrik sesuai dengan yang dibutuhkan, tidak terjualnya listrik akibat tidak terbacanya sistem di gardu induk, tejadinya ledakan jika terjadi kesalahan baca dan sebagainya. Dampak keterlambatan tersebut jika dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Banyaknya dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan dapat memicu karyawan merasa bahwa beban dan tanggungjawab yang diembannya cukup besar. Hal tersebut dianggap menjadi masalah pada PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut yang dapat mempengaruhi produktivitas, efisiensi dan efektifitas kerja perusahaan.


(18)

Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya. Beban kerja yang dibebankan kepada karyawan dapat terjadi dalam tiga kondisi. Pertama, beban kerja sesuai standar. Kedua, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu berat atau ringan akan berdampak terjadinya inefisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan berarti terjadi kelebihan tenaga kerja. Kelebihan ini menyebabkan organisasi harus menggaji jumlah karyawan lebih banyak dengan produktifitas yang sama sehingga terjadi inefisiensi biaya. Sebaliknya, jika terjadi kekurangan tenaga kerja atau banyaknya pekerjaan dengan jumlah karyawan yang dipekerjakan sedikit, dapat menyebabkan keletihan fisik maupun psikologis bagi karyawan. Akhirnya karyawan pun menjadi tidak produktif karena terlalu lelah (Novera, 2010).

Fokus dari penelitian ini adalah menentukan jumlah karyawan yang optimal dan pemetaan kompetensi karyawan berdasarkan job description. Penentuan jumlah optimal karyawan berkaitan dengan aktivitas kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan job description yang ada serta beban kerja karyawan dalam menyelesaikan tugasnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu work sampling dan NASA-TLX. Metode work sampling merupakan metode pengukuran beban kerja yang bertujuan untuk mengetahui persentase waktu produktif seorang pekerja selama jam kerja dalam keadaan normal dengan memperhitungkan allowance yang dibutuhkan. Pengukuran work sampling ini akan memberikan gambaran bagi PT.


(19)

PLN (Persero) untuk mengetahui persentase waktu yang benar-benar digunakan oleh karyawan untuk bekerja selama jam kerja berlangsung.

NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja yang harus melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Dimana terdapat enam indikator yang akan diukur yaitu mental demand, physical demand, temporal demand, performance, effort,

dan frustration dimension (Erisanna, 2010). Setelah beban kerja diketahui, dilakukan analisis untuk menentukan jumlah karyawan yang optimal yang akan diusulkan kepada pihak perusahaan.

Simanjuntak (2010) pernah melakukan penelitian tentang analisis beban kerja dengan menggunakan metode NASA-TLX pada karyawan di CV. Pinus

Bag’s Specialist. Penelitian tersebut dilakukan karena adanya indikasi timbulnya beban kerja pada karyawan yang diakibatkan waktu penyelesaian produk yang harus sesuai dengan permintaan pelanggan dengan model, jumlah dan bahan yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja mental yang diterima oleh karyawan sudah dalam kondisi yang tinggi (skor 50-79 berjumlah 13 karyawan dan skor 80-100 berjumlah 3 karyawan).1

1

Adelina, Risma. 2010. Analisis Beban Kerja Mental dengan Metoda NASA-Task Load Index.

Institut Sains & Teknologi AKPRIND : Yogyakarta

Penelitian yang hampir sama juga pernah dilakukan oleh Arsi, dkk. (2012) yang mengukur beban kerja guna menentukan jumlah optimal karyawan di Jurusan Teknik Industri ITS. Penelitian tersebut dilakukan karena telah terjadi empat kali perubahan statuta dan penyesuaian mengenai organisasi tata kelola yang berdampak pada banyaknya perubahan job description yang dilakukan oleh jurusan teknik industri ITS,


(20)

sehingga beban kerja yang ditanggung oleh setiap karyawan tidak sesuai dengan jumlah karyawan yang ada. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa bidang kerja yang jumlah karyawannya tidak mencukupi.2 Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode

1.2 Rumusan Masalah

NASA-TLX dapat digunakan untuk menganalisa tingkat beban kerja mental karyawan di berbagai bidang.

Adapun rumusan masalah pada penelitian tugas sarjana ini adalah sering terjadi kerterlambatan - keterlambatan dalam penyelesaian tugas, dimana keterlambatan tersebut dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi perusahaan. Besarnya dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan tersebut mempengaruhi beban kerja yang dirasakan karyawan. Beban kerja ini jika dibiarkan secara terus menerus, dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Sehingga perlu dilakukan pengukuran beban kerja karyawan untuk selanjutnya dapat ditentukan jumlah karyawan optimal pada sub bagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian disini terbagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah mengukur dan menganalisa beban kerja karyawan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut dengan

2

Arsi,R.M.,dkk. 2012. Analisis Beban Kerja untuk Menentukan Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan Berdasar Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik


(21)

menggunakan metode NASA-TLX dan Work Sampling sehingga dapat ditentukan jumlah karyawan dan pemetaan kompetensi berdasarkan job description.

Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui beban kerja mental yang dialami oleh karyawan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi sub bagian SCADA dan Telekomunikasi dengan menggunakan metode NASA-TLX. 2. Mengetahui persentase waktu produktif yang digunakan karyawan PT. PLN

(Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi sub bagian SCADA dan Telekomunikasi dengan menggunakan metode Work Sampling. 3. Melakukan pemetaan kompetensi karyawan berdasarkan pada job description

dan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia).

4. Menentukan jumlah karyawan untuk sub bagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian, antara lain:

1. Mahasiswa dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dengan membandingkan teori-teori ilmiah dengan permasalahan yang terjadi di perusahaan khususnya mengenai konsep pengukuran beban kerja, metode serta aplikasinya di lapangan.


(22)

2. Mempererat hubungan pihak universitas dengan pihak perusahaan tempat dilakukannya penelitian dan memperkenalkan Departemen Teknik Industri sebagai forum disiplin ilmu terapan yang sangat bermanfaat bagi perusahaan. 3. Perusahaan mendapatkan masukan yang dapat digunakan sebagai acuan

dalam mengelola beban kerja karyawan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi sumber daya manusia.

1.5 Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan pada karyawan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera

UPB Sumbagut bagian Fasilitas Operasi dan Enjiniring sub bagian SCADA dan Telekomunikasi.

2. Pengukuran beban kerja dilakukan dengan menggunakan metode NASA-TLX dan Work Sampling.

3. Hasil kerja karyawan tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan penelitian.

Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Tidak ada perubahan posisi karyawan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera

UPB Sumbagut selama penelitian.

2. Dalam melakukan pengukuran, responden tidak dipengaruhi oleh pihak lain. 3. Karyawan dianggap sudah mengetahui dan paham terhadap prosedur kerja


(23)

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan laporan bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun dan mempelajari bagian-bagian dari seluruh rangkaian penelitian ini. Adapun sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pada Bab I Pendahuluan memuat uraian tentang latar belakang timbulnya masalah pada perusahaan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi serta sistematika penulisan tugas sarjana.

Pada Bab II Gambaran Umum Perusahaan berisi tentang sejarah perusahaan, visi, misi, motto perusahaan, arti dari logo perusahaan, struktur organisasi beserta deskripsi tugas dan tanggung jawab, kegiatan perusahaan, jumlah tenaga kerja dan jam kerja perusahaan.

Pada Bab III Landasan Teori menguraikan mengenai tinjauan pustaka yang berisi teori-teori ergonomi, manusia dan pekerjaanya, beban kerja fisik dan mental, pengukuran kerja dengan work sampling, pelaksanaan sampling pekerjaan, penentuan jadwal pengamatan secara acak, penentuan allowance, perhitungan persentase waktu produktif dan uji keseragaman data, penentuan jumlah pengamatan, penentuan tingkat ketelitian, penjelasan mengenai metode NASA-TLX, defenisi job description, dan penjelasan tentang kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI).

Pada Bab IV Metodologi Penelitian memaparkan metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian meliputi tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, kerangka


(24)

konseptual, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, pengolahan data hasil pengukuran beban kerja dengan metode NASA-TLX dan work sampling, analisa pemecahan masalah serta kesimpulan dan saran.

Pada Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data berisi data yang diperoleh dari penelitian serta pengolahan data yang membantu dalam pemecahan masalah. Data tersebut berupa data kuesioner hasil pengisian oleh karyawan dan hasil pengamatan work sampling pada bagian yang dipilih. Pengolahan data NASA-TLX terdiri dari tahap pembobotan dan rating, kemudian dilakukan perhitungan nilai WWL dan rata-rata WWL sedangkan untuk work sampling dilakukan perhitungan persentase waktu produktif, uji keseragaman data, uji kecukupan data dan perhitungan tingkat ketelitian, kemudian pemetaan kompetensi berdasarkan

job description dengan mengacu pada kerangka kualifikasi nasional Indonesia. Pada Bab VI Analisis Pemecahan Masalah berisi analisis hasil pengolahan data metode NASA-TLX dan work sampling dan pemberian usulan pada perusahaan dalam pembagian tugas karyawan sehingga beban kerja karyawan dapat terbagi secara merata.

Pada Bab VII Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia mulai ditingkatkan pada akhir abad ke 19, dimana saat itu ada beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri. Beberapa pembangkit listrik yang didirikan oleh Belanda adalah sebagai berikut.

1. NV. OGEM, yang mengusahakan pembangkit listrik di kota Medan, Jakarta, Cirebon, Manado dan daerah lainnya.

2. NV. NIGEM, yang mengusahakan pembangkit listrik di kota Sibolga, Bukit Tinggi dan daerah lainnya.

3. NV.EMBP, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota Balik Papan.

4. NV. EMA, yang mengusahakan pembangkit listrik tenaga di kota Ambon. 5. NV.GEBIO, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota

Bandung.

6. NV. STEM, yang mengusahakan pembangkit tenaga listrik di kota Samarinda dan Tangerang.

Namun, pada tahun 1942-1945 terjadi peralihan pengelolaan perusahaan-perusahaan Belanda tersebut oleh Jepang, setelah Belanda menyerah kepada


(26)

pasukan tentara Jepang di awal Perang Dunia II. Pada masa itu, perusahaan listrik yang dikuasai oleh Jepang dinamakan Denky Jogja Kasha

Proses peralihan kekuasaan kembali terjadi di akhir Perang Dunia II pada Agustus 1945, saat Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh para pemuda dan buruh listrik melalui delegasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas yang bersama-sama dengan Pimpinan KNI Pusat berinisiatif menghadap Presiden Soekarno untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan tersebut kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan surat penetapan pemerintah No. 1/SD dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.

Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1961 Lembaran Negara No.88, yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas dan kemudian dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1965. Pada saat yang sama, dua perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan.

Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.


(27)

Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.

Proses restrukturisasi pengusahaan tenaga listrik di Indonesia masih terus berjalan. Salah satunya adalah dengan dibentuknya PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Sumatera (P3B Sumatera). Sebagai salah satu unit PT PLN (Persero), P3B Sumatera nantinya akan memiliki tugas dan lapangan usaha berupa pengoperasian dan pengelolaan aset penyaluran serta melakukan transaksi energi listrik pada Sistem Interkoneksi Sumatera.

PT PLN (Persero) P3B Sumatera, UPB (Unit Pengatur Beban) Sumbagut dibentuk sesuai SK No. 005.K/DIR/2005 pada tanggal 25 April 2005. P3B Sumatera bukanlah lembaga baru karena merupakan penggabungan fungsi Penyaluran dari PT PLN (Persero) Kitlur Sumbagut dan fungsi Penyaluran PT PLN (Persero) Kitlur Sumbagsel. P3B mengelola lalu-lintas energi listrik di Sistem Interkoneksi Sumatera sehingga bertanggung jawab penuh terhadap keandalan pasokan energi listrik yang disalurkan ke konsumen. Secara garis besar wilayah kerja PT PLN (Persero) P3B Sumatera, Unit Pengatur Beban (UPB) Sumbagut mencakup wilayah Sumatera Utara dan wilayah Nangroe Aceh Darussalam, dengan 3 Unit Pelayanan Transmisi (UPT) yaitu UPT Banda Aceh, UPT Medan, dan UPT Pematang Siantar.


(28)

Pembentukan P3B Sumatera disadari betul kemanfaatannya oleh PT. PLN (Persero). Setelah dipisahkannya fungsi pembangkitan sebagai anak perusahaan, BUMN yang menangani pengusahaan tenaga listrik di tanah air ini menempatkan fungsi operasi dan pengelolaan pernyaluran tenaga listrik (transmisi) sebagai kegiatan yang perlu dipersiapkan untuk mendukung terciptanya efisiensi tenaga listrik. Di wilayah interkoneksi Sumatera, P3B Sumatera akan menangani sektor transmisi sejak perencanaan, konstruksi, hingga pemeliharaan.

2.2 Visi, Misi dan Motto Perusahaan 2.2.1 Visi

Visi dari PLN adalah: “Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang, unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.”

2.2.2 Misi

Misi dari PLN adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan dan pemegang saham.

2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.

3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.


(29)

4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

2.2.3 Motto

Motto dari PLN adalah: “Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik.”

2.3 Arti Logo Perusahaan

PT. PLN (Persero) memiliki logo seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Bentuk, warna dan makna lambang perusahaan resmi yang digunakan adalah sesuai dengan yang tercantum di dalam Lampiran Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum Listrik Negara No.: 03/DIR/76 Tanggal 1 Juni 1976, mengenai Pembakuan Lambang Perusahaan Umum Listrik Negara.

Gambar 2.1. Logo PT. PLN (Persero)

Makna logo adalah sebagai berikut: 1. Bidang Persegi Panjang Vertikal

Menjadi bidang dasar bagi elemen-elemen lambang lainnya, melambangkan bahwa PT. PLN (Persero) merupakan wadah atau organisasi yang terorganisir dengan sempurna. Berwarna kuning untuk menggambarkan pencerahan, seperti yang diharapkan PLN bahwa listrik


(30)

mampu menciptakan pencerahan bagi kehidupan masyarakat. Kuning juga melambangkan semangat yang menyala-nyala yang dimiliki tiap insan yang berkarya di perusahaan ini.

2. Petir atau Kilat

Melambangkan tenaga listrik yang terkandung di dalamnya sebagai produk jasa utama yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu petir pun mengartikan kerja cepat dan tepat para insan PT. PLN (Persero) dalam memberikan solusi terbaik bagi para pelanggannya. Warnanya yang merah melambangkan kedewasaan PLN sebagai perusahaan listrik pertama di Indonesia dan kedinamisan gerak laju perusahaan beserta tiap insan perusahaan serta keberanian dalam menghadapi tantangan perkembangan jaman.

3. Tiga Gelombang

Memiliki arti gaya rambat energi listrik yang dialirkan oteh tiga bidang usaha utama yang digeluti perusahaan yaitu pembangkitan, penyaluran dan distribusi yang seiring sejalan dengan kerja keras para insan PT. PLN (Persero) guna memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya. Diberi warna biru untuk menampilkan kesan konstan (sesuatu yang tetap) seperti halnya listrik yang tetap diperlukan dalam kehidupan manusia. Di samping itu biru juga melambangkan keandalan yang dimiliki insan-insan perusahaan dalam memberikan layanan terbaik bagi para pelanggannya.


(31)

2.4 Struktur Organisasi, Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab 2.4.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.

Stuktur organisasi PT. PLN (Persero) UPB Sumbagut P3B Sumatera menggunakan bentuk organisasi lini, fungsional, dan staff, dimana wewenang diserahkan dari pucuk pimpinan kepada unit-unit (satuan-satuan) organisasi yang ada dibawahnya dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu sesuai kebutuhan organisasi dan di bawah pucuk pimpinan ditempatkan staff. Staff ini tidak mempunyai wewenang komando ke bawah. Staff hanya berfungsi sebagai pemberi nasehat dan pertimbangan sesuai bidang keahliannya (Wursanto, 2005).

Adapun struktur organisasi perusahaan PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(32)

MANAJER

ENGINEER LOCAL COACH OPI

ANALYST KINERJA

ASISTANT OFFICER ADMINISTRASI ASSISTANT ENGINEER LOCAL COACH OPI

ASISTEN MANAJER OPERASI SISTEM

ASISTEN MANAJER FASILITAS OPERASI ASISTEN MANAJER ADMINISTRASI DAN UMUM

SUPERVISOR FASILITAS TELEKOMUNIKASI SUPERVISOR SCADA ENGINEER TEKNOLOGI INFORMASI ENGINEER LINGKUNGAN & KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN SUPERVISOR PENGENDALIAN OPERASI REAL TIME-C SUPERVISOR PENGENDALIAN OPERASI REAL TIME-D SUPERVISOR STRATEGI OPERASI SISTEM SUPERVISOR PERENCANAAN & EVALUASI OPERASI SUPERVISOR PENGENDALIAN OPERASI REAL TIME-A SUPERVISOR PENGENDALIAN OPERASI REAL TIME-B SUPERVISOR KEUNGAN & AKUNTANSI SUPERVISOR LOGISTIK & UMUM SUPERVISOR SDM & SEKRETARIAT ASSISTANT ANALYST PENGADAAN BARANG & JASA Keterangan : Staff : Lini : Fungsional


(33)

2.4.2 Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab

Deskripsi tugas dan tanggung jawab setiap bagian yang ada pada PT. PLN (Persero) UPB Sumbagut P3B Sumatera dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.5. Kegiatan Perusahaan

PT. PLN (Persero) P3B Sumatera merupakan salah satu unit bisnis PT. PLN (Persero). PT. PLN (Persero) P3B Sumatera memiliki peran sebagai pengelola operasi sistem tenaga listrik Sumatera, mengelola operasi dan pemeliharaan sistem transmisi tegangan tinggi Sumatera, serta mengelola pelaksanaan transaksi tenaga listrik antara PLN Pusat selaku Single Buyer dengan perusahaan pembangkit dan unit distribusi di sistem Sumatera.

Tugas Utama PT. PLN (Persero) P3B Sumatera adalah: 1. Mengoperasikan sistem tenaga listrik Sumatera.

2. Mengoperasikan dan memelihara instalasi sistem transmisi tenaga listrik Sumatera.

3. Mengelola pelaksanaan jual beli tenaga listrik di sisi tegangan tinggi sistem Sumatera.

4. Merencanakan pengembangan sistem tenaga listrik Sumatera. 5. Membangun instalasi sistem transmisi tenaga listrik Sumatera.

Sedangkan UPB Sumbagut memiliki peran dalam pengaturan beban listrik di Sumatera Utara dan Aceh. Sehingga PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut memiliki peran mengatur penyaluran tenaga listrik dalam jumlah besar


(34)

dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi dan pengoperasian sistem tenaga listrik.

2.6 SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition)

Fasilitas SCADA diperlukan untuk melaksanan pengusahaan energi listrik terutama pengendalian operasi secara realtime. Suatu sistem SCADA terdiri dari sejumlah RTU (Remote Control Unit), sebuah Master Station/ ACC (Area Control Center) dan jaringan telekomunikasi data antara RTU dan ACC. RTU dipasang di setiap Gardu Induk (GI) atau pusat pembangkit yang hendak dipantau. RTU ini bertugas untuk mengetahui setiap kondisi peralatan tegangan tinggi melalui pengumpulan besaran-besaran listrik, status peralatan dan sinyal alarm yang kemudian diteruskan ke ACC melalui jaringan telekomunikasi data. RTU juga dapat menerima dan melaksanakan perintah untuk mengubah status peralatan tegangan tinggi melalui sinyal-sinyal perintah yang dikirim dari ACC. Gambar sistem SCADA dapat dilihat pada Lampiran 2.

Fungsi utama sistem SCADA ada tiga, yaitu:

1. Telecontrolling, yaitu pengoperasian peralatan switching pada Gardu Induk atau Pusat Pembangkit yang jauh dari pusat kontrol (dalam hal ini UPB).

2. Telesignaling atau teleindikasi, yaitu mengumpulkan informasi mengenai kondisi sistem dan indikasi operasi, kemudian menampilkannya pada pusat kontrol (dalm hal ini UPB).


(35)

3. Telemetering, yaitu melaksanakan pengukuran besaran-besaran sistem energi listrik pada seluruh bagian sistem, lalu menampilkannya pada pusat kontrol.

2.7 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Jumlah tenaga kerja tetap yang terdapat di PT. PLN (Persero) UPB Sumbagut P3B Sumatera berjumlah 54 orang dan tenaga kerja outsourcing

berjumlah 22 orang.

Adapun jam kerja perusahaan adalah selama 8 jam kerja produktif yaitu mulai pukul 07.30 WIB – 16.00 WIB dan satu jam istirahat pukul 12.00 – 12.30 WIB untuk hari Senin-Kamis. Hari Jum’at jam kerja perusahaan dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pukul 16.30 WIB (istirahat 12.00 WIB – 13.30 WIB).


(36)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ergonomi3

Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “ergon” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti aturan atau hukum. Jadi secara ringkas ergonomi adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Di Indonesia memakai istilah ergonomi, tetapi di beberapa negara seperi di Amerika menggunakan Human Engineering atau Human Factor Engineering. Namun demikian, kesemuanya membahas hal yang sama yaitu tentang optimalisasi fungsi manusia terhadap aktivitas yang dilakukan.

Ruang lingkup ergonomi sangat luas dan mencakup segala aspek. Sebagai contoh, seseorang mempunyai waktu 24 jam dengan distribusi waktu secara umum adalah 8 jam di tempat kerja, 2 jam di perjalanan, 2 jam di tempat lain (misal olahraga, bermain, dsb) dan selebihnya (12 jam) di rumah. Sehingga untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik, penerapan ergonomi tidak hanya berfokus pada 8 jam di tempat kerja saja.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa “Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan

3


(37)

kemampuan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun secara mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak poduktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Dengan demikian pencapaian kualitas hidup manusia secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga, menjadi tujuan utama dari penerapan ergonomi.

Terdapat tiga hal yang penting dalam mempelajari ilmu ergonomi4

1. Ergonomi menitikberatkan manusia (human-centered). Maksudnya adalah bahwa fokus utama dari ergonomi ini adalah manusia, bukan mesin ataupun peralatan.

:

2. Ergonomi menyesuaikan fasilitas kerja (dalam hal ini mesin dan peralatan) dengan kondisi si pekerja.

4


(38)

3. Ergonomi menitikberatkan pada perbaikan sistem kerja. Perbaikan disini harus disesuaikan dengan kemampuan dan kelemahan si pekerja.

3.2 Manusia dan Pekerjaannya5

Menurut Sutalaksana (1979), secara garis besar faktor-faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan kerja dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok faktor diri (individual) dan faktor-faktor situasional.

Kelompok faktor diri terdiri dari faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pekerja sendiri dan seringkali sudah ada sebelum pekerja tersebut memasuki lingkungan kerja tersebut. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah attitude, sifat, karakteristik fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Selain pendidikan dan pengalaman, semua faktor di atas tidak dapat diubah.

Sedangkan kelompok faktor-faktor situasional merupakan kelompok faktor luar yang terdiri atas faktor-faktor yang hampir sepenuhnya berada di luar diri pekerja dan umumnya dalam penguasaan pimpinan perusahaan untuk mengubahnya. Hampir semua faktor dalam kelompok ini dapat diubah dan diatur. Secara garis besar faktor-faktor situasional terbagi kedalam dua subkelompok yaitu faktor-faktor sosial dan keorganisasian dan faktor-faktor fisik pekerjaan. Dimana faktor-faktor sosial dan keorganisasian ini merupakan suatu kebutuhan non materi yang dibutuhkan oleh pekerja, seperti: rasa aman, rasa terjamin, ingin


(39)

prestasinya diketahui dan dihargai orang lain, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor fisik pekerjaan terdiri dari mesin, peralatan kerja, bahan dan sebagainya.

3.3 Beban Kerja6

Pada dasarnya, aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih dapat dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan konsekuensi, yaitu munculnya beban kerja. Menurut Meshkati dalam jurnal Widyanti, dkk (2010), beban kerja dapat didefenisikan sebagai perbedaan antara kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang berlebihan.

Menurut Risma Adelina, beban kerja merupakan konsekuensi dari pelaksanaan aktivitas yang diberikan kepada seseorang atau pekerja. Aktivitas ini terdiri dari aktivitas fisik dan mental, dimana beban kerja yang dijumpai selama ini merupakan gabungan (kombinasi) dari keduanya dengan salah satu aktivitas yang lebih dominan.7

Dalam jurnal Hoonaker, dkk (2011) juga dijelaskan bahwa beban kerja adalah sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan sejauh mana seorang operator telah menggunakan kemampuan fisik dan mentalnya untuk

6

Widyanti, A.dkk., 2010. Pengukuran beban kerja mental dalam searching task dengan metode rating scale mental effort (RSME), Bandung: Teknik Industri ITB.

7

Simanjuntak, R.A., 2010, Analisis beban kerja mental dengan metode Nasa-TLX, Yogyakarta: Teknik Industri, Institusi sains & Teknologi AKPRIND.


(40)

menyelesaikan sebuah tugas. Beban kerja itu sendiri dipengaruhi oleh tuntutan eksternal sebuah pekerjaan, lingkungan, faktor organisasi dan psikologis, dan sebagainya. Beban kerja terdiri dari beberapa komponen:

1. Ada seorang operator, menggunakan sumber dayanya untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan.

2. Ada tuntutan fisik atau mental untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. 3. Tugas yang harus diselesaikan.8

3.3.1 Beban Kerja Fisik9

Astrand & Rodahl (1977) dan Rodahl (1989) dalam buku Tarwaka dkk (2004) menyatakan bahwa penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk konsumsi. Sedangkan metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Denyut nadi akan segera berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika dan kimiawi.

8

Hoonaker, P., et al., 2011, Measuring workload of ICU nurses with questionnaire survey: the NASA Task load Index (TLX), USA: IIE Transactions on Healthcare System Engineering. 9


(41)

3.3.2 Beban Kerja Mental10

Dalam penelitian Wignjosoebroto, dkk. beban kerja mental didefinisikan sebagai kondisi yang dialami oleh pekerja dalam pelaksanaan tugasnya dimana hanya terdapat sumber daya mental dalam kondisi yang terbatas. Karena kemampuan orang untuk memproses informasi sangat terbatas, hal ini akan mempengaruhi tingkat kinerja yang dapat dicapai.

Seperti halnya beban kerja fisik, beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) dari pada kerja otot (Blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat

10

Pratiwi, I. dkk., 2011, Analisis beban kerja fisik dan mental pada pengemudi bus damri di perusahaan umum damri UBK Surakarta dengan metode subjecticve workload assessment technique (SWAT), Surakarta: Universitas Muhammadiyah.


(42)

kembali ini sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti diketahui bahwa orang tua kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian penilaian beban kerja mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja. Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di Bandara udara sangat berhubungan dengan pekerjaan mental yang memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin lama orang berkonsentrasi maka akan semakin berkurang tingkat kesiapsiagaannya. Maka uji yang lebih tepat untuk menilai kesiapsiagaan tinggi adalah tes “waktu reaksi’ . Dimana waktu reaksi sering dapat digunakan sebagai cara untuk menilai kemampuan melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan mental.11

3.4 Pengukuran Kerja dengan Metode Work Sampling12

Sampling kerja atau work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja dapat diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara langsung karena pelaksanaan kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat kerja yang diteliti. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan mengamati hanya pada waktu-waktu yang telah ditentukan secara acak.

11

Tarwaka,dkk., 2004, Ergonomi, Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan produkstivitas. Surakarta: UNIBA Press. Hal 102

12


(43)

Teknik sampling kerja ini pertama kali digunakan oleh seorang sarjana Inggris bernama L.H.C Tippet dalam aktifitas penelitiannya di industri tekstil. Selanjutnya cara atau metode sampling kerja ini telah terbukti sangat efektif dan efisien untuk digunakan dalam mengumpulkan informasi mengenai kerja dari mesin atau operator. Dikatakan efetktif karena dengan cepat dan mudah cara ini dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pendayagunaan waktu tenaga kerja, mesin, proses, penentuan waktu longgar (allowance time) yang tersedia untuk satu pekerjaan. Dibandingkan dengan metode kerja yang lain, metode sampling kerja lebih efisien karena informasi yang dikehendaki akan didapatkan dalam waktu relatif lebih singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar. Secara garis besar metode sampling kerja akan dapat digunakan untuk :

1. Mengukur ratio delay dari tenaga kerja, operator, mesin atau fasilitas kerja lainnya. Sebagai contoh ialah untuk menentukan persentase dari jam atau hari dimana tenaga kerja benar-benar terlibat dalam aktifitas kerja dan persentase dimana sama sekali tidak ada aktifitas kerja yang dilakukan (menganggur atau idle).

2. Menetapkan performance level dari tenaga kerja selama waktu kerjanya berdasarkan waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja.

3. Menentukan persentase produktif tenaga kerja seperti halnya yang dapat dilaksanakan oleh pengukuran kerja lainnya.


(44)

3.4.1 Pelaksanaan Sampling Kerja13

Sebelum melakukan sampling kerja dilakukan langkah-langkah persiapan awal yang terdiri atas pencatatan segala informasi dari semua fasilitas yang ingin diamati serta merencanakan jadwal waktu pengamatan berdasarkan prinsip randomisasi. Setelah itu barulah dilakukan sampling yang terdiri dari tiga langkah yaitu melakukan sampling pendahuluan, uji keseragaman data dan menghitung jumlah kunjungan kerja.

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan secara statistik, langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan, yaitu :

1. Penetapan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan. Hal ini akan menentukan besarnya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.

2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika belum ada maka dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja terlebih dahulu.

3. Dipilih operator yang dapat bekerja normal dan dapat diajak bekerja sama. 4. Dilakukan latihan bagi operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan

sistem kerja yang dilakukan.

13


(45)

5. Dilakukan pemisahan kegiatan sesuai yang ingin didapatkan sekaligus mendefinisikan kegiatan kerja yang dimaksud.

6. Persiapan peralatan yang diperlukan berupa papan atau lembaran-lembaran pengamatan.

Cara melakukan sampling pengamatan dengan cara sampling pekerjaan terdiri dari tiga langkah yaitu :

1. Dilakukan sampling pendahuluan 2. Uji keseragaman data

3. Dihitung jumlah kunjungan yang diperlukan.

3.4.2 Penentuan Jadwal Waktu Pengamatan Secara Acak (Random)

Pada langkah ini dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktifitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak. Untuk ini biasanya satu hari kerja dibagi kedalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Biasanya panjang satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satu satuan waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan.

Misalnya satu satuan waktu panjangnya 5 menit, jadi satu hari kerja (7 jam) mempunyai 84 satuan waktu. Ini berarti jumlah kunjungan perhari tidak lebih dari 84 kali. Jika dalam satu hari dilakukan 36 kali kunjungan maka dengan bantuan tabel bilangan acak ditentukan saat-saat kunjungan tersebut.

Pada tabel bilangan acak, syaratnya adalah tidak boleh terjadi pengulangan pada bilangan yang sama. Berdasarkan waktu yang telah di random tersebut maka pengamatan dilakukan dimana pengamat mengelompokkan kegiatan bekerja dan


(46)

kegiatan menganggur (idle). Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu defenisi work dan idle itu sendiri.

3.4.3 Allowance14

1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (Personal Allowance)

Allowance atau kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan – hambatan yang tidak dapat dihindarkan.

Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan yang bersifat kebutuhan pribadi. Jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil dapat ditentukan dengan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Besarnya waktu untuk kelonggaran pribadi untuk pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini dari waktu normal), atau sepuluh sampai 24 menit setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat personil apabila operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat resmi. Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang dipergunakan ini akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakannya.


(47)

Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan banyak pikiran dan kerja fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang dijinkan untuk melepaskan lelah adalah sangat sulit dan kompleks. Waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat sangat tergantung pada individu yang bersangkutan. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi pengadaanya akan tergantung pada jenis pekerjaannya.

3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (Delay Allowance)

Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan-hambatan. Keterlambatan atau delay, bisa disebabkan faktor-faktor yang sulit untuk dihindari karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya. Namun juga bisa disebabkan beberapa faktor yang sebenarnya masih dapat dihindari, misalnya mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja.

3.4.4 Perhitungan Persentase Waktu Produktif dan Uji Keseragaman Data

Perhitungan persentase waktu produktif bertujuan untuk mengetahui persentase waktu yang digunakan masing-masing karyawan untuk bekerja selama jam kerja berlangsung. Persentase waktu produktif dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sutalaksana, 1979):


(48)

Uji keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan/ atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Uji keseragaman data secara visual dapat dilakukan dengan mudah dan cepat dengan melihat data yang terkumpul dan mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Data ekstrim adalah data yang terlalu besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data terlalu ekstrim dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya.

Peta kontrol adalah suatu alat yang tepat guna menguji keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan (Sutalaksana, 1979). Data yang dikatakan seragam yaitu berasal dari sistem yang sama (berada diantara kedua batas kontrol), dan tidak seragam yaitu berasal dari sistem yang berbeda (berada diluar batas kontrol).

Dimana:

= persentase waktu produktif rata-rata operator = jumlah pengamatan rata-rata tiap hari kerja k = nilai z pada tabel distribusi normal

3.4.5 Penentuan Jumlah Pengamatan yang Diperlukan15

15


(49)

Untuk mengetahui jumlah pengamatan yang dilakukan telah mencukupi atau belum maka dilakukan uji kecukupan data. Banyaknya pengamatan yang harus dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu :

1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan 2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan

Dengan asumsi bahwa terjadinya kegiatan seorang operator saat bekerja atau menganggur mengikuti pola distribusi normal. Untuk mendapatkan jumlah pengamatan yang harus dilakukan dapat dicari dengan rumus (Wignjosoebroto, 2006):

Dimana: = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan untuk sampling kerja s = Tingkat ketelitian yang dikehendaki (bentuk desimal)

k = Harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan yang diambil (diperoleh dari tabel distribusi normal).

= Produktivitas karyawan rata-rata (bentuk desimal)

Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan ( ) maka harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan (convidende level) dan derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran kerja tersebut. Didalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95%

convidence level dan 5% degree of accuracy. Hal ini berarti bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari hasil pengamatan yang dicatat akan


(50)

memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%. Besar N’ (jumlah pengamatan yang harus dilakukan) harus lebih kecil dari besar N (jumlah pengamatan yang sudah dilakukan) (N’≤N). Apabila kondisi yang diperoleh adalah N’ lebih besar dari N (N’≥N), maka pengamatan harus dilakukan lagi. Sebaliknya jika harga N’ lebih kecil daripada N (N’≤N) maka pengamatan yang dilakukan telah mencukupi sehingga data bisa memberikan tingkat keyakinan dan ketelitian yang sesuai dengan yang diharapkan.

3.4.6 Penentuan Tingkat Ketelitian Hasil Pengamatan

Setelah studi secara lengkap telah dilakukan, dilakukan perhitungan untuk menentukan apakah hasil pengamatan yang didapatkan bisa dikategorikan cukup teliti. Untuk itu cara yang dipakai adalah dengan menghitung harga s pada rumus yang sama yaitu (Wignjosoebroto, 2006):

Dimana: s = tingkat ketelitian yang dikehendaki

= persentase waktu produktif yang diamati (bentuk desimal) N = jumlah pengamatan yang telah dilakukan untuk sampling kerja k = harga indeks yang besarnya tergantung pada tingkat kepercayaan


(51)

3.5 Metode NASA-TLX (National Aeronautics and Space Administration Task Load Index) 16

Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981. Metode ini dikembangkan karena munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang terdiri dari sembilan skala faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu, jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress dan kelelahan). Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 yaitu Mental Demand (MD), Physical Demand (PD), Temporal Demand (TD), performance

(OP), Effort (EF) dan Frustration Level (FR). Hart dan Staveland (1991), merumuskan masalah pembuatan skala peringkat beban kerja sebagai berikut:

1. Memilih kumpulan sub skala masalah yang paling tepat.

2. Menentukan bagaimana menghubungkan sub skala tersebut untuk memperoleh nilai beban kerja yang berbeda, baik diantara tugas maupun diantara pemberi peringkat.

3. Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai numerik untuk sub skala tersebut.

Ada tiga katagori pemilihan sub skala yaitu:

1. Skala yang berhubungan dengan tugas (kesulitan tugas, tekanan waktu dan jenis aktivitas).

Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan informasi tentang persepsi subjek terhadap tugas yang dibebankan. Tekanan waktu dinyatakan

16

Hart,S.G. dan Staveland,L.E., 1988, Development of NASA Task Load Index (TLX): Resultsn of Empirical and Theoritical Research, NASA-Ames Research: California.


(52)

sebagai faktor utama dalam beban kerja yang dihitung dengan membandingkan waktu yang diperlukan dalam penyelesain tugas dan waktu yang tersedia. Peringkat yang diberikan pada jenis aktivitas ternyata tidak pernah berkorelasi secara signifikan untuk beban kerja keseluruhan. Dengan demikian, pada skala yang berhubungan dengan tugas, hanya faktor kesulitan tugas dan tekanan waktu yang memberikan informasi yang signifikan mengenai beban kerja.

2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku (usaha fisik, usaha mental dan performansi)

Faktor usaha fisik mencerminkan manipulasi eksperimen dengan faktor kebutuhan fisik sebagai komponen beban kerja utama. Hasil eksperimen menunjukan bahwa faktor usaha fisik tidak memiliki korelasi yang tinggi dan tidak memberi konstribusi yang signifikan terhadap beban kerja secara keseluruhan. Namun faktor ini ternyata berhubungan kuat dengan faktor tekanan waktu (tugas dengan tekanan waktu yang tinggi memerlukan tingkat respon yang tinggi pula) dan faktor stress (untuk tugas yang lebih kompleks). Faktor usaha mental merupakan kontribusi penting pada beban kerja pada saat jumlah tugas operasional meningkat karena tanggung jawab operator berpindah dari pengendalian fisik langsung menjadi pengawasan. Peringkat usaha mental berkorelasi dengan peringkat beban keseluruhan dalam setiap katagori eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi korelasinya dengan beban kerja keseluruhan. Peringkat performansi berkorelasi secara signifikan dengan peringkat beban kerja keseluruhan.


(53)

3. Skala yang berhubungan dengan subjek (frustasi, stress dan kelelahan)

Frustasi merupakan faktor beban kerja beban kerja ketiga yang paling sesuai. Peringkat frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja keseluruhan secara signifikan pada semua katagori eksperimen. Peringkat stress mewakili manipulasi yang mempengaruhi peringkat beban kerja keseluruhan. Sementara faktor kelelahan tidak berhubungan dengan beban kerja.

Dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA TLX, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah17

1. Pembobotan

:

Pada bagian kedua responden diminta untuk melingkari salah satu dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuesioner yang diberikan berbentuk perbandingan berpasangan yang terdiri dari 15 perbandingan berpasangan. Dari kuesioner ini dihitung jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah tally ini kemudian akan menjadi bobot untuk tiap indikator beban kerja mental.

2. Pemberian rating

Pada bagian ini, responden diminta memberi rating (nilai) terhadap keenam indikator beban mental dengan rentang 0-100. Indikator tersebut terlihat pada Tabel 3.1.

17

Human Performance Research Group, 1988, NASA Task Load Index (TLX) Paper and Pencil Package. NASA Ames Research Center: California. Hal 1-19


(54)

Untuk mendapatkan skor beban kerja mental NASA TLX, bobot dan rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi 15 (jumlah perbandingan berpasangan).

Tabel 3.1 Indikator dalam Metode NASA-TLX

SKALA RATING KETERANGAN

MENTAL DEMAND (MD)

Rendah,Tinggi Seberapa besar aktivitas mental dan perceptual yang dibutuhkan untuk melihat, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan tsb mudah atau sulit, sederhana atau kompleks, longgar atau ketat .

PHYSICAL DEMAND (PD)

Rendah, Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan (mis.mendorong, menarik, mengontrol putaran, dll) TEMPORAL

DEMAND (TD)

Rendah, tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan selama elemen pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan perlahan atau santai atau cepat dan melelahkan

PERFORMANCE (OP)

Tidak tepat, Sempurna

Seberapa besar keberhasilan seseorang di dalam pekerjaannya dan seberapa puas dengan hasil kerjanya

FRUSTATION LEVEL (FR)

Rendah,tinggi Seberapa tidak aman, putus asa, tersinggung, terganggu, dibandingkan dengan perasaan aman, puas, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan. EFFORT (EF) Rendah, tinggi Seberapa keras kerja mental dan fisik yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan

Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1988) dalam teori NASA-TLX, skor beban kerja yang diperoleh terbagi dalam tiga bagian yaitu pekerjaan menurut para responden tergolong agak berat jika nilai >80, nilai 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang, sedangkan nilai <50 menyatakan beban pekerjaan agak ringan.


(55)

Output yang dihasilkan dari pengukuran dengan NASA-TLX ini berupa tingkat beban kerja mental yang dialami oleh pekerja. Hasil pengukuran ini bisa menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan langkah lebih lanjut, misalnya dengan mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor di atas 80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja dibawah 50 atau langkah-langkah yang lainnya.

Keterangan 6 indikator NASA-TLX yaitu sebagai berikut:

1. Mental Demand, merupakan kemampuan tiap-tiap orang dalam memproses informasi terbatas, hal ini mempengaruhi tingkat kinerja perorang yang dapat dicapai. Kinerja manusia pada tingkat rendah tidak juga baik jika tidak banyak hal yang bisa dikerjakan, dimana orang akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilaksanakannya. Kondisi ini dapat dikatakan underload dan peningkatan beban kerja setelah titik ini akan menyebabkan degradasi dalam kinerja. Pada tingkat beban kerja yang sangat tinggi atau overload, informasi penting akan hilang akibat dari pendangkalan atau pemfokusan perhatian hanya satu aspek dari pekerjaan.

2. Physical Demand, merupakan dimensi mengenai kebutuhan fisik yang memiliki deskripsi yaitu tentang seberapa banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan seperti mendorong, menarik, memutar, mengontrol, mengoperasikan dan sebagainya. Selanjutnya mengenai tugas fisik yang dilakukan tersebut apakah termasuk dalam katagori mudah atau sulit untuk dikerjakan, gerakan yang dilakukan selama aktivitas cepat atau lambat, serta melelahkan atau tidak.


(56)

3. Temporal Demand, merupakan dimensi kebutuhan waktu. Hal ini tergantung dari ketersediaan waktu dan kemampuan menggunakan waktu dalam menjalankan suatu aktivitas. Hal ini berkaitan erat dengan analisis batas waktu yang merupakan metode primer untuk mengetahui apakah subjek dapat menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang diberikan.

4. Performance, merupakan dimensi yang memiliki pengertian tentang seberapa berhasil atau sukseskah pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya yang telah ditetapkan oleh atasannya. Serta apakah pekerja puas dengan performansi dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.

5. Effort, merupakan dimensi usaha dimana seberapa besar usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini usaha yang dilakukan meliputi usaha mental dan fisik.

6. Frustration Demand, merupakan dimensi yang berkaitan dengan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kebingungan, frustasi dan ketakutan selama melaksanakan suatu pekerjaan yang menyebabkan pekerjaan lebih sulit dilakukan dari yang sebenarnya. Pada keadaan stress rendah, orang akan cenderung santai. Sejalan dengan meningkatnya stress, maka terjadi pengacauan konsentrasi terhadap pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi lebih, hal ini disebabkan adanya faktor individual subjek. Faktor-faktor ini antara lain motivasi, kelelahan, ketakutan, tingkat keahlian, suhu, kebisingan, getaran, dan kenyamanan.18

Contoh kuesioner pengukuran beban kerja dapat dilihat pada Lampiran 3. Prosedur pengisiannya juga cukup mudah, dimana para objek penelitian (pekerja

18


(57)

yang bersangkutan) harus memilih indikator mana yang dianggap paling berpengaruh terhadap beban mental dalam penyelesaian pekerjaannya, misal effort

vs mental demand. Setelah para pekerja selesai memilih masing-masing pasangan indikator, selanjutnya pekerja juga diharuskan memilih skala/ skor untuk masing-masing indikator (0-100). Para pekerja diharapkan teliti dan konsisten dalam melakukan pemilihan terhadap masing-masing pasangan indikator dan pemilihan skor untuk masing-masing indikator beban mental tersebut.19

3.6 Job Description

20

Ada beberapa defenisi mengenai job description yang dikeluarkan oleh beberapa ahli, diantaranya Edwin B. Flippo. Dia mendefenisikan job description

sebagai suatu keterangan yang nyata dan teratur dari kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab dari suatu jabatan tertentu. George R. Terry menyatakan bahwa

job description merupakan suatu gambaran tertulis mengenai jabatan seseorang dan mengandung kewajiban-kewajiban, tanggungjawab, pekerjaan yang dilakukan dan perlengkapan yang dipergunakan. Sedangkan menurut Tjeng Bing Tie, job description adalah suatu keterangan sistematis dalam garis besar yang diambil dari catatan-catatan laporan analisa pekerjaan. Jadi, job description dapat didefenisikan sebagai suatu keterangan singkat yang ditulis secara cermat dan teliti mengenai kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab dari suatu jawaban tertentu.

19

Miller, S., 2001, Workload Measures, The University of Iowa, Iowa. Hal 17,41-52 20


(58)

Pada umumnya keterangan-keterangan yang tertulis dalam job description

meliputi dua hal, yaitu:

1. Sifat pekerjaan yang bersangkutan

2. Tipe pekerja yang cocok untuk jabatan itu.

Mengenai hal yang pertama, maka dalam job description harus dimuat antara lain:

a. Nama jabatan,

b. Jumlah pegawai yang memegang jabatan,

c. Ringkasan pekerjaan mengenai tugas dan alat yang digunakan, d. Rangkaian pekerjaan,

e. Keterangan tentang bahan yang dipakai, f. Lama jam kerja, dsb.

Mengenai hal yang kedua yakni tipe pekerja yang cocok untuk jabatan itu, maka harus dimuat antara lain:

a. Jenis kelamin, b. Keadaan fisik, c. Pendidikan, d. Karakter, dsb.21

21


(59)

3.7 Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)22

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.

KKNI terdiri atas 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari jenjang 1 (satu) sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 (sembilan) sebagai jenjang tertinggi. Jenjang kualifikasi KKNI yang dimaksud terdiri atas:

a. jenjang 1 sampai dengan jenjang 3 dikelompokkan dalam jabatan operator; b. jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis;

c. jenjang 7 sampai dengan jenjang 9 dikelompokkan dalam jabatan ahli.

Setiap jenjang kualifikasi pada KKNI memiliki kesetaraan dengan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan, pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan kerja dinyatakan dalam bentuk sertifikat. Sertifikat yang dimaksud dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi. Ijazah merupakan bentuk pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan. Sedangkan sertifikat kompetensi merupakan bentuk pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan kerja. Capaian pembelajaran

22

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indoensia. Hal 4 - 25


(60)

yang diperoleh melalui pengalaman kerja dapat dinyatakan dalam bentuk keterangan yang dikeluarkan oleh tempat yang bersangkutan bekerja.

Penyetaraan capaian pembelajaran yang dihasilkan melalui pendidikan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI terdiri atas:23

a. lulusan SMP setara dengan jenjang 1;

b. lulusan SMA dan SMK setara dengan jenjang 2; c. lulusan Diploma 1 (DI) setara dengan jenjang 3; d. lulusan Diploma 2 (DII) setara dengan jenjang 4; e. lulusan Diploma 3 (DIII) setara dengan jenjang 5;

f. lulusan Diploma 4 (DIV) dan Sarjana (S1) setara dengan jenjang 6; g. lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7;

h. lulusan Magister (S2) dan Spesialis setara dengan jenjang 8; i. lulusan S3 setara dengan jenjang 9;

Kompetensi itu sendiri adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas- tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetesi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Deskripsi jenjang kualifikasi KKNI dapat dilihat pada Lampiran 424

Di PT. PLN (Persero) tim pemetaan kompetensi dibentuk dengan tujuan untuk menganalisa kembali apakah memang kompetensi seorang karyawan sudah

.

23

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Repuplik Indonesia, 2010/2011, Buku Pedoman Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Edisi 1.

24

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik Indonesia, 2010/2011, Kerangka Kualifikasi


(61)

sesuai dengan jabatan yang sekarang diduduk inya. Tim ini sendiri mengacu kepada kerangka kualifikasi nasional Indonesia dan job description dari masing-masing jabatan.

3.8 Penentuan Jumlah Tenaga Kerja25

Penentuan jumlah tenaga kerja dimaksudkan untuk memperoleh jumlah dan jenis tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan guna mencapai tujuan organisasi. Penentuan jumlah tenaga kerja menyangkut tentang jumlah maupun mutu tenaga kerja yang diinginkan sesuai persyaratan jabatan yang ada.

Jumlah tenaga kerja dibutuhkan = x jumlah tenaga kerja tersedia

Setelah dilakukan penentuan jumlah tenaga kerja, hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menetapkan kompetensi yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja tersebut berdasarkan job description untuk jabatan yang akan didudukinya yang ada pada suatu perusahaan. Komptensi ini berkaitan dengan knowledge, skill dan

attitude.

25

Martoyo,S.,2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hal 29-30


(62)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut yang bergerak di bidang penyaluran listrik. Perusahaan ini berlokasi di Jl. KL. Yos Sudarso Lr. XII No. 6 Medan. Penelitian ini dilakukan pada sub bagian SCADA dan fasilitas telekomunikasi. Penelitian berlangsung selama 6 bulan.

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan atau menguraikan aspek-aspek dalam pengukuran beban kerja.

4.3 Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang dikaji adalah beban kerja pegawai PT. PLN (Persero) P3B Sumatera UPB Sumbagut, bagian fasilitas operasi sub bagian SCADA yang berjumlah 3 orang, dan sub bagian telekomunikasi 3 orang.


(63)

4.4 Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari (Sinulingga, 2011): 1. Beban kerja.

2. Kompetensi. 3. Jumlah karyawan

4.5 Kerangka Berfikir

Inti permasalahan dalam penelitian ini adalah tingginya beban kerja yang dialami oleh karyawan sehingga perlu dilakukan analisa terhadap jumlah karyawan yang ada, apakah perlu dilakukan penambahan atau tidak, dengan juga melihat kompetensi yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut. Tingginya beban kerja tersebut diakibatkan dari besarnya dampak yang ditimbulkan dari keterlambatan-keterlambatan penyelesaian tugas diantaranya adalah keterlambatan penormalan saat terjadi gangguan pada peralatan scada dan teleinformasi data, dispatcher tidak dapat membaca sistem di satu area (gardu induk) sehingga pengaturan sistem demand dan supply menjadi terhambat dan sebagainya. Oleh karena itu dilakukan pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode NASA-TLX dan work sampling. Kemudian dihitung jumlah karyawan optimal yang dibutuhkan dan pemetaan kompetensi dengan melihat job description.


(1)

aman, mutu terjaga dengan biaya yang ekonomis sesuai rencana operasi yang diterbitkan bidang perencanaan.

Kegiatan:

a. Memantau operasi pembangkitan agar optimal.

b. Memantau pemulihan gangguan pembangkit & penyaluran / SUTT. c. Membuat laporan gangguan Pht, Kit, TD.1,2 Mabar.

d. Memantau laporan kondisi sistem setiap hari.

e. Memantau hasil kirim terima transfer energi dari ke Inalum. f. Melaporkan gangguan peralatan SOD/STL

g. Merancang jadwal dinas operator dan piket penyelia setiap bulan

22. Assistant Engineer Pengendalian Operasi Real time

Bertanggungjawab melaksanaan tugas pengaturan operasi real time sistem pembangkitan dan penyaluran dengan kaidah efisien, aman dan andal.

Kegiatan:

a. Mengendalikan pembebanan pembangkitan secara optimal sesuai rencana operasi harian.

b. Memantau dan mengendalikan pembebanan penghantar.

c. Melaksanakan pencatatan data-data kondisi operasi real time ke dalam format laporan.

d. Melakukan pengaturan transfer daya dari dan ke Inalum sesuai notice yang disepakati.

e. Memulihkan gangguan sistem sesuai SOP yang berlaku.

f. Melaksanakan switching pekerjaan terencana sesuai instruksi kerja yang diterbitkan oleh bidang perencanaan.

g. Melaksanakan langkah SOP defisit, bila terjadi defisit pembangkitan.

23. Junior Engineer Pengendalian Operasi Real time

Bertanggungjawab melaksanaan tugas pengaturan operasi real time sistem pembangkitan dan penyaluran dengan kaidah efisien, aman dan andal.


(2)

a. Mengendalikan pembebanan pembangkitan secara optimal sesuai rencana operasi harian.

b. Memantau dan mengendalikan pembebanan penghantar.

c. Melaksanakan pencatatan data-data kondisi operasi real time ke dalam format laporan.

d. Melakukan pengaturan transfer daya dari dan ke Inalum sesuai notice yang disepakati.

e. Memulihkan gangguan sistem sesuai SOP yang berlaku.

f. Melaksanakan switching pekerjaan terencana sesuai instruksi kerja yang diterbitkan oleh bidang perencanaan.

g. Melaksanakan langkah SOP defisit, bila terjadi defisit pembangkitan.

24. Assistant Manajer Administrasi dan Umum

Bertanggungjawab mengelola fungsi Sekretariat, SDM & Diklat, Keuangan dan Akuntansi untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan.

Kegiatan:

a. Merencanakan kegiatan bidang Keuangan, SDM dan Adminidtrasi.

b. Mengendalikan dan mengevaluasi pekerjaan fungsi Sekretariat meliputi tata laksana surat, penerbitan SPPD, fasilitas sarana kantor, ATK, pengamanan lingkungan dan kenderaan dinas.

c. Merencanakan dan mengkoordinir usulan anggaran sebagai bahan penyusunan RKAP.

d. Merencanakan dan mengendalikan pekerjaan fungsi SDM & Diklat, meliputi data, daftar pembayaran penghasilan, penerbitan SK mutasi, usulan penilaian kenaikan peringkat/berkala, kesejahteraan pegawai, tunjangan emolumen, pelaporan SIPEG, dan Diklat

e. Mengelola pekerjaan fungsi Anggaran & Keuangan, meliputi perencanaan dan pengajuan anggaran, pengendalian pembayaran, cash flow, realisasi anggaran, monitoring SKKO/SKKI serta penerimaan, penyetoran dan pelaporan pajak.


(3)

f. Mengendalikan dan mengevaluasi tata usaha gudang (TUG), pengadaan langsung dan permintaan pengadaan barang.

g. Menganalisa dan mengevaluasi pekerjaan fungsi Akuntansi, meliputi laporan keuangan secara periodic (Neraca, Laba Rugi & Informasi Tambahan), tata usaha keuangan gudang (TUKG), ITO, AT/PDP.

h. Menilai Sistem Unjuk Kerja Individu ( SMUKI ) bawahannya. i. Membuat laporan secara periodik kepada atasan.

25. Supervisor SDM dan Sekretariat

Bertanggungjawab melaksanakan pekerjaan fungsi Sekretariat, meliputi Tata Laksana Surat dan Kearsipan, Perpustakaan, Dokumentasi, Kerumahtanggaan, SPPD, Keamanan/ketertiban dan Kenderaan Dinas serta penyusunan RKAP Pos 53 dan 54 untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan.

Kegiatan:

a. Merencanakan program kerja tahunan b. Memonitor agenda surat masuk dan keluar.

c. Memantau kebutuhan dan kelengkapan perpustakaan. d. Memonitor momen-momen penting untuk didokumentasi. e. Memantau dan mengusulkan kebutuhan sarana rumah tangga. f. Memantau dan mengawasi pembuatan SPPD

g. Memonitor Laporan Keamanan dan Keteriban lingkungan kantor dan GI. h. Memantau dan mengawasi penggunaan dan pemeliharaan Kenderaan

Dinas.

i. Merancang RKAP biaya Pegawai (Pos 53 dan 54) j. Memantau kebersihan lingkungan kantor.

26. Supervisor Keuangan dan Akuntansi

Bertanggungjawab melaksanakan pekerjaan fungsi anggaran & keuangan, meliputi laporan cash flow dan monitoring untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan.


(4)

Kegiatan:

a. Merancang program kerja tahunan b. Memantau Anggaran yang di biayakan c. Melaksanakan verifikasi bukti kas

d. Memonitoring pekerjaan SKKO & SKI di unit

e. Merencanakan dan mengusulkan pengembangan SDM bawahannya f. Menilai Sistem Unjuk kerja Individu ( SMUKI ) bawahannya g. Membuat Rekonsiliasi Bank

h. Melaksanakan pengiriman laporan realisasi anggaran rutin dan non rutin ke i. PT PLN (Persero) P3B Sumatera.

27. Supervisor Logistik dan Umum

Bertanggungjawab melaksanakan pekerjaan fungsi logistik meliputi tata usaha gudang (TUG), pengadaan langsung dan permintaan pengadaan barang untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan.

Kegiatan:

a. Merencanakan program kerja tahunan.

b. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Tata usaha gudang (TUG). c. Memantau laporan persedian gudang.

d. Memonitor proses pengadaan barang langsung. e. Menindaklanjuti permintaan barang.

f. Mengelola Tata Laksana Gudang

g. Merencanakan dan mengusulkan pengembangan SDM bawahannya. h. Menilai Sistem Unjuk Kerja Individu (SMUKI) bawahannya.

28. Assistant Officer Logistik dan Umum

Bertanggungjawab Melaksanakan pekerjaan fungsi Logistik meliputi Tata usaha gudang (TUG) untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan. Kegiatan:


(5)

b. Melaksanakan pencatatan Mutasi Harian Barang / Material (TUG.1 & TUG.2)

c. Melakukan pencatatan TUG Penerimaan dan Pengeluaran Barang d. Mengarsipkan Dokumen Tata Usaha Gudang

e. Mendistibusikan Bon Gudang.

f. Menyampaikan Stock Persediaan Gudang g. Menghimpun Barang-barang Bekas.

h. Melakukan Pencatatan Daftar Permintaan Barang (TUG.5) i. Mendistribusikan Pengeluaran Barang.

j. Melakukan Pencatatan Berita Acara pemeriksaan barang. k. Memelihara barang-barang di gudang.

l. Mengelompokkan Barang-barang di gudang.

29. Junior Officer Logistik dan Umum

Bertanggungjawab melaksanakan pekerjaan fungsi Logistik meliputi Tata usaha gudang (TUG) untuk mendukung tercapainya sasaran kinerja perusahaan. Kegiatan:

a. Melakukan Pencatatan Laporan Persediaan Barang/Material.

b. Melaksanakan pencatatan Mutasi Harian Barang / Material (TUG.1 & TUG.2)

c. Melakukan Pencatatan TUG Penerimaan dan Pengeluaran Barang d. Mengarsipkan Dokumen Tata Usaha Gudang

e. Mendistibusikan Bon Gudang.

f. Menyampaikan Stock Persediaan Gudang g. Menghimpun Barang-barang Bekas.

h. Melakukan Pencatatan Daftar Permintaan Barang (TUG.5) i. Mendistribusikan Pengeluaran Barang.

j. Melakukan Pencatatan Berita Acara pemeriksaan barang. k. Memelihara barang-barang di gudang.


(6)

30. Assistant Analyst Pengadaan Barang dan Jasa

Bertanggungjawab mengelola tata usaha material pemeliharaan proteksi, meter, Scada & Telekomunikasi serta prasarana & sarana pendukungnya, dengan berpedoman kepada aturan baku di PLN untuk mendapatkan kinerja yang optimal. Kegiatan:

a. Menganalisa hasil pengumpulan & pemutakhiran data material agar tersedia data yang akurat.

b. Mengendalikan pemakaian material Eks. ATTB andal agar tersedia data material Eks. ATTB andal.

c. Mengelola administrasi pergudangan agar sesuai dengan aturan yang berlaku.

d. Mengkoordinir transportasi material gudang (cadang & PDP) & ATTB sesuai alokasi rencana penempatannya agar keselamatan dan keutuhan barang terjamin sampai di tempat tujuan.

e. Mengkoordinir pelaksanaan pemeliharaan sarana & prasarana gudang agar matrial dan peralatan gudang aman dan terawat.

f. Merancang laporan secara berkala sesuai bidang tugasnya sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan tugas.

g. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan langsung sesuai lingkup tugas, tanggung jawab dan kompetensinya.

31. Engineer Local Coach OPI

Bertanggungjawab dalam upaya peningkatan kinerja yang bersifat jangka panjang. Kegiatan:

a. mendukung lini untuk menghasilkan dampak positif dalam kinerja mereka. b. mencapai keberlanjutan peningkatan kinerja dalam jangka panjang. 32. Assistant Engineer Local Coach OPI

Bertanggungjawab membantu atasan secara langsung dalam upaya peningkatan kinerja lini yang bersifat jangka panjang.

Kegiatan:

a. mendukung lini untuk menghasilkan dampak positif dalam kinerja mereka. b. mencapai keberlanjutan peningkatan kinerja dalam jangka panjang.