Latar Belakang Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

Betti Agustina : Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMTP Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, 2009. USU Repository © 2009 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia SDM yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat atau keluarga yang optimal. Untuk mencapai visi gizi terutama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan beberapa strategi dan langkah-langkah penanggulangan masalah gizi di Indonesia, antara lain adanya Pedoman Penanggulangan Gizi Buruk PPGB. Dinkes, 2006 Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada rentang waktu ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi Sanoesi, 2003. Betti Agustina : Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMTP Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, 2009. USU Repository © 2009 Gangguan pertumbuhan yang muncul pada anak umur 6 bulan disebabkan oleh praktek pemberian makanan pendamping Air Susu Ibu MP-ASI yang tidak memenuhi kebutuhan gizi tubuh baik zat gizi makro energi dan protein maupun zat gizi mikro seperti Zinc, zat besi, iodium dan vitamin. MP-ASI mulai diperlukan oleh bayi sebagai sumber makanan lain pada usia 4 atau 6 bulan. Fungsi MP-ASI yang penting untuk pertumbuhan yang baik dan menghambat penurunan status gizi ini menyebabkan MP-ASI harus memiliki persyaratan gizi tertentu serta diberikan pada waktu dan jumlah yang tepat Rochyani, dkk, 2007. Kelambanan Indonesia menangani gizi makro dalam bentuk gizi kurang dan gizi buruk ada kaitannya dengan kebijakan program gizi yang masih mengutamakan pangan, makanan dan konsumsi sebagai penyebab utama masalah gizi. Akibatnya program gizi lebih sering menjadi program sektoral yang masing-masing berdiri sendiri dengan persepsi berbeda mengenai masalah gizi dan indikatornya. Untuk menangani masalah gizi makro, khususnya kurang energi dan protein titik tolak kebijakannya terletak pada adanya pertumbuhan dan status gizi anak yang tidak normal menjadi normal atau lebih baik Hadi. H, dkk, 2000. Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang drastis, akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan perkapita turun. Hal ini berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi makanan dan terjadi perubahan pola makan yang dapat meningkatkan prevalensi gizi kurang dan buruk. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk mulai meningkat pada usia Betti Agustina : Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMTP Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, 2009. USU Repository © 2009 6-11 bulan dan mencapai pada puncaknya pada usia 12-23 bulan dan 24-35 bulan. Di negara-negara ASEAN pada tahun 1990-1997 prevalensi gizi buruk pada anak balita hanya berkisar antara 1-5 Soekirman, 2000. Di Indonesia prevalensi gizi buruk pada balita menurut BBU pada tahun 2002 adalah 8,0 dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan meningkat pada tahun 2003 yaitu 8,3 dengan jumlah balita 18.608.762 orang Hayatinur. E, 2006. Berdasarkan data program Perbaikan Gizi masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Riau, prevalensi status gizi buruk pada balita di 9 Kabupaten dan 2 Kotamadya Provinsi Riau tahun 2007 di peroleh prevalensi sebesar 3,3 , prevalensi gizi kurang sebesar 11,8. Kabupaten Rokan Hulu terdiri dari empat belas kecamatan dengan jumlah penduduk 382.489 jiwa dengan jumlah Balita 51.254 jiwa dan jumlah Bayi 9.945 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk diwilayah Puskesmas Tambusai atau Kecamatan Tambusai 42.989 jiwa dan jumlah Balita 4.643 jiwa dan jumlah Bayi 1.116 jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, 2007. Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, Prevalensi gizi buruk tahun 2007 berdasarkan indikator BBTB sebesar 2,88 dan prevalensi gizi kurang sebesar 9,21. Sedangkan berdasarkan indikator BBU diperoleh prevalensi status gizi buruk sebesar 6,4 dan gizi kurang sebesar 17,5. Status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tambusai pada tahun 2007 berdasarkan TBU diperoleh gambaran bahwa anak yang memiliki tinggi badan sangat pendek sebesar 3,3, tinggi badan pendek sebesar 7,0 dan tinggi badan normal sebesar 89,7 Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, 2007. Betti Agustina : Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMTP Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, 2009. USU Repository © 2009 Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka memperbaiki status gizi balita di Indonesia untuk mencegah terjadinya gizi kurang dan sekaligus mempertahankan gizi baik di keluarga miskin program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan JPS-BK tahun 2002 telah mendistribusikan makanan pendamping ASI dengan sasaran bayi berusia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan pada usia 6-11 bulan anak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga diperlukan gizi untuk dapat tumbuh kembang secara optimal. Permasalahan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga miskin karena ketidakmampuan keluarga menyediakan dan memberikan makanan pendamping ASI yang memenuhi kebutuhan gizi baik Depkes RI, 2002. Dari hasil pengamatan, Pemerintah sangat menaruh perhatian besar khususnya pada pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak usia 6-24 bulan dimana saat ini yang rawan status gizi yang perlu mendapat perhatian dari orangtua. Mengingat masih tingginya prevalensi gizi kurang dan buruk pada bayi dan anak usia 12-24 bulan tahun 2005 kepada keluarga miskin diberikan bantuan MP-ASI bubur untuk bayi 6-11 bulan dengan rasa beras merah, kacang hjau dan pisang serta MP-ASI biskuit untuk anak 12-24 bulan. Dengan pemberian MP-ASI diharapkan terjadi peningkatan dalam hal pengetahuan gizi ibu, status gizi bayi dan anak didaerah masing-masing. Upaya penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk, Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu melalui pendanaan P-APBD Tahun 2008 dengan pemberian makanan tambahan bagi anak balita gizi buruk umur 6 – 11 bulan berupa bubur susu SGM sebanyak 45 kotak dan balita umur 12 – 59 bulan berupa susu bubuk SGM Betti Agustina : Status Gizi Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan PMTP Di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau, 2009. USU Repository © 2009 sebanyak 30 kotak yang diberikan selama 3 bulan. Program PMT gizi kurang dan gizi buruk merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status gizi anak balita di Kabupaten Rokan Hulu. Tujuan PMT adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi Balita kurang dan gizi buruk Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu, 2008. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Tambusai Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.

1.2. Rumusan Masalah