86
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Teknik Pengumpulan Data
Ayatrohaedi 1983:43–44 mengatakan bahwa untuk menyusun daftar tanyaan boleh dilakukan dengan berbagai cara, yaitu satu dengan mengabjadkan dalam bahasa
pengantar. Dua, disusun sesuai dengan medan makna. Untuk penelitian ini tanyaan disusun dalam bahasa Indonesia dengan abjad karena dalam kondisi tertentu daftar
tanyaan bisa saja lebih baik digunakan dan disusun sesuai dengan abjad dalam bahasa Indonesia untuk mempermudah kata yang akan ditanyakan. Kadang-kadang bisa saja
ditemukan bahwa informan mendapat kesulitan untuk menemukan padanan kata yang sudah disusun menurut medan makna sehingga menimbulkan rasa bosan.
Ayatrohaedi 1983 menambahkan bahwa ada kalanya si informan yang membuat ahli bahasa terkendala sewaktu meneliti yang penyebabnya berasal dari informan.
Dalam hal ini menyangkut arti kata yang ditanyakan kepadanya dan dia tidak dapat membeikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya
Lauder 1990:44–45 menegaskan bahwa teknik untuk mendapatkan data dari informan memerlukan sejumlah gambar ataupun bendanya langsung kepada informan
untuk kata benda serta gambar warna. Lauder 1990:47 dan Ayatrohaedi 1979:40– 41 mengatakan bahwa daftar tanyaan tersebut boleh dikelompokkan sesuai medan
makna dan di setiap kelompok medan makna disusun secara alpabetis. Boleh ditulis secara abjad, tetapi peneliti harus yakin bahwa di masing-masing daerah tempat
penelitian tidak mengalami kesulitan dalam hal memberikan padanannya.
Universitas Sumatera Utara
87 Penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif sebagai utama dan kuantitatif untuk menentukan jarak peta yang dibandingkan. Sumber data ialah beberapa informan, yaitu tiga orang dari masing-
masing desa daerah titik pengamatan. Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai bahan analisis, peneliti sudah mempersiapkan sejumlah daftar kata di dalam
bahasa Indonesia menurut daftarkata Swadesh untuk meneliti kekerabatan bahasa yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, dan ditambah dengan kosa kata yang dianggap
perlu ditanyakan padanannya kepada para informan di dalam bahasa Karo. Sewaktu para informan memberikan padanan dari kata tersebut maka peneliti langsung
merekam dan mencatatnya. Setelah data dapat dikumpulkan sesuai dengan rencana, maka sebelum
dianalisis akan dilakukan terlebih dahulu tabulasi data. Teori yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian ini ialah teori dialektologi yang dikembangkan
oleh Ayatrohaedi di Indonesia semenjak 1979. Dia mengatakan bahwa pembeda
dialek dapat terjadi pada tingkat fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis, dan semantik.
Walau demikian halnya penelitian ini mengambil dan meneliti data fonologi dan leksikon saja. Data penelitian dialektologi boleh berupa tulisan dan
lisan, tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan data lisan karena
tulisan yang menggunakan bahasa Karo hanya dapat ditemukan pada surat undangan pesta pernikahan, memasuki rumah baru, dan dukacita. Trudgil 1986 dan Chambers
1980 juga memberikan langkah-langkah untuk mengadakan suatu penelitian dialektologi serta mereka juga memberikan teknik yang tidak bertentangan dengan
Universitas Sumatera Utara
88 pernyataan yang telah dikemukakan oleh Ayatrohaedi. Adapun langkah-langkah yang
harus dilaksanakan untuk melaksanakan penelitian ini ialah observasi, survey, menetapkan desa daerah titik pengamatan, menetapkan informan, pengambilan data,
tabulasi data, analisis data, menerjemahkan hasil analisis data, memberi hasil interpretasi analisis data, memetakan data, memperbaiki hasil laporan penelitian
sesuai anjuran para promotor, dan membuat laporan akhir sebagai hasil penelitian disertasi.
Untuk melengkapi data sebagai bahan analisis dibuat daftar tambahan kosa kata yang tidak terdapat pada daftar kosa kata yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa.
Untuk ini peneliti mengumpulkan keterangan-keterangan lain dengan mencatat, mengamati, serta merekamnya. Hal tersebut ada yang berkaitan dengan adat istiadat
serta alam dan lingkungan. Dalam pengumpulan data yang diperlukan peneliti tidak menggunakan
angket. Hal itu disebabkan pada masih banyaknya myarakat asli penutur bahasa Karo yang berdomisili di desa, dan mereka tidak memahami bahasa Indonesia dengan baik.
Di samping kesadaran mereka masih rendah. Selain itu mereka juga tidak paham akan penggunaan simbol-simbol fonetik. Kondisi mayarakt Karo yang masih demikian
dapat menjadi kendala untuk mendapatkan data yang diperlukan. Langkah ataupun strategi untuk mendapatkan data dari para narasumber,
seorang peneliti dituntut untuk mempunyai sifat yang sabar dan ramah. Penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dalam hal pengumpulan data agak berbeda.
Nampaknya pengetahuan yang memadai tentang linguistik dan kebudayaan dituntut
Universitas Sumatera Utara
89 untuk dimiliki oleh peneliti lapangan yang sesuai dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Ada saja kemungkinan yang membuat ahli bahasa terkendala sewaktu meneliti yang penyebabnya berasal dari informan. Sudah dapat dipastikan bahwa
setiap individu informan akan mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda, kadang- kadang ada yang cenderung memberikan informasi yang pelik, kadang ada juga yang
kurang mengena tingkah lakunya terhadap peneliti, hal ini harus diterima dengan lapang hati dan sabar.
Sebagai contoh yang dihadapi oleh peneliti sewaktu mengambil data ialah bahwa para informan hanya mempunyai waktu di malam hari, berhubung di waktu
siang mereka semuanya pergi ke ladang. Kadang-kadang pada saat yang sudah dijanjikan kebetulan listrik tidak nyala karena di lokasi tempat penelitian tersebut
sedang giliran pemadaman. Untuk kejadian semacam itu perlu dibuat lagi janji untuk pertemuan berikutnya. Biarpun penerangan sedang bersahabat para informan selama
tiga jam atau 180 menit akan merasa lelah sehingga dapat mengakibatkan rasa bosan. Jadi, peneliti bisa mengadakan wawancara dengan para informan pada pukul 19.00
sampai pukul 20.00 untuk termen pertama. Selanjutnya, dan termen kedua akan dimulai pada pukul 21.00 dan akan berakhir pada pukul 23.00. Pukul 20.00 sampai
dengan 21.00 biasanya mereka gunakan untuk makan malam. Dalam hal pemerolehan data penelitian yang difokuskan pada “kosa kata”
untuk menemukan variasi dalam hal leksikon dan fonologi baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan akan berkaitan langsung dengan daftar tanyaan yang sudah disiapkan.
Daftar pertanyaan yang dipersiapkan pada dasarnya merupakan daftar tanyaan
Universitas Sumatera Utara
90 leksikon. Pada saat menyusun daftar kosa kata yang akan ditanyakan kepada para
informan peneliti menanyakannya secara alfabetis. Dengan demikian peneliti akan lebih mudah untuk melaksanakan wawancara kepada informan. Setiap data yang
diambil langsung akan ditabulasi. Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dari satu informan, peneliti berupaya lagi untuk menanyakannya kepada informan lain di
desa yang sama. Untuk itu peneliti harus mengadakan perjanjian dengan para informan.
Daerah titik pengamatan suatu penelitian geografi dialek sangat penting diukur keabsahannya. Bila ada kekeliruan, maka data yang diperoleh tidaklah dapat
mewakili populasi sehingga hasil penelitian yang dilakukan tidak akan akurat. Suatu lokasi daerah titik pengamatan untuk suatu penelitian dianggap sudah memadai
apabila tempatnya tidak di kota dan tidak terdapat banyak etnis lain yang tinggal di desa tersebut. Desa yang sudah dipilih sebagai desa titik pengamatan tempat
penelitian adalah suatu desa yang tua. Juga desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan dianggap sudah dapat mewakili desa yang lain.
Untuk menentukan atau pun memilih suatu desa untuk dapat dijadikan sebagai daerah titik pengamatan ada dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
Peneliti dalam hal ini menggunakan cara kualitatif. Adapun kriteria yang dianjurkan untuk kualitatif ialah bahwa untuk menetapkan suatu desa sebagai daerah titik
pengamatan harus sudahmemiliki dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1 desa yang dijadikan sebagai daerah titik pengamatan tersebut tidak bertetangga
dengan kota besar,
Universitas Sumatera Utara
91 2 desa tersebut mempunyai mobilitas penduduk yang relatif rendah penduduknya
jarang bepergian ke luar daerah, 3 jumlah penduduk desa tersebut tidak melebihi 6.000. jiwa, dan
umur desa tersebut tidak boleh kurang dari tiga puluh tahun. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka ditetapkanlah lokasi
penelitian di tiga kabupaten yang berbeda, yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Deli Serdang. Di masing-masing kabupaten sudah
ditetapkan sebanyak enam wilayah kecamatan, dan untuk masing-masing kecamatan ditetapkan satu buah desa sebagai daerah titik pengamatan. Adapun desa yang sudah
ditetapkan sebagai desa daerah titik pengamatan ialah 1 Nageri, 2 Kinangkong, 3 Lau Buluh, 4 Selandi, 5 Seberaya, 6 Dokan, 7 Sikeben, 8 Penen, 9 Talun
Kenas, 10 Namo Rambe, 11 Pasar Sepuluh, 12 Gunung Tinggi, 13 Telagah, 14 Tanjung Merahe, 15 Garunggang, 16 Kuta Gajah, 17 Parangguam, dan 18
Lau Damak. Sumber data penelitian geografi dialek bahsa Karo ini adalah penutur asli
bahasa Karo yang berdomisili di desa daerah titik pengamatan. Para informan yang sudah ditetapkan sebagai sumber data sudah dianggap representatif karena mereka
diperkirakan dapat memberikan informasi yang lengkap terhadap bahasa yang diteliti dan sudah memenuhi keriteria untuk dijadikan sebagai informan.
Keakuratan penelitian akan berkaitan erat dengan informasi yang diberikan oleh para informan di lapangan pada saat peneliti mewawancarainya. Para informan
yang dipilih adalah yang berusia 45 sampai dengan 60 tahun. Jenis kelamin informan
Universitas Sumatera Utara
92 juga sudah ditetapkan laki-laki karena laki-laki dianggap lebih informatif dibanding
kaum perempuan dalam memberikan informasi. Di samping umur, alat ucap para informan juga harus diperhatikan, tidak boleh cacat alat bicara, tidak mempunyai
kumis yng tebal, dan minimal tiga generasi kelahiran desanya. Informan tersebut harus beristrikan perempuan kelahiran desanya berturut-turut selama tiga generasi.
Informan tidak dapat dipilih bila dia mempunyai istrinya yang bukan kelahiran desa tempat pengamatan karena bahasa suaminya bisa dipengaruhi. Bila ada informan
yang sumbing ataupun mempunyai gigi yang tidak lengkap maka bunyi suara yang mereka ucapkan juga tidak akan jelas, apalagi sempurna. Untuk penelitian geografi
dialek keberadaan informan akan dapat menentukan keabsahan data yang diberikan kepada peneliti.
Untuk menanggulangi kemungkinan-kemungkinan yang mengakibatkan terdapatnya data yang salah, maka peneliti juga mencari informan yang tiga hingga
empat generasi ke belakang tidak ada yang kawin campur dengan suku lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia serta nenek maupun kakeknya adalah penutur
asli bahasa Karo. Walaupun semua informan yang digunakan sebagai sumber informasi adalah laki-laki, tidak ada yang mempunyai kumis yang tebal, dan juga
tidak ada yang tuli. Boleh diketahui bahwa tiga atau empat generasi ke belakang dimaksud tadi tetap bertempat tinggal di desa itu.
Memang bila dilihat dari sudut pandang demokrasi bahwa wanita juga dapat dijadikan sebagai informan, tetapi jika masih bisa, untuk penelitian geografi dialek
sebaiknya digunakan laki-laki. Peneliti dalam hal ini mengikuti ide Kuratek
Universitas Sumatera Utara
93 1939:43, yaitu menetapkan bahwa semua informan adalah laki-laki. Kuratek
1939:43 berkata “….they should be made because in the western nations women’s speak tends to be more self–consious than men’s….” Orton 1962:15 berkata “….. in
this country England men speak the vesicular more frequently, more consistently, and more genuienly than women, and the same could be true elsewhere”.
Sebagaimana diketahui bahwa penelitian geografi dialek pada awalnya banyak dilakukan di negara Eropa. Mereka menegaskan agar untuk mengadakan
penelitian serupa, janganlah menggunakan informan wanita, tetapi pakailah informan laki-laki. Perempuan dianggap kurang tepat untuk dijadikan sebagai sumber
informasi karena perempuan mempunyai bahasa yang hiperkorek. Bahasa bukanlah milik seseorang, melainkan milik masyarakat pengguna
bahasa untuk berkomunikasi, untuk pencapaian maksud idividu, oleh karena itu peneliti geografi dialek tidak menggunakan satu atau dua orang informan, tetapi
minimal tyiga orang di setiap titik pengamatan. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini, peneliti menetapkan tiga orang informan di setiap desa titik pengamatan.
Dalam hal pengumpulan data yang dibutuhkan untuk bahan analisis, peneliti menghabiskan waktu selama delapan belas bulan, yaitu dimulai dari bulan Mei 2007
sampai dengan September 2008. Adapun langkah-langkah untuk pengumpulan data ialah :
1 Menyusun daftar tanyaan untuk semua desa yang dijadikan sebagai titik pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
94 2 Mencetak daftar tanyaan tersebut sebanyak delapan belas kopi, yaitu satu kopi
untuk masing-masing desa titik pengamatan, mengunjungi informan ke desanya masing-masing.
3 Menanyakan padanan kata yang ada pada daftar tersebut kepada para informan.. 4 Sewaktu informan mengatakan padanan kata tersebut, maka peneliti langsung
mencatat lafal yang diucapkan oleh informan di samping rekaman yang dilaksanakan dalam waktu yang sama. Cara untuk mendeskripsikan ucapan
para informan digunakan lambang fonetik yang diterbitkan oleh IPAS International Phonetic Association Symbols. Dengan demikian maka peneliti
dapat langsung melaksanakan tabulasi .
4.2 Teknik Analisis