Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat

(1)

VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI

KABUPATEN KARO, DELI SERDANG,

DAN LANGKAT

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam ilmu Linguistik padda Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara

Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K) dipertahankan pada tanggal 19 Oktober 2009

di Medan, Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEKOLAH PASCA SARJANA

Matius C.A. Sembiring NIM 058107009/Ling

SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK

MEDAN 2009


(2)

VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI

KABUPATEN KARO, DELI SERDANG,

DAN LANGKAT

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam ilmu Linguistik padda Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka pada:

Hari : Senin

Tanggal : 19 Oktober 2009 Pukul : 09.00.WIB

Oleh

Matius C.A. Sembiring NIM 058107009/Ling


(3)

Judul Disertasi

: VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI

KABUPATEN KARO, DELI SERDANG,

DAN LANGKAT

Nama Mahasiswa : Matius C.A. Sembiring NIM : 058107009

Program Studi : Linguistik

Menyetujui: Komisi Pembimbing,

Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Promotor

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum.

Co-Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Diuji pada Ujian Akhir Disertaasi (Promosi Doktor)

Tanggal 19 Oktober 2009

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Anggota : 1. Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D. 2. Prof. Dr. Jawasi Naibaho, M.Hum. 3. Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D 4. Prof. Effendi Barus, Ph.D

5. Prof. Paitoon M. Chaiyanara, Ph.D 6. Prof. Dr. Hj. Nadra, M.S.

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universsitas Sumatera Utara

Nomor : 6630/H5.1.R/SK/SPB/SK/2009 Tanggal : 31 Agustus 2009


(5)

TIM PROMOTOR:

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D.


(6)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI:

Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D

Prof. Effendi Barus, Ph.D

Prof. Paitoon M. Chaiyanara, Ph.D


(7)

Karya ini saya persembahkan kepada: Ayah dan Ibu: Rakap Sembiring Milala (alm) Dem beru Karo-Karo Sitepu (alm) Istri dan anak: Maslina br Perangin-angin Bangun, SPd. Masrita beru Sembiring Milala, SE dan Valentinus Tarigan, SPd. Boy Sukandi Sembiring Milala, Amd.P. Madelisa beru Sembiring Milala Mungrosuta Sembiring Milala Aminna kai gia Pendahindu tah pe Agamandu

ula kam lupa lima penggurun jelma manusia: Ate, pegu, piah, pusuh, ras bage kepe.

Adi mesera babandu enggeluh, ula kam perpusuh. Ula kam tertaren-taren, gundari pe lengabo melawensa,

emakana labo dalih. Share everything.

Play fair. Don’t hit people.

Put things back where you found them. Clean up your own mess. Don’t take things that aren’t yours. Say sorry when you hurt somebody.

Wash your hands before you eat. Flush.

Warm cookies and cold milk are good for you.

Live a balance life - learn some and think some and draw and paint and sing and dance and play and work every day some.

Take a nap every afternoon.

When you go out into the world, watch out for traffic, hold hands, and stick together. Be aware of wonder.

Remember the little seed in the Styroform cup: the roots go down and the plant goes up and nobody really knows how or why, but we all like that.

Goldfish and hamsteers and white mice and even the little seed in the Styroform cup – they all die.

So do we.

And then remember the Dick and Jane books and the first word you learned

the biggest word of all LOOK.

Quoted from Robert Fulghun, All I really need to know I learned in kindergarten, Ballantine Books, New York, 1988, pages 4 and 5.


(8)

Kata Pengantar

Syukur dan puji diucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pemurah dan Pengasih atas segala berkat dan rahmat yang diberikan-Nya kepada peneliti, sehingga laporan disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana diharapkan dan direncanakan.

Pertama sekali, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. (Promotor), Prof. Amrin Saragih, M.A., Ph.D., (Co-promotor), dan Prof. Dr. Jawasi Naibaho (Co-promotor) atas semua kesabaran, ketelitian, dan pengarahan maupun bimbingan selama penulisan proposal hingga disertasi ini selesai. Tanpa arahan dan bimbingan yang terpadu diberikan kepada peneliti selama ini, tentu disertasi ini tidak akan berakhir pada tahap penyelesaian.

Dalam kesempatan ini peneliti tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K), Rektor USU yang telah memberikan waktu, izin, dan subsidi untuk mengikuti program S-3 di Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. (Direktur Sekolah Pascasarjana USU), Prof. Tengku Silvana Sinar, Ph.D., M.A. (Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana USU), Wan Syaifuddin, Ph.D. (Dekan Fakultas Sastra USU) atas bantuan moril yang diberikan yang sifatnya dapat menunjang kegiatan perkuliahan hingga penyelesaian disertasi ini.

Kepada Prof. Paitoon Chaiyanara, Ph.D. sebagai Koordinator Supervisor Sandwich Program di NTU (Nanyang Technology University) Singapore dan penguji sebagai Komisi luar. Selama kegiatan Sandwich Program berjalan, peneliti diberikan bimbingan untuk melaksanakan penelitian untuk dapat dijadikan disertasi.


(9)

Selanjutnya kepada anggota komisi penguji luar, Prof. Dr. Nadra, M.S. diucapkan terima kasih banyak karena beliau telah banyak mengoreksi dan memberikan masukan demi kesempurnaan disertasi ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seangkatan dalam perkuliahan gelombang pertama, pada program S-3 Linguistik di Sekolah Pascasarjana USU. Dalam hal pelaksanaan penelitian disertasi ini banyak sekali orang yang sudah memberikan bantuan moral ataupun material. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih karena tanpa partisipasi mereka disertasi ini tidak akan selesai seperti yang ada sekarang ini.

Di satu sisi, peneliti menyampaikan terima kasih kepada Almarhum Prof. Tengku Amin Ridwan, M.A, Ph.D. atas segala usaha dan jasanya untuk membuka program S-3 linguistik di Sekolah Pascasarjana USU. Perasaan sayang melintas di benak peneliti karena Beliau tidak dapat melihat anak didiknya menyelesaikan studinya. Peneliti tidak lupa berdoa agar arwahnya dapat diterima oleh Allah SWT di tempat yang layak sesuai dengan perbuatan dan jasa selama hidup.

Peneliti akhirnya mengucapkan terima kasih kepada almarhum ayah dan ibu atas segala jerih payahnya dalam hal mendidik peneliti semenjak duduk di Sekolah Dasar sampai sekarang, baik dukungan moral maupun material. Peneliti yakin dan percaya bahwa walaupun ayah dan ibu sudah tidak ada, tetapi segala nasehat dan bimbingan yang mereka berikan pada jiwa peneliti belum hilang, melainkan masih tetap hidup.


(10)

Kepada istri tercinta (Maslina br Bangun, S.Pd.) dan anak tersayang (Masrita, S.E., Boy Sukandi, Madelisa, dan Mungrosuta) atas partisipasi mereka selama perkuliahan hingga selesai, antara lain meminjam buku dari perpustakaan USU, memfotokopi materi yang diperlukan, mengetik, dan lain-lain yang sifatnya dapat membantu penulisan disertasi ini.

Kepada pegawai BPS (Biro Pusat Statistik) Sumatera Utara atas pelayanan yang baik dan ramah untuk memberikan data yang diperlukan. Selanjutnya, kepada Kepala Desa, para informan di daerah titik pengamatan, juga diucapkan terima kasih. Kepada Bapak Drs. Zubeirsyah, S.U., Drs. Namsyah Hot Hasibuan, M.Ling., dan Dra. Peraturen ukapiring, S.U. tidak lupa diucapkan terima kasih yang sudah meluangkan waktu untuk mengoreksi penggunaan diksi dan EYD dalam disertasi ini.

Dalam kata pengantar serta ucapan terima kasih, akhirnya peneliti berdoa kepada Allah SWT agar diberikanNya rahmat dan berkat kepada mereka sebagai balas jasa dan budi baik yang peneliti terima.

Wasalam peneliti,


(11)

Daftar Isi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar isi iv

Abstrak v

Abstract vi

I. 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Anggapan Dasar 1 1 5 7 8 9 II. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Masyarakat Karo

Kedudukan Bahasa Karo Daerah Objek Penelitian Kabupaten Karo

Kabupaten Deli Serdang Kabupaten Langkat 11 11 27 28 29 39 49 III. 3.1 3.2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Geografi Dialek Kajian Teori 55 55 71 IV. 4.1 4.2 METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data

73 73 81 V. 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Variasi Fonologis Deskripsi Variasi Leksikal

Pemetaan Variasi Fonologis dan Leksikal Jumlah Dialek Bahasa Karo

Penjelasan Peta 83 83 92 130 222 233

VI. KESIMPULAN 259

DAFTAR PUSTAKA 262


(12)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Variasi Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten sebagaimana tersebut dalam judul. Teori yang digunakan ialah teori dialektologi yang dikembangkan oleh Ayatrohaedi di Indonesia semenjak 1979. Adapun maslah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah deskripsi variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Bagaimnakah sebaran variasi fonologis dan leksikal tersebut dapat digambarkan pada peta di daerah objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur fonologi dan leksikon. Berapakah jumlah dialek bahasa Karo yang dipakai oleh masyarakat penutur bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Data untuk bahan analisis diambil dari lima puluh empat orang informan, yaitu tiga orang dari setiap titik tempat pengamatan (delapanbelas titik tempat pengamatan). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah metode pupuan lapangan, yaitu peneliti langsung berhadapan dengan para informan menanyakan padnan kata yang ditanyakan kepadanya. Dalam pendeskripsian ujaran para informan digunakan simbol yang diterbitkan oleh IPAS (International Phonetics Assosiation Simbols). Semua data diambil dari bahasa lisan. Setelah data diperoleh dari informan maka ditabulasi untuk yang beda fonologis dan leksikal. Dari pentabulasian dapat diperoleh peta sebaran variasi sebanyak 43 buah (19 beda fonologis dn 24 beda leksikal). Selanjutnya diaplikasikan metode dialektometri untuk menghitung jarak peta yang diperbandingkan untuk menemukan jumlah dialek dan subdialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut. Sebagai hasilnya dapat ditemukan bahwa di ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng, dialek Karo Julu yang daerah pakainya di Kecamatan Tiga Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung, dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.


(13)

Abstract

The title of this research is Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. The research was taken place in those three different regencies, i.e. the regencies of Karo, Deli Serdang, and Langkat. The theory applied on this research is dialectological theory which is introduced by Ayatrohaedi since 1979 in Indonesia and dialectometry is applied for statistics. The problem stated on this research is the description of the variation found deal with fonology and lexicon. How are those variations spreading in those three regencies. How many dialects does the Karo Language has today. The purposes of the reserch focuses on finding descriptions of the informants’ utterances deal with the aspects of phology and lexicon. The data required for further analisis was taken from thouse fifty four selected informants. Those fifty four informants were treated as the representative of the whole population. The three informants were pointed as the representative of each village where the research was centered. There were eighteen villages used as the location for collecting the data. The method applied to collect the required data is field reserch or in dialectological method called pupuan lapangan (the researcher goes to see the informants or the researcher and the infiormants are sitting together while interviewing is going on). In order to write the description of the informants’ utterances the IPAS (International Phonetics Association Simbols) were used. This effort must be applied because all of the data taken from spoken language or orally. Then the numbers of the dialects can be seen. Therefore the Karonese today has three different dialects. The dialects are Karo Singalor Lau Dialect, Karo Julu Dialect, and Karo Jahe Dialect. The Karo Julu and Karo Jahe have their Subdialects. The numbers of the maps deal with phonological aspects consist of nineteen and lexically twentyfour. The areal of the Karo Singalor Lau Dialect is at the district of Juhar and Lau Baleng, Karo Julu Dialect is at the district of Tiga Panah and Merek, the third dialect is Karo Jahe which is used around the regency of Langkat.


(14)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Variasi Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Penelitian ini dilakukan di tiga kabupaten sebagaimana tersebut dalam judul. Teori yang digunakan ialah teori dialektologi yang dikembangkan oleh Ayatrohaedi di Indonesia semenjak 1979. Adapun maslah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah deskripsi variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Bagaimnakah sebaran variasi fonologis dan leksikal tersebut dapat digambarkan pada peta di daerah objek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur fonologi dan leksikon. Berapakah jumlah dialek bahasa Karo yang dipakai oleh masyarakat penutur bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut. Data untuk bahan analisis diambil dari lima puluh empat orang informan, yaitu tiga orang dari setiap titik tempat pengamatan (delapanbelas titik tempat pengamatan). Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah metode pupuan lapangan, yaitu peneliti langsung berhadapan dengan para informan menanyakan padnan kata yang ditanyakan kepadanya. Dalam pendeskripsian ujaran para informan digunakan simbol yang diterbitkan oleh IPAS (International Phonetics Assosiation Simbols). Semua data diambil dari bahasa lisan. Setelah data diperoleh dari informan maka ditabulasi untuk yang beda fonologis dan leksikal. Dari pentabulasian dapat diperoleh peta sebaran variasi sebanyak 43 buah (19 beda fonologis dn 24 beda leksikal). Selanjutnya diaplikasikan metode dialektometri untuk menghitung jarak peta yang diperbandingkan untuk menemukan jumlah dialek dan subdialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut. Sebagai hasilnya dapat ditemukan bahwa di ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng, dialek Karo Julu yang daerah pakainya di Kecamatan Tiga Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung, dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang.


(15)

Abstract

The title of this research is Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. The research was taken place in those three different regencies, i.e. the regencies of Karo, Deli Serdang, and Langkat. The theory applied on this research is dialectological theory which is introduced by Ayatrohaedi since 1979 in Indonesia and dialectometry is applied for statistics. The problem stated on this research is the description of the variation found deal with fonology and lexicon. How are those variations spreading in those three regencies. How many dialects does the Karo Language has today. The purposes of the reserch focuses on finding descriptions of the informants’ utterances deal with the aspects of phology and lexicon. The data required for further analisis was taken from thouse fifty four selected informants. Those fifty four informants were treated as the representative of the whole population. The three informants were pointed as the representative of each village where the research was centered. There were eighteen villages used as the location for collecting the data. The method applied to collect the required data is field reserch or in dialectological method called pupuan lapangan (the researcher goes to see the informants or the researcher and the infiormants are sitting together while interviewing is going on). In order to write the description of the informants’ utterances the IPAS (International Phonetics Association Simbols) were used. This effort must be applied because all of the data taken from spoken language or orally. Then the numbers of the dialects can be seen. Therefore the Karonese today has three different dialects. The dialects are Karo Singalor Lau Dialect, Karo Julu Dialect, and Karo Jahe Dialect. The Karo Julu and Karo Jahe have their Subdialects. The numbers of the maps deal with phonological aspects consist of nineteen and lexically twentyfour. The areal of the Karo Singalor Lau Dialect is at the district of Juhar and Lau Baleng, Karo Julu Dialect is at the district of Tiga Panah and Merek, the third dialect is Karo Jahe which is used around the regency of Langkat.


(16)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah salah alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia agar dapat mempertahankan kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu orang manusia yang dapat mempertahankan kehidupannya bila tidak ada bahasa. Banyak orang yang belum dapat menyadari bagaimana pentingnya bahasa bagi manusia karena bahasa tidak dapat dilihat seperti wadah benda konkret lainnya yang sering dilihat oleh masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari, umpamanya buku, pensil, rumah, atau yang lain. Sebenarnya, bahasa itu adalah satu hal yang dapat dilihat dengan jelas. Seorang filosof Perancis, Rene Descartes di dalam Stumpf (1977:250) mengatakan “I think, therefore I am (Cogito ergo sum)”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bila seseorang tidak berpikir maka dia tidak ada, sebab dia ada karena dia bisa berpikir dengan menggunakan otaknya. Dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan produk budaya dan bersumber dari proses berpikir melalui otak. Jika bahasa tidak ada, maka manusia pun tidak ada karena tidak dapat berpikir. Hal ini menunjukkan bahwa bila ada manusia maka bahasa pun sudah jelas ada. Selanjutnya, dapat juga disadari bahwa untuk melakukan suatu kegiatan yang sangat mudah ataupun sangat kecil, seseorang harus menggunakan otak dan bahasa, misalnya ketika seseorang bermimpi pun memakai bahasa. Tanpa kehadiran bahasa dalam mimpi tersebut maka mimpi pun tidak bisa terjadi.


(17)

Ullman (2006:235) berkata,”Language is rooted in the biology of the brain.” Sesuai pernyataan Ullman dan Descartes bahwa bahasa dan otak dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan bila bahasa tidak ada maka manusia pun tidak ada.

Bahasa Karo adalah salah satu bahasa daerah yang termasuk kelompok bahasa Austronesia Barat yang digunakan oleh masyarakat Karo secara umum. Bahasa Karo adalah juga bahasa daerah yang penuturnya juga disebut suku Karo. Suku Karo mayoritas berdomisili di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat yang bukan suku Karo beranggapan bahwa suku Karo hanya tinggal di Kabupaten Karo, tetapi masyarakat suku Karo ada yang tinggal di Deli Serdang, dan Langkat. Di samping itu, dapat dijumpai suku Karo yang berdomisili atau tinggal di Kabupaten Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara, Aceh Tenggara, dan Kodya Medan serta di tempat lain di luar daerah Sumatera Utara.

Penelitian dialektologi sangat menarik untuk diterapkan terhadap bahasa Karo. Dapat dipastikan bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini pada mulanya mempunyai protobahasa. Bynon (1979:71) dalam Nadra (2006:102) menyatakan bahasa purba (protobahasa) addalah merupakan rakitan teoritis yang dirancang dengan sistem bahasa-bahasa/ dialek-dialek yang mempunyai hubungan kesejarahan melalui rumusan kaidah-kaidah secara singkat. Secara sepintas dapat dikatakan bahwa sebelum kelima bahasa-bahasa Batak menjadi lima bahasa yang berbeda satu dengan lainnya maka dia berada dalam satu bahasa yang merupakan protobahasa

(bahasa purba Batak). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat penuturnya maka bahasa Karo


(18)

sekarang ini sudah menjadi suatu protobahasa. Pada awalnya, ada satu bahasa yang diguakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi, kemudian menjadi protobahasa

sebab di antara penuturnya sudah terjadi adanya perbedaan wicara yang selanjutnya menjadi perbedaan subdialek, kemudian menjadi dialek, dan ahirnya di waktu mendatang yang belum dapat ditetapkan kapan akan mencapai perbedaan bahasa. Demikian juga bahasa Karo yang merupakan salah satu dari bahasa-bahasa Batak. Bahasa-bahasa Batak ada lima, yaitu bahasa Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Toba. Hal ini, nama bahasa-bahasa Batak dan penuturnya juga disebut Batak maka dapat diasumsikan bahwa bentuk protobahasa

(bahasa purba) dari bahasa-bahasa Batak itu ada. Sejak kapankah bahasa Batak sudah menjadi protobahasa belum dapat dikethui karena belum pernah diteliti. Nadra (2006) menjelaskan bahwa suatu bahasa akan menjadi protobhasa ketika bahasa tersebut sudah mempunyai dialek atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perpisahan dialek dalam suatu bahasa akan meninggalkan protobahasa.

Menurut pengetahuan peneliti, belum ada ahli bahasa yang tertarik meneliti geografi dialek bahasa Karo. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menelitinya. Di samping itu, hal yang belum pernah diteli, berarti topik itu adalah topik baru.

Anttila (1972:47) menyatakan, “There is no language without variation, and this is true of nature in general: no two natuarl items are exactly alike. Such

variation does not always attract our attention, but it has its uses; … Linguists

always stress the point that no speaker pronounces the same sound twice in exactly


(19)

mempunyai variasi, hanya tingkat perbedaan yang beraneka ragam. Untuk itu maka diberikan suatu tabel yang merupakan ukuran dan patokan untuk menentukan tingkat perbedaan dalam satu bahasa itu. Ayatrohaedi (1979 dan 2002) mengatakan bahwa Meillet memberikan ciri-ciri dialek seperti perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Selanjutnya, perlu juga diketahui bahwa belum ada alasan seseorang untuk mengatakan kapan suatu dialek akan berakhir dan kapan pula suatu bahasa dimulai.

Ada kecenderungan bahwa unsur satu bahasa bisa ditemukan berbeda yang disebabkan oleh faktor geografisnya. Cara penulisan di dalam satu bahasa bisa saja serupa, tetapi cara mengujarkannya bisa berbeda. Hal tersebut merupakan ciri beda fonologis. Antara lain dapat diambil contoh beda fonologis di dalam bahasa Inggris America. Secara umum orang Amerika untuk mengujarkan kata visit ditemukan dua versi, yaitu [visit] dan [vwisit], untuk kata coffee diujarkan [ka:fi] dan [ko:fi], untuk kata pot diujarkan [pot] dan [pa:t], dan lai-lain. Demikian juga di dalam bahasa Karo ada ditemukan untuk kata ‘padi’ diucapkan [pagε], [pagai], dan [pagei]. Untuk bahasa Inggris Amerika tersebut dikatakan bahwa untuk kata visit ucapan [v] adalah koresponsi dengan [vw], untuk kata coffee [a:] adalah koresponsi dengan [o:], untuk kata pot diucapkan ucapan [o] adalah koresponsi dengan [a:]. Dalam bahasa Karo untuk kata ‘padi’ tersebut ucapan [ε] mempunyai variasi [ai] dan [ei].

Kenyataan menunjukkan bahwa bahasa Karo sangat penting posisinya di kalangan mayarakat Karo. Hal ini dapat diketahui dengan munculnya mata pelajaran bahasa Karo di Sekolah Tingkat Dasar (SD) dan Sekolah Tingkat Menengah Pertama


(20)

(SMP) sebagai mata pelajaran yang bersifat muatan lokal. Hal ini seiring dengan perkembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pemakainya maka bahasa Karo juga harus dapat mengikuti perkembangan tersebut.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ayarohaedi (1983) bahwa suatu bahasa bisa saja mengalami dua situasi, yaitu (1) menjadi bahasa baku di kalangan mayarakat pemakai bahasa tersebut dan (2) menjadi punah. Berkenaan dengan kemungkinan situasi tersebut dapat dilihat bahwa bahasa Karo juga sama halnya dengan bahasa daerah lainnya yang ada di Indonesia, yaitu boleh saja mengalami hal yang serupa. Di sini dapat dilihat bahwa bahasa Karo juga sudah berkembang sedemikian rupa sehingga diperkirakan sudah berkembang dengan mengalami variasi, hanya saja sejauhmana variasi tersebut berkembang belum dapat diperkirakan sebelum penelitian ini selesai dilaksanakan.

Penelitian dialektologi bahasa Karo tidak kalah penting dengan penelitian linguistik lainnya karena hasil penelitian ini akan dapat menunjukkan variasi bahasa Karo sesuai pertumbuhan bahasa Karo di ketiga kabupaten. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk meneliti bahasa Karo di luar daerah yang sudah diteliti sekarang.

Perrin (1980:142) berkata, “A dialect is the speech (words, sounds, stress, phrasing, grammatical habits) characteristic of a firly definite region or group, or

more accurately, it is speech that does not attract attention to itself among the

residents of a region (regional dialect) or among members of a group (group or class


(21)

dapat diketahui bahwa dialek itu adalah perbedaan unsur satu bahasa disebabkan oleh perbedaan daerah penggunanya dalam satu bahasa yang dipakai oleh sekelompok penuturnya berbeda di suatu daerah dengan daerah lain. Perbedaan atau pun variasi bisa saja terjadi dalam bidang fonologi leksikon. Dialek bisa saja dikaji menurut tingkat status sosial pemakainya ataupun menurut letak geografi di mana bahasa tersebut dipakai oleh penuturnya. Jika seseorang akan mengkaji dialek berdasarkan status sosialnya, maka ilmu yang digunakan ialah sosiolinguistik, tetapi bila seseorang mengkaji variasi yang terjadi dalam satu bahasa menurut geografi, maka yang digunakan adalah geografi dialek. Kedua bidang ilmu ini termasuk ke dalam bidang ilmu dialektologi.

1.2 Masalah

Penelitian geografi dialek bahasa layak dilakukan di daerah-daerah di Indonesia karena Indonesia mempunyai ribuan pulau serta lebih tujuh ratus bahasa daerah. Nadra (2009) menyatakan bahwa jumlah bahasa daerah di Indonesia ada ditemukan sebnyak 700-an. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dialek salah satu bahasa daerah, yaitu bahasa Karo. Daerah pakai bahasa Karo tegolong luas serta jumlah penutur bahasa Karo pun relatif banyak. Bahasa-bahasa daerah itu sangat penting fungsinya untuk memenuhi kepentingan bangsa. Penutur asli bahasa Karo mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa Karo, karena walaupun mereka tinggal di kota, mereka tetap menggunakannya sebagai sarana berkomunikasi di lingkungan masyarakat Karo. Di samping itu, masyarakat Karo akan menggunakan


(22)

bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dalam keadaan atau situasi yang tertentu. Umpamanya, sewaktu mereka bepergian ke pusat-pusat perbelanjaan di kota dan mempunyai kepentingan dengan orang yang tidak mengerti bahasa Karo maka mereka menggunakan bahasa Indonesia.

Di dalam buku UUD 1945 BAB XIII pasal 32 butir 21 dinyatakan bahwa Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan demikian maka penelitian ini juga sudah termasuk salah satu usaha untuk melestarikan bahasa Karo, sebagai salah satu bahasa daerah di Indonesia.

Pusat Bahasa, sebagai suatu lembaga di Indonesia sudah bekerja keras memperpanjang tangannya melalui para peneliti bahasa untuk mencatat jumlah bahasa daerah dan namanya serta aspek–aspek linguistik dalam setiap bahasa itu. Namun demikian, penelitian tersebut sampai saat ini belum juga selesai. Penelitian ini juga termasuk salah satu usaha untuk melestarikan bahasa daerah tersebut.

Bahasa Karo yang digunakan oleh masyarakat suku Karo yang bertempat tinggal di ketiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat bervariasi menurut kajian geografis. Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

(1) Bagaimanakah deskripsi variasi fonologis bahasa Karo di ketiga kabupaten (Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat)?

(2) Bagaimanakah deskripsi variasi leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten (Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat)?


(23)

(3) Bagaimanakah gambaran peta variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut?

(4) Ada berapa banyak dialek bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan bahasa melalui geografi dialek. Suatu penelitian geografi dialek dapat menunjukkan gejala kebahasaan. Penelitian ini dapat menunjukkan daerah yang memakai bahasa Karo di ketiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat sesuai dengan variasi dialek bahasa Karo.

Untuk mencari jumlah dialek bahasa Karo yang digunakan masyarakat penutur asli bahasa Karo di tiga kabupaten tersebut.

(1) Mendeskripsikan variasi fonologis bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut.

(2) Mendeskripsikan variasi leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten tersebut.

(3) Memetakan variasi fonologis dan leksikal yang berbeda ditemukan di setiap titik tempat pengamatan.

(4) Menentukan jumlah dialek bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut.

(5) Menganalisis peta variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo di ketiga kabupaten terebut.

Dengan tercapainya keempat tujuan di atas, dapat ditunjukkan kepada masyarakat Karo dan pemerintah daerah serta para pembaca mengenai dialek bahasa


(24)

Karo yang merupakan ciri khas masyarakat suku Karo. Dapat diketahui bahwa bila penelitian dialek bahasa Karo ini tidak dilakukan secara dini, maka masyarakat suku Karo akan rugi karena mereka tidak dapat mengetahui ciri khas mereka yang berkaitan dengan bahasa dan budaya. Sekarang ini pemerintah sedang giatnya mengembangkan atau memekarkan daerah, untuk itu hasil penelitian geogrfi dilek bahasa Karo dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: (1) menambah publikasi mengenai bahasa Karo,

(2) menambah publikasi tentang geografi dialek,

(3) menunjukkan variasi fonologis dan leksikal bahasa Karo secara rinci (fonologi dan leksikon).

(4) memenuhi salah satu pokok pikiran yang termaktub di dalam kitab UUD 1945 yang berisikan tentang bahasa daerah, salah satu di antaranya adalah bahasa Karo, (5) menunjang serta memperkaya kosa kata bahasa Indonesia,

(6) menghilangkan perasaan negatif antarpenutur bahasa Karo,

(7) membantu mereka yang ingin menambah wawasannya mengenai geografi dialek, khususnya dalam bahasa Karo, dan

(8) laporan akhir studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

1. 5 Anggapan Dasar

Anggapan dasar suatu penelitian merupakan jawaban tentatif terhadap suatu masalah yang akan dianalisis dalam suatu penelitian yang dirumuskan berdasarkan


(25)

pengetahuan yang ada dan tersebar. Pengetahuan ataupun pendapat yang belum pasti ini akan dijawab melalui penelitian ini. Mahsun (2005) mengatakan bahwa suatu penelitian bahasa yang bersifat kualitatif dan deskriptif tidak harus mencantumkan suatu anggapan dasar atau hipotesis terhadap penelitian yang akan dilakukan. Peneliti setuju dengan pendapat Mahsun tersebut, tetapi berhubung individu-individu masyarakat Karo sudah yakin bahwa bahasa Karo sudah mempunyai dialek maka peneliti memberikan suatu hipotesis untuk penelitian ini.

Sehubungan dengan luasnya daerah pemakaian bahasa Karo dan juga perkembangan kebudayaan masyarakat Karo, maka prestise salah satu dialek bahasa Karo juga semakin meningkat. Misalnya dialek bahasa Karo yang selalu muncul di upacara-upcara adat termasuk dialek menurut sosial dan geografi. Hal ini mengakibatkan bahwa sewaktu mereka kembali ke desanya akan dibawanya juga variasi yang mereka temukan. Di kalangan masyarakat Karo, mereka, masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Langkat disebut Karo Jahe, mereka yang tinggal di Deli Serdang disebut Karo Deli, dan yang tinggal di Kabupaten Karo disebut Karo Gugung. Karo Gugung tersebut sudah terbagi menjadi tiga daerah, yaitu Karo Singalor Lau yang tinggal di Kecamatan Juhar, Tiga Binanga, Lau Baleng, dan Mardingding; Karo Deleng-Deleng bagi mereka yang tinggal di Kecamatan Kuta Buluh, Tiga Nderket, Naman, dan Payung; Karo Julu bagi mereka yang tinggal di Kecamatan Barus Jahe, Tiga Panah, Berastagi, dan Merek.


(26)

II. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Masyarakat Karo

Masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi, dapat dikatakan bahwa masyarakat etnis Karo adalah penutur asli bahasa Karo. Secara keseluruhan, masyarakat etnis Karo lebih banyak tinggal di luar kabupaten Karo, tetapi bila dilihat dalam satu daerah kabupaten maka di Kabupaten Karolah yang terdapat jumlahnya paling banyak. Sesuai dengan kenyataan, walau di mana pun mereka berdomisili bahwa mereka selalu meng-gunakan bahasa Karo untuk berkomunikasi antarsesama etnis Karo. Kesetiaan mereka untuk menggunakan bahasa Karo memang sangat tinggi.

Masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat mayoritas adalah petani. Mereka menanam sawit, karet, dan palawija. Mereka tidak ada yang mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan, walaupun mereka tinggal di tepi pantai. Di luar pekerjaan tersebut memang ada juga yang bekerja sebagai PNS, ABRI, dan berdagang.

Secara umum, masyarakat Karo yang berdomisili di Kabupaten Karo bertani dengan menanam padi basah dan padi kering, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Hal itu diakibatkan oleh keadaan alamnya yang menunjang, yaitu tanahnya subur dan udaranya sejuk disertai curah hujan yang cukup. Masyarakat Etnis Karo yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat pada umumnya adalah petani karet dan sawit, walaupun ada juga yang menanam palawija.


(27)

Bila ditinjau dari sudut demokrasi ataupun gotong-royong dapat ditemukan bahwa pada masyarakat Karo yang tinggal di daerah Kabupaten Karo lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di Kabupaten Deli Serdang dan Langkat karena di kedua kabupaten tersebut tidak ditemukan lagi Aron. Aron artinya ‘sekelompok orang yang mempunyai kepentingan bersama’, atau dengan kata lain ‘mempunyai kepentingan yang hampir bersamaan’. Aron ini mempunyai anggota dalam satu kelompok antara 10 orang hingga 25 orang. Anggota Aron tidak membedakan jenis kelamin. Cara mereka bekerja adalah dengan sistem bergilir. Maksudnya, tanggal 1 pada bulan itu semua anggota akan bekerja bersama-sama di ladang si A selama 4 jam (4 x 60”) untuk satu periode (mulai dari pukul 08.00 pagi sampai dengan pukul 12.00 tengah hari). Selama satu hari mereka mempunyai waktu bekerja dua tahapan, yaitu pagi empat jam dan sore hari selama empat jam (pukul 13.00 sampai dengan pukul 17.00). Bila ladang si A dapat diselesaikan selama satu tahap maka tahap yang lain boleh berpindah ke tempat bekerja lainnya atau ke ladang anggota yang lain. Hal ini biasa dilihat dari situasi dan kondisi ladang para anggota kelompok kerja. Jadi, ketua kelompok beserta anggota kelompok dapat mengetahui keperluan setiap anggota. Perpindahan tempat bekerja untuk setiap tahap akan diatur oleh ketua kelompok.

Bila dilihat dari sudut pandang agama, masyarakat Karo ada yang beragama Protestan, Katolik, dan Islam. Jumlah penganut masing-masing agama belum pernah diteliti oleh para ahli ataupun ilmuwan. Akan tetapi, secara sepintas dapat diasumsikan bahwa masyarakat Karo yang berdomisili di daerah Kabupaten Deli


(28)

Serdang dan Langkat mayoritas adalah Islam, sedangkan di Kabupaten Karo penduduknya mayoritas beragama Kristen.

Masyarakat etnis Karo tidak membenarkan menikah dengan orang yang mempunyai nama keluarga Merga dan Beru yang sama, kecuali Sembiring Miala,

Kembaren, Guru Kinayan, Pelawi, dan Pandia. Umpamanya si Azis Sembiring tidak diperbolehkan menikah dengan seorang wanita yang Beru Sembiring di luar yang terkecuali tersebut. Jadi, dapat dipilih wanita lain yang mempunyai nama keluarga yang berbeda, yaitu sebanyak empat lagi karena semua nama keluarga ada lima jenis. Peraturan ini dibuat karena sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat etnis Karo adalah paterliniage dan maderliniate sehingga bila ada orang yang mempunyai nama keluarga itu suatu pertanda bahwa mereka berasal dari satu nenek.

Untuk mengenal anggota masyarakat Karo kita harus mengetahui nama keluarga masyarakat Karo yang disebut Merga. Kata Merga di dalam bahasa Karo artinya Meherga (mahal). Merga akan dimiliki oleh setiap individu suku Karo.

Merga selalu diwariskan oleh ayahnya kepada setiap anaknya. Hal ini terjadi semenjak ada suku Karo lahir ke dunia ini. Merga ini berbeda istilah di antara anak laki-laki dan anak perempuan, untuk anak laki-laki disebut Merga dan untuk anak perempuan disebut Beru. Lebih rinci lagi dapat kita ketahui bahwa setiap individu suku Karo mempunyai empat ciri nama keluarga selain nama. Jadi, walaupun tidak dituliskan akan dipanggil setiap berkomunikasi, maka sebenarnya ada lima kata paling sedikit dimiliki oleh seseorang, misalnya Boy Sembiring Milala Bere-bere Perangin-angin Bangun. Boy adalah nama, Sembring adalah Merga, Milala adalah


(29)

sub-Merga Sembiring, Perangin-angin adalah Merga dan Bangun adalah

sub-Perangin-angin.

Sembiring Milala diwariskan oleh nenek moyangnya ke generasinya secara turun-temurun. Bere-bere diwariskan oleh ibu kandungnya. Sejalan dengan perolehan nama keluarga bagi setiap anggota masyarakat Karo maka timbullah bahasa atau istilah kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Karo dapat dilihat pada diagram kekerabatan pada halaman berikutnya. Akan tetapi, sebelum sampai pada diagram tersebut, ada baiknya jika diterakan terlebih dahulu semua Merga suku Karo beserta sub-Merga tersebut berikut desa yang mereka bangun pada masa tempo dulu. Adapun ciri khas anggota masyarakat Karo yang lima jenis secara umum dapat diuraikan berikut ini.


(30)

Tabel 1

Merga Sembiring dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 1. Sembiring Milala

Depari Busuk Bunuaji Brahmana Colia Gurukinayan Keling Muham Pandia Pelawi Pandebayang Sinukapor Tekang Keloko Kembaren Sinulaki Sinupayung Sarinembah,Biaknampe, Munte Seberaya, Perbesi

Kidupen, Lau Peerimbon Kuta Tonggal, Beganding Kabanjahe, Limang, Perbesi Kubucolia, Seberaya

Gurukinayan Juhar, Raja Tengah Suka, Perbesi Seberaya, Payong Perbaji, Ajijahe

Buluh Naman, Gurusinga Pertumbuken, Sidikalang Kaban

Pergendangen

Sampe Raya, Kuta Mbelin, Kuta Mbaru

Suka, Belinun Juma Raja, Nageri


(31)

Tabel 2

Merga Perangin-angin dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 2. Perangin-angin Bangun

Benjerang Kacinambun Keliat Laksa Manu Namohaji Pencawan Penggarun Perbesi Pinem Sebayang

Batukarang Batukarang Kacinambun Mardingding Juhar

Pergendangen Kutabuluh Perbesi Susuk Perbesi Sarintolu Perbesi


(32)

Tabel 3

Merga Ginting dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 3. Ginting Jadibata

Sugihen Garamata Gurupatih Suka Babo Jawak Pase Ajartambun Beras Seragih Capah Tumangger Munte Manik Juhar

Sugihen, Juhar, Kuta Gugung Raja Tonggal, Tongging

Buluh Naman, Sarimunte, Naga,

Lau Kapor

Suka, Lingga Julu, Naman, Berastepu

Gurubenua, Kuta Great, Munte Cingkes

Tidak punya desa asal, karena generasi terputus yang disebabkan oleh tidak adda generaasinya laki-laki Rajamerahe Lau Petundal Lingga Julu Bukit Kidupen, Kemkem

Munte, Kuta Bangun, Dokan, Tongging, Bulanjahe

Ajinembah, Raja Tengah Lingga, Tongging


(33)

Tabel 4

Merga Tarigan dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya

4. Tarigan Tua

Gerneng Girsang Gana-gana Jampang Pekan Purba Sibero

Silangit Tambak Tambun Tegur Bondong

Pergendangen Cingkes

Nagasaribu, Berastepu Batukarang

Pergendangen Sukanalu Simalungun

Juhar,Munte,Lingga, Kuta Raja, Tanjung Beringin

Gunung

Kebayakan, Sukanalu Rakut Besi, Binangara Suka


(34)

Tabel 5

Merga Karo-Karo dan Cabang-Cabangnya

No. Merga Sub-Merga Desa asal/ bangunannya 5. Karo-karo Barus

Kaban Sinuhaji Purba Kacaribu Ketaren Sinuraya Sinulingga Sekali Kemit Jung/ ujung Sinukaban Sinubulan Samura Sukapiring Sitepu

Barusjahe,Sipitu Kuta, Serdang, Pernampen, Siberteng, Kabung, Juma Padang, Buntu, Basam, Talimbaru

Kaban, Sumbul, Lau Lingga, Pernantin, Buluh Naman, Bintang Meriah

Ajijahe, Ajijulu, Ajibuhara, Ajimbelang

Kabanjahe, Berastagi, Kinepen, Jandi Meriah, Beganding, Kuta Suah

Kuta Gerat, Kerapat, Kacaribu Sibolangit, Ketaren

Bunuraya, Kandibata, Singgamanik

Lingga, Gunung Merlawan, Linggajulu, Kacaribu, Torong, Surbakti

Seberaya Kuta Male

Kuta Nangka, Batukarang, Perbesi

Pernantin, Kabantua Bulanjulu

Samura Seberaya

Naman, Sukanalu, Gamber, Sigarang-garang, Bakerah, Simacem, Kuta Tengah,

Ndeskati, Sukandebi, Sinaman, Rumamis, Semangat, Bulajahe, Sukajulu, Gunung Pinto


(35)

Masyarakat etnis Karo menggunakan istilah kekerabatan berikut ini dan istilah tersebut diperoleh sesuai dengan posisi seseorang yang tergambar pada skets yang dimuat pada halaman 19.

Istilah Kekerabatan

1 adalah Abi Sembiring perbulangen’ suami’ si 2 (Zuri beru Perangin-angin). 3, 4, dan 5 anak ‘anak’ si 1 dan 2.

3 adalah Aci Sembiring, 4 adalah Zari Beru Sembiring, dan 5 adalah Zai Beru Sembiring.

1 adalah bapa ‘ayah’ si 3, 4, dan 5. 3 adalah turang ‘abang ‘ si 4 dan 5. 4 dan 5 adalah turang ‘adik’ si 3.

6 adalah Rani Beru Ginting ndehara ‘istri’ si 3. 7 adalah Aji Tarigan perbulangen ‘suami’ si 4. 8 adalah Ali Karo-karo perbulangen ‘suami’ si 5. 3 adalah silih ‘abang ipar’ si 7 dan 8.

6 adalah eda ‘kakak ipar’ si 4 dan 5. 1 adalah jinta ‘mertua’ si 6.

2 adalah simetua ‘mertua’ si 6. 5 adalah peragin ‘adik ipar’ si 7. 4 adalah perkakaen ‘kakak ipar’ si 8.

7 dan 8 adalah sepeibanen ‘sepengambilan’. 1 adalah mama ‘mertua’ si 7.


(36)

8 dan 2 adalah mami ‘mertua’ si 7. 7 dan 8 adalah kela ‘menantu’ si 1 dan 2. 9, 10, dan 11 adalah anak ‘anak’ si 3 dan 6.

9 adalah Uli Sembiring, 10 adalah Ani Beru Sembiring, dan 11 adalah Ami Beru Sembiring.

12, 13, dan 14 adalah anak si 4.

7, 15, 16, dan 17 adalah anak si 5 dan 8.

12 adalah Juma Tarigan, 13 adalah Rudi Tarigan, 14 adalah Limah Beru Tarigan, 15 adalah Rebo Beru karo, 16 adalah Siah Beru karo, 17 adalah Mail Karo-karo.

9 sampai dengan 26 adalah kempu ‘cucu’ si 1 dan 2.

1 adalah bulang, laki, bayak, dan bolang ‘kakek’ si 9 sampai dengan 86. 2 adalah nangin, nondong, nini ‘nenek’ si 9 sampai dengan 53.

27 sampai dengan 53 adalah ente ‘cucu’ si 1 dan 2.

Pada suatu saat apabila ‘cucu’ ente [ənt] (27 sd 53) sudah menikah dan mempunyai anak maka semua anaknya adalah ‘cucu’ entah [əntah] 1 dan 2. Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa nama keluarga setiap orang yang merupakan anggota keluarga masyarakat etnis Karo secara sepintas hanya dilihat satu saja, tetapi yang sebenarnya adalah terdiri dari empat komponen. Contoh, nomor 3 dalam skets adalah Aci Sembiring Milala Bere-bere Perangi-angin Bangun. Nomor 4 adalah Zari


(37)

Sembiring Milala diwarisi dari ayahnya, nomor 1, dan Bere-bere Perangin-angin Bangun diwarisi dari ibunya, nomor 2. Hal ini menunjukkan bahwa nomor 1 adalah Abi Sembiring Milala, dan nomor 2 adalah Zuri Beru Perangin-angin Bangun. Milala adalah salah satu cabang Sembiring dan Bangun adalah salah satu cabang

Perangin-angin.

Nomor 12 dan 13 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ 17. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bersaudara karena Ibu mereka adalah bersaudara kandung. Nomor 14 adalah senina sepemeren ‘sepupu’ dengan 15 dan 16, karena Ibu kandung mereka bersaudara kandung. Nomor 33 adalah senina sembuyak bapa ‘ bersaudara’ dengan 27 dan 29, karena nomor 9 dan 11 adalah bersaudara kandung. Nomor 10 dan 28 adalah senina sembuyak bapa ‘ sepu’ karena ayah mereka bersaudara kandung.

Skema untuk kekerabatan suku Karo tersebut di atas secara garis keturunan dapat dilihat pada skema yang dituliskan pada halaman berikut.


(38)

Skema Kekerabatan Suku Karo

1

2

3

4

5

3

6

4

7

5

8♂

9♂

10♀ 11♀ 12♂ 13♂ 14♀ 15♀ 16♀ 17♂

18♀ 19♂ 20♂ 21♀ 22♀ 23♂ 24♂ 25♂ 26♀

27♂ 30♀ 33♂ 36♀ 39♂ 42♂ 45♀ 48♂ 51♀

28♂ 31♂ 34♀ 37♂ 40♀ 43♂ 46♀ 49♂ 52♂

29♀ 32♂ 35♂ 38♀ 41♂ 44♂ 47♀ 50♀ 53♂

Keterangan:

♂ tanda laki-laki, ♀ tanda perempuan, tanda suami istri, dan tanda anak.


(39)

Menurut perundang-undangan masyarakat Karo bahwa orang yang Rebu tidak boleh menari bersama di atas satu panggung. Rebu terdapat di antara menantu dan mertua, kakak ipar dan adik ipar, serta berbesanan. Kakak ipar dan adik ipar ialah abang si istri dan juga istri dari abang istri tersebut. Berbesanan ialah ibu mertua oleh anak kita yang laki-laki. Jadi, di kalangan masyarakat Karo semua hubungan tersebut tergolong tabu, atau Rebu dalam istilah bahasa Karo.

Jumlah penduduk setiap Kabupaten adalah sebagai berikut. - Kabupaten Karo 351.368 - Kabupaten Deli Serdang 1.686.366 - Kabupaten Langkat 1.027.414

Untuk melihat jumlah penduduk menurut suku bangsa dan agama di ketiga kabupaten daerah penelitian serta di setiap desa secara rinci dapat dilihat pada tabel 6 halaman 25 dan tabel 7 halaman 26 berikut ini.


(40)

Tabel 6

Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa

Jumlah penduduk menurut suku bangsa

K abupa te n Desa titik pengamatan K

aro Toba Sim

al ungun M anda ili ng Ja w a M el ayu L ai nnya Jum la h

Nageri 657 657

Kinangkong 1.297 15 4 1.316

Lau Buluh 1.085 8 4 1.097

Selandi 614 2 2 2 620

Seberaya 2.796 2.796

K

aro

Dokan 1.166 10 13 1.189

Sikeben 717 717

Penen 1.100 12 2 19 1.133

Talun Kenas 2.321 23 300 2.644

Namo Rambe 1.799 51 64 102 70 2.086

Pasar 10 2.073 2 4 2.079

D

el

i S

erda

ng

Gunung Tinggi 1.062 12 10 1.084

Telaga 1.865 12 5 4 8 2 1.896

Tj. Merahe 1.472 4 22 549 11 138 2.196

Garunggang 1.340 9 248 52 1.654

Kuta Gajah 1.273 36 12 5 1.032 3 45 2.401

Parangguam 1.370 10 5 439 2 1.826

L

angka

t


(41)

Tabel 7

Jumlah Penduduk dan Agama di Daerah Penelitian. Pemeluk Agama K abupa te n Desa titik

pengamatan Islam Protestan Katolik Lainnya Jumlah

Nageri 16 394 227 20 657

Kinangkong 29 658 599 30 1.316

Lau Buluh 53 746 277 21 1.097

Selandi 30 435 105 50 620

Seberaya 20 2097 662 17 2.796

K

aro

Dokan 60 691 389 49 1.189

Sikeben 6 239 467 5 717

Penen 36 269 793 35 1.133

Talun Kenas 182 1.930 478 54 2.644

Namo Rambe 361 1.205 520 2.086

Pasar 10 405 1.272 297 123 2.079

D

el

i S

erda

ng

Gunung Tinggi 23 978 65 20 1.084

Telaga 19 1.473 389 15 1.896

Tj. Merahe 1.823 286 14 73 2.196

Garunggang 579 1.075 1.654

Kuta Gajah 1.584 648 48 121 2.401

Parangguam 895 804 91 36 1.826

L

angka

t


(42)

2.2 Kedudukan Bahasa Karo

Bahasa Karo adalah salah suatu bahasa daerah di Sumatera Utara yang penuturnya disebut masyarakat Karo. Bahasa Karo dipergunakan masyarakat Karo untuk berkomunikasi dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk melakukan aktivitasnya, masyarakat Karo menggunakan bahasa Karo. Bahasa Karo memang sangat luas daerah pakainya bila dilihat dari segi geografis karena daerahnya tidak saja di Kabupaten Karo, tetapi sampai ke Kabupaten Dairi, Langkat, Deli Serdang, dan beberapa daerah lainnya.

Penutur asli bahasa Karo dapat dikatakan mempunyai kesetian yang sangat tinggi terhadap bahasa Karo karena walau di mana pun mereka berada, bila berkomunikasi dengan sesama sukunya, bahasa Karo selalu digunakan sebagai medianya. Umpamanya, pada saat mereka mengadakan upacara pun mereka tetap meggunakan bahasa Karo. Penutur asli bahasa Karo sering sekali melakukan alih kode pada saat mereka berinteraksi. Bila dalam grup komunikasi tersebut ada tambahan yang bukan etnis Karo maka mereka akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai media. Akan tetapi, bila tidak ada tambahan anggota grup tersebut maka bahasa Karo akan tetap dipakai.

Sebagai tambahan, dapat diketahui bahwa, penutur asli bahasa Karo yang bertempat tinggal di kota-kota besar di Indonesia pun masih memper-gunakan bahasa Karo dalam kehidupan sehari-harinya, kecuali di luar kelompok Karo. Pernah peneliti memberikan tugas kepada mahasiswa untuk meneliti keberadaan bahasa Karo di


(43)

rumah tangga suku Karo di Kota Medan. Ternyata 99% dari 200 rumah tangga ditemukan menggunakan bahasa Karo di rumah sebagai media.

2.3 Daerah Objek Penelitian

Daerah ataupun lokasi penelitian ini terdapat di ketiga kabupaten yang berbeda, tetapi masih tetap berada di Provinsi Sumatera Utara. Ketiga Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat. Sebelum dijelaskan secara rinci setiap daerah titik pengamatan di masing-masing kabupaten, kerlebih dahulu diuraikan tentang latar belakang setiap kabupaten. Latar belakang yang dijelaskan meliputi sejarah, geografi, sosial, agama, dan kesehatan penduduk untuk setiap kabupaten. Selanjutnya, dijelaskan juga mengenai desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan untuk mewakili desa lainnya.

Sebagaimana telah dijelaskan pada halaman terdahulu bahwa penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian diperoleh dari sejumlah informan suku Karo yang bertempat tinggal di desa daerah titik pengamatan. Daerah titik pengamatan ada sebanyak 18 desa. Untuk itu, berikut ini dijelaskan mengenai keadaan alam bagi masing-masing daerah penelitian.

Indonesia adalah Negara Republik yang merdeka dan berdaulat. Indonesia sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Salah satu pulau itu adalah pulau Sumatera. Indonesia mempunyai berbagai daerah provinsi, dan di Sumatera ada terdapat lima provinsi yang berbeda, dan salah satu di antaranya adalah Sumatera Utara. Setiap daerah provinsi di Indonesia mempunyai beberapa daerah yang disebut


(44)

kabupaten, dan kota madya. Misalnya Provinsi Sumatera Utara mempunyai 19 daerah kabupaten dan 7 kota madya. Di antara 19 daerah kabupaten tersebut terdapat 3 daerah kabupaten yang dijadikan sebagai daerah penelitian, yaitu Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat.

2.4 Kabupaten Karo

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120–1600 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah mata air sungai. Kabupaten Karo mempunyai areal seluas 2.127,25 km2 atau dapat dikatakan 212.725 hektar. Dapat juga diketahui bahwa daerah Kabupaten Karo adalah 2,97% dari luas seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat dari sudut pandang geografis, maka Kabupaten Karo terletak di antara 2o50́'– 3o19' lintang utara dan 97o55'– 98o38' bujur timur.

Di daerah Kabupaten Karo terdapat dua buah gunung berapi yang masih aktif, yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Bila dirinci daerah Kabupaten Karo menurut posisinya, maka diketahui bahwa:

(1) 28.606 hektar (13,45%) berada di antara 120–200 meter di atas permukaan laut, (2) 17.856 (8,39%) berada di antara 201–500 meter di atas permukaan laut,

(3) 84.892 hektar (39,91%) berada di antara 501–1.000 meter di atas permukaan laut, (4) 70.774 hektar (33,27%) berada di antara 1.001–1.400 meter di atas permukaan

laut, dan


(45)

Kabupaten Karo berbatasan dengan:

(1) Kabupaten Langkat dan Deli Serdang di sebelah Utara, (2) Kabupaten Dairi dan Toba Samosir di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Simalungun dan Deli Serdang di sebelah Timur, dan (4) Kabupaten Aceh Tenggara di sebelah Barat.

Kabupaten Karo mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 13,8oC–25,8oC. Musim hujan dan kemarau belakangan ini ataupun semenjak banyaknya pohon kayu ditebang secara liar dan tidak terpadu yang mengakibtkan musim kemarau dan hujan tidak dapat diprediksi secara akurat.

Kabupaten Karo pada awal kemerdekaan atau setelah lepas dari cengkeraman Kolonial Belanda terbagi atas tiga daerah kewedanaan. Setelah beberapa tahun Indonesia merdeka maka daerah Kabupaten Karo dibagi lagi menjadi 10 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kabanjahe, Tiga Panah, Barus Jahe, Simpang Empat, Payung, Kuta Buluh, Lau Baleng, Tiga Binanga, Juhar, dan Munte. Sekarang, setelah diadakan pemekaran maka yang 10 wilayah kecamatan tadi sudah menjadi 17 wilayah kecamatan. Adapun ketujuh wilayah kecamatan tambahan yang baru ialah Kecamatan Berastagi, Mardingding, Dolat Rakyat, Tiga Nderket, Merek, Merdeka, dan Teran.

Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah: (1) Kecamatan Juhar,


(46)

(3) Kecamatan Kuta Buluh, (4) Kecamatan Tiga Panah, (5) Kecamatan Payung, dan (6) Kecamatan Merek.

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka dipilih dan ditetapkan desa daerah titik pengamatan sebagai lokasi tempat pengumpulan data secara baik dan benar. Mahsun (1995:102–103) mengatakan bahwa ada dua pilihan yang dapat diterapkan untuk menetapkan daerah titik pengamatan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun kriteria untuk cara kualitatif adalah sebagai berikut: (1) daerah titik pengamatan yang dipilih tidak boleh berdekatan ataupun

bertetangga, serta tidak bertetangga dengan kota besar,

(2) masyarakat desa titik pengamatan tersebut tidak mengalami mobilitas yang tinggi, (3) jumlah penduduk di desa daerah titik pengamatan maksimal 6.000. jiwa, dan (4) desa titik pengamatan tersebut minimal sudah berusia 30 tahun.

Peneliti dalam hal melaksanakan penelitian ini sudah mengikuti petunjuk yang ditegaskan oleh Mahsun tersebut. Teori kuantitatif dimaksud ialah menetapkan daerah titik pengamatan dengan mengukur jarak antara desa satu dengan desa dua, desa tiga, desa empat, desa lima, desa enam, dan seterusnya kira-kira 20 km. Cara ini sebaiknya dilakukan terhadap suatu daerah yang penduduknya mempunyai isolek yang homogen, maka cara kuantitatif boleh tidak diindahkan. Setelah diamati semua desa daerah titik pengamatan yang telah ditetapkan bahwa daerah titik pengamatan untuk penelitian ini sudah memenuhi syarat kualitatif maupun kuantitatif.


(47)

Desa yang ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan, satu desa di masing-masing wilayah kecamatan, yaitu Desa Nageri di wilayah Kecamatan Juhar, Desa Kinangkong di wilayah Kecamatan Lau Baleng, Desa Lau Buluh di wilayah Kecamatan Kuta Buluh, Desa Selandi di wilayah Kecamatan Payung, Desa Seberaya di wilayah Kecamatan Tiga Panah, dan Desa Dokan di wilayah Kecamatan Merek. (1) Kecamatan Juhar

Kecamatan Juhar mempunyai wilayah seluas 218,56 km2. Kecamatan Juhar terletak di antara 710–800 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Juhar berbatasan dengan:

(1) Kecamatan Tiga Binanga dan Munte di bagian Utara, (2) Kabupaten Dairi di sebelah Selatan,

(3) Kabupaten Dairi dan Kecamatan Tiga Binanga di sebelah Barat, dan (4) Kecamatan Tiga Panah di sebelah Timur.

Kecamatan Juhar berpenduduk sebanyak 13.859 (6.572 orang laki-laki dan 7.287 orang perempuan) dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.423. Cuaca di wilayah Kecamatan Juhar berkisar antara 22o–29oC. Musim di Wilayah Kecamatan Juhar adalah musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim ini tidak dapat lagi diprediksi berhubung hutan sudah dirusak oleh masyarakat. Kecamatan Juhar mempunyai 24 desa dan salah satu di antaranya ditetapkan sebagai desa tempat titik pengamatan, yaitu Desa Nageri. Desa Nageri mempunyai penduduk sebanyak 657 orang (308 laki-laki dan 349 orang perempuan) yang terdiri dari 197 rumah tangga.


(48)

(2) Kecamatan Lau Baleng

Kecamatan Lau Baleng berada dalam ketinggian 600–700 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Lau Baleng mempunyai wilayah seluas 252,60 km2. Adapun batas wilayah Kecamatan Lau Baleng adalah:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Mardingding, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi,

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, dan Sebelah Timur dengan Kecamatan Tiga binanga.

Wilayah Kecamatan Lau Baleng mempunyai 15 desa, salah satu di antaranya ialah Desa Kinangkong. Desa Kinangkong inilah yang dijadikan sebagai desa tempat titik pengamatan penelitian ini. Luas desa Kinangkong adalah 20,86 km2. Jumlah penduduknya adalah sebanyak 1.316 orang (643 orang laki-laki dan 673 orang perempuan). Jumlah rumah tangga di desa Kinangkong ada sebanyak 331. Masyarakat Kinangkong menganut tiga agama yang berbeda, yaitu Islam, Katolik, dan Kristen lainnya. Pemeluk agama Islam ada sebanyak 314 orang, Katolik ada sebanyak 285 orang, dan Kristen lainnya ada sebanyak 717 orang.

(3) Kecamatan Kuta Buluh

Kecamatan Kuta Buluh mempunyai wilayah seluas 195,70 km2 yang terdiri atas 16 desa. Wilayah ini berada dalam ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Adapun batas wilayah Kecamatan Kuta Buluh ialah:

Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat,


(49)

Sebelah Barat dengan Kecamatan Mardingding, dan Sebelah Timur dengan Kecamatan Payung.

Penduduk Kecamatan Kuta Buluh ada sebanyak 11.853 jiwa. Desa yang ditetapkan sebagai tempat titik pengamatan di Wilayah Kecamatan Kuta Buluh adalah desa Lau Buluh. Desa Lau Buluh mempunyai penduduk sebanyak 1.097 orang (539 laki-laki dan 558 orang perempuan) yang terdiri dari 192 rumah tangga. Di desa Lau Buluh ada terdapat 1 mesjid dan 6 gereja.

(4) Kecamatan Payung

Kata Payung dalam frasa Kecamatan Payung sebenarnya berasal dari kata

Payong. Banyak anggota masyarakat Karo tidak mengerti sejarah kata Payung

tersebut. Sebahagian orang menganggap bahwa makna kata Payung pada frasa Kecamatan Payung adalah Payong di dalam bahasa Karo yang memang artinya ‘payung’, tetapi yang sebenarnya adalah Payong [payoŋ] yang berasal dari dua kata ‘payo’ dan ‘nge’ [payo ŋě] yang berarti ‘benar’ atau ‘betul’. Desa Payung pada mulanya merupakan ladang seorang Merga Bangun. Merga Bangun tersebut adalah penduduk asli Desa Batu Karang. Merga Bangun tersebut meninggalkan Desa Batu Karang berhubung rumah tangganya yang selalu mendapatkan masalah. Akhirnya, dia pindah ke Desa Payung yang pada masa itu belum pernah dihuni dan merupakan hutan. Jadi alasannya ke sana ialah untuk menghindar dari masyarakat desa Batu Karang. Pada dasarnya penduduk desa Batu Karang tidak tahu entah ke mana dia pergi. Tetapi pada suatu hari ada sekelompok orang yang berburu babi hutan dan rusa. Tanpa disengaja mereka menemukan pondok keluarga Pak Bangun tersebut.


(50)

Sewaktu selesai perburuan, mereka memberitakan hal tersebut kepada penduduk Desa Batu Karang. Oleh karena sudah lebih sepuluh tahun masyarakat Desa Batu Karang tidak mengetahui keberadaan Merga Bangun tersebut maka setiap orang yang mendengar berita tersebut berkata payo nge [payo ŋ]. Frasa payo nge sebenarnya bersifat ambigu. Misalnya, seseorang ingin mengetahui kebenaran suatu kejadian, maka dia akan bertanya Payo nge ia i ĵadah? [payo ŋ ia i ĵadah] yang berarti ‘Benar atau betulkah dia di sana?’ Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah [payo ŋ]. Akhirnya terjadilah Desa Payung karena sudah banyak masyarakat dari desa lainnya membuka lahan pertanian di sekeliling ladang Pak Bangun tersebut. Desa Payung berada di lereng kaki Gunung Sinabung.

Kira-kira pada tahun 1901, sebelum Indonesia merdeka karena Kolonial Belanda dan Jepang masih menduduki Indonesia, wilayah Kecamatan Payung dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu:

wilayah Raja Urung Susuk yang berkedudukan di Tiga Nderket,

wilayah Raja Urung Batu Karang yang berkedudukan di Batu Karang, dan wilayah Raja Urung Guru Kinayan yang berkedudukan di Tiga Pancur.

Tiga Pancur termasuk ke wilayah Kecamatan Simpang Empat dan Tiga Nderket adalah wilayah Kecamatan Tiga Nderket. Ketiga wilayah Raja Urung tersebut berada di bawah kekuasaan atau kepeminpinan Pemerintah Sebayak Lingga. Kemudian setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Bupati Kabupaten Karo yang ditunjuk ialah Rakutta Sembiring. Beliau mengadakan suatu rapat dengan masyarakat Kabupaten Karo tentang daerah-daerah Raja Urung. Rapat tersebut


(51)

memutuskan agar daerah-daerah Raja Urung tersebut dijadikan menjadi satu wilayah kecamatan yang berkedudukan di Desa Payung dengan alasan lokasinya berada di tengah-tengah wilayah tersebut. Setelah lima bulan lamanya Asisten Wedana berkantor di desa Payung, maka dipindahkanlah kantor Asisten Wedana ke Desa Tiga Nderket dengan ketentuan bahwa nama tidak berubah yaitu masih tetap Payung. Adapun alasan Bupati untuk memindahkan kantor Asisten Wedana ke Tiga Nderket, berhubung di Desa Payung sangat sedikit sekali penduduknya, sedangkan di Tiga Nderket sangat banyak penduduk.

Tiga Nderket adalah satu frasa dari dua kata Tiga dan Nderket [tiga] dan [ndƏrkƏt]. Tiga artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ dan Nderket adalah nama suatu pohon kayu. Berhubung pohon Nderket tersebut sangat tinggi dan rimbun sehingga di bawahnya sangat teduh, maka di sekitar pohon Nderket tersebutlah masyarakat jadikan pasar. Jadi, Tiga Nderket artinya ‘pasar’ atau ‘pekan’ di bawah pohon Nderket.

Pada tahun 2005, Pemerintah Indonesia sedang sibuk dengan terbitnya Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2005, yaitu pemekaran daerah-daerah. Untuk Wilayah Kecamatan Payung dimekarkan menjadi dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Payung dan Kecamatan Tiga Nderket. Jadi, semenjak itu Kantor Kecamatan Payung yang tadinya berkedudukan di Tiga Nderket kembali ke desa Payung, dan Kecamatan Tiga Nderket berkedudukan di Tiga Nderket. Kecamatan Payung terletak di antara 205’ lintang Utara dan 97,55 bujur Timur. Keadaannya


(52)

berada pada 850–1.200 meter di atas permukaan laut. Luas Kecamatan Payung adalah 47,24 km2. Adapun batas-batas Kecamatan Payung adalah:

sebelah Utara dengan Kecamatan Tiga Nderket, sebelah Selatan dengan Kecamatan Munte,

sebelah Barat dengan Kecamatan Tiga Nderket, dan sebelah Timur dengan Kecamatan Simpang Empat.

Jarak Kecamatan Payung ke Ibukota Kabupaten Karo, Kabanjahe adalah 17 km dan dengan kota Medan 93 km.

Penduduk Kecamatan Payung sebanyak 10.818 orang (5.300 orang laki-laki dan 5.518 orang perempuan) yang terdiri dari 3.071 rumah tangga. Di wilayah Kecamatan Payung yang telah ditetapkan sebagai daerah tempat titik pengamatan adalah Desa Selandi yang jumlah penduduknya sebanyak 620 orang dan terdiri dari 205 rumah tangga. Masyarakat Desa Selandi mayoritas memeluk agama Kristen, Protestan sebanyak 214 orang, Katolik sebanyak 204 orang, Islam sebanyak 197, dan lainnya sebanyak 5 orang. Mata pencaharian masyarakat Desa Selandi adalah bertani, ada yang menanam tanaman keras dan ada juga yang menanam palawija.

(5) Kecamatan Tiga Panah

Kecamatan Tiga Panah terletak di atas permukaan laut setinggi 1.192 meter, dan luas wilayahnya 18.684 km2. Kecamatan Tiga Panah berpenduduk sebanyak 29.626 jiwa (14.753 orang laki-laki dan 14.873 orang perempuan) yang terdiri dari 7.700 rumah tangga. Di Kecamatan Tiga Panah masyarakat memeluk agama Kristen sebanyak 20.095 orang, Katolik sebanyak 7.122 orang, Islam sebanyak 2.292 orang,


(53)

dan lainnya 117 orang. Penduduk Kecamatan Tiga Panah pada umumnya petani. Masyarakat pada umumnya menanam tanaman keras dan palawija.

Di daerah Kecamatan Tiga Panah telah ditetapkan desa Seberaya sebagai tempat titik pengamatan. Desa Seberaya mempunyai penduduk sebanyak 2.796 orang (1.429 orang laki-laki dan 1.369 orang perempuan). Penduduk Desa Seberaya 20 orang memeluk Agama Islam, 2.097 memeluk Agama Protestan, 662 orang memeluk Agama Katolik, dan 17 orang memeluk agama lainnya. Penduduk Desa Seberaya adalah petani dengan menanam tanaman keras dan palawija..

(6) Kecamatan Merek

Kecamatan Merek mempunyai areal seluas 125,51 km2 dan berada pada 1.192 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kecamatan Merek berbatasan dengan: Tiga Panah di sebelah Utara,

Kabupaten Dairi di sebelah Selatan, Kecamatan Juhar di sebelah Barat, dan Kabupaten Simalungun di sebelah Timur.

Kecamatan Merek mempunyai 19 desa dan jumlah penduduknya sebanyak 15.652 jiwa (7.840 orang laki-laki dan 7.812 orang erempuan) yang terdiri dari 4.048 rumah tangga. Masyarakat Kecamatan Merek memeluk agama Kristen sebanyak 11.464 orang, Katolik sebanyak 3.258 orang, dan Islam sebanyak 930 orang. Untuk daerah Kecamatan Merek telah ditetapkan Desa Dokan sebagai daerah tempat titik pengamatan. Penduduk Desa Dokan ada sebanyak 461 rumah tangga (1.189 jiwa yang terdiri dari 577 orang laki-laki dan 612 orang perempuan). Masyarakat Desa


(54)

Dokan memeluk agama Kristen sebanyak 1.000 orang, Katolik sebanyak 180 orang, dan Islam sebanyak 9 orang. Mata pencaharian masyarakat Dokan adalah menanam palawija dan tanaman keras.

2. 5 Kabupaten Deli Serdang

Sebelum Perang Dunia Ke II, atau tegasnya sebelum Proklamasi Kemer-dekaan Republik Indonesia 17-08-1945, Indonesia masih diduduki oleh Kolonial Belanda, Kabupaten Deli Serdang merupakan wilayah kepemimpinan Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam masa penjajahan Belanda merupakan Keresidenan Sumatera Timur, dan sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan kesultanan sudah berakhir dan struktur pemerintah disesuaikan dengan pemerintah Indonesia dan Kesultanan Deli dan kesultanan Serdang dijadikan sebagai daerah Kabupaten Deli Serdang.

Mulai tahun 1945, daerah Kabupaten Deli Serdang, secara berkesinambungan dipimpin oleh seorang Bupati. Daerah Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari hasil bumi. Kabupaten Deli Serdang berpotensi untuk meningkatkan perekonomian daerah, misalnya perkebunan karet, tembakau, dan kelapa sawit. Bila dilihat dari segi politik Kabupaten Deli Serdang cukup kritis. Daerah pariwisata, pentraktoran di Tanjung Morawa di masa Orde Lama telah mengakibatkan jatuhnya kabinet di zaman Orde Lama. Peranan daerah Kabupaten Deli Serdang dalam


(55)

pembangunan sangat menonjol. Melalui pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dapat menumbuhkan ekonomi diberbagai sektor di Deli Serdang. Misalnya, di sektor pertanian dan perkebunan menjadi pemeran utama bagi penghuni Kabupaten Deli Serdang.

Sejalan dengan lajunya pembangunan di bidang politik berjalan cukup mantap, stabil, dan dinamis. Hal ini tercipta dengan adanya kerjasama yang harmonis di kawasan Deli Serdang. Keadaan tersebut merupakan modal yang tidak terhitung nilainya untuk mewujudkan demokrasi Pancasila. Azas persatuan dan kesatuan selalu menjiwai pemerintah Deli Serdang sehingga kesetabilan politik tetap mantap dan terkendali.

Kabupaten Deli Serdang terletak pada posisi 2o 57’’ Lintang Utara, 3o 16’’ Lintang Selatan, 98o 33’’-99o 27’’ Bujur Timur dengan Luas wilayah 2.497,72 Km2 Batas wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut:

sebelah utara dengan Kabupaten Langkat,

sebelah selatan denganKabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, sebelah timur dengan Kabupaten Serdang Bedagai, serta

sebelah barat dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Dari permukaan laut ketinggian daerah Kabupaten Deli Serdang mengelilingi kota Medan yang terdiri atas 22 kecamatan dan 403 Desa/ Kelurahan. Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis. Pengamatan Stasiun Sampali menunjukkan rata-rata kelembapan udara per-bulan adalah sekitar 83%, curah hujan berkisar antara 51 sampai dengan 502 mm per-bulan dengan periodik tertinggi pada bulan September


(56)

dan Oktober, hujan per-bulan berkisar 9 -23 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan September–Oktober. Rata-rata kecepatan udara berkisar 2,0 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 4,0 mm/hari. Temperatur udara perbulan minimum 23,9o C dan maksimum 32,4oC.

Pengamatan di Stasiun Gunung Pamela, dapat dilihat bahwa kelembapan udara rata-rata 83%, curah hujan bekisar antara 45 samapai dengan 287 mm perbulan. Sementara rata-rata kecepatan, tingkat penguapan dan temperatur udara tidak dapat diamati.

Peningkatan partisipasi sekolah penduduk tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pada pendidikan maupun pada tenaga guru yang memadai. Pada tingkat pendidikan dasar jumlah sekolah ada sebanyak 758 unit yang terdiri dari 619 Sekolah Dasar Negeri/Inpres dan sebanyak 139 Sekolah Dasar Swasta. Jumlah SLTP Negeri sebanyak 40 unit, SLTP Swasta sebanyak 159 unit. Jumlah SMU Negeri sebanyak 10 unit dan SMU swasta sebanyak 74 Unit. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri hanya 2 unit dan yang diselenggarakan oleh swasta sebanyak 73 unit.

Selain itu, sekolah pendidikan agama, baik tingkat dasar maupun menengah adalah sebagai berikut: jumlah Madrasyah Ibtidaiyah (MI) adalah 56 unit, Madrasyah Tsanawiyah (MTs) sebanyak 76 unit dan Madrasyah Aliyah (MA) sebanyak 32 unit termasuk yang diselenggarakan oleh swasta. Dari kenyataan di atas terlihat bahwa peran masyarakat(swasta) dalam meningkatkan kecerdasan bangsa cukup besar, hal


(57)

ini ditunjukkan dengan lebih banyak jumlah sekolah swasta bila dibandingkan dengan sekolah negeri, khusus di tingkat sekolah menengah.

Dengan fasilitas pendidikan yang demikian, maka jumlah murid yang dapat ditampung adalah sebanyak 194 064 siswa untuk SD, 54 412 siswa untuk tingkat SLTP, 23 885 siswa untuk tingkat SMU dan 21 843 siswa untuk sekolah STM, SMEA,SMKK dan SMK, sedangkan untuk sekolah agama ada terdapat sebayak 13 165 siswa untuk tingkat MI, sebanyak 16 390 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak 3 092 siswa untuk tingkat MTs, dan sebanyak 3 092 siswa untuk tingkat MA. Bila kita lihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dapat diketahui bahwa dari 1.147.865 penduduk di usia 19 tahun ke atas. Jadi + 330.992 orang atau sekurang-kurangnya telah menamatkan tingkat pendidikan dasar (SD atau sedeajat) atau sekitar 28,83% sudah tamat dan sekitar 23,33% belum tamat SD atau tidak/ belum pernah sekolah, sedangkan selebihnya, yaitu 47,84% telah menamatkan pendidikan pada tingkat SLTP ke atas.

Sesuai dengan falsafah negara, pelayanan kehidupan beragama senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dalam upaya mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa. Jumlah masjid dan langgar atau musholla masing-masing sebanyak 666 buah dan 788 buah. Jumlah gereja sebanyak 683 buah, kuil dan vihara sebanyak 13 buah. Untuk memberdayakan rumah ibadah tersebut khususnya untuk umat Islam di Kabupaten Deli Serdang terdapat 178 orang mubalihq yang secara aktif


(58)

memberikan pelajaran agama. Di Kabupaten Deli Serdang terdapat imam sebanyak 88 orang, khotib ada sebanyak 574 orang, dan ulama sebanyak 1010 orang.

Ketersediaan sarana kesehatan berupa rumah sakit di Kabupaten Deli Serdang ada sebanyak 11 unit, masing-masing berada di Kecamatan Tanjung Morawa (2 unit), Kecamatan Lubuk Pakam (3 unit), Kecamatan Deli Tua (2 unit), Kecamatan Labuhan Deli (1 unit). Kapasitas tempat tidur seluruhnya sebanyak 470 tempat tidur. Di setiap wilayah kecamatan sudah ada puskesmas dan puskesmas pembantu. Sarana penunjang kesehatan tersebut didukung oleh sebanyak 91 apotik dan depot obat yang tersebar di beberapa kecamatan lain.

Di Kabupaten Deli Serdang sudah ditetapkan enam desa sebagai daerah titik pengamatan. Keenam desa tersebut berada di dalam enam wilayah kecamatan yang berbeda. Adapun keenam kecamatan tersebut adalah:

(1) Kecamatan Sibolangit

Luas Kecamatan Sibolangit sekitar 174,92 Km2 dan tinggi dari permukaan laut antara 350 m s/d 700m serta terletak pada 20o – 59o Lintang Utara dan 50o – 98o Bujur Selatan

Keadaan daerah Kecamatan Sibolangit berbukit-bukit dan di antara bukit ada beberapa sungai besar, yakni Sungai Belawan, Sungai Petani, Sungai Betimus dll yang muaranya ke Kecamatan Pancurbatu dan Kecamatan Namo Rambe. Hal ini dapat membuat tanah di daerah ini subur. Iklim di Kecamatan ini pada umumnya berhawa sedang dan terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan September sampai dengan Maret dan


(59)

musim kemarau pada bulan April sampai deengan bulan Agustus pada setiap tahunnya.

Batas-Batas :

sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pancurbatu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo,

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutalimbaru, dan

sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Biru-Biru. (2) Kecamatan STM Hilir

Pada masa penjajahan Belanda, Kecamatan STM Hilir disebut VAN.N. Senembah Tanjung Muda Hulu yang dipimpin oleh perbapaan bermarga Barus dan tunduk kepada Sultan Serdang di Perbaungan. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, VAN.N. Senembah Tanjung Muda Hulu disebut Sinembah Tanjung Muda Hulu, pusat pemerintahannya berkedudukan di Desa Tadukan Raga. Setelah penyerahan kedaulatan/penghapusan Negara Sumatera Timur sekitar tahun 1945/1949, Sinembah Tanjung Muda dibagi menjadi 2 wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu dan Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir yang berkedudukan di Desa Talun Kenas terdiri dari 38 Desa dan pada tahun 1991 diperkecil menjadi 15 Desa.

Kecamatan STM Hilir terdiri dari 15 Desa dan 80 Dusun. Sejak tahun 1990 karena adanya penciutan desa yang mana Kecamatan STM Hilir dikelilingi oleh Kecamatan Patumbak, bangun Purba, Biru-biru dan Kecamatan STM Hulu. Kecamatan STM Hilir luasnya 190,50 Km2.


(60)

Kecamatan STM Hilir beriklim sedang. Di sebelah selatan kecamatan tersebut ditemukan beberapa bukit kecil. Letak kecamatan di atas permukaan laut tingginya berkisar 190 sampai dengan 500 m. Iklim di wilayah Kecamatan STM Hilir sangat bergantung kepada dua arah angin, yaitu angin dri arah laut dan angin dari arah pegunugan. Curah hujan yang menonjol pada bulan Januari sampai dengan Agustus. Musim kemarau terjadi pada bulan September sampai dengan Desember. Batas-batas wilayah Kecamatan STM Hilir ialah:

Utara berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hulu,

Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangun Purba dan STM Hulu, dan Barat berbatasan dengan Kecamatan Biru-Biru.

(3) Kecamatan Biru-biru

Daerah Kecamatan Biru-biru luasnya 89,69 Km2 atau sekitar 8969 Hektar. Kecamatan Biru-biru terdiri atas 17 desa dan 89 dusun. Ibukota kecamatannya adalah Biru-biru. Kecamatan Biru-biru pada umumnya mempunyai 2 (dua) iklim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin dari arah laut dan angin dari arah pegunungan. Angin laut biasanya membawa hujan, sedangkan angin dari arah gunung membawa udara panas dan lembab. Curah hujan pada umumnya pada bulan September sampai dengan Desember, sedangkan musim kemarau pada bulan Januari sampai dengan Agustus. Di Kecamatan Biru-Biru ada bermacam-macam suku bangsa dan mayoritas beragama Islam, Kristen Protestan, dan


(61)

Katolik yang satu sama lainnya hidup harmonis dan mampu memelihara adat istiadat masing-masing. Sumber mata pencarian penduduk umumnya bertani.

Adapun batas-batas Kecamatan Biru-Biru ialah:

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua, Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Patumbak,

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe, dan Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kec. STM Hilir.

(4) Kecamatan Namo Rambe

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kecamatan Namo Rambe berada di bawah Pemerintahan Sultan Deli yang berkedudukan di Medan dan termasuk Kewedanan Deli Hulu dan Pusat Kewedanan di Pancur Batu. Setelah proklamasi, kekuasaan Sultan Deli berakhir dan timbullah Pemerintahan Kecamatan yang pada waktu itu dikepalai oleh seorang Asisten Wedana (sekarang camat) yang sampai sekarang menjadi Kecamatan Namo Rambe. Kecamatan Namo Rambe adalah salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, berjarak sekitar ± 20 Km dari Kodya Medan dan ± 34 Km Ibu Kota Kabupaten Deli Serdang di Lubuk Pakam. Kecamatan Namo Rambe terdiri dari 36 Desa dan Ibu Kota Kecamatannya adalah Desa Kuta Tengah. Kantor Camat terletak di Desa Kuta Tengah ± 1 Km dari ibu kota kecamatan, yang dibangun pada tahun 1983/1982. Daerahnya landai dengan ketinggian 51 sampai dengan 499 meter di atas permukaan laut, secara umum dapat dirinci sebagai berikut:


(62)

Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan pertanian Tanaman Pangan dan lainnya antara 51 sampai dengan 400 meter atau sekitar 92,24% dari luas wilayah Kecamatan. Tanah usaha yang dapat dikelola untuk lahan perkebunan Rakyat/Tanaman Keras antara 401 sampai dengan 499 meter diatas permukaan laut yang luasnya 483 Ha atau sekitar 7,76% dari wilayah kecamatan.

(5) Keacamatan Kutalimbaru

Daerah ini pada masa penjajahan Belanda bernama Hofd Perbapaan Sebernaman yang sekarang dinamakan Kecamatan Kutalimbaru. Hofd Perbapaan Kutalimbaru tunduk ke daerah yang bernama Coetoeleur Van Boven yang sekarang Pancurbatu (Aremania). Hofd Perbapaan Sebernaman membawahi 6 Perbapaan dan dijabat oleh Tangkas Sinulingga dan ke penghuluan sebanyak 80 kepenghuluan. Pada zaman Pemerintahan Jepang, Pemerintah Kutalimbaru terbagi atas 80 Komico, yang tunduk ke Daerah Guntebu yang di jabat oleh Bunsisco. Pada zaman Pemerintahan Republik Indonesia (1945) daerah ini berstatus kecamatan yang membawahi 80 kepenghuluan dan organisatoris pemerintahan untuk ke Kabupaten sampai tahun 1946. Pada waktu itu Kecamatan Kutalimbaru tunduk ke Kewedaan Deli Hulu yang berkedudukan di Pancur Batu, yang berada dalam wilayah Kewedaan Deli Hulu terdiri dari beberapa wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Sibolangit. Kecamatan Namo Rambe, dan Kecamatan Biru-Biru.

Pada masa Sumatera Timur (NST) 1948 daerah ini bernama Onder De Hofd (ODH) yang berada di bawah Pemerintahan Distrik Hofd di Pancur Batu yang dijabat oleh Negeri Purba, dan keadaan ini berlangsung sampai tanggal 29 Desember 1949.


(63)

Pada masa Negara Kesatuan (1950) status pemerintahan di daerah ini kembali ke Kecamatan Kutalimbaru yang dijabat oleh Kelang Sinulingga dan Kewedanan di Pancur Batu yang dijabat oleh Keras Surbakti (Kewedanaan Deli Hulu) terus berlangsung sampai penghapusan Wilayah Kewedanaan Deli Hulu pada tahun 1957. Setelah penghapusan Kewedanaan, maka status pemerintah berubah menjadi Kecamatan Kutalimbaru dengan Ibu Kota Kecamatan yang Berdomisili di Desa Kutalimbaru.

(6) Kecamatan Pancur Batu

Kecamatan Pancur Batu mempunyai wilayah seluas 122,53 km2 (12.253 hektar).

Di Kecamatan Pancur Batu ada terdapat dua puluh lima desa dan seratus delapan dusun. Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan :

Kota Medan di sebelah Utara,

Kecamatan Sibolangit di sebelah Selatan, Kecamatan Namo Rambe di sebelah Timur, dan Kecamatan Kutalimbaru di sebelah Barat.

Jumlah penduduk Kecamatan Pancur Batu sebanyak 82.290 jiwa. BPS Kecamatan Pancur Batu belum pernah mencacah masyarakatnya menurut suku, tetapi mereka telah mencatat jumlah penduduk sesuai agama yang mereka anut. Jadi, sesuai hasil pencatatan BPS Kecamatan Pancur Batu bahwa di sana ditemukan 51.024 orang yang memeluk agama Islam, 23.048 orang yang memeluk agama Kristen Protestan, 3.450 orang Katolik, dan 4.768 orang memeluk agama lainnya. Desa daerah titik


(64)

pengamatan yang sudah ditetapkan di wilayah Kecamatan Pancur Batu adalah desa Gunung Tinggi. Desa penduduknya 1.804 jiwa (laki-laki 907 orang dan 897 orang perempuan) dengan 454 rumah tangga. Penduduk desa Gunung Tinggi memeluk agama Islam sebanyak 858 orang, Kristen 695 orang, Katolik 20, dan yang lainnya 231 orang.

2.6 Kabupaten Langkat

Pada saat Indonesia masih di bawah kekuasaan kolonial Belanda daerah Kabupaten Langkat masih berstatus kesultanan yang dipimpin oleh Morry Agesten. Residen ini berkedudukan di Binjai. Jadi pada saat itu dibagi dua oleh kolonial Belanda. Urusan orang asing di bawah Morry Agesten dan orang pribumi diatur oleh sultan Langkat. Sistem ini berlangsung sejak 1865 hingga akhir penjajahan Belanda di Indonesia, yaitu 1942.

Kabupaten Langkat pada waktu itu secara administratif dibagi atas tiga daerah, setiap satu daerah dipimpin oleh seorang ‘Luhak’. Adapun ketiga daerah yang dimaksud adalah (1) Langkat Hulu yang berkedudukan di Binjai mempunyai wilayah Selesai, Bahorok, Sei Bingai, Kuala, dan Salapian; (2) Langkat Hilir yang daerahnya adalah Stabat, Bingei, Secanggang, Padang Tualang, Cempa, dan Pantai Cermin, daerah ini berkedudukan di Tanjung Pura; (3) Teluk Haru yang berkedudukan di Pangkalan Berandan mempunyai wilayah Besitang, Langkat Tamiang, Salahaji, Pulau Kampai, dan Sei Lepan.


(1)

8. Nama : Jaman Kembaren

Umur : 60 Tahun

Jenis kelamin : Laki –laki Desa : Talun Kenas 9. Nama : Jaga Barus

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Talun Kenas 10.Nama : Jore Ginting

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Namo Rambe

11.Nama : Tangkas Barus

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Namo Rambe

12.Nama : Jamal Bukit

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelami : Laki –laki

Desa : Namo Rambe

13.Nama : Terang Malem Silangit

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Pasar X

14.Nama : Paulus Sinulingga

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Pasar X

15.Nama : Radu Seh Sinulingga

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Pasar X

16.Nama : Kelini Depari

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Gunung Tinggi


(2)

17.Nama : Malem Bangun

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Gunung Tinggi 18.Nama : Nangkih Sinurat

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki Desa : Gunung Tinggi

Data informan yang beromisili di Kabupaten Langkat : 1. Nama : Roman Depari

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Telagah

2. Nama : Jasa Kembaren

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Telagah

3. Nama : Dandan Sinulingga

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Telagah

4. Nama : Rahmat Karo- Karo

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe 5. Nama : Tansil Sinulingga

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe

6. Nama : Tanda Malem Barus

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki Desa : Tj. Merahe


(3)

7. Nama : Sanggup Kacaribu

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Garunggang

8. Nama : Panah Sembiring

Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Garunggang

9. Nama : Landas Siniulaki

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Garunggang

10.Nama : Lampas Karo – karo

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Kuta Gajah

11.Nama : Reh Malem Ginting

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Kuta Gajah

12.Nama : Modal Tarigan

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki

Desa : Kuta Gajah

13.Nama : Tamat Ginting

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Parangguam

14.Nama : Andel Sembiring

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Parangguam

15.Nama : Lukas Tarigan

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki


(4)

16.Nama : Jaya Sembiring

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki –laki

Desa : Lau Damak

17.Nama : Ridwan Tarigan

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Desa : Lau Damak

18.Nama : Romanus Sinulingga

Umur : 58 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – laki


(5)

Riwayat Hidup Penulis

I. Data Pribadi

Nama : Matius C.A. Sembiring Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 26-11-1952

Tempat Lahir : Sukababo, Kecmatan Juhar, Kabupaten Karo

Tempat Tinggal : Jl. Setiabudi, Psr 2, Gang Tata no.6, Tanjugsari-Medan Telepon/ HP : 0618210682/ 08126525635

II. Riwayat Pendidikan

Sekolah Rakyat Negeri Biaknampe, Sukababo (tamat tahun 1965) Sekolah Menengah Pertama Negeri Munte (tamat thun 1968) Sekolah Mengah Atas Negeri Kabanjahe (tamat tahun 1971) D-3 Fakultas Sastra USU Medan (tamat tahun 1975)

S-1 Fakultas Sastra USU Medan (tamat tahun 1980)

S-2 School of English and Linguistics, Sydney Macquarie University-Australia (tammat tahun 1990)

S-3 Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU (tamat tahun 2009) III. Riwayat Pekerjaan

PNS (asisten ahli madya) di Fakultas Sastra USU mulai tahun 1981

Kepala Laboratorium Bahasa USU di Fakultas Sastra USU tahun 1981–1982 Sekretaris Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra USU tahun 1983–1984 Ketua Jurusan Sastra Daerah tahun Fakultas Sastra USU 1985–1986 Sekretaris Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra USU tahun 1995–1999 Pembantu Dekan I Fakultas Sastra USU 1999–2002


(6)

Pernyataan

VARIASI DIALEK BAHASA KARO DI KABUPATEN

KARO, DELI SERDANG, DAN LANGKAT

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh elar Doktor dari program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas sumatera Utara adalah benar merupakan karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bahagian-bahagian tertentu dari hasil karya orang lain dlam penulisan disertasi ini saya cantumkan, sumbernya secr jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atu sebahagian disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bahagian-bahagian tertentu saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan perturan dan perundangan yang berlaku. Medan 19 Oktober 2009