Kajian Organologis Tengtung Buatan Bapak Rosul Damanik Di Desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Amani.

Ben, M. Pasaribu. 2004. Pluralitas Musik Etnik. Medan: Pusat Dokumentasi dan Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen.

Boedhisantoso, S. 1982. Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya dalam Analisis Kebudayaan Th. III no.2, Jakarta : Depdikbud R.I.,

Departemen Kehutanan dan Perkebunan.1999:78.

Dewi, Heristina. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State Universitity Press.

Hornbostel, Erich M. Von and Curt Sach, 1961.Clasification of Musical Instrument. (Translate from original Germany by Antoni Bainen and Klause P. Wachman). Berlin.

Koenjaraningrat, 1980.Sejarah Teori antropologi I. Jakarta: Gramedia Koentjaraningrat, 1986.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Melalotoa, 1986.Pesan Budaya Dalam Kesenian.

Meriam, P. Alan 1964. The Anthropology Of Music. Chicago: North Western University Press.

Nettl, Bruno. 1964.Theory and Method in Etnomusicology. The Free Press of Glencoe.

Poerwadarminta W.J.S. 2003.Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Penerbit Balai Pustaka

Purba, dermawan, 2004.”Musik Tradisional Simalungun,” dalam Ben Pasaribu (ed), Pluralitas Musik Etnik. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak. Universitas HKBP Nommensen.


(2)

Purba, Tribudi. 2014. Kajian Organologis Saligung Simalungun Buatan Bapak Ja Huat Purba di Desa Tengkoh, Kecamatan Panombean Pane, Kabupaten Simalungun, Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Saragih,Taralamsyah. 1964. Seminar Kebudayaan Simalungun. Sihotang, H. 1993. Turi-turian Raja Sigodang Ulu.

Sipayung, Hernalia. dkk. 1992:19-20. Peralatan Musik Tradisional Batak Simalungun. Medan: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Sumatera Utara.

Soerjono Soekanto. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press. Susumu Kashima. 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan


(3)

DAFTAR INFORMAN Nama : Rosul Damanik

Alamat : Desa Sarimatondang I kec.Sidamanik Kab. Simalungun Umur : 57 tahun

Pekerjaan : PNS, Pemain Gonrang, Budayawan Simalungun, Pembuat alat musik Simalungun dan Toba.

Nama : Romi Marpaung

Alamat : Desa Sarimatondang II kec. Sidamanik Kab. Simalungun Umur : 57 tahun

Pekerjaan : PNS

Nama : J. Badu Purba Siboro

Alamat : Jln. Nangka 1 No. 18, Desa Lestari Indah, Kec. Siantar Umur : 73 tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS, Pemain Sulim Simalungun, Seniman Simalungun.

Nama : Djomen Purba

Alamat : Jln. Jenderal Sudirman No. 20 Pematang Siantar

Umur : 72 tahun


(4)

BAB III

STUDI ORGANOLOGIS TENGTUNG SIMALUNGUN

3.1 Klasifikasi Tengtung

Dalam mengklasifikaskan tengtung, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Hornbostel (1914) yaitu :

“Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari : idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi, aerofon (udara sebagai sumber penggetar bunyi), membranofon (kulit sebagai penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai penggetar utama bunyi).

Sesuai dengan tinjauan penelitian mengenai organologi alat musik tengtung. Penulis mengklasifikasikan alat musik ini kedalam idiofon-kordofon (idiokord).Tengtung dikatakan sebagai idiofon karena alat itu sendiri sebagai sumber penggetar bunyi, yang senarnya dijadikan sebagai penggetar utama bunyi maka dari itu tengtung termasuk klasifikasi idiokord.

Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis harpa; (4) jenis lute; dan (5) jenis siter. Berdasarkan karakteristik bentuknya tengtung berjenis siter. Penahan senar tengtung adalah tabung sempurna (whole tube zither). Senar tengtung diambil dari kulit bambu dengan masih tersambung disetiap ujungnya. Dalam hal ini material senar dan penahanannya adalah sama (idiochord musical bows). Tengtung juga mempunyai lubang resonator tambahan


(5)

Dalam klasifikasi Sahcs dan Hornbostel, idiofon berdasarkan metode memainkan suatu alat musik digolongkan menjadi empat bagian yaitu idiofon dipukul (struck idiophones), idiofon petik (plucked idiophones), idiofon gesek (friction idiophones) dan idiofon tiup (blown idiophones). Berdasarkan metode memainkan alat musik tengtung digolongkan sebagai idiofon dipukul (struck idiophones). Tengtung sebagai idiofon pukul langsung (idiophones struck directly) dengan satu tongkat pemukul/tongkat perkusi tunggal (individual percussion sticks).

3.2 Konstruksi Bagian-Bagian Tengtung

Konstruksi bagian tengtung adalah gambaran tentang nama yang terdapat pada bagian alat musik tengtung Simalungun itu sendiri yang terdiri dari enam bagian yang disebut dalam istilah Simalungun, sebagai berikut:

1. Lubang Bekapan (bep-bep) 2. Tukol Kecil / Penyanggah 3. Tukol Besar / Penyanggah 4. Sisik Buluh / Senar

5. Pinggol / Telinga

6. Lubang Udara/ lubang udara 7. Pemukul Tengtung


(6)

Gambar 3.1: Struktur Tengtung Simalungun

Lubang bekapan (bep-bep) Lubang Udara

Gambar 3.2 : Lubang Bekapan Gambar 3.3: Lubang Udara (bep-bep)

Lubang bekapan (bep-bep)

Pinggol / Kupingan

Tukol Besar / Penyanggah Besar Lubang Udara

Senar/ Sisik Buluh

Pinggol /Kupingan Tukol /

penyanggah kecil

Lubang udara

Tukol

Kecil/Penyanggah kecil


(7)

Gambar 3.4 : Gual’Gual (Pemukul Tengtung)

Gual’gual (alat pemukul) tengtung ini terbuat dari kayu ingol yang memiliki panjang 30 Cm. Pemukul tengtung ini hanya dibuat dengan bentuk lurus saja menyerupai sebuah stik pemukul.

3.3 Teknik Pembuatan

Dalam pembuatan tengtung,mengacu pada studi struktural yaitu studi yang berkaitan dengan pengamatan, perekaman atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut. Dalam membuat tengtung Bapak Rosul Damaniktelah memakai alat modern dan tradisional. Alat modern dipakai yaitu bor sebagai ganti pukor untuk pembuatan lubang udara dan bekapan bep-bep. Berikut ini akan dijelaskan bahan-bahan dan alat perlengkapan yang dipakai dalam pembuatan tengtung serta fungsi masing-masing dalam pembuatan tengtung tersebut.


(8)

3.3.1 Bahan Baku Yang Digunakan

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tengtung sangat sederhana. Pembuatan tengtung memang terlihat mudah dari alat Simalungun lainnya seperti Arbab, Gonrang dan Sordam yang membutuhkan bahan baku yang kompleks dengan proses yang sulit dan butuh waktu yang sangat lama. Menurut Bapak Rosul Damanik bahwa membuat tengtung penuh ketelitian yang utuh, serta konsentrasi penuh pada alat tersebut.

Ketika salah sedikit maka tangan sipembuat tengtung itu akan terkoyak oleh kulit bambu. Sehingga butuh suasana yang nyaman dan konsentrasi penuh untuk membuat satu alat musik tengtung. Dalam pembuatannya menggunakan waktu dua atau tiga jam.

Tengtung adalah alat musik yang terbuat dari bambu dengan senarnya sebanyak dua atau tiga buah, dimainkan dengan memukul senarnya, yang biasanya dimainkan di ladang sebagai hiburan pelepas lelah. Namun bambu yang digunakan bukan sembarangan bambu. Bambu yang digunakan yaitu bambu balake atau buluh bolon.

3.3.1.1 Bambu

Bambu adalah tanaman jenis rumput-rumputan dengan rongga dan ruas di batangnya. Bambu memiliki banyak tipe. Nama lain dari bambu adalah buluh dalam bahasa Simalungun. Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai


(9)

Untuk pembuatan tengtung, sebagai bahan dasarnya adalah bambu. Bambu yang digunakan adalah bambu balake atau buluh bolon. Dikarenakan bambu balake atau buluh bolon ini memiliki ruas-ruas yang panjang dan diameter yang besar serta kuat dan kokoh. Dalam habitatnya bambu ini hidup di tepian jurang hutan sehingga tidak tersentuh oleh manusia, yang artinya habitatnya masih alami. Bambu yang diambil harus yang berada di tengah-tengah bambu diantara bambu yang lainnya, dan harus memiliki goresan-goresan di bagian ruas-ruas bambu yang disebabkan oleh angin yang berhembus dan memberikan gesekan-gesekan di ruas bambu tersebut. Semakin banyak goresan-goresan pada badan bambu memberikan kualitas bahan dan suara yang nyaring. Sehingga sangat di wajibkan bambu tersebut bergores dalam pembuatan tengtung

Goresan itu akan membentuk suara bambu nyaring. Bambu yang diambil juga tidak boleh cacat artinya bambu itu harus memiliki pangkal dan ujung bambu yang utuh. Hal ini mengartikan bambu yang layak pakai adalah bambu yang dari awal jelas dengan pertumbuhannya. Pertumbuhannya tidak di ganggu oleh binatang-binatang yang ingin memakannya. Kemudian Bambu juga harus dalam kondisi sedikit tua sehingga dapat memberikan bunyi yang nyaring pula. Hal inilah yang membuat kualitas bahan bambu layak digunakan untuk pembuatan tengtung.


(10)

Gambar 3.5 : Bambu balake atau buluh bolon

3.3.2 Peralatan Yang Digunakan

Merupakan benda-benda atau alat yang dipakai untuk proses pembuatan tengtung. Selain bahan baku yang sederhana, peralatan yang digunakan untuk Pembuatan tengtung tidak begitu banyak dan terbilang sederhana, yaitu hanya membutuhkan gergaji, parang, pisau, Pahat, pukor atau bor, penggaris atau meteran, dan kertas pasir.

3.3.2.1 Gergaji

Gergaji adalah perkakas berupa besi tipis bergigi tajam yang digunakan untuk memotong bahan pada ukuran tertentu. Dalam hal ini gergaji digunakan untuk memotong bambu. Gergaji yang digunakan adalah gergaji tangan yang sederhana dan tradisional.


(11)

Gambar 3.6 : Gergaji Tangan 3.2.2.2 Parang

Parang adalah Suatu alat pemotong yang tajam yang terbuat dari besi. Gunanya memotong dan membelah suatu bahan pekerjaan. Dalam hal ini parang digunakan untuk membersihkan dahan-dahan bambu dari bambu serta memotong kayu ingol untuk pembuatan tukol. Parang yang digunakan berukuran sedang.

Gambar 3.7 : Parang Ukuran Sedang 3.2.2.3 Pisau

Pisau adalah suatu alat pemotong untuk memotong suatu benda yang terbuat dari logam pipih yang tepinya dibuat tajam. Pisau digunakan untuk menghaluskan bagian badan bambu dan mencongkel sisikbuluh dalam pembuatan


(12)

senar tengtung. Pisau digunakan harus tajam, runcing dan memiliki ukuran yang sedang dan berbentuk .

Gambar 3.8 : Pisau Ukuran Sedang 3.3.2.4 Pukkoratau Bor

Pukkor adalah sejenis besi panjang yang digunakan untuk pembuatan lubang udara. Pukor dalam hal ini digunakan untuk membuat tanda lubang udara kecil dan kemudian untuk menggebor lubang tersebut dengan menggunakan bor.


(13)

Gambar 3. 10 : Pukor 3.3.2.5 Penggaris/Meteran

Penggaris adalah suatu alat pengukur dan alat bantu gambar untuk menggambar garis lurus. Dalam hal ini, penggaris digunakan untuk memberikan ukuran jarak senar. Membuat ukuran dalam hal ini bisa dengan jari tangan dan penggaris. Penggaris dan meteran digunakan pada pembuatan tengtung.

Gambar 3.11 : Meteran


(14)

3.3.2.6 Kertas Pasir

Kertas pasir digunakan dalam proses penghalusan batang bambu, terutama pada bagian senar agar pada saat memainkan tengtung tidak memberikan luka sayatan di tangan .

Gambar 3.13 : Kertas Pasir 3.3.3 Proses Pembuatan Awal

Pada proses pembuatan tahap awal dalam membuat tengtung akan menjelaskan bagaimana tahap pemilihan bambu sampai membentuk badan tengtung dan pengukuran terdapat dalam proses tahap awal ini. Dalam proses pembuatan tengtung ini yang pertama dilakukan dengan mempersiapkan bahan baku yaitu bambu balake atau buluh bolon sebagai bahan yang di gunakan dalam membuat tengtung.

3.3.3.1 Memilih dan Menebang Bambu

Pemilihan bambu yang berkualitas akan sangat berpengaruh terhadap daya tahan atau kekuatan bambu tersebut. Jenis bambu yang baik untuk dijadikan alat musik tengtung adalah bambu yang sudah tua dan matang. Hal ini dimaksudkan


(15)

sewaktu dikeringkan.

Dalam hal pemilihan bambu juga tidak sembarangan bambu yang besar, karena juga disesuaikan kadar air dan kualitas kulit bambu didalam pembuatan tengtung. Seperti bambu lemang walaupun bambunya besar tapi banyak mengandung kandungan air yang tinggi sehingga tidak bisa dijadikan alat musik tengtung. Oleh karena itu bambu balake dan buluh bolon yang sesuai dengan kadar air yang sedikit didalam bambu dan tidak mudah kisut/susut sewaktu pengeringan dan pemakaian yang lama. Serta kulit bambu balake dan buluh bolon ini keras dan tebal sehingga cocok pembuatan senar tengtung.

Bambu balake dan buluh bolon ini juga mempunyai kriteria untuk dijadikan alat musik tengtung seperti :

1. Bambu tidak boleh cacat yang artinya bambu ini harus memiliki ujung dan pangkal dan tidak dimakan oleh limbatar5

2. Tidak ditumbuhi tumbuhan rebung atau sejenis tanaman yang menempel pada bambu.

.

3. Kondisi bambu matang dan sedikit tua sehingga kokoh dan kuat.

4. Bambu harus mempunyai garisan-garisan alami yang disebabkan oleh angin yang menggoyangkan bambu-bambu tersebut sehingga adanya tanda goresan pada badan bambu.

5. Bambu memiliki garis alami yang terbentuk dari sinar matahari disebut marsining6

5

Ulat bambu yang berada pada bambu. 6


(16)

Kemudian memilih ruas bambu sesuai dengan ukuran untuk membuat tengtung yang memiliki panjang ruas kurang lebih 60-80cm dan diameter lebih kurang dari 5-7cm. Pada umumnya pemilihan bambu balake dan buluh bolon ini berada pada tepian jurang hutan. Sehingga habitat bambu tersebut masih alami. Bambu yang diambil juga bambu yang tumbuh dan berada ditengah rumpunan bambu tersebut. Hal ini karena pada bagian bambu yang tumbuh ditengah akan banyak mengalami gesekan-gesekan dari bambu lainnya yang disebabkan oleh angin dan matahari yang membuat garis-garis lurus pada bambu.

Dengan demikian tidak semua jenis bambu yang dapat dibuat untuk menjadi alat musik tengtung. Hal ini disebabkan karena pertimbangan kualitas jenis bambu sebagai bahan untuk mencapai kesempurnaan bunyi yang dihasilkan dari alat musik tengtung tersebut.

Pada saat menebang bambu (manaroboh buluh) ada hal yang perlu diperhatikan yaitu bambu yang dipotong harus berada di tengah sehingga tidak banyak kandungan air. Kemudian bambu juga tidak asal potong harus memakai parang yang tajam dan memotongnya harus rata. Bambu yang ditebang harus panjang sehingga banyak ruas-ruas yang menjadi pertimbangan untuk dipotong menjadi seruas bambu yang digunakan pada pembuatan tengtung.

Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Rosul Damanik untuk menebang bambu biasanya dilakukan pada sore hari. Hal tersebut dikarenakan erat dengan kebiasaan masyarakat setempat yang melakukan pekerjaan tambahan setelah selesai melakukan pekerjaan pokok contohnya


(17)

mengambil bambu dilakukan ketika hendak pulang dari ladang yang biasaanya pada sore hari.

3.3.3.2 Mengeringkan Bambu

Setelah bambu yang ditebang, bambu yang dalam keadaan masih panjang itu dikeringkan terlebih dahulu. Namun dalam pengeringan ini tidak langsung terkena cahaya matahari. Sehingga tidak merusak kualitas bambu itu sendiri. Bambu balake atau buluh bolon tersebut hanya menggunakan waktu sampai 2-5hari saja dalam pengeringannya. Akan tetapi pengeringan bambu ini tidak boleh dilakukan ketika terang bulan purnama (gok ni bulan). Hal ini dilarang karena untuk menjaga kualitas suara yang akan keluar dari tengtung tersebut.

3.3.3.3 Memotong Satu Ruas Bambu

Setelah bambu kering, akan dilakukan pemotongan seruas bambu. Namun dalam pemotongan ruas bambu terlebih dahulu dipilih bagian yang cukup besar dan kuat sebanyak 5 ruas bambu. Kemudian setelah 5 ruas maka dipotong menjadi seruas saja. Sehingga dalam pemotongan seruas bambu ini mengorbankan 4 ruas bambu yang lainnya.

Dalam pemotongan ini menggunakan alat gergaji tangan yang membuat bambu tetap kokoh dan tidak rusak. Bentuk potongannya ini harus rata pada tiap ujungnya dan memiliki batas ruas yang masih utuh.


(18)

Gambar 3.14: Cara Memotong Ujung Pangkal Bambu

Gambar 3.15 : Cara Memotong Seruas Bambu 3.3.3.4 Mengikis Batas Ruas Pangkal Bambu

Untuk mengikis batas ruas pangkal bambu. Alat yang digunakan untuk mengikisnya adalah parang yang berukuran sedang dan tajam. Dalam pengikisan tersebut dilakukan pada bagian atas dan bawah batas pangkal bambu. Agar tidak ada sekat-sekat tajam bambu yang dapat mengoyakkan tangan si pemain. Hal ini juga memberikan nilai kerapian dan keindahan.


(19)

Gambar 3.16 : Cara Mengikis Batas Pangkal Bambu

3.3.3.5 Mengikis Bagian Badan Untuk Pembuatan Senar

Pengikisan bagian badan bambu untuk pembuatan senar tengtung dilakukan agar mendapatkan garis yang akan dijadikan senar. Hal ini juga akan membuat badan bambu rata, sehingga bisa memastikan bagian yang akan dijadikan titik-titik dalam pembuatan senar. Pengikisan ini menggunakan pisau berukuran sedang dan tajam. Sehingga dapat mempermudah pekerjaan dalam penentuan titik senar yang akan dicungkil dan ditarik. Cara mengikisnya juga dari atas kebawah dan bawah keatas. Hal ini untuk meluruskan garis tarikan pisau tersebut.


(20)

Gambar 3.18 : Cara Mengikis Badan Bambu Dari Atas Ke Bawah 3.3.3.6 Mengukur Jarak Senar

Dalam pembuatan tengtung, mengukur jarak senar merupakan hal yang paling inti untuk membuat suatu tengtung dapat dikatakan baik dan bagus. Pengukuran tengtung pada dasarnya menggunakan dua jari tangan yang diempit yang menjadi pengukuran dahulunya. Namun hal ini akan dilakukan pengukuran dengan menggunakan meteran/alat pengukur yang dapat mengukur jarak senar.

Mengukur jarak senar yang satu dengan yang lainnya mempunyai jarak sekitar 4 cm. Dalam hal ini jarak tersebut sama dengan dua jari yang diempit. Menurut Bapak Rosul Damanik pengukuran itu tidak terlalu formal terhadap nilai angka atau pun jaraknya, cukup dengan mengempit dua jari antara jari telunjuk dan jari tengah. Maka suatu pengukuran jarak senar akan dibuat.

Pengempitan dua jari tangan merupakan metode pengukuran lama yang dilakukan pada zaman dahulunya. Sekarang beliau juga mengukur dengan dua jari tangan dalam pembuatan tengtung. Namun untuk menjelaskan lebih formal beliau melakukan pengukuran dengan sebuah penggaris/mistar.


(21)

Seruas bambu yang dipakai dalam pembuatan tengtung ini panjangnya sekitar 60 cm dan lebarnya sekitar 4 cm. Berikut ini dilakukan pengukuran pembuatan tengtung. Ada hal yang dilakukan sebelum pengukuran senar ini dilakukan.

1. Menarik Garis Lurus Pada Badan Bambu

Menarik garis lurus pada badan seruas bambu dengan menggunakan pisau berukuran sedang dan tajam.Hal ini dilakukan untuk membuat garis lurus yang menentukan senar bagian tengah tengtung. Garis lurus ini juga yang akan menjadikan awal pembuatan senar lainnya. Dengan disebut batas senar.

Gambar 3.19 : Cara Menarik Garis Lurus Senar Tengah Tengtung 2. Mencongkel Badan Bambu Untuk Pembuatan Senar Tengah Tengtung

Setelah dilakukan penarikan garis lurus, maka dilakukan pencongkelan pada bagian tengah garis lurus bambu tersebut.Hal ini tidak memerlukan ukuran untuk mencongkelnya, Sehingga yang menjadi batasan utama dalam senar bagian tengah ini hanya sebuah garis lurus tersebut.


(22)

Gambar 3.20 : Pembentukan Titik Tengah Senar Tengtung

Gambar 3.21 : Hasil Penandaan Pencungkilan Senar Tengtung 3. Mengukur Jarak Senar

Dalam hal ini, diperlukan sebuah penggaris untuk mengukur jarak senar yang satu dengan yang lainnya.Dalam mengukur senar dilakukan jarak antara satu senar kesenar lainnya yaitu 4 cm. Hal ini tidak berpatokkan dengan sebuah nilai.Namun dahulunya pengukuran senar dilakukan dengan mengapit dua tangan saja, antara jari telunjuk dan jari tengah.


(23)

Gambar 3.22 : Cara Mengukuran Senar

Gambar 3.23 : Pengukuran Senar 3.3.3.7 Mencongkel Badan Bambu

Setelah dilakukan pengukuran dan penandaan pada seruas bambu, maka dilakukan pencongkelan senar. Kemudian congkelan kulit bambu tersebut dinaikkan perlahan-lahan agar tidak merusak kulit. Maka di angkat dengan pisau yang berukuran sedang dan tajam. Pencongkelan ini tidak terlalu dalam hanya bagian kulit bambu luarnya saja yang dipakai dalam pembuatan senar.


(24)

Gambar 3.24 : Teknik Pencongkelan Senar

Gambar 3.25 : Teknik Menarik Congkelan 3.3.4 Proses Pembuatan Selanjutnya

Dalam pembuatan tengtung selanjutnya yaitu membuat bagian-bagian pelengkap dari tengtung itu sendiri antara lain pembuatan lubang udara (resonator), pembuatan tukol (penyanggah), pembuatan pinggol (kupingan), pembuatan Gual’Gual (pemukul tengtung).Hal ini merupakan bagian-bagian yang sangat penting pula dalam sebuah alat musik tengtung Simalungun.


(25)

3.3.4.1 Membuat Lubang Udara (Resonator)

Ada beberapa lubang udara (Resonator) pada sebuah tengtung yang terletak dibagian atas pangkal seruas bambu, ada pula yang terletak dibagian kiri bawah dan kanan atas. Pelubangan ini difungsikan untuk sebagai lubang keluaran udara. Pada pembuatan lubang ini memakai sebuah raut (pisau) yang berukuran sedang dan tajam. Bentuk lubang keluaran udara ini berbentuk bulat. Sehingga hal ini membuat suara tampak jelas. Adapun letak-letak pelubangan akan dijelaskan melalui gambar antara lain:

1. Pembuatan Lubang Bekapan Bep-Bep Pada Bagian Atas Bambu.

Pelubangan pada bagian atas bambu ini berfungsi sebagai bekapan bep-bep.Pelubangan dilakukan dengan sebuah pisau berukuran sedang yang tajam dan runcing.Mula-mula dilakukan penandaan lubang yang berada pada tengah bambu. Setelah itu prosesnya mencongkel penandaan lubang itu dilakukan perlahan-lahan, sehingga membentuk bulat. Hal ini bertujuan agar bunyi bekapan bep-bepitu nampak lebih jelas.

Gambar 3.26 : Teknik Membuat Lubang Bekapan (bep-bep)


(26)

2. Pembentukan Lubang Keluaran Udara Dibagian Kanan Atas

Pembentukan ini untuk membuat lubang keluaran udara dibagian kanan atas.Hal ini menggunakan sebuah pukor yang panjang dan tajam.Pukor ini membuat lubang kecil yang selanjutnya akan dibor dengan mesin bor. Hal ini menggunakan mesin bor agar badan bambu tidak rusak, dan efisien dalam pengerjaannya. Adapun fungsi lubang keluaran pada bagian kanan atas sebagai penggetar senar ketika dimainkan maka sebuah pinggolakan bergetar ketika dipukul dan membunyikan suara getaran udara. Hal ini lah yang membuat suara tengtung unik dan menjadi perhatian khusus pada sebuah resonator tersebut.

Gambar 3.27 : Teknik Pelubangan keluaran Udara Pada Bagian Kanan Atas


(27)

Gambar 3.28 : Teknik Pengeboran Keluaran Udara Pada Bagian Kanan Atas

3. Pembentukan Lubang Keluaran Udara Dibagian Kiri Bawah

Pembentukan ini untuk membuat lubang keluaran udara dibagian kiri bawah.Hal ini juga menggunakan sebuah pukor yang panjang dan tajam.Pukor ini membuat lubang kecil yang selanjutnya akan dibor dengan mesin bor. Hal ini menggunakan mesin bor agar badan bambu tidak rusak, dan efisien dalam pengerjaannya. Adapun fungsi lubang keluaran pada bagian kiri bawah sebagai penggetar senar ketika dimainkan maka sebuah pinggolakan bergetar ketika dipukul dan membunyikan suara getaran udara. Hal ini lah yang membuat suara tengtung unik dan menjadi perhatian khusus pada sebuah resonator tersebut.


(28)

Gambar 3.29 : Teknik Pelubangan Udara Pada Bagian Kiri Bawah

Gambar 3.30 : Teknik pengeboran Keluaran Udara Pada Bagian Kiri Bawah

3.3.4.2 Membuat Tukol

Tukol adalah penyebutan bahasa di Simalungun untuk penyanggah. Tukol berfungsi sebagai penyanggah senar. Tukol ini berasal dari kayu ingol yang terbaik. Karena untuk membuat tukol diperlukan sebuah kayu yang ringan. Tukol ini memiliki ukuran didalam tengtung. Tukol yang berukuran besar untuk dibagian


(29)

tengah tengtung. Selebihnya berada pada setiap ujung senar. Adapun jumlah tukol dalam alat musik tengtung diperlukan sebanyak 7 buah tukol/Peyanggah.

Cara membuat tukol dengan memotong kayu menggunakan gergaji dan kemudian kayu ingol dipotong dengan sebuah pisau yang tajam dan berukuran sedang. Tukol hanya berbentuk segi empat. Tukol juga berfungsi untuk menentukan tinggi dan rendahnya suara yang dibunyikan tengtung.

Gambar 3.31 : Teknik Memotong Kayu Ingol Dengan Gergaji Listrik


(30)

3.3.4.3 Membuat Pinggol

Pinggol adalah sebutan dari Simalungun untuk penyebutan kupingan. Pinggol terbuat dari bahan kayu ingol. Pinggol berbentuk kuping yang bagian ujungnya di belah. Pinggol terletak pada senar yang dibawahnya lubang suara (resonator). Pinggol diletakkan sedemikian rupa untuk penggetaran senar ketika dipukul. Hal ini lah yang menyebabkan ketika senar tengtung dipukul pinggol akan bergetar, sehingga menggetarkan suara yang dikeluarkan tengtung.

Cara membuat pinggol (kupingan) yaitu memotong kayu ingol terlebih dahulu dengan sebuah gergaji mesin. Kemudian pinggol itu dibuat seperti bentuk kuping. Kemudian ujung pinggol dibelah. Dikatakan kupingan karena bentuknya menyerupai kuping.


(31)

Gambar 3.34 : Bentuk Ujung Pinggol Yang Dibelah 3.4.4.4 Membuat Gual’Gual (Alat Pemukul )

Gual’Gual (pemukul tengtung) ini terbuat dari bahan kayu ingol. Hal ini memakai bahan kayu ingol karena kayu ingol ringan. Dalam alat musik tengtung semakin kecil sebuah alat pukulnya maka semakin nyaring pula suara yang akan dibentuknya. Cara membuat Gual’Gual(pemukul tengtung)ini dengan memotong kayu ingol tersebut dan mengikis ujungnya hingga menyerupai sebuah sumpit.

Gambar 3.35 : Teknik Memotong Gual’Gual (Alat Pemukul)


(32)

Gambar 3.36 : Teknik Mengikis Ujung Gual’Gual (Alat Pemukul)

3.3.5 Tahap Penyempurnaan

Tahap penyempurnaan merupakan proses finishing dari pembuatan. Dimana pada tahap sebelumnya merupakan tahap pembentukan badan tengtung seperti: memilih dan menebang bambu, mengeringkan bambu, memotong seruas bambu, mengikis bagian badan bambu, untuk pembuatan senar, mengukur jarak senar, mencongkelkan badan bambu untuk pembuatan senar.

Selanjutnya dilakukan tahap selanjutnya yaitu membuat lubang udara (resonator), membuat tukol (penyanggah), membuat pinggol (kupingan), dan membuat Gual’Gual (Alat Pemukul)tengtung. Setelah proses selanjutnya maka dilakukan tahap penyempurnaan. Adapun tahap penyempurnaan antara lain: menghaluskan senar dan penyetalan nada. Pada tahap penyempurnaan ada dilakukan tahap mennghaluskan senar. Penghalusan dilakukan dengan cara menggesekkan kertas pasir pada senar tengtung di pangkal dan ujung bambu.


(33)

3.3.5.1 Meletakan Bagian-Bagian Tengtung

Setelah pembuatan tukol (penyanggah) dan pinggol (kupingan). Maka dilakukan peletakan bagian-bagian tersebut di badan tengtung. Adapun letak tukol (penyanggah) berada di tengah senar dan ujung senar. Dalam hal ini jumlah tukol (penyanggah) terdapat 7 buah yaitu 1 tukol besar dan 6 tukol kecil. Satu tukol besar berada di senar tengah yang diletakkan dibagian tengah pula. Enam tukol terdapat dibagian-bagian ujung senar. Untuk Pinggol (kupingan) berjumlah dua buah. Diletakkan pada bagian yang menutupi lubang udara (resonator).

Teknik meletakkan tukol (penyanggah) di masukan kedalam bagian senar dan di turunkan ke ujung senar dengan menggunakan pisau. Hal ini karena demi keamanan dalam pembuatan tengtung. Untuk teknik memasukkan pinggol (kupingan) dengan cara mengapit senar tengtung dengan belahan pinggol sehingga pinggol diletakkan melekat pada senar tengtung.


(34)

Gambar 3.38 : Teknik Peletakkan Pinggol (kupingan)

Gambar 3.39 : Keseluruhan Peletakan Tukol dan Pinggol 3.3.5.2 Menghaluskan Senar

Pada tahap penyempurnaan ini dilakukan menghaluskan senar. Penghalusan dilakukan dengan menggesekkan kertas pasir pada pangkal dan ujung senar tengtung. Adapun tujuan penghalusan dilakukan karena senar tengtung itu diambil dari kulit bambu yang masih tajam. Sehingga untuk menjaga kenyamanan ketika memakainya nanti maka perlu menghaluskan bagian senar tersebut.


(35)

Gambar 3.40 : Teknik Menghaluskan Senar 3.4 Ukuran Bagian-Bagian Tengtung

Pengukuran yang dilakukan oleh Bapak Rosul Damanik terhadap pembuatan tengtung yaitu dengan cara modern yaitu memakai sebuah penggaris/alat ukur. Pada tulisan ini penulis ingin memberikan ukuran-ukuran yang dilakukan pada bagian-bagian tengtung. Adapun bagian tersebut yaitu panjang badan bambu, lebar bambu, titik lubang bekapan bep-bep, jarak lubang udara (resonator), titik tengah tukol serta jarak senar yang satu dengan yang lainnya. Untuk itu penulis akan menjelaskan dengan sebuah gambar.


(36)

Ukuran pada tengtung dapat dilihat pada gambar berikut ini:

J.S= 4 Cm L = 10 Cm P = 55 Cm

L = 10 Cm

L.U 5 Cm

L.U = 10 Cm

Jarak Senar (J.S) 4 Cm TitikTukolbesar = 20 Cm

Gambar 3.41 : Ukuran Bagian-Bagian Tengtung

Adapun penjelasan pada gambar tersebut ialah: 1. Panjang badan bambu sekitar 55 Cm. 2. Lebar badan bambu sekitar 10 Cm.

3. Jarak senar yang satu dengan yang lainnya sekitar 4 Cm. 4. Titik tukolbesar berada pada jarak panjang 20 Cm.

5. Titik lubang bekapan bep-bep berada pada titik tengah yaitu 5 Cm. 6. Jarak antara lubang udara pada ujung senar tengtung (LU) yaitu 10 Cm.


(37)

Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.

Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji tentang kajian fungsional terhadap proses belajar, teknik penyeteman, cara memainkan tengtung, nada yang dihasilkan tengtung, dan teknik memainkannya.

3.5.1 Proses Belajar

Secara garis besar proses belajar yaitu suatu proses interaksi antara siswa dengan pengajar dan sumber belajar dalam suatu lingkungan tersebut. Didalam pengajaran ada juga pembelajaran yang artinya bentuk bantuan yang diberikan pengajar kepada muridnya agar terbentuknya suatu proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada muridnya. Secara tradisional mangajar diartikan sebagai upaya penyampaian/penanaman pengetahuan pada anak. Dalam pengertian itu anak dipandang sebagai obyek yang sifatnya pasif. Pengajaran berpusat pada seorang guru. Gurulah yang memegang peranan utama dalam proses belajar-mengajar.

Menurut hasil wawancara penulis terhadap Bapak Rosul Damanik mengenai pembelajaran alat musik tengtung ini berdasarkan penanaman modal kemauan si murid terhadap alat musik tersebut. Setelah memiliki modal kemauan maka si murid akan mengetahui berdasarkan dari apa yang dia lihat, dia dengar, dan dia teliti. Bahwa proses belajar untuk bisa memainkan dan membuat alat


(38)

musik tengtung Simalungun adalah bahwa seseorang tersebut harus didasari dengan keinginan yang kuat dan harus bisa beradaptasi terhadap gurunya dan harus memiliki kesabaran yang tinggi. Sedangkan untuk memahirkan dalam sebuah permainan tengtung dilakukan kegiatan pembelajaran yang berulang-ulang. Sehingga dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Dalam masyarakat simalugun untuk mempelajari musik dilakukan secara lisan, yaitu seorang guru bercerita dan muridnya mendengarkan dengan baik apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Kemudian muridnya disuruh untuk belajar bagaimana cara memainkan alat musik tersebut. Setelah sang guru merasa bahwa muridnya telah menguasai bagaimana cara memainkan alat musik itu, barulah sang guru mengajak muridnya untuk memainkan alat musik tersebut secara bersamaan.

3.5.2 Teknik Penyeteman Tengtung

Teknik penyeteman adalah teknik membuat kestabilan suara pada tengtung. Teknik penyeteman pada tengtung yaitu dengan menarik ke atas atau kebawah sebuah tukol/penyanggah yang berada pada senar di bagian tengah. Semakin besar tukol/penyanggah tengtung maka semakin nyaring suara yang dihasilkan. Dalam penyeteman ini sisi kanan dan kiri berbeda ukuran jaraknya. Tukol/penyanggah tersebut harus berbeda posisinya. Sehingga senar pada bagian tengah merupakan tolak ukur penyeteman tengtung yang menghasilkan bunyi “teng” dan “tung”.


(39)

Gambar 3.42 : Teknik Penyeteman Tengtung 3.5.3 Bagian-Bagian Tengtung

Dalam alat musik tengtung terdapat 3 senar yang terlihat pada gambar. Senar 1 mempunyai bunyi “Pung” . Senar 2 berada paling bawah itu mempunyai bunyi “Pong”. Senar 3 mempunyai dua suara yaitu disimboliskan suara 3.a dan 3b. 3.a ini bunyinya adalah “Teng” dan 3b “Tung” mewakili bunyi mong-mongan

5

2 3.a 1

4 3.b 6


(40)

Keterangan :

1. Senar 1 ditandai dengan angka 1 dengan bunyi “Pung”. 2. Senar 2 ditandai dengan angka 2 dengan bunyi “Pong”.

3. Senar 3 dibagi menjadi dua bunyi yaitu 3.A. dengan bunyi “Teng” dan 3.B. dengan bunyi “Tung” .

4. Lubang udara ditandai dengan angka 4 5. Lubang udara ditandai dengan angka 4

6. Lubang udara bekapan ditandai angka 6 dengan bunyi “bep-bep “

3.5.4Cara Memainkan Tengtung

Dalam cara memainkan tengtung yaitu dengan memukul senar dengan sepotong kayu ingol yang menyerupai sebuah gual’gual (alat pemukul). Memainkan tengtung dilakukan dengan posisihundulmangunsarpe. Dilakukan posisi hundulmangunsarpe yaitu dengan memposisikan tengtung dalam keadaan meletakkan tengtung ke bagian kaki kiri sebagai tumpuan badan tengtung dan kaki kanan mengapit ujung tengtung. Posisi tangan kiri berada pada lubang bekapan (bep-bep) dengan sistem tutup buka. Sedangkan tangan kanan memukul senar tengtung. Posisi badan ketika sedang bermain yaitu sedikit mencondong kebelakang/membongkok. Posisi kaki direnggangkan. Demikian akan dijelaskan posisi cara mememainkan tengtung tersebut:

3.5.4.1. Posisi Badan

Dalam hal ini posisi badan dalam memainkan tengtung adalah dengan dan hundulmangunsarpedengankaki kiri dilipat dan kaki kanan lurus dan sedikit


(41)

3.5.4.2 Posisi Tangan

Adapun fungsi posisi tangan yaitu tangan kiri untuk menutup buka tutup lubang bekapan dan tangan kanan memegang gual’gualtengtung untuk memukul di bagian badan senar tengtung tersebut. Untuk lebih jelas akan di jelaskan pada gambar dan keterangan berikut:

3.5.4.2.1 Posisi Tangan Kiri

Dalam memainkan tengtung, tangan kiri berfungsi sebagai menutup dan membuka lubang bekapan yang mengeluarkan suara bunyi bep-bep.

Gambar 3.43 : Posisi Tangan Kiri 3.5.4.2.2 Posisi Tangan Kanan

Dalam memainkan tengtung, tangan kanan berfungsi sebagai memukul senar tengtung dengan memegang gual’gual (alat pukul). Dalam hal ini tangan kanan memegang erat ujung gual’gual dan terus-menerus memukul senar tengtung secara bergantian. Demikian akan dijelaskan pada gambar berikut:


(42)

Gambar 3.44. Posisi Tangan Kanan 3.5.4.3 Posisi Kaki

Adapun posisi kaki dalam cara memainkan tengtung yaitu dengan melipat bagian kaki kiri dan merenggangkan kaki kanan yang sedikit di tekuk. Untuk lebih jelas akan diperlihatkan pada gambar-gambar dan keterangan berikut:

3.5.4.3.1 Posisi Kaki Kiri

Posisi kaki kiri dalam memainkan tengtung, yaitu dengan melipat kaki untuk tempat peletakkan tengtung. Hal ini dilakukan karena posisi tengtung harus terletak dan tidak menyentuh tanah pada bagian atas tengtung, sebab tepat diatas ujung tengtung terdapat lubang bekapan yang akan dipukul secara tutup buka dengan tangan kiri. Sehingga posisi ini akan membuat permainan tengtung mudah dan lancar.


(43)

Gambar 3.45 : Posisi Kaki Kiri 3.5.4.3.2 Posisi Kaki Kanan

Posisi kaki kanan dinaikkan dengan menimpa kaki bagian ujung kaki kiri kemudian sedikit direnggangkan dari posisi kaki kiri. Kaki kanan berbentuk sedikit bengkok dan tumit kaki menutup ujung tengtung. Hal ini merupakan posisi bagian kaki kanan dalam memainkan tengtung.

Gambar 3.46 : Posisi Kaki Kanan

3.5.5 Teknik Dasar Memainkan Tengtung

Teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara membuat sesuatu, cara yang terkait dalam sebuah karya seni. Menurut Banoe (2003:409) teknik permainan merupakan cara atau teknik sentuhan pada alat


(44)

musik atas nada tertentu sesuai petunjuk atau notasinya. Dapat disimpulkan, teknik dalam musik berarti cara melakukan atau memainkan suatu karya seni dengan baik dan benar.

Permainan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:41) mengandung arti suatu pertunjukan dan tontonan. Dalam hal ini, permainan dapat diartikan sebagai perwujudan suatu pertunjukan karya seni yang disajikan secara utuh dari mulai pertunjukan sampai akhir pertunjukan. Setia Ningsih (2007-19) menjelaskan bahwa teknik permainan merupakan gambaran mengenai pola yang dipakai dalam suatu karya seni musik berdasarkan cara memainkan instrumen beserta pengulangan dan perubahannya, sehingga menghasilkan suatu komposisi musik yang bermakna sesuai dengan nada-nada sehingga menghasilkan suatu komposisi musik yang indah.

Keterampilan memainkan suatu alat musik tengtung dengan maksimal tidak dapat dicapai dengan hanya melalui teknik dan cara membunyikannya saja, akan tetapi ditunjang pula dengan persoalan-persoalan lain, yang apabila dilihat sepintas hanya merupakan sebuah etika saja, misalnya sikap hundul (duduk). Untuk membunyikan tengtung, sikap duduk bukan merupakan persoalan etika, melainkan sebuah teknik yang akan berkaitan langsung dengan kepentingan teknik membunyikan tengtung. Dalam hal ini seorang pemain dalam memainkan tengtung harus mampu menguasai tempo sehingga mampu mengiringi melodi.

3.5.6 Warna Bunyi


(45)

1964:3). Kondisi yang menyebabkan penulis mengalami kesulitan dalam mengukur bunyi mana yang dianggap benar-benar musikal dan yang dianggap tidak musikal oleh masyarakatnya.

Setelah penulis mengamati persepsi masyarakat Simalungun mengenai warna bunyi dari tengtung, ternyata persepsi mereka berdasarkan onomatope. Onomatope adalah kata atau sekelompok kata yang menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya dengan kata lain penamaan berdasarkan peniruan bunyi. Tidak ada satu ketentuan yang baku dan bisa dipakai sebagai pedoman yang tetap dalam memainkan tengtung ini.

Ada berbagai versi mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh tengtung Simalungun, menurut Bapak Rosul Damanik menyatakan warna bunyi tengtung ada 4 untuk suara senar yang di bunyikan , yakni:

a. Warna bunyi “Pung” keluar apabila gual’gual (alat pukul) dipukul mengenai senar 1 pada alat musik tengtung. Dalam hal ini senar diapit oleh pinggol (kupingan) dan tangan memukul lubang udara sebelah kiri.Dengan warna bunyi pung mewakili bunyi jibanggalan (Gong besar).

b. Warna bunyi “Pong” keluar apabila gual’gual (alat pukul) dipukul mengenai senar 2 pada alat musik tengtung. Dalam hal ini senar tengtung diapit oleh pinggol dan menutupi lubang udara sebelah kanan. Dengan warna bunyipongmewakili bunyi sietekan (Gong kecil).

Warna bunyiapabila gual’gual (alat pukul) dipukul mengenai senar 3 pada alat musik tengtung. Senar 3 terdapat 2 bunyi.Dengan warna bunyi senar 3A“teng” mewakili bunyi bunyi mong-mongan.Senar yang dibatasi


(46)

sebuah tukol besar yang senarnya jauh lebih panjang.Warna bunyi senar 3B“tung”apabila gual/gual (alat pukul) dipukul mengenai pada alat musik tengtung.Dengan warna bunyi “tung” mewakili bunyi alat musik mong-mongan.Senar yang dibatasi oleh tukol besar dan senarnya berukuran pendek.

Selain bunyi pada senar ada juga bunyi yang dikeluarkan ketika memukul bagian lubang bekapanbep-bep yang paling atas. Bunyi yang dikeluarkannya adalah bunyi bep-bep.

3.5.7 Pola Ritem

Yang dimaksud penulis pola ritem disini ialah pola irama dari tengtung Simalungun dimainkan ketika mengiringi melodi maupun vokal. Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh netll (1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem.

Untuk menjelaskan hal yang dikemukakan oleh netll penulis menggunakan teknik transkripsi análisis. Transkripsi adalah proses penotasian bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual (Nettl, 1964 : 98). Pentranskripsian bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi.

Dalam mentranskripsikan pola ritem tengtung ini, penulis menggunakan notasi Barat. Adapun alasan penulis memilih sistem notasi barat karena sistem notasi barat sangat cocok untuk menunjukkan nilai ritmis dari setiap nada. Lebih


(47)

dari pada itu simbol-simbol yang terdapat dalam sistem notasi barat bersifat fleksibel, artinya untuk menyatakan sebuah nada yang sulit untuk ditranskripsikan dapat dibubuhkan atau ditambahkan simbol lain sesuai dengan kebutuhan yang penulis inginkan.

Sebagai bahan transkripsi pola dasar ritem penulis mengambil beberapa tempo lagu yang akan dimainkan secara tempo lambat, sedang, cepat.

3.5.7.1Tempo Lambat

Lagu yang dimainkan pada tempo lambat adalah lagu doding marorot . Doding marorot merupakan lagu menidurkan anak. Dalam bahasa Simalungun


(48)

3.5.7.2 Tempo Sedang

Lagu dan melodi yang dimainkan pada tempo sedang adalah lagu atau pun melodi ija juma tidahan.

3.5.7.3 Tempo Cepat

Lagu dan melodi yang dimainkan pada tempo cepat adalah etamarondang bintang. Tempo cepat dalam bahasa Simalungun yaitu haro-haro.


(49)

(50)

BAB IV

EKSISTENSI TENGTUNG SIMALUNGUN

4.1 Sejarah Tengtung

Tengtung adalah sejenis alat musik tradisional Simalungun jenis kordofon berdawai atau disebut Idiokord. Pada mulanya alat ini diciptakan sebagai berdasarkan kegiatan-kegiatan untuk kebutuhan hidup, seperti dalam usaha pertanian yang sistem pengolahannya selalu berubah baik perawatan maupun pengawasaanya.

Pada umumnya bila padi berbuah harus dijaga agar tidak dimakan binatang-binatang seperti burung, babi hutan, kera dan lain-lain. Untuk menghindari gangguan-gangguan tersebut maka diciptakan sejenis alat untuk mengisi waktu lowong bagi si penjaga. Adapun yang beranggapan dahulu juga tengtung ini dibuat sebagai alat menghibur kepenatan si penjaga swah/ladang. Kemudian ada pula yang mengatakan bahwa dibuatnya alat musik tengtung ini sebagai hiburan kepada penjaga sawah/ladang.

Ketika si penjaga lapar dalam penantiannya di ladang/sawah maka dibuatlah alat musik ini untuk menghibur hati dan perutnya yang sudah kelaparan. Namun disisi lain penciptaan alat musik tengtung ini untuk menghibur dewa padi dengan harapan buah padinya akan berlimpah ruah.

Masyarakat Simalungun dahulunya juga sering membuat alat musik tengtung dan memakainnya untuk menjaga padi dan jagung. Dahulu alat musik ini dipakai pada waktu upacara memanggil roh. Alat ini digunakan sebagai tempo


(51)

dipakai dengan menggabungkan alat melodi lainnya seperti kecapi dan suling. Disaat alat ini digabung dan dibunyikan, seorang dukun sibuk dan bersemangat. Ramuan dalam upacara tersebut terbuat dari beras kuning dimasukkan kedalam bakul, kemudian digoyang-goyang oleh dukun sambil mengucapkan mantera-mantera.

Dikatakan sebagai tengtung ini berdasarkan bunyi yang dihasilkan yaitu “teng” dan “tung”. Hal ini lah yang membuat masyarakat Simalungun memberikan nama tengtung tersebut. Selain nama tengtung ada pula nama lainnya yaitu jatjaulul.

4.2 Eksistensi Tengtung Simalungun

Keberadaan alat musik tengtung Simalungun pada zaman dahulu dengan sekarang sudahlah mengalami pergesaran yang sangat jauh, hal ini disebabkan akan kebutuhan yang diinginkan dengan konsumsi musik yang dipakai oleh masyarakat Simalungun terlebih kepada kaum pemuda-pemudi.

Dahulu alat musik Simalungun menurut Bapak Rosul Damanik merupakan suatu alat yang sangat sering dijumpai di kalangan petani. Karena kalangan masyarakat Simalungun adalah pekerja ladang/sawah seperti orang tua dan pemuda-pemudi dahulunya juga membantu orangtuanya di ladang/sawah. Sehingga mereka banyak mempelajari alat musik sederhana ini untuk melepaskan diri dari kejenuhan, kelelahan serta pengungkapan hati mereka.

Alat musik tengtung Simalungun ini hanya dipertunjukkan untuk kepentingan diri sendiri. Namun semakin masyarakat mengetahui nilai-nilai mistik yang terdapat pada alat tersebut, maka alat musik tengtung ini dipakai


(52)

dalam ensambel arbab dan sordam. Hal ini dimainkan secara ensambel oleh seorang datu/dukun untuk mencari jiwa yang hilang.

Alat musik tengtung Simalungun ini dimainkan tunggal dengan diiringi suara vokal. Sedangkan secara ensambel apabila tengtung dipakai secara bersamaan dengan alat musik melodi yang kecil seperti sordam, arbab, dan saligung.

Keberadaan tengtung Simalungun ini dahulunya sangat familiar dikalangan masyarakat Simalungun yang berada pada wilayah Sarimatondang, kecamatan Sidamanik tersebut. Pemakaian alat musik tengtung ini sangat nampak jelas di setiap sawah/ ladang masyarakat tersebut. Menurut beliau itu terlihat sering dipakai ketika umur beliau 12 tahun sekitar tahun 1970-an. Masyarakat kalangan usia anak-anak, remaja, dewasa sangat sering menggunakan alat musik tengtung tersebut. Bahkan bukan hanya memainkannya cara membuat alat musik tengtung ini juga dipelajari mereka dengan sangat tekun.

Berbeda pada saat sekarang, alat musik tengtung ini sudah tidak dimainkan lagi oleh para petani/pekerja sawah baik kalangan usia orangtua maupun remaja. Alat musik tengtung ini bisa dikatakan sudah hampir punah. Hal ini disebabkan karena perkembangan kebutuhan konsumsi musik masyarakat sudah tidak kepada alat tradisional. Melainkan kepada alat musik modern. Faktor zaman yang sudah maju pesat membuat kebutuhan konsumsi musik kalangan pemuda-pemudi sudah berbeda dan berubah.

Sekarang kalangan masyarakat Simalungun baik kalangan muda-mudi, orangtua sedikit yang mewariskan keahlian memainkan dan membuat alat musik


(53)

tradisional. Hal ini dikarenakan kemungkinan bentuk permainan tradisional susah dan rumit. Oleh karena itu kalangan masyarakat Simalungun lebih memilih alat musik modern yang sangat sederhana. Serta bentuk alat musik modern terlihat mahal dan elegan. Maka dari itu kebutuhan memainkan alat musik tradisional hanya dijumpain pada upacara adat. Tidak ada lagi perkumpulaan-perkumpulan pemain muda-mudi untuk memainkan alat musik tradisi di perkampungan tersebut.

Kemungkinan besar semuanya itu difaktori perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap penikmatan musik. Meskipun hampir punah alat musik tengtung ini masih dilestarikan oleh seorang musisi Simalungun yang berasal dari desa Sarimatondang kecamatan Sidamanik ini. Beliau bernama Bapak Rosul Damanik, beliau merupakan seniman Simalungun yang masih memahami betul alat musik tengtung ini. Beliau adalah seniman Simalungun yang masih produktif dalam mewariskan dan mempelajari alat tradisional Simalungun terlebih tengtung. Meskipun usia yang sudah tua, beliau tetap menjadikan prioritas untuk menjaga,melestarikan, mengkonsumsi alat tradisional Simalungun.

Selain beliau ada pula seniman Simalungun yang juga mengetahui alat musik tengtung ini, yaitu salah satu dosen Universitas Sumatera Utara yang berada pada Fakultas Ilmu Budaya jurusan Etnomusikologi. Beliau bernama Bapak Setia Dermawan Purba. Beliau juga pernah meneliti alat musik tengtung Simalungun dan memiliki hasil karya tulisnya di sebuah buku yang berjudul


(54)

“Musik Tradisional Simalungun”. Bapak Setia Dermawan Purba juga mampu dalam membuat dan memainkan alat musik tengtung Simalungun.

Ada juga salah satu seniman Simalungun yang tahu sedikitnya alat musik tengtung Simalungun ini. Beliau adalah Bapak J. Badu Purba Siboro. Beliau seniman yang lebih spesifik pada alat musik tiup Simalungun. Namun beliau mengetahui juga sedikit banyaknya alat musik tengtung Simalungun ini.

Alat musik tengtung Simalungun baru-baru saja ditampilkan pada pertunjukan musik Simalungun di Sumatera Utara tepatnya di taman budaya. Pertunjukkan ini dilakukan untuk memperkenalkan musik Simalungun kepada masyarakat oleh Bapak Rosul Damanik. Walaupun konteks yang di bawakan Bapak Rosul Damanik untuk sebagai hiburan kepada masyarakat, tetapi beliau selalu memperkenalkan tengtung kepada masyarakat bahwa tengtung ini adalah warisan budaya dari leluhur Simalungun yang mempunyai nilai seni yang sangat tinggi, yang sama dengan alat musik tradisional lainnya. Beliau juga ditunjuk sebagai pemerhati dan pelatih untuk alat musik tradisional oleh bupati Simalungun. Beliau memberikan pelatihan pada masyarakat setempat terhadap alat musik tengtung. Karena alat musik tengtung ini sudah dikatakan hampir punah sehingga adanya upaya pelatihan yang menjadikan pelestarian terhadap alat musik tengtung tersebut.

Meskipun demikian penggunaan dalam alat musik tengtung hanya sebagai pertunjukkan saja pada waktu sekarang. Penggunaanya sudah berbeda dengan yang dahulunya. Dahulu dimainkan ketika seorang berada disawah/ladang sebagai pelipur lara yang mengandung nilai estetika. Sekarang dapat dimainkan sebagai


(55)

pertunjukkan untuk memperkenalkan saja kepada masyarakat. Mungkin fungsi dan penggunaannya tidak lagi seperti dulu, namun hal ini tetap diharapkan tidak mengurangi nilai seni dari alat musik tengtung itu.

Dengan keadaan masyarakat Simalungun sekarang ini, dengan berbagai pengaruh kebudayaan lain, baik dari luar maupun dari dalam, beliau masih sangat berharap agar kelak alat musik tengtung ini tetap eksis dan tetap dikenal luas, baik oleh masyarakat Simalungun sendiri maupun orang-orang di luar etnis Simalungun itu sendiri.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasan, penulis dapat menarik kesimpulan. Adapun kesimpulannya yaitu pembuatan alat musik tengtung Simalungun sangat sederhana hanya membutuhkan seruas bambu yang mengikutkan antara batas ruasnya, dan alat-alat yang di gunakan dalam pembutan sangat sederhana dan mudah untuk di dapat.

Tengtung adalah alat musik tradisional Simalungun yang berjenis idiofon-kordofon (Idiokord) atau disebut juga dengan idiofon-kordofon berdawai. Bahannya yang terbuat dari seruas buluh bolon atau balake. Bambu itu disebut juga dengan bambu besar. Meskipun terlihat sederhana namun dalam pembuatannya rumit dan butuh konsentrasi yang penuh. Tengtung dimainkan dengan cara memukul senar tengtung dengan sepotong kayu inggol yang berbentuk stik . Dengan tangan kanan memeganggual’gual(alat pemukul) dan tangan kiri berfungsi sebagai penepuk ujung tengtung sebagai tempo.

Dalam klasifikasinya berdasarkan karakteristik bentuknya alat musik tengtung Simalungun ini yaitu kordofon yang berjenis siter. Memiliki penahanan senar tengtung sebagai tabung sempurna (whole tube zither). Senar tengtung diambil dari kulit bambu dengan masih tersambung disetiap ujungnya. Dalam hal ini material senar dan penahanannya adalah sama (idiochord musical bows).


(57)

resonator).Berdasarkan metode memainkan alat musik tengtung digolongkan sebagai idiofon dipukul (struck idiophones). Tengtung sebagai idiofon pukul langsung (idiophones struck directly) dengan satu tongkat pemukul/tongkat perkusi tunggal (individual percussion sticks).

Pada awalnya alat musik tengtung ini diciptakan berdasarkan kegiatan-kegiatan untuk kebutuhan hidup, seperti dalam usaha pertanian yang sistem pengolahannya selalu berubah, baik perawatan maupun pengawasannya. Pada umumnya bila padi berbuah harus dijaga agar tidak dimakan binatang-binatang yang berada di hutan. Untuk menghindari hal tersebut maka diciptakan sejenis alat untuk mengisi waktu lowong bagi si penjaga. Di sisi lain ada pula yang mengatakan bunyi tengtung dapat menghibur dewa padi dengan harapan buah padinya akan berlimpah ruah.

Dahulu permainan alat musik tengtung ini dimainkan dengan permainan tunggal (solo instrument). Dikatakan tunggal karena dengan memainkannya dengan vokal biasanya pada lagu yang bertempo lambat. Dalam hal ini tengtung ini sebagai penentu tempo/ritem. Sehingga dimainkan dengan vokal. Namun jika dimainkan secara ensambel dapat pula dengan menggabungkan alat musik melodi kecil lainnya seperti kecapi dan suling. Hal ini untuk pemakaian pada upacara pemanggilan roh.

Tengtung merupakan alat musik yang sudah hampir punah dan tidak ada lagi dijumpa di daerah Simalungun seperti alat musik lainnya. Hal ini dikarenakan Keberadaan alat musik tengtung Simalungun pada zaman dahulu dengan sekarang


(58)

sudahlah mengalami pergesaran yang sangat jauh, hal ini disebabkan akan kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat dengan konsumsi musik yang dipakai oleh masyarakat Simalungun berkembang oleh perkembangan zaman terlebih kepada kaum pemuda-pemudi.

Meskipun hampir punah alat musik tengtung ini masih dilestarikan oleh seorang musisi Simalungun yang berasal dari desa Sarimatondang kecamatan Sidamanik ini. Beliau bernama Bapak Rosul Damanik, beliau merupakan seniman Simalungun yang masih memahami betul alat musik tengtung ini. Beliau adalah seniman Simalungun yang masih produktif dalam mewariskan dan mempelajari alat tradisional Simalungun terlebih tengtung. Meskipun usia yang sudah tua, beliau tetap menjadikan prioritas untuk menjaga,melestarikan, mengkonsumsi alat tradisional Simalungun.

Selain beliau ada pula seniman Simalungun yang juga mengetahui alat musik tengtung ini, yaitu salah satu dosen Universitas Sumatera Utara yang berada pada Fakultas Ilmu Budaya jurusan Etnomusikologi. Beliau bernama Bapak Setia Dermawan Purba. Beliau juga pernah meneliti alat musik tengtung Simalungun dan memiliki hasil karya tulisnya di sebuah buku yang berjudul “Musik Tradisional Simalungun”. Bapak Setia Dermawan Purba juga mampu dalam membuat dan memainkan alat musik tengtung Simalungun.

Ada juga salah satu seniman Simalungun yang tahu sedikitnya alat musik tengtung Simalungun ini. Beliau adalah Bapak J. Badu Purba Siboro. Beliau seniman yang lebih spesifik pada alat musik tiup Simalungun. Namun beliau mengetahui juga sedikit banyaknya alat musik tengtung Simalungun ini.


(59)

Akibat faktor zaman yang sudah maju pesat membuat kebutuhan konsumsi musik kalangan pemuda-pemudi sudah berbeda dan berubah. Dengan keadaan berkembangnya kebutuhan masyarakat Simalungun sekarang ini, terhadap konsumsi musik dengan berbagai pengaruh kebudayaan lain, baik dari luar maupun dari dalam, beliau masih sangat berharap agar kelak alat musik tengtung ini tetap eksis dan tetap dikenal luas, baik oleh masyarakat Simalungun sendiri maupun orang-orang di luar etnis Simalungun itu sendiri.

5.2 Saran

Berdasarkan penjelasan dan pemaparan sebelumnya, penulis ingin memberikan saran-saran yang membangun antara lain :

1. Kepada masyarakat Simalungun, sebagai pemiliki kebudayaan, seharusnya dilakukan sistem pelatihan pengenalan alat musik tradisional tengtung tersebut dengan secara terus-menerus kepada generasi berikutnya. Sehingga kebutuhan akan memenuhi kebutuhan musik tradisional tidaklah langka dan punah yang diakibatkan oleh perkembangan zaman.

2. Kepada pemimpin desa atau kepala desa dan pemerintahan pusat, yang berwenang penulis mengharapkan kerjasama antara masyarakat dengan kepala desa untuk membuat sebuah layanan maupun fasilitas yang melestarikan alat musik tradisional Simalungun.

3. Kepada lembaga pelestarian budaya, sebaiknya dilakukan sebuah seminar dan pertunjukkan yang memperkenalkan alat musik tradisional tersebut. Sehingga tidak hanya untuk dikenang namun di lestarikan. Terlebih terhadap karya-karya tulis tentang alat musik tradisional masih sangat


(60)

sedikit. Sehingga diharapkan ada karya-karya baru yang dilahirkan untuk tujuan pelestarian dan memperkenalkan suatu alat musik tradisional tersebut.

4. Kepada peneliti selanjutnya, penulis berharap skripsi ini dijadikan sebagai bahan acuan kedepannya supaya penelitian ini tidak hanya sampai disini. Hal ini bermanfaat untuk melestarikan musik etnik yang tidak berkembang atau musik yang hampir punah dan menjadikan musik tersebut bisa dikenal oleh masyarakat.


(61)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK

Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat Bapak Rosul Damanik sebagai seniman musik tradisional Simalungun. Wilayah yang dimaksud adalah bukan hanya lokasi penelitian tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun khususnya yang ada di Sidamanik secara umum. Namun sebelum membahas topik tersebut. Akan diuraikan lebih dahulu Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Desa Sarimatondang, yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pembuatan alat musik tengtungSimalungunoleh Bapak Rosul Damanik yang bertempat tinggal di jalan besar Sidamanik, desa Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data yang diperoleh letak wilayah Sidamanik terletak 780 m diatas permukaan laut dengan wilayah 9.103 km2. Kecamatan Sidamanik terletak di Simalungun dengan batas-batas letak geografis sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Panei/Kecamatan Dolok Pardamean - Sebelah Selatan : Kecamatan Jorlang Hataran

- Sebelah Timur : Kecamatan Pematang Raya - Sebelah Barat : Kecamatan Danau Toba


(62)

Sektor pertanian dan perkebunan menjadi komoditi utama yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun, Kecamatan Sidamanik tersebut. Hal ini sesuai dengan data yang dirilis dalam artikel “ Profil Kabupaten Simalungun Tahun 2012”. Luas wilayah dan jumlah dusun menurut Badan Pusat Statistika Kabupaten Simalungun dalam website Simalungunkab.bps.go.id

No. Desa Luas(Km2) Jumlah Dusun

1 Sipolha Horison 7.02 4

2 Pem.Tambun Raya 7.12 4

3 Sihaporas 12.24 5

4 Jorlang Huluan 7.20 3

5 Bandar Manik 18.35 5

6 Sait Buttu Saribu 8.17 7

7 Pam. Sidamanik 2.81 5

8 Sarimattin 2.51 3

9 Simattin 18.76 3

10 Gorak 6.85 4

Jumlah 91.03 43

Tabel 2.1 Luas Seluruh Wilayah Sidamanik 2.2 Keadaan Penduduk

Dahulu daerah Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik ini merupakan kawasan pemerintahan pertuanan Sidamanik, kerajaan Siantar. Pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda, dibangunlah pabrik teh Bah Butong dan Bah Birong Ulu yang menjadi tempat pengolahan daun teh yang perkebunannya terhampar luas di Kecamatan Sidamanik yang dikelola Handel Vereniging Amsterdam (HAV) sekarang menjadi PTP IV Nusantara.


(63)

Sekarang Kecamatan Sidamanik terdiri dari 13 Desa/Kelurahan. Salah satunya adalah desa Sarimatondang merupakan salah satu desa yang berada pada Kecamatan Sidamanik. Pada tahun 2002 desa Sarimatondang dimekarkan menjadi dua wilayah pemekaran antara lain keluruhan Sarimatondang dan Nagori Manik Maraja. Nagori Manik Maraja inilah yang menjadi pemekaran desa di Sidamanik. Desa Sarimatondang ini juga mengalami pemekaran dan perkembangan yang sangat baik.

Dahulunya desa Sarimatondang ini berasal dari kata, Sarima Tondong. Sarima artinya cari dan Tondong artinya keluarga dari pihak Ibu atau istri kita dalam bahasa Simalungun. Sehingga mengartikan carilah keluarga dari pihak Ibu atau bakal dari keluarga istri dengan kata lain cari dan jadikanlah menjadi bagian dari keluarga yang besar dan sebanyak mungkin. Sebutan lain Sarimatondang ini Kandang Lobbu artinya kandang lembu. Hal ini terkait dari keadaan penduduk Sarimatondang yang dahulunya didatangi oleh seorang Benggali yang memelihara lembu.

Pada awalnya penduduk asli desa Sarimatondang didominasi oleh suku Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan, desa Sarimatondang menjadi bersifat heterogen, kerena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, yaitu Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola, Jawa, Tionghoa. Pada tahun 2013 penduduk Desa Sarimatondang 1.730 laki-laki dan 1.770 perempuan dengan jumlah rumah tangga 985 KK.


(64)

Secara Etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi kedalam tiga suku kata yaitu, Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi, kesepian”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih hati, sunyi dan kesepian.

Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun maupun di perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup. Menurut Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke tanah batak pada bulan februari-april tahun 1930 melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan orang Batak Toba, orang Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka menyendiri di hutan dan secara alamiah kurang bersemangat dibandingkan dengan orang Batak Toba. Hal yang senada juga dikatakan oleh Walter Lempp tentang tabiat dari pada masyarakat Simalungun yaitu orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali, tidak pernah keras atau meletus, meskipun sakit hati. Hal itu dimungkinkan karena suku Simalungun satu-satunya yang pernah dijajah oleh suatu kerajaan di Jawa yang berkedudukan di Tanah Jawa.

Hal ini juga dikemukakaan oleh seorang ahli Paul H. Landis, bahwa masyarakat Simalungun yang berada pada kecamatan Sidamanik memiliki ciri-ciri yaitu; mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal, adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan, dan cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, misalnya iklim, topografi, dan sumber daya alam.

Dalam hal ini kebiasaan masyarakat untuk berusaha bersifat agraris ini karena letak dari ketinggiannya wilayah Sidamanik berada pada 523m-780m


(65)

diatas permukaan laut dengan kemiringan Kecamatan Sidamanik ini 60 - 80 sehingga banyak sekali mata air dan lapisan tanah alluvial sehingga cocok untuk lahan pertanian, sebagian besar lahan tanaman pangan dan perkebunan serta tumbuhnya tanaman bambu yang dimanfaatkan untuk menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat tersebut dalam pembuatan alat musik, keranjang bahkan bambu dimanfaatkan dalam penyanggah bagunan rumah, kandang dan sebagainya.

Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidamanik mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha Maujana Simalungun. Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong menolong (STM), Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat. Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sidamanik, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, pegawai BUMN dan pensiunan perkebunan PTP IV Nusantara, dan Pegawai Negeri Sipil.

2.3 Sistem Bahasa

Asal usul kependudukan masyarakat Simalungun banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek dan juga berbagai pendapat atau teori yang berbeda-beda untuk memberikan pembuktian terhadap kebenarannya. Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di dalamnya. Menurut informasi dari informan penulis dengan terkaitnya lokasi penelitian penulis bahwa keragaman suku yang berada di daerah tersebut, menggunakan bahasa Simalungun dan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dalam bahasa sehari-harinya.


(66)

Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Dalam hal ini tergantung dari wilayah/daerah tersebut, seperti; bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak Toba. Demikian juga dengan bahasa Simalungun. Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki aksara yang sudah sangat tua usianya.

Menurut seorang peneliti bahasa Dr. P. Voorhoeve, yang menjadi Pejabat Taalambtenaar di Simalungun tahun 1937, mengatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara.

Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta ditunjukkan dengan huruf penutup suku kata mati yaitu, uy dalam kata apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf d dalam kata bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata simbei dan oudalam kata sopou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat Simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah:

1. Lapung ni hata, merupakan bahasa sehari hari yang dipakai oleh masyarakat biasa atau bahasa yang dipakai sehari-hari.

2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dan dianggap lebih halus. Guru ni hata merupakan bahasa


(67)

tertinggi yang digunakan oleh kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut adalah bahasa yang sopan hormat, dan berisi nasehat, yang sering disampaikan melalui perumpamaan.Misalnya adalah Simakidop artinya mata, Jambulan artinya rambut.Simakulsop artinya mulut.

3. Sait ni hata, yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata merupakan bahasa yang kasar, karena berisi kata-kata yang pedas, berisikan sindiran sehingga dapat menyakitkan hati orang lain. Misalnya panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput.

2.4 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat Simalungun sangat banyak dan beragam. Taralamsyah Saragih dalam Seminar Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas : seni musik (Gual), seni suara (doding), seni tari (Tortor).

2.4.1 Seni Musik (Gual)

Seni musik digunakan untuk upacara-upacara hiburan dan upacara-upacara adat lainnya misalnya upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur). Alat-alat musik pada masyarakat Simalungun dapat dimainkan secara


(68)

ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu.

Penggunaan instrumen sarunei dalam ensambel Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting, diantaranya:

1. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan.

2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badan dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.

3. Ondos Hosah yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari mara bahaya.

4. Rondang Bintang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari jodoh.Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal.Diantaranya Jatjaulul/tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam dsb.Alat-alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupun setelah pulang dari pekerjaan.

2.4.2 Seni Suara (Doding)

Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding dipakai untuknyanyian solo sedangkan ilah dipakai sebagai nyanyian kelompok. (Sihotang 1993:31). Nyanyian dalam masyarakat Simalungun sangat banyak dan


(69)

teknik bernyanyi yang disebut inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah :

1. Taur-taur yaitu nyanyian yang dilagukan oleh sepasang muda-mudi secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lainnya. 2. Ilah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi sambil menepuk tangan sambil membentuk lingkaran.

3. Doding-doding yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau sindiran. Nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan kesedihan dan kesepian.

4. Urdo-urdo atau tihtah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang Ibu kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo untuk menidurkan sementara tihtah untuk bermain. 5. Tangis-tangis yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis karena putus asa ataupun karena berpisah dengan keluarga karena akan menikah.

6. Manalunda/Mangmang adalah mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja pada waktu dulu.

2.4.3 Seni Tari (Tor-Tor)

Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari segi pertunjukan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai tor-tor yang sering dilakukan pada zaman dahulu. Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah


(70)

Tor-tor Sombah. Adapun tor-tor yang sering dipertunjukkan pada zaman dahulu antara lain:

1. Tor-Tor Huda-Huda atau Toping-Toping yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur orang yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah berusia lanjut. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan sebagian permainannya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut berbagai kelompok adat (tondong,boru, dan sanina) dan menghibur para tamu undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulkan oleh-oleh dari para tamu undangan. Zaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan dalam pemakaman seorang raja.

2. Tor-tor Turahan yaituTor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu untuk membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak melompati batang kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun yang dipegang ke batang kayu dan ke badan orang yang menarik untuk member semangat.Pada masyarakat Simalungun juga terdapat kesenian lain yang pada saat sekarang ini sudah sangat jarang dijumpai diantaranya adalah seni gorga yaitu seni ukir yang terdapat pada dinding-dinding rumah, seni pahat, yaitu seni membuat patung-patung dari batu ataupun dari kayu, seni tenun yaitu seni membuat kayu dengan menggunakan benang- benang yang dibentuk dengan suatu keahlian, dan seni arsitektur yaitu seni untuk membangun rumah dengan arsitektur tradisional. Bentuk-bentukkesenian


(71)

tersebut telah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun meskipun begitu masih ada sebagian orang yang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut seperti seni tenun karena kain yang dihasilkan dari buatan tangan jauh lebih bagus daripada buatan pabrik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis keturunan, yaitu :

1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki-laki dan mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau Ayah saja, maka keturunan tersebut disebut masyarakat patrilineal. Jika menarik dari garis keturunan perempuan (Ibu) maka disebut matrilineal.

2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

Dari kedua cara tersebut diatas, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki-laki atau ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat unilateral patrilineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir


(72)

baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya akan mengikuti marga dari ayahnya (1985:108).

Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si ayah. Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.

Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai Partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tutur Manorus / Langsung

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya: Botou artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda. Mangkela (baca: Makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini.

2. Tutur Holmouan / Kelompok


(73)

lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami).Panogolan artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan.

3. Tutur Natipak / Kehormatan

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kahadigunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak Ibu.Ambia Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran atau bawahan.

Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu :

1. Tondong (Pemberi istri)

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)

3. Sanina/Sapanganonkon(Sanak-saudara, individu semarga atau pembawa garis keturunan)

Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai orang dewasa dan belum dapat berperan serta dalam fungsi-fungsi adat bila yang bersangkutan belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.

2.5.1 Marga-Marga Simalungun

Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:


(74)

1. Sinaga 2. Saragih 3. Damanik 4. Purba

Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (Permusyawaratan besar) antara empat raja besar berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsuhan na legan, rup mangimbang munsuh, keempat raja tersebut adalah:

1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, tuan raja siantar dan tuan raja damanik Soro Tilu (yang menurunkan marga rajaNagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola) Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok). Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita


(75)

Raja,Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang. Keturunannya adalah:

• Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

• Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang. Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munte, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk. Adapula sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang


(1)

suasana bahagia, duka, perih, pahit dan manis kita selalu bersama. Terimakasih untuk itu semua.

9. Terimakasih kepada Manimpan Leonardo Purba S.Pd, telah

memberikan waktu dan tempat penginapan penulis selama melakukan penelitian. Terimakasih penulis ucapkan juga kepada keluarga Manimpan Leonardo Purba.

10. Terimakasih kepada Daniel Heri Pasaribu, telah memberikan waktu untuk menemani penulis bersama teman-teman selama melakukan penelitian.

11. Terimakasih kepada Marthin Tambunan S.Sn (pemilik huta café) telah memberikan tempat untuk bertukar pendapat untuk membantu penulis.

Medan, 31 Juli 2015 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4 Konsep dan Teori ... 11

1.4.1 Konsep ... 11

1.4.2 Teori ... 12

1.5 Metode Penelitian ... 14

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 14

1.5.2 Kerja Lapangan ... 14

1.5.3 Wawancara ... 15

1.5.4 Kerja Laboratorium ... 15

1.6 Lokasi Penelitian ... 15

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK 2.1 Lokasi Penelitian ... 17

2.2 Keadaan Penduduk ... 18

2.3 Sistem Bahasa ... 21

2.4 Sistem Kesenian ... 23

2.4.1Seni Musik (Gual) ... 23

2.4.2 Seni Suara (Doding) ... 24

2.4.3Seni Tari (Tor-Tor) ... 25


(3)

2.5.1 Marga-Marga Simalungun ... 29

2.6 Sistem Kepercayaan ... 32

2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN & BIOGRAFI SINGKAT PAK ROSUL DAMANIK 3.1 Klasifikasi Tengtung ... 39

3.2 Konstruksi Bagian-Bagian Tengtung ... 40

3.3 Teknik Pembuatan ... 42

3.3.1 Bahan Baku Yang Digunakan ... 43

3.3.1.1 Bambu ... 43

3.3.2 Peralatan Yang Digunakan ... 45

3.3.2.1 Gergaji ... 45

3.3.2.2 Parang ... 46

3.3.2.3 Pisau ... 46

3.3.2.4PukoratauBor ... 47

3.3.2.5 Penggaris/meteran ... 48

3.3.2.6 Kertas Pasir ... 49

3.3.3 Proses Pembuatan Awal ... 49

3.3.3.1 Memilih dan Menebang Bambu ... 49

3.3.3.2 Mengeringkan Bambu ... 52

3.3.3.3 Memotong Satu Ruas Bambu ... 52

3.3.3.4 Mengikis Batas Ruas Pangkal Bambu ... 53

3.3.3.5 Mengikis Bagian Badan Untuk Pembuatan Senar ... 54

3.3.3.6 Mengukur Jarak Senar ... 55

3.3.3.7 Mencongkel Badan Bambu ... 58

3.3.4 Proses Pembuatan Selanjutnya ... 59

3.3.4.1 Membuat Lubang Udara (Resonator) ... 60

3.3.4.2 Membuat Tukol ... 63

3.3.4.3 Membuat Pinggol ... 65

3.3.4.4 Membuat Gual’gual/Alat Pukul ... 66

3.3.5 Tahap Penyempurnaan ... 67

3.3.5.1 Meletakkan Bagian-Bagian Tengtung ... 68

3.3.5.2 Menghaluskan Senar ... 69

3.4 Ukuran Bagian-Bagian Tengtung ... 70

3.5 Kajian Fungsional ... 72

3.5.1 Proses Belajar ... 72

3.5.2 Teknik Penyeteman Tengtung ... 73

3.5.3 Bagian-bagian Tengtung ... 74

3.5.4 Cara Memainkan Tengtung ... 75

3.5.4.1 Posisi Badan ... 75

3.5.4.2 Posisi Tangan ... 76

3.5.4.3 Posisi Tangan Kiri ... 76


(4)

3.5.4.3. Posisi Kaki ... 77

3.5.4.3.1 Posisi Kaki Kiri ... 77

3.5.4.3.2 Posisi Kaki Kanan ... 78

3.5.5 Teknik Dasar Memainkan Tengtung ... 78

3.5.6 Warna Bunyi ... 79

3.5.7 Pola Ritem ... 81

3.5.7.1 Tempo Lambat ... 82

3.5.7.2 Tempo Sedang ... 83

3.5.7.3 Tempo Cepat ... 83

BAB IV EKSISTENSI DAN FUNGSI TENGTUNG SIMALUNGUN 4.1 Sejarah Tengtung ... 85

4.2 Eksistensi Tengtung Simalungun ... 86

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Luas Seluruh Wilayah Sidamanik ... 18

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1: Struktur Tengtung Simalungun ... 41

Gambar 3.2 : Lubang Bekapan (bep-bep) ... 41

Gambar 3.3 : Lubang Udara ... 41

Gambar 3.4 :Gual’Gual (Pemukul Tengtung) ... 42

Gambar 3.5 : Bambu balake atau buluh bolon ... 45

Gambar 3.6 : Gergaji Tangan ... 46

Gambar 3.7 : Parang Ukuran Sedang ... 46

Gambar 3.8 : Pisau Ukuran Sedang ... 47

Gambar 3.9: Bor ... 47

Gambar 3.10: Pukkor ... 48

Gambar 3.11 : Meteran ... 48

Gambar 3.12 : Penggaris ... 48

Gambar 3.13 : Kertas Pasir ... 49

Gambar 3.14: Cara Memotong Ujung Pangkal Bambu ... 53

Gambar 3.15: Cara Memotong Seruas Bambu ... 53

Gambar 3.16 : Cara Mengikis Batas Pangkal Bambu ... 54

Gambar 3.17: Cara Mengikis Badan Bambu Dari Bawah Ke Atas ... 54

Gambar 3.18: Cara Mengikis Badan Bambu Dari Atas Ke Bawah ... 55

Gambar 3.19 : Cara Menarik Garis Lurus Senar Tengah Tengtung ... 56

Gambar 3.20 : Pembentukan Titik Tengah Senar Tengtung ... 56

Gambar 3.21 : Hasil Penandaan Pencungkilan Senar Tengtung ... 57

Gambar 3.22 : Cara Mengukuran Senar ... 58

Gambar 3.23 : Pengukuran Senar ... 58

Gambar 3.24 : Teknik Pencongkelan Senar ... 59

Gambar 3.25 : Teknik Menarik Congkelan... 59

Gambar 3.26 : Teknik Membuat Lubang Bekapan (bep-bep) ... 60

Gambar 3.27 : Teknik Pelubangan keluaran Udara Pada Bagian Kanan Atas 61 Gambar 3.28 : Teknik Pengeboran Keluaran Udara Pada Bagian Kanan Atas 62 Gambar 3.29 : Teknik Pelubangan Udara Pada Bagian Kiri Bawah ... 63

Gambar 3.30 : Teknik pengeboran Keluaran Udara Pada Bagian Kiri Bawah 63 Gambar 3.31 : Teknik Memotong Kayu Ingol Dengan Gergaji Listrik ... 64

Gambar 3.32 : Teknik Memotong Tukol Dengan Pisau ... 64

Gambar 3.33 : Teknik Membuat Pinggol ... 65

Gambar 3.34 : Bentuk Ujung Pinggol Yang Dibelah ... 66

Gambar 3.35 : Teknik Memotong Alat Pukul Tengtung/ Stik ... 66

Gambar 3.36 : Teknik Mengikis Ujung Stik/Pemukul Tengtung ... 67


(6)

Gambar 3.38 : Teknik Peletakkan Pinggol (kupingan) ... 69

Gambar 3.39 : Keseluruhan Peletakan Tukol dan Pinggol ... 69

Gambar 3.40 : Teknik Menghaluskan Senar ... 70

Gambar 3.41 : Ukuran Bagian-Bagian Tengtung ... 71

Gambar 3.42 : Teknik Penyeteman Tengtung ... 74

Gambar 3.43 : Posisi Tangan Kiri ... 76

Gambar 3.44 : Posisi Tangan Kanan ... 77

Gambar 3.45 : Posisi Kaki Kiri ... 78