BAB VII AKTIVITAS ANTICENDAWAN
IN VITRO DARI EKSTRAK KASAR PROTEIN TANAMAN TRICHOSANTHES
Abstrak
Penelitian dilakukan untuk mengetahui aktivitas anticendawan in vitro dari ekstrak kasar protein dari tanaman Trichosanthes. Uji aktivitas menggunakan uji
perkecambahan spora in vitro dan uji penghambatan pertumbuhan hifa. Ekstrak protein kasar diisolasi dari tunas in vitro T. tricuspidata untuk uji perkecambahan
spora dan dari akar dan daun T. cucumerina var. anguina dan T. tricuspidata digunakan untuk uji penghambatan pertumbuhan hifa. Hasil pengujian
penghambatan spora menunjukkan bahwa ekstrak kasar protein dari tunas in vitro tanaman T. tricuspidata dapat menghambat perkecambahan spora cendawan
Fusarium sp. yang berasal dari T. cucumerina var. anguina pada konsentrasi 0.0077 - 0.77 mgml. Ekstrak kasar protein juga dapat menghambat
perkecambahan spora Fusarium oxysporum dari bawang merah, cendawan karat kacang tanah Puccinia arachidis, cendawan embun bulu pada ketimun
Pseudoperonospora cubensis, namun tidak dapat menghambat perkecambahan spora cendawan Curvularia eragrostidis dari anggrek. Penghambatan pada
ekstrak protein dari tunas in vitro hasil perlakuan dengan etilen ditemukan lebih besar dari tunas in vitro kontrol pada uji penghambatan pertumbuhan spora
Fusarium sp. Hasil uji penghambatan pertumbuhan hifa menunjukkan bahwa ekstrak protein dari akar T. cucumerina dan T. tricuspidata dapat menghambat
pertumbuhan hifa cendawan Helminthosporium turcicum. Efek penghambatan dari ekstrak protein akar dari T. tricuspidata terhadap Helminthosporium turcicum
lebih besar dibanding ekstrak protein daun. Efek penghambatan dari ekstrak protein batang dari T. cucumerina var. anguina terhadap Helminthosporium
turcicum lebih besar dibanding ekstrak protein akar dan daun. Kata kunci : aktivitas anticendawan, ekstrak kasar protein, perkecambahan spora,
pertumbuhan hifa
115
IN VITRO ANTIFUNGAL ACTIVITY OF CRUDE PROTEIN EXTRACT FROM TRICHOSANTHES
Abstract
The research was done to evaluate the antifungal activity of crude protein extract from Trichosanthes sp. The antifungal activity of crude protein was examined
through fungal spore germination and hypha growth inhibiton assays. The crude protein extract was isolated from in vitro shoots of T. tricuspidata treated or not
treated with ethephon for fungal spore germination assay and from leaves and roots of field plants for hypha growth inhibition assays. The results of the
experiments showed that the protein inhibited the spore germination of Fusarium sp. from T. cucumerina var. anguina in concentration of 0.77 – 0.0077 mgml.
Crude protein extract of in vitro shoot of T. tricuspidata also inhibited spore germination of Fusarium oxysporum from shallot, Puccinia arachidis from
peanut, Pseudoperonospora cubensis from cucumber and did not inhibit spore germination of Curvularia eragrostidis from Dendrobium orchid. Crude protein
extract from in vitro shoots which were treated with ethephon exhibited more inhibition than control on Fusarium oxysporum. Protein extract from roots of
T. tricuspidata and T. cucumerina inhibited the hypha growth of Helminthosporium turcicum. Inhibition effect of root protein of T. tricuspidata on
Helminthosporium turcicum was bigger than leaves protein. Inhibition effect of stem protein of T. cucumerina var. anguina on Helminthosporium turcicum was
bigger than root and leaves protein. \
Key words :
antifungal activity, crude protein extract, spore germination, hypha growth
116
Pendahuluan
Kerusakan dan kehilangan hasil karena patogen cendawan merupakan masalah utama pada berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura. Pada kacang
tanah misalnya, kerusakan hasil karena cendawan Sclerotium rolfsii dapat mencapai 80 Hardaningsih, 1993. Pada cabe, kerusakan dan kehilangan hasil
karena antraknosa dapat mencapai 70 Syukur, 2007. Metode utama yang umum digunakan dalam pengendalian patogen
cendawan pada tanaman adalah dengan menggunakan varietas tahantoleran patogen cendawan atau dengan fungisida. Pengembangan varietas tahan kadang-
kadang terhambat oleh terbatasnya sumber gen ketahanan dalam spesies atau genus ataupun karena mudahnya ketahanan yang terbentuk dipatahkan oleh
munculnya ras-ras patogen baru. Pencarian sumber-sumber gen ketahanan pengkode kitinase, glukanase,
peptida antimikroba maupun PR-protein lainnya sudah sudah banyak dilakukan. Spesies-spesies Trichosanthes merupakan sumber protein bioaktif yang dapat
dimanfaatkan dalam pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus maupun untuk pengendalian hama nematoda. Protein
bioaktif dari Trichosanthes antara lain Ribosome Inactivating Protein RIP yang dinamakan trikosantin, enzim kitinase, ataupun berupa defensin. Fraksi protein
dari T. kirilowii menunjukkan aktivitas penghambatan cendawan in vitro Savary dan Flores, 1994. Defensin dari T. kirilowii juga menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap pertumbuhan cendawan Fusarium oxysporum Hui et al. 2007
Pengujian aktivitas anticendawan in vitro terhadap berbagai bahan bioaktif dari tanaman sudah banyak dilakukan. Pengujian aktivitas dapat dilakukan
menggunakan ekstrak kasar jaringan tanaman, protein, metabolit sekunder maupun senyawa hasil purifikasi. Pengujian ekstrak kasar tanaman dapat menjadi
informasi awal terdapatnya bahan bioaktif dari suatu tanaman. Pengujian dari hasil purifikasi dapat memberikan informasi apakah senyawa yang sudah
diketahui indentitasnya benar-benar memiliki aktivitas anticendawan maupun antibakteri in vitro.
117 Berbagai metode pengujian aktivitas anticendawan dari senyawa bioaktif
tanaman sudah banyak dikembangkan. Banyak peneliti yang telah melaporkan tentang hasil pengujian aktivitas antimikroba dari protein bioaktif atau peptida
antimikroba secara in vitro. Beberapa metoda yang digunakan untuk pengujian aktivitas anticendawan dari proteinpeptida antimikroba secara in vitro adalah
dengan radial growth inhibiton assay Schlumbaum et al. 1986, Germinated Spores Antifungal Bioassays, Microplate Antifungal Bioassays, Spore
Germination Assays Rajasekaran 2001. Pada radial growth inhibition assay aktivitas penghambatan pertumbuhan cendawan dilihat berdasarkan
penghambatan pertumbuhan hifa cendawan. Potongan cendawan ditempatkan ditengah media PDA pada cawan petri dan senyawa yang akan diuji diteteskan ke
potongan kertas saring pada beberapa tempat di sekitar cendawan. Germinated Spore Antifungal Bioassays menggunakan spora yang sudah dikecambahkan.
Daya penghambatan senyawa bioaktif dilihat berdasarkan pembentukan koloni cendawan setelah konidia yang berkecambah diinkubasi dengan senyawa
bioaktif. Microplate Antifungal Bioassay dilakukan dengan menggunakan miselia cendawan yang diblender. Konsentrasi fragmen miselia dihitung dengan
haemacytometer. Pengujian aktivitas protein dilakukan dengan menginkubasi miselia dengan protein bioaktif dalam sumur-sumur pada plat mikro. Spore
Germination Assay dilakukan dengan melihat pengaruh senyawa bioaktif terhadap perkecambahan konidia cendawan. Morfologi tabung kecambah dilihat secara
mikroskopik. Bentuk penghambatan pertumbuhan cendawan oleh senyawa bioaktif
dapat terjadi melalui beberapa cara, diantaranya dengan menghambat perkecambahan spora, gangguan pertumbuhan hifa atau mekanisme lainnya.
Cheong et al. 1997 menemukan aktivitas anticendawan dari protein PR-5 dari daun labu terjadi dalam bentuk penghambatan pertumbuhan hifa atau degradasi
dinding sel hifa atau kerusakan membran sehingga sitoplasma sel keluar. Gangguan pertumbuhan tersebut terutama terjadi pada ujung hifa.
Berdasarkan hasil percobaan pada Bab IV, V, dan VI ditemukan bahwa aktivitas kitinase paling tinggi pada T. tricuspidata adalah pada ekstrak kasar
protein tunas in vitro. Sedangkan pada T. cucumerina var. anguina, aktivitas
118 kitinase yang tinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein akar. Hasil induksi
aktivitas kitinase menunjukkan bahwa etefon dapat meningkatkan aktivitas kitinase pada kalus T. tricuspidata dan kemungkinan juga dapat meningkatkan
aktivitas kitinase pada tunas in vitro. Berdasarkan hal tersebut dilakukan serangkaian pengujian aktivitas anticendawan dari ekstrak protein tunas in vitro
dan tunas in vitro yang diberi perlakuan etefon, disamping pengujian aktivitas anticendawan dari esktrak protein tanaman dari lapang.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui aktivitas anticendawan in vitro dari ekstrak kasar protein dari tanaman Trichosanthes sp.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Maret 2008. Lokasi penelitian untuk pembuatan kultur in vitro dan analisis protein
adalah di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Pengujian aktivitas anticendawan dilakukan di Laboratorium
Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB. Penyiapan Ekstrak Kasar Protein
Untuk uji perkecambahan spora digunakan esktrak kasar protein dari tunas in vitro T. tricuspidata. Tunas diperbanyak dalam media Murashige-Skoog MS
yang ditambah 1 mgl BA dan dipanen pada 4 MST. Tunas in vitro dibedakan menjadi tunas tunas kontrol E0, tanpa perlakuan etefon dan tunas yang diberi
perlakuan etefon E1, perlakuan etefon 0.7 mM. Perlakuan etefon diberikan dengan cara merendam tunas selama 15 menit dalam larutan etefon, kemudian
tunas ditiriskan dan dikembalikan ke media kultur selama 1 jam, kemudian baru diekstraksi proteinnya. Untuk tunas in vitro kontrol, tunas direndam dengan air
aquadest steril selama 15 menit dan ditiriskan seperti pada perlakuan E1. Pengukuran aktivitas kitinase dan peroksidase pada ekstrak kasar protein
dilakukan dengan metode seperti yang dijelaskan pada Bab IV.
119 Untuk pengujian penghambatan pertumbuhan hifa cendawan, protein yang
digunakan adalah : P1 protein akar tanaman T. tricuspidata¸ P2 protein daun T. tricuspidata, P3 protein akar T. cucumerina var. anguina, P4 protein batang
T. cucumerina var. anguina, P5 protein daun T. cucumerina var. anguina. Ekstrak kasar protein akar dan daun tanaman T. tricuspidata diisolasi dari akar
tanaman yang berumur 6 bulan setelah tanam di lapangan, sedangkan ekstrak protein akar, batang dan daun T. cucumerina var. anguina diisolasi dari tanaman
berumur 2 bulan setelah tanam di lapangan. Ekstraksi protein dilakukan seperti metode yang dilakukan pada Bab IV.
Penyiapan cendawan patogen tanaman
Untuk uji perkecambahan spora digunakan cendawan Fusarium sp. asal tanaman T. cucumerina var. anguina , Fusarium oxysporum asal tanaman bawang
merah diperoleh dari Dr. Suryo Wiyono, cendawan karat Puccinia arachidis dari tanaman kacang tanah di kebun percobaan Cikabayan, cendawan embun bulu
Pseudoperonospora cubensis asal tanaman ketimun di desa Sinarsari Cibeureum, dan Curvularia eragrostidis dari tanaman anggrek Dendrobium
diperoleh dari Dr. Suryo Wiyono Klinik Tanaman IPB. Penyiapan spora cendawan dilakukan dengan menanam atau
mengkulturkan cendawan dalam media PDA Potato Dekstrose Agar selama 4 hari untuk Fusarium dari tanaman Trichosanthes dan Fusarium oxysporum dari
bawang merah dan 10-12 hari untuk Curvularia eragrostidis. Spora diambil dari kultur cendawan dengan menambahkan air steril sebanyak 10 ml. Suspensi spora
tersebut diencerkan 20 kali dan digunakan untuk pengujian perkecambahan. Untuk cendawan karat Puccinia arachidis dan cendawan embun bulu
Pseudoperonospora cubensis spora diambil dari daun tanaman yang menunjukkan gejala penyakit di lapangan. Permukaan daun yang bergejala
digerus dengan scalpel, hasil gerusan dimasukkan ke dalam 10 ml akuades steril hingga diperoleh sekitar 20 – 40 spora per bidang pandang pada perbesaran 100x.
Spora yang diperoleh langsung digunakan untuk uji perkecambahan spora. Untuk uji penghambatan pertumbuhan hifa cendawan Helminthosporium
turcicum, isolat cendawan diperoleh dari Dr. Suryo Wiyono Klinik Tanaman
120 IPB. Isolat dikulturkan dalam media PDA selama 3-5 hari. Kemudian dari koloni
cendawan tersebut diambil potongan hifa pada daerah ujung koloni dengan cork borer, kemudian potongan hifa tersebut ditanam di media baru dan pada umur 2 –
3 hari setelah tanam digunakan untuk pengujian aktivitas protein.
Pengujian aktivitas penghambatan perkecambahan spora
Sebanyak 50 µl suspensi spora dari cendawan yang diuji diteteskan di atas gelas objek, kemudian diberi protein asal tunas in vitro T. tricuspidata E0 dan
E1 sebanyak 50 µl, lalu diaduk pelan-pelan dengan pipet tip. Untuk kontrol positif spora diberi perlakuan benlate 1 mgml sedangkan kontrol negatif
menggunakan bufer fosfat 50 mM. Gelas objek tanpa penutup ditempatkan dalam cawan petri yang diberi dialas tissue lembab dan diberi pipa sedotan untuk
penyangga gelas objek. Cawan petri ditutup dan ditempatkan dalam bak plastik lalu disimpan pada ruang inkubator bersuhu 28
o
C. Khusus untuk cendawan Fusarium sp. dari T. cucumerina var. anguina, uji
perkecambahan spora hanya menggunakan protein tunas in vitro tanpa perlakuan etefon E0 dengan beberapa perlakuan konsentrasi protein sebagai berikut :
K0 = Kontrol bufer fosfat 50 mM K1 = Kontrol benlate 1 mgml
P1 = Protein 0.77 mgml P2 = Protein 0.31 mgml
P3 = Protein 0.015 mgml P4 = Protein 0.0077 mgml P4.
Spora yang berkecambah diamati di bawah mikroskop pada waktu sekitar 24 jam setelah perlakuan dengan perbesaran maksimal 400X. Pengamatan
meliputi jumlah spora yang berkecambah untuk menghitung persentase
perkecambahan dan skor tingkat pertumbuhan spora sebagai berikut :
+ : panjang tabung kecambah ± dari 2 kali diameter spora ++ : panjang tabung kecambah antara 2 – 4 kali ukuran diameter spora
+++ : untuk panjang tabung kecambah 4 kali ukuran diameter spora.
121
Pengujian aktivitas penghambatan pertumbuhan hifa
Uji aktivitas anticendawan mengikuti metode Schlumbaum et al. 1986 dengan cara radial-growth inhibition assay yang dimodifikasi. Potongan
cendawan mycelial plug diambil dengan borer dari cendawan yang ditumbuhkan pada media Potato Dekstrose Agar PDA berumur 2 – 3 hari. Potongan
cendawan tersebut ditempatkan pada cawan petri yang berisi media PDA. Kemudian setelah cendawan tumbuh dengan diameter sekitar 1.5 cm, pada jarak 1
cm dari pinggir miselia dibuat sumur berukuran diameter 5 mm sebanyak masing- masing 5 buah pada dua sisi yang berbeda. Larutan protein sebanyak 30 – 50 µl
dimasukkan ke dalam sumur tersebut. Untuk kontrol digunakan larutan buffer ekstraksi. Perlakuan pengujian terdiri dari :
K0 = kontrol buffer P1 = protein akar T. tricuspidata
P2 = protein daun T. tricuspidata P3 = protein akar T. cucumerina var. anguina
P4 = protein batang T. cucumerina var. anguina P5 = protein daun T. cucumerina var. anguina
Percobaan dilakukan dalam kondisi steril dalam Laminar Air Flow Cabinet. Setelah perlakuan protein kultur cendawan diinkubasi pada suhu 23
o
C. Aktivitas anticendawan diamati berdasarkan penghambatan zona pertumbuhan
miselia disekitar daerah yang diberi protein.
122
Hasil a.
Perkecambahan spora Fusarium sp. asal tanaman T. cucumerina var. a
nguina.
Spora cendawan Fusarium sudah terbentuk ketika cendawan berumur 3 hari sesudah dikulturkan dalam media PDA. Hifa cendawan berwarna putih
seperti kapas. Spora berbentuk sabit terdiri dari 3 – 5 sel. Perkecambahan terlihat dari munculnya hifa dari salah satu atau kedua ujung spora atau dari sel-sel pada
bagian tengah spora. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak kasar dari protein asal tunas
in vitro T. tricuspidata dapat menghambat perkecambahan spora Fusarium. Presentase perkecambahan spora disajikan pada Tabel 33. Pada konsentrasi
protein 0.77 mgml, perkecambahan spora hanya 24, dan makin meningkat menjadi 45 ketika protein diencerkan menjadi 125 dari konsentrasi awal 0.77
mgml menjadi 0.031 mgml. Persentase perkecambahan spora meningkat menjadi 54 pada konsentrasi protein 0.015 mgml yang merupakan hasil pengenceran
150 konsentrasi awal. Efek penghambatan perkecambahan spora bahkan masih terjadi ketika protein diencerkan menjadi 1100 konsentrasi awal dengan
persentase perkecambahan spora sekitar 65. Tabel 33. Presentase perkecambahan spora dan pertumbuhan tabung kecambah
pada uji perkecambahan spora Fusarium asal T. cucumerina var. anguina dengan protein asal tunas in vitro T. tricuspidata.
Perlakuan Perkecambahan spora
Pertumbuhan tabung kecambah
K0 kontrol bufer fosfat 100 a
+++ K1 kontrol benlate
2 e -
P1 protein 0.77 mgml 24 d
+ P2 protein 0.031 mgml
45 c +
P3 protein 0.015 mgml 54 bc
++ P4 protein 0.0077
mgml 65 b
++
Keterangan : pertumbuhan tabung kecambah : + panjang tabung kecambah 2 kali diameter spora
++ panjang tabung kecambah 2 – 4 kali diameter spora +++ panjang tabung kecambah 4 kali diameter spora
123 Gambar 18. Penghambatan perkecambahan spora cendawan Fusarium sp. oleh
protein asal tunas in vitro pada 24 jam setelah perlakuan : a isolat Fusarium sp. sumber spora, b spora awal sebelum perlakuan c
K1 kontrol bufer, tumbuh, d K2 kontrol benlate, tidak tumbuh, e P1 [protein 0.77 mgml, f P2 [protein 0.031 mgl,
g P3 [protein 0.015 mgml, dan d P4 [protein 0.0077 mgml.
Ekstrak kasar protein dari tunas in vitro T. tricuspidata juga menekan pertumbuhan hifa cendawan. Hal ini terlihat dari ukuran hifa yang jauh lebih
panjang pada kontrol bufer dibandingkan perlakuan protein. Morfologi spora yang
a b
c d
e f
g h
124 berkecambah pada masing-masing perlakuan seperti terlihat pada Gambar 18.
Disamping itu, makin rendah konsentrasi protein, makin kecil pengaruhnya terhadap pertumbuhan spora yang terlihat dari makin bertambahnya panjang
tabung kecambah.
b. Perkecambahan spora Fusarium oxysporum asal tanaman bawang merah
Spora cendawan Fusarium oxysporum asal tanaman bawang merah agak berbeda dari cendawan Fusarium asal T. cucumerina var. anguina. Spora
cendawan berbentuk tabung dengan ukuran yang lebih kecil. Perkecambahan terjadi dengan tumbuhnya hifa dari salah satu ujung spora. Morfologi
perkecambahan spora seperti terlihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Penghambatan perkecambahan spora cendawan Fusarium oxysporum
asal bawang merah oleh protein asal tunas in vitro pada 24 jam setelah perlakuan : a dan b K0 kontrol bufer, tumbuh, c E0
protein asal tunas in vitro, d E1 protein asal tunas yang diberi perlakuan etefon 0.7 mM
a b
c d
125 Perkecambahan spora Fusarium oxysporum dari tanaman bawang merah
dapat terhambat oleh perlakuan protein dari tunas in vitro tanaman T. tricuspidata Tabel 34. Persentase spora yang berkecambah pada kontrol bufer sekitar 70,
3 pada perlakuan fungisida benlate, 19 pada perlakuan protein asal tunas in vitro dan sekitar 25 pada protein dari tunas in vitro yang diberi perlakuan
etefon. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa protein dari tunas in vitro tanaman T. tricuspidata dapat menekan perkecambahan spora Fusarium
oxysporum tanaman bawang merah lebih dari 50 dari perkecambahan spora yang terjadi pada kontrol bufer. Pengaruh penghambatan pertumbuhan spora tidak
begitu terlihat dari panjang tabung kecambah karena pada perlakuan protein ada spora yang berkecambah dengan panjang tabung kecambah lebih dari 4 kali
panjang spora.
c. Perkecambahan spora cendawan karat
Puccinia arachidis dari kacang tanah
Cendawan karat Puccinia arachidis merupakan parasit obligat sehingga tidak dapat dikulturkan dalam media buatan. Karena itu spora langsung diisolasi
dari bagian tanaman yang bergejala penyakit dari lapang. Secara umum, tingkat perkecambahan spora rendah. Pada kontrol bufer, spora yang berkecambah hanya
sekitar 14. Meskipun demikian, perlakuan protein tetap dapat menekan perkecamabahan spora lebih dari 50.
Perkecambahan spora pada perlakuan protein dari tunas in vitro sekitar 3, sedangkan pada protein dari tunas in vitro yang diberi perlakuan etefon
sekitar 2. Persentase perkecambahan spora tercantum pada Tabel 34. Morfologi perkecambahan spora seperti terlihat pada Gambar 20.
Berdasarkan morfologi pertumbuhan tabung kecambah, pada kontrol bufer, tabung kecambah dapat tumbuh sangat panjang lebih dari 10 kali diameter
spora. Pada kontrol bufer, spora yang berkecambah dapat tumbuh normal. Sebaliknya pada perlakuan protein, spora yang berhasil berkecambah tidak dapat
tumbuh normal, ditandai oleh terhambatnya pertumbuhan tabung kecambah. Hal ini terlihat dari panjang tabung kecambah yang hanya berkisar antara 2 – 4 kali
diameter spora.
126 Gambar 20. Perkecambahan spora a-f cendawan Puccinia arachidis asal
kacang tanah pada 24 jam setelah dikecambahkan dalam kontrol larutan bufer fosfat 50 mM pH 6, g-i kontrol benlate 1 mgml,
j-l E0 protein asal tunas in vitro, m-o E1 protein asal tunas yang diberi perlakuan etefon 0.7 mM.
g h i
j k
m l
n o
a c b
d f e
127
d. Perkecambahan spora cendawan embun bulu
Pseudoperonospora
cubensis
Spora cendawan embun bulu diisolasi dari daun tanaman ketimun yang sakit. Permukaan daun seperti terlihat pada Gambar 21a. Terdapat banyak bercak
yang merupakan indikasi infeksi cendawan tersebut. Namun bercak yang paling banyak menghasilkan spora adalah yang terlihat berwarna keabu-abuan seperti
terlihat pada Gambar 21b.
Gambar 21. Peronospora cubensis pada ketimun : a. Gejala bercak pada daun, b. Bercak sumber spora untuk pengujian, c. Spora diujung
sporangiofor di atas permukaan daun dilihat dengan mikroskop stereo, d. Bentuk spora cendawan
a b
d c
128 Gambar 22. Penghambatan perkecambahan spora cendawan Pseudoperonopora
cubensis asal ketimun oleh protein asal tunas in vitro pada 24 jam setelah perlakuan : a K0 kontrol bufer, tumbuh, b K1 kontrol
benlate 1 mgml, c E0 protein asal tunas in Vitro, d E1 protein asal tunas yang diberi perlakuan etefon 0.7 mM
Bagian bercak yang disebabkan cendawan Pseudoperonospora cubensis yang sudah berwarna coklat kekuningan pada daun sudah tidak begitu banyak
mengandung spora. Bagian bercak yang berwarna keabu-abuan ketika dilihat di bawah mikroskop stereo menunjukkan banyak spora yang terbentuk pada ujung
sporangiofor seperti terlihat pada Gambar 21c. Bagian bercak yang berwarna keabu-abuan tersebut digerus untuk melepaskan spora dari sporangiofor, lalu hasil
gerusan dari daun dimasukkan ke dalam aquades. Ketika dilihat di bawah mikroskop, terlihat spora yang berbentuk bulat lonjong seperti pada Gambar 21d.
Seperti halnya cendawan karat kacang tanah Puccinia arachidis, cendawan embun bulu Pseudoperonospora cubensis juga merupakan parasit obligat. Hasil
pengujian perkecambahan spora menunjukkan bahwa tingkat perkecambahan spora sangat rendah. Morfologi perkecambahan seperti terlihat pada Gambar 22.
a
d c
b
129 Persentase perkecambahan spora dari hasil pengujian seperti terlihat pada
Tabel 34. Persentase perkecambahan spora Pseudoperonospora cubensis sangat rendah yaitu hanya sekitar 9 pada perlakuan kontrol bufer. Namun tingkat
perkecambahan pada perlakuan protein terlihat lebih rendah hampir 50 lebih rendah dari kontrol untuk perlakuan E0 dan 75 lebih rendah dari kontrol
untuk perlakuan E1. Perkecambahan spora pada perlakuan E1 sekitar 50 lebih rendah dibanding perlakuan E0.
e. Perkecambahan spora cendawan Curvularia eragrostidis asal tanaman
anggrek Dendrobium
Cendawan Curvularia eragrostidis merupakan salah satu patogen yang
menyerang bunga anggrek. Cendawan ini menyebabkan pembusukan dan kematian pada pucuk bunga anggrek seperti terlihat pada Gambar 23a. Pucuk
bunga yang terinfeksi tanaman ini akan berwarna hitam dan tidak bisa berkembang.
Gambar 23. Cendawan Curvularia eragrostidis : a gejala serangan pada bunga anggrek Dendrobium, b kultur cendawan berumur 12 HST,
c. bentuk spora cendawan
Cendawan Curvularia eragrostidis dikulturkan dalam media PDA dan
diinkubasi dibawah sinar NUV. Spora baru banyak terbentuk pada 11-12 hari
a b
c
130 setelah kultur. Kultur berumur 12 hari seperti terlihat pada Gambar 23b. Hifa
cendawan berwarna putih hingga abu-abu. Spora cendawan Curvularia eragrostidis sangat menarik karena ukurannya yang besar-besar berbentuk seperti
tongkat agak melengkung dengan ukuran besar pada bagian tengah dan mengecil ke bagian ujung-ujung spora. Spora terdiri dari 4-5 sel yang dibatasi oleh septum
Gambar 23c. Hasil pengujian aktivitas penghambatan perkecambahan spora Curvularia
eragrostidis dengan protein asal tunas in vitro tanaman T. triuspidata tidak menunjukkan hasil yang positif. Protein tidak dapat menghambat perkecambahan
spora bahkan cenderung mendorong perkecambahan spora. Data hasil pengamatan perkecambahan spora seperti terlihat pada Tabel 33. Spora yang berkecambah
pada kontrol bufer dan perlakuan protein mencapai 100 dan sebagaimana diharapkan kontrol benlate dapat menghambat perkecambahan spora.
Gambar 24. Perkecambahan spora cendawan Curvularia eragrostidis dari tanaman anggrek pada berbagai pada 24 jam setelah perlakuan :
a K0 kontrol bufer, tumbuh, b K1 kontrol benlate 1 mgml, c E0 protein asal tunas in vitro, d E1 protein asal tunas yang
diberi perlakuan etefon 0.7 mM
a b
c d
131 Morfologi spora yang berkecambah seperti terlihat pada Gambar 24. Spora
pada perlakuan protein pada 24 jam setelah perlakuan sudah tumbuh membentuk hifa yang sudah sangat panjang dan bercabang-cabang. Sebaliknya pada bufer
fosfat, perkecambahan spora cenderung terhambat dibanding perlakuan protein.
Tabel 34. Presentase perkecambahan spora dan skor panjang tabung kecambah pada uji perkecambahan spora cendawan dengan protein asal tunas in
vitro T. tricuspidata. Perlakuan Aktivitas
Kitinase mM pNpjammg
protein Aktivitas
Peroksidase ∆420menitmg
protein Perkecambahan
spora Pertumbuhan
tabung kecambah
Fusarium oxysporum dari bawang merah K0 - -
70 +++
K1 - - 3 ++
Protein E0 3.80
0.185 19
++ Protein E1
13.47 0.325
25 ++
Puccinia arachidis dari kacang tanah K0
- -
14 +++
K1 -
- -
Protein E0 3.80
0.185 3
++ Protein E1
13.47 0.325
2 ++
Pseudoperonospora cubensis dari mentimun K0
- -
9 +
K1 -
- -
Protein E0 3.80
0.185 3.9
+ Protein E1
13.47 0.325
1.6 +
Curvularia eragrostidis dari anggrek Dendrobium K0
- -
100 +
K1 -
- -
Protein E0 3.80
0.185 100
+++ Protein E1
13.47 0.325
100 +++
Keterangan : K0 = perlakuan bufer fosfat 50 mM, pH 6, K1 = perlakuan fungisida benlate 1 mgml, Protein E0 = ekstrak kasar protein asal tunas in vitro T. tricuspidata, Protein E1 =
ekstrak kasar protein asal tunas in vitro T. tricuspidata yang diberi perlakuan etefon 0.7 mM.
Pertumbuhan tabung kecambah : + panjang tabung kecambah 2 kali diameter spora
++ panjang tabung kecambah 2 – 4 kali diameter spora +++ panjang tabung kecambah 4 kali diameter spora
132
f. Uji penghambatan pertumbuhan hifa dengan perlakuan protein asal T. tricuspidata dan T. cucumerin var. anguina
Pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak kasar protein asal akar dan daun tanaman Trichosanthes cucumerina var. anguina dan T. tricuspidata telah
dilakukan terhadap patogen cendawan Helminthosporium turcicum. Metode pengujian protein dilakukan dengan cara mengamati penghambatan pertumbuhan
hifa cendawan setelah perlakuan protein, sebagaimana dijelaskan pada bagian metode penelitian.
Tabel 35. Hasil pengujian kualitatif aktivitas ekstrak kasar protein dari T. tricuspidata dan T. cucumerina var. anguina terhadap
pertumbuhan hifa cendawan Helminthosporium turcicum
Sumber Protein Total Protein
Terlarut mgml Jumlah protein
mg Penghambatan
2 HSP 5 HSP
Kontrol buffer -
- -
- Akar T.tricuspidata
1.23 0.62 -
+++ Daun T. tricuspidata
2.61 1.31 -
++ Akar T. cucumerina
1.30 0.65 -
++ Batang T.cucumerina
0.82 0.41 -
+++ Daun T.cucumerina
5.28 2.64 -
++
Keterangan : Jumlah protein yang diuji = konsentrasi protein X volume aplikasi. Volume aplikasi 40 µl per lubang pada hari pertama dan 10 µl per lubang pada hari kedua, sehingga total = 50
µllubang x 10 lubang = 500 µl.
Hasil pengujian aktivitas penghambatan pertumbuhan cendawan seperti terlihat pada Tabel 35. Pengaruh penghambatan ekstrak protein kasar terhadap
pertumbuhan cendawan belum terlihat sampai pada hari ke-3. Pada hari ke- 4 dan 5 setelah perlakuan, adanya gangguan terhadap pertumbuhan hifa cendawan
terlihat dengan jelas. Akan tetapi zona hambatan tidak begitu teratur yang kemungkinan disebabkan konsentrasi dan jumlah protein yang diaplikasikan
rendah, sedangkan pertumbuhan hifa cendawannya sangat cepat. Morfologi pertumbuhan hifa seperti terlihat pada Gambar 25 dan 26.
133 Gambar 25. Morfologi cendawan Helminthosporium turcicum yang diberi
perlakuan ekstrak kasar protein akar dan daun T. tricuspidata pada 5 hari setelah perlakuan protein : a kontrol tampak atas , b
kontrol tampak bawah, c Protein akar tampak atas, d protein akar tampak bawah, e protein daun tampak atas, f protein daun
tampak bawah.
a b
c d
e f
134 Gambar 26. Morfologi cendawan Helminthosporium turcicum yang diberi
perlakuan ekstrak protein dari T. cucumerina var. anguina pada 5 HSP : a kontrol tampak atas , b kontrol tampak bawah, c
protein akar tampak atas, d protein akar tampak bawah, e protein batang tampak atas, f protein batang tampak bawah, g
protein daun tampak atas, h protein daun tampak bawah
a b
c d
e f
g h
135 Berdasarkan Tabel 35 dan Gambar 25 diperoleh gambaran bahwa efek
penghambatan pertumbuhan cendawan Helminthosporium turcicum oleh ekstrak kasar protein asal akar T. tricuspidata cenderung lebih besar dibanding efek
penghambatan oleh ekstrak kasar protein daun. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah protein asal akar yang diaplikasikan lebih rendah 0.62 mg namun menghasilkan
skor penghambatan lebih besar +++. Sementara pada ekstrak kasar protein daun, jumlah protein yang diaplikasikan 1.31 mg dan menghasilkan efek penghambatan
lebih rendah ++. Pada
T. cucumerina var. anguina, efek penghambatan pertumbuhan cendawan Helminthosporium turcicum paling tinggi oleh ekstrak kasar protein
batang diikuti oleh akar dan daun. Jumlah protein dari akar 0.41 mg menghasilkan skor penghambatan +++, diikuti oleh jumlah protein dari akar 0.61 mg dengan
skor penghambatan ++, dan paling kecil pada daun dengan jumlah protein 2.64 menghasilkan skor penghambatan ++.
Pembahasan
Pengujian aktivitas anticendawan dari ekstrak protein dilakukan untuk melihat ada tidaknya aktivitas penghambatan pertumbuhan cendawan oleh ekstrak
protein tanaman yang diuji. Pengujian diharapkan dapat menambahkan informasi bahwa tanaman yang diteliti memiliki potensi sebagai sumber protein
anticendawan sekaligus sebagai sumber gen untuk ketahanan terhadap patogen cendawan.
Pengujian aktivitas
perkecambahan spora telah diuji pada beberapa jenis
cendawan dari kelas yang berbeda. Puccinia arachidis termasuk dalam kelas Basidiomycetes, Fusarium dan Curvularia eragrostidis dan dari kelompok
Deuteromycetes serta Pseudoperonospora cubensis dari klas Oomycetes. Cendawan Fusarium yang diuji terdiri dari Fusarium yang diisolasi dari
T. cucumerina var. anguina dan Fusarium oxysporum yang berasal dari bawang merah. Aktivitas terhadap gangguan hifa telah diuji pada Helminthosporium
turcicum dari klas Deuteromycetes
136 Hasil penelitian menunjukkan adanya aktivitas penghambatan
perkecambahan spora dari ekstrak protein dari tunas in vitro T. tricuspidata pada cendawan Fusarium sp. dari T. cucumerina var. anguina, Fusarium oxysporum
dari bawang merah, cendawan karat Puccinia arachidis dari kacang tanah, dan cendawan penyebab embun bulu Pseudoperonospora cubensis dari tanaman
ketimun. Perkecambahan spora merupakan proses perubahan dari dari struktur yang
dorman menjadi sel vegetatif berupa miselia dan spora dikatakan berkecambah jika panjang tabung kecambah kira-kira 23 panjang spora. Beberapa tahapan
dalam proses perkecambahan spora meliputi aktivasi supaya spora siap untuk berkecambah, swelling pembengkakan yang menyebabkan spora bertambah
ukurannya dan munculnya tabung kecambah. Efek penghambatan dari ekstrak protein dapat terjadi pada setiap tahapan tersebut seperti terhambatnya aktivasi
spora untuk berkecambah, terhambatnya imbibisi air sehingga proses pembengkakan spora jadi lambat atau memperlambat munculnya tabung
kecambah. Pengujian untuk aktivitas anticendawan dapat dilakukan dengan microtiter
broth assay, agar diffusion assays, broth microdilution assays dan planta assays determinasi ketahanan tanaman transgenik yang mengoverekspresikan protein
anticendawan Selitrennikof et al. 2001. Kebanyakan pengujian antimikroba menggunakan radial growth inhibition assays. Pada pengujian tersebut, aktivitas
kitinase jelas terlihat dari kerusakan pada hifa cendawan jika dilihat di bawah mikroskop. Penghambatan yang cukup kuat akan terlihat dari zona pertumbuhan
hifa yang tidak rata. Yang et al. 2007 melaporkan bahwa protein antimikroba dari benih Leonurus japonicus menghambat pertumbuhan cendawan R. serealis.
Cendawan terhambat pertumbuhannya karena terjadi pembengkakan pada ujung hifa dan terbentuknya benjolan-benjolan yang ekstensif. Protein tersebut juga
menghambat perkecambahan spora Bipolaris maydis dan Alternaria brassicae pada konsentrasi 15 µM.
Mekanisme lain dari aktivitas senyawa anticendawan adalah dengan mengganggu stabilitas membran cendawan. Batalia et al. 1996 menyatakan
bahwa PR-5 protein secara tidak langsung mengatur permeabilitas membran sel
137 dengan interaksi elektrostatik dengan membran ion channel atau reseptor osmotik,
yang mengakibatkan dinding sel kehilangan keseimbangan osmotik sehingga mengakibatkan lisis dari plasmamembran.
Peroksidase termasuk dalam PR-protein dengan mekanisme aktivitas anticendawan secara tidak langsung melalui katalisis cross-linking dari
makromolekul dari dinding sel Stintzi et al. 1993. Beberapa protein anticendawan terlibat dalam penghambatan sintesis dinding sel cendawan atau
merusak struktur dan atau fungsi dinding sel, merusak struktur membran sehingga terjadi lisis, merusak ribosom, menghambat sintesis DNA dan menghambat siklus
sel Selitrennikoff, 2001. Protein atau enzim yang berperan menghambat pertumbuhan cendawan
dalam penelitian ini tidak dapat diketahui jenisnya karena protein yang diuji masih berupa ekstrak kasar. Sumber penghambatan dapat berasal dari kitinase, glukanase
maupun PR-protein lainnya. Namun karena pada percobaan dalam Bab IV – Bab VI ditemukan adanya aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein tanaman, maka
penghambatan perkecambahan spora ataupun pertumbuhan hifa dapat berasal dari kitinase yang ada dalam ekstrak protein tanaman. Hal ini juga didukung dengan
informasi bahwa penyusun dinding sel dari sebagian besar cendawan yang diuji adalah kitin.
Beberapa protein antimikroba yang sudah ditemukan pada Trichosanthes antara lain RIP-trikosantin dan kitinase klas III pada T. kirilowii Savary dan
Flores, 1994 dan T. kirilowii defensin TDEF1 Hui et al. 2007. RIP trikosantin dari spesies Trichosanthes kirilowii yang telah transformasikan ke
tanaman padi ternyata dapat menekan penyakit blast yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae Yuan et al. 2002. Defensin merupakan famili
peptida kaya sistein yang memiliki aktivitas antimikroba. Untuk selanjutnya perlu diidentifikasi apakah protein-protein antimikroba tersebut terdapat dalam ekstrak
protein tanaman T. tricuspidata dan T. cucumerina. Pengujian
dengan metode
radial growth inhibition assay terlihat kurang sensitif dibandingkan spore germination assays. Apalagi dengan konsentrasi
protein yang diuji sangat rendah dan masih merupakan protein kasar sehingga penghambatan pada massa koloni cendawan tidak begitu jelas. Dalam percobaan
138 ini, metode spore germination assays lebih sesuai dibandingkan radial growth
inhibition assays. Untuk mendapatkan pengaruh penghambatan yang lebih baik pada uji radial growth inhibition assays, sebaiknya menggunakan protein yang
sudah dimurnikan.
Simpulan
Ekstrak kasar protein dari tunas in vitro tanaman T. tricuspidata dapat menghambat perkecambahan spora cendawan Fusarium sp. dari T. cucumerina
var. anguina, Fusarium oxysporum dari bawang merah, cendawan karat kacang tanah Puccinia arachidis, cendawan embun bulu pada ketimun
Pseudoperonospora cubensis, namun tidak dapat menghambat perkecambahan spora cendawan Curvularia eragrostidis asal anggrek.
Ekstrak protein dari akar T. cucumerina dan T. tricuspidata dapat menghambat pertumbuhan hifa cendawan Helminthosporium turcicum. Efek
penghambatan dari ekstrak protein akar tanaman T. tricuspidata lebih besar dibanding ekstrak protein daun, sementara pada T. cucumerina var. anguina, efek
penghambatan paling tinggi dihasilkan oleh ekstrak protein batang diikuti oleh akar dan daun.
BAB VIII PEMBAHASAN UMUM