BAB IV AKTIVITAS KITINASE DAN PEROKSIDASE DARI EKSTRAK
PROTEIN ASAL KALUS, TUNAS IN VITRO, DAUN DAN AKAR
TANAMAN Trichosanthes tricuspidata Lour.
1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi pembentukan kalus dari tunas in vitro dan menganalisis aktivitas kitinase dan peroksidase pada ekstrak kasar
protein dari beberapa jaringan tanaman T. tricuspidata. Media untuk induksi kalus adalah media Murashige dan Skoog MS dengan perlakuan Naphthalene Acetic
Acid NAA dan Benzyladenine BA yaitu N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA,
N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4
4 µM NAA + 4 µM BA. Eksplan awal untuk induksi kalus adalah tunas in vitro
hasil perbanyakan dalam media MS yang ditambahkan 1 mgl BA. Untuk pengujian aktivitas kitinase dan peroksidase, ekstrak kasar protein diisolasi dari
kalus hasil kultur in vitro, tunas in vitro hasil perbanyakan dalam media MS + BA 1 mgl, daun dan akar tanaman asal stek berumur 6 bulan setelah tanam di
lapangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tunas in vitro dapat membentuk kalus dalam 4 komposisi media yang digunakan N1B1-N4B4 dengan bobot
kalus yang dihasilkan pada keempat komposisi media tidak berbeda nyata 0.19 - 0.31 geksplan4 minggu. Hasil pengujian aktivitas kitinase menunjukkan bahwa
aktivitas kitinase paling tinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein asal tunas in vitro diikuti oleh ekstrak kasar protein asal akar tanaman dari lapangan dan kalus
dari media N4B4. Aktivitas peroksidase paling tinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein asal akar tanaman dari lapang tetapi tidak berbeda nyata dengan
aktivitas peroksidase dari ekstrak protein asal kalus dari media N4B4 dan tunas in vitro.
Kata kunci : T. tricuspidata, kalus, tunas in vitro, daun, akar, aktivitas kitinase, aktivitas peroksidase
1
Sebagian disertasi ini telah diterbitkan dalam Buletin Agronomi dengan judul yang sama.
47
CHITINASE AND PEROXIDASE ACTIVITY OF PROTEIN EXTRACT FROM CALLI,
IN VITRO SHOOTS, LEAVES AND ROOTS OF Trichosanthes tricuspidata Lour.
Abstract
The aims of the research were to find the medium for calli induction from in vitro shoots and to analyze the chitinase and peroxidase activities of crude
protein extract from many kinds of T. tricuspidata tissues. Murashige and Skoog MS medium was used to induce calli with four treatment of Naphthalene Acetic
Acid NAA and Benzyladenine BA. The four medium treatment were N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3
µM BA and N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. The experiment used in vitro shoots which were propagated in MS medium + 1 mgl BA. Crude protein extract
was isolated from calli resulted from four medium treatments, in vitro shoots which were propagated on MS medium + 1 mgl BA, leaves and roots were
harvested from six months old plant in the field. The results of the experiments showed that calli could be formed in N1B1-N4B4 medium. Calli weight from all
kinds of medium were not significantly different 0.19 -0.31 gexplantfour weeks. The results of chitinase activity assay showed that the highest of chitinase
activity was found in crude protein extract from in vitro shoots followed by plant roots and calli form N4B4-medium. The highest of peroxidase activity was found
in crude protein extract from plant roots which were not significantly different with peroxidase activity in crude protein extract from in vitro shoots and calli
from N4B4-medium
Kata kunci : T. tricuspidata, calli, in vitro shoots, leaves, roots, chitinase activity, peroxidase activity
48
Pendahuluan
T. tricuspidata merupakan salah satu spesies liar dari genus Trichosanthes. Berdasarkan pengamatan secara visual pada tanaman yang ditanam di lapang yang
telah dituliskan pada bab sebelumnya Bab III, tanaman ini tidak banyak diserang hama dan penyakit, meskipun ditanam secara berdekatan dengan T. cucumerina
var. anguina yang banyak diserang hama dan penyakit. Hal tersebut menunjukkan kemungkinan bahwa T. tricuspidata memiliki ketahanan terhadap hama dan
penyakit yang menyerang spesies Trichosanthes budidaya seperti T. cucumerina var. anguina. Beberapa karakter biokimia seperti aktivitas enzim kitinase dan
peroksidase dapat menjadi sumber ketahanan bagi tanaman terhadap patogen. Kitinase dan peroksidase merupakan dua enzim yang banyak berkaitan
dengan respon ketahanan penyakit pada tanaman. Kitinase dapat mendegradasi senyawa kitin yang merupakan komponen utama dari dinding sel berbagai
patogen cendawan melalui proses hidrolisis ikatan glikosida 1,4- β. Sementara
peroksidase merupakan enzim yang berfungsi dalam proses oksidasi dan polimerisasi prekursor pada proses biosintesis lignin. Lignin sendiri merupakan
pembatas fisik yang berperan dalam menghambat infeksi patogen pada tanaman Oku, 1994. Peroksidase juga bersifat anticendawan berdasarkan uji aktivitas
anticendawan in vitro Saikia et al. 2006. Kasprzewska 2003 menyatakan bahwa kitinase diekspresikan oleh
berbagai gen chi secara konstitutif pada semua jaringan atau secara spesifik pada jaringan tanaman tertentu. Aktivitas enzim kitinase dan peroksidase pada tanaman
dalam kultur in vitro juga menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Dengan demikian aktivitas kitinase kemungkinan tidak sama antar berbagai jaringan
tanaman atau pada kondisi lapang dan in vitro. Identifikasi jaringan tanaman yang memiliki aktivitas kitinase dan peroksidase tinggi akan memudahkan penelitian-
penelitian ke arah isolasi enzim maupun isolasi gen penyandi enzim tersebut. Potensi kultur kalussuspensi sel untuk menghasilkan protein antimikroba
seperti peroksidase, kitinase dan RIP telah dilakukan sejak awal tahun 1990-an Parkinson et al. 1990; Kurosaki et al. 1990; Stoner et al. 1997. Vivanco dan
Flores 2000 melaporkan bahwa kultur kalus dan suspensi sel dari Mirabilis
49 expansa dapat menghasilkan RIP. Kondisi in vitro yang steril dan terkontrol
memudahkan peneliti untuk mempelajari faktor-faktor yang dapat meningkatkan
biosintesis senyawa yang diinginkan.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk i menginduksi pembentukan kalus in vitro dari eksplan tunas serta ii menganalisis aktivitas enzim kitinase
dan peroksidase dari ekstrak kasar protein dari kalus dan tunas in vitro serta dari daun dan akar tanaman T. tricuspidata dari lapang. Hasil analisis diharapkan dapat
menjawab pertanyaan keberadaan aktivitas kitinase dan peroksidase pada jaringan tanaman T. tricuspidata asal Indonesia.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juli 2007. Lokasi penelitian untuk pembuatan kultur kalus dan tunas in vitro adalah di Laboratorium
Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan untuk penyiapan bahan tanaman dari lapang tanaman di tanam di lahan masyarakat di
Desa Sinar Sari, Kecamatan Dramaga. Bogor
Induksi Kalus
Induksi kalus dilakukan dalam satu percobaan dengan faktor tunggal komposisi media. Untuk menginduksi pembentukan kalus, potongan tunas in vitro
dua buku ditanam ke dalam botol kultur dengan volume 200 ml yang berisi media induksi kalus sebanyak 25 ml. Media induksi kalus terdiri atas media MS dengan
penambahan NAA dan BA sehingga terdapat empat perlakuan media sebagai berikut : N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA,
N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. Percobaan disusun dengan rancangan lingkungan acak lengkap. Satu unit percobaan terdiri
atas satu botol kultur yang ditanami dengan empat eksplan tunas. Kalus dipelihara dalam ruang kultur gelap dengan suhu 22-24
o
C. Pengamatan dilakukan terhadap waktu mulai terbentuk kalus, diameter kalus dan bobot segar kalus.
50
Ekstraksi Protein
Bahan tanaman yang digunakan untuk ekstraksi protein dan diukur aktivitas kitinase dan peroksidasenya meliputi kalus, tunas in vitro TIV, daun
DLP dan akar tanaman dari lapang ALP. Kalus in vitro dihasilkan dari 4 komposisi media seperti yang disebutkan pada bagian induksi kalus yang dipanen
pada 4 minggu setelah tanam MST. Sementara itu, tunas in vitro dihasilkan dari perbanyakan tunas asal benih yang dikecambahkan secara in vitro dan
diperbanyak dalam media MS dengan penambahan BA 1 mgl. Kultur tunas tersebut telah berumur 6 bulan sejak inisiasi awal dan dipelihara dengan
memindahkan tunas ke media yang sama setiap 4 minggu sekali. Kultur tunas dipelihara dalam ruang dengan suhu 22-24
o
C dan pencahayaan selama 24 jam sehari. Untuk keperluan analisis, tunas dipanen pada usia 4 minggu setelah sub
kultur. Daun dan akar T. tricuspidata diambil dari tanaman asal stek berumur 6
bulan sesudah tanam dengan diameter batang utama ± 0.5 cm. Tanaman ditanam dalam polibag berukuran 40 cm x 40 cm dengan media tanah dan pupuk kandang
2:1 dengan bobot media sekitar 5 kg. Contoh daun yang diambil adalah daun yang sehat dan berkembang sempurna berukuran sekitar 7.5 cm x 10 cm arah
garis melintang dan membujur pada daun, sedangkan contoh akar adalah akar serabut. Daun dan akar yang dipanen segera disimpan dalam cool box dan dibawa
ke laboratorium untuk dianalisis. Total protein diekstrak dari kalus dan tunas in vitro serta dari daun dan
akar tanaman dari lapang. Setiap jenis jaringan terdiri dari 3 sampel 3 ulangan. Jaringan tanaman sebanyak 0.5 g basah, digerus dalam larutan penyangga fosfat
50 mM, pH 7 dingin dengan perbandingan 1:4 bv. Ekstraksi protein dari semua jaringan T. tricuspidata dilakukan dalam kondisi lingkungan yang bersuhu
sekitar 4
o
C. Gerusan tanaman disentrifus pada kecepatan 5000 rpm dan suhu 4
o
C selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditentukan total protein terlarutnya
TPT menggunakan metode Lowry et al. 1951.
51
Analisis Total Protein Terlarut TPT
Untuk penetapan total protein terlarut digunakan bahan-bahan pereaksi A Na
2
CO
3
dalam NaOH 0.1 M, B CuSO
4
.5H
2
O 0,5 dalam Na-K-tartarat 1, C 50 ml pereaksi A ditambah 1 ml pereaksi B yang dibuat segar, dan D foline
ciocalteau yang dilarutkan dalam H
2
O dengan perbandingan 1:1. Penetapan TPT dengan metode Lowry secara ringkas sebagai berikut : sebanyak 1 ml supernatan
hasil ekstraksi protein ditambahkan 5 ml pereaksi C, divorteks, lalu didiamkan pada suhu ruang selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian ditambahkan
pereaksi D dan diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Setelah inkubasi, absorbansi larutan dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 500
nm. Total protein terlarut diketahui dengan menggunakan kurva standar dari Bovin Serum Albumin BSA. Kadar protein jaringan ditentukan dengan
membagi nilai TPT dengan bobot contoh yang digunakan dan memperhitungkan volume bufer pengekstraksi..
Analisis Aktivitas Kitinase
Aktivitas kitinase dalam ekstrak kasar protein dari jaringan tanaman yang dianalisis ditentukan berdasarkan kemampuannya untuk mendegradasi substrat
dimer p-nitrophenil N-asetil β-D glucosaminide pNP-NacGluc mengikuti
metode yang digunakan oleh Pujihartati et al. 2006a. Sebanyak 100 μl
supernatan hasil ekstrak kasar protein dicampur dengan 10 μl substrat pNP-
NacGluc 5 mM, divorteks, lalu diinkubasi selama 0 dan 3 jam. Setelah inkubasi, reaksi dihentikan dengan penambahan Trichlorocetic Acid TCA 20 sebanyak
125 µl, divorteks lalu disentrifus pada 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan hasil sentrifus diambil sebanyak 0.3 ml dan ditambahkan 0.7 ml NaOH 0.5 mM.
Larutan diinkubasi selama 30 menit dan nilai absorbansi larutan sesudah reaksi diukur dengan mengunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm.
Aktivitas kitinase dihitung sebagai banyaknya pNP NacGluc mM yang
dibebaskan per jam per mg protein mM pNPjammg protein.
52
Analisis Aktivitas Peroksidase
Aktivitas enzim peroksidase dari ekstrak kasar protein dari bagian tanaman yang dianalisis ditentukan dengan metode yang digunakan sebelumnya Kar
Mishra 1976; Pudjihartati et al. 2006b. Sebanyak 100 µl ekstrak kasar protein dari jaringan yang diuji ditambahkan ke dalam larutan 2.5 ml pirogalol 0.2 M. Ke
dalam campuran ditambahkan 250 µl H
2
O
2
1. Nilai absorbansi larutan sesudah reaksi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
420 nm setiap 30 detik dalam periode 0 – 150 detik, dengan menggunakan blanko campuran larutan yang sama tetapi tanpa ekstrak kasar protein. Sebagai ganti
ekstrak kasar protein, ke dalam larutan blanko ditambahkan larutan penyangga fosfat. Aktivitas peroksidase dihitung sebagai peningkatan nilai absorbansi per
satuan waktu per bobot protein ∆A
420
menitmg protein pada kondisi analisis.
Hasil
Pertumbuhan Kalus T. tricuspidata
Kalus T. tricuspidata dapat terbentuk dari eksplan tunas yang ditanam
pada empat komposisi media yang diuji Tabel 4. Kalus mulai terbentuk pada 1 MST terutama pada media N1B1 dan N2B2 serta pada 2 MST pada media
N3B3 dan N4B4. Diameter kalus diukur pada 3 dan 4 MST karena pada 1 dan 2 MST diameter kalus masih terlalu kecil kurang 5 mm. Pada umur 3 dan 4 MST,
diameter kalus yang dihasilkan pada empat komposisi media yang diuji tidak berbeda nyata. Pada media N1B1, kalus yang dihasilkan juga membentuk akar
mulai 3 MST, sedangkan pada 3 media lainnya tidak terbentuk akar. Jumlah akar yang terbentuk pada kalus yang tumbuh dalam media N1B1 cukup banyak lebih
dari 20 akar dan berukuran kecil sehingga sulit untuk dihitung. Morfologi kalus yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 13.
53 Tabel 4. Keberhasilan menginduksi pembentukan kalus dalam berbagai media
MS dengan penambahan berbagai konsentrasi NAA dan BA
Perlakuan Eksplan berkalus ,
Diameter kalus cm Akar
3 MST 1
2 3 MST
3 4 MST
Jumlah N1B1
25 67
100 0.73
0.75 100 a
10a N2B2
10 65
100 0.89
1.03 0 b
0 b N3B3
5 100
100 0.92
1.01 0 b
0 b N4B4
100 100
0.84 0.95
0 b 0 b
Keterangan : Kalus diinduksi dalam media N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada
α=0.05.
Tabel 5. Rataan bobot kalus pada 4 MST dari berbagai komposisi media MS dengan penambahan berbagai konsentrasi NAA dan BA
Perlakuan Rataan bobot basah kalus
Kalus per eksplan g
Kalus per botol g Biomasa per botol
kultur g N1B1
0.19 0.76
1.16 N2B2
0.31 1.24
1.38 N3B3
0.30 1.20
1.29 N4B4
0.31 1.24
1.27
Keterangan : Kalus diinduksi dalam media N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA.
Rataan bobot kalus per eksplan yang diperoleh masih kurang dari 0.5 g seperti terlihat pada Tabel 5. Karena dalam setiap botol terdapat 4 eksplan maka
total bobot kalus per botol yang dihasilkan sekitar 1.2 g. Namun, pada kalus masih terdapat sisa tunas dari eksplan awal yang tumbuh lambat dan terdesak oleh
pertumbuhan kalus. Bobot biomassa per botol merupakan bobot kalus dan tunas dari setiap eksplan dengan bobot total sekitar 1.16 – 1.38 g per botol kultur.
Kalus yang dihasilkan dari empat komposisi media yang diuji menunjukkan perbedaan dalam warna kalus seperti terlihat pada Gambar 13.
Kalus yang dihasilkan pada media N1B1 dan N2B2 berwarna kuning kecoklatan sedangkan kalus pada media N3B3 dan N4B4 terlihat berwarna kuning muda.
54 Gambar 13. Morfologi bahan tanaman dalam penelitian : kalus in vitro pada
media : a N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, b N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, c N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA, d N4B4 4 µM
NAA + 4 µM BA. e tunas in vitro TIV dalam media MS + BA 1 mgl, serta f daun tanaman dari lapang DLP dan g akar tanaman
dari lapang ALP.
Total Protein Terlarut dan Kadar Protein Jaringan
Nilai total protein terlarut TPT dan kadar protein jaringan KPJ dari bahan tanaman yang dianalisis seperti terlihat pada Tabel 6. Jenis jaringan yang
dianalisis meliputi kalus dari media N1B1, N2B2, N3B3 dan N4B4, tunas in vitro TIV, serta daun DLP dan akar tanaman dari lapang ALP berpengaruh nyata
terhadap total protein terlarut dan kadar protein dari jaringan. TPT dan KPJ tertinggi dihasilkan dari jaringan kalus yang ditumbuhkan
pada media N1B1 NAA 1 µM + BA 1 µM yaitu sebesar 3.24 mgl dan yang terendah dari jaringan tunas in vitro dan jaringan akar dari lapangan sebesar 0.74
dan 0.86 mgl. Nilai KPJ memiliki pola yang sama dengan nilai TPT dari semua jaringan yang dianalisa. KPJ paling tinggi mencapai 12 mgg BS dihasilkan pada
ekstrak kasar protein kalus dari media N1B1, diikuti oleh kalus asal media N2B2, N3B3 dan N4B4. Nilai KPJ nyata menurun dengan bertambahnya
a c
g f
b d
e
55 konsentrasi auksin NAA dan BA dalam media kalus. Nilai KPJ pada tunas in vitro,
akar dan daun tanaman dari lapang secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 6. Nilai total protein terlarut dan kadar protein pada ekstrak kasar protein dari berbagai jaringan tanaman T. tricuspidata
Jaringan tanaman Total protein terlarut
mgml Kadar protein
mgg bahan segar Kalus N1B1
3.24 a 12.95 a
Kalus N2B2 2.68 ab
10.73 ab Kalus N3B3
2.21 bc 8.83 bc
Kalus N4B4 1.62 cd
6.50 cd Tunas In Vitro TIV
0.74 d 2.95 d
Daun Lapang DLP 1.54 cd
6.17 cd Akar Lapang ALP
0.86 d 3.46 d
Keterangan : Kalus diinduksi dalam media N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada
α=0.05.
Aktivitas Kitinase
Jenis jaringan yang diuji berpengaruh nyata terhadap aktivitas kitinase per mg protein dari ekstrak kasar protein tanaman Tabel 7. Aktivitas enzim kitinase
per mg protein tertinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein dari tunas in vitro berbeda nyata dengan aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein dari jaringan
kalus in vitro, daun dan akar tanaman T. tricuspidata dari lapangan. Aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein dari akar tidak berbeda nyata dengan aktivitas
kitinase dari kalus yang ditumbuhkan dalam media N2B2, N3B3 dan N4B4, tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan dari kalus yang ditumbuhkan dalam media N1B1.
Aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein dari kalus yang ditumbuhkan dalam empat media yang diuji tidak berbeda nyata. Meskipun berdasarkan Tabel 6,
terdapat perbedaan yang nyata pada total protein dan kadar protein antara kalus dari media N1B1 dan N2B2 dengan kalus dari media N3B3 dan N4B4, perbedaan
tersebut tidak menyebabkan berbedanya aktivitas kitinase dari ekstrak kasar protein kalus.
56 Tabel 7. Aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein dari berbagai jaringan
tanaman T. tricuspidata Jaringan tanaman
Aktivitas kitinase mM pNPjammg
protein Aktivitas kitinase mM
pNPjam g bobot segar jaringan tanaman
Kalus N1B1 1.22 c
15.57 ab Kalus N2B2
1.72 bc 16.23 ab
Kalus N3B3 1.89 bc
16.13 ab Kalus N4B4
2.98 bc 18.70 a
Tunas In Vitro TIV 6.51 a
17.63 a Daun Lapang DLP
1.26 c 7.95 c
Akar Lapang ALP 3.35 b
10.35 bc
Keterangan : Kalus diinduksi dalam media N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada
α=0.05.
Aktivitas kitinase per gram g bobot segar jaringan diperoleh dari perkalian antara aktivitas kitinase per mg protein dengan kadar protein mg per g
bobot segar jaringan. Perbedaan kadar protein per gram jaringan segar menyebabkan perbedaan aktivitas kitinase dari ekstrak kasar protein per gram
jaringan segar. Pada Tabel 7 terlihat bahwa aktivitas kitinase dari ekstrak kasar protein per gram jaringan segar tidak berbeda nyata antara kalus dari ke empat
komposisi media yang diuji dengan tunas in vitro. Aktivitas kitinase per gram bobot segar akar tidak berbeda nyata dengan kalus N1B1, N2B2 dan N3B3,
namun nyata lebih rendah dari aktivitas kitinase per gram jaringan segar dari kalus N4B4 dan tunas in vitro. Aktivitas kitinase per gram jaringan segar daun tanaman
nyata lebih rendah dari semua jaringan yang diuji kecuali jika dibandingkan dengan akar tanaman dari lapang.
Aktivitas Peroksidase
Jenis jaringan nyata mempengaruhi aktivitas peroksidase per mg protein dari ekstrak kasar protein tanaman Tabel 8. Aktivitas peroksidase tertinggi 0.25
[ ∆420menitmg protein] ditemukan pada ekstrak kasar protein dari akar tanaman
dari lapangan, tetapi nilainya hanya berbeda nyata dengan aktivitas peroksidase pada ekstrak kasar protein dari kalus yang ditumbuhkan pada media N1B1, N2B2
dan N3B3.
57 Aktivitas peroksidase per mg protein dari ekstrak kasar protein asal kalus
pada keempat komposisi media tidak berbeda nyata. Aktivitas peroksidase berbeda nyata antara ekstrak kasar protein dari tunas in vitro dengan kalus dari
media N1B1, dan antara daun lapang dengan akar lapang. Pada media N4B4, aktivitas peroksidase mencapai hampir 2 kali lipat aktivitas peroksidase pada
ekstrak kasar protein kalus dari media N1B1, namun secara statistik tidak berbeda nyata.
Tabel 8. Aktivitas peroksidase pada ekstrak kasar protein dari berbagai jaringan tanaman T. tricuspidata
Jaringan tanaman Aktivitas peroksidase
∆420menitmg protein Aktivitas peroksidase
∆420menitg bobot segar jaringan tanaman
Kalus N1B1 0.07 c
0.92 a Kalus N2B2
0.09 bc 0.89 a
Kalus N3B3 0.09 bc
0.72 a Kalus N4B4
0.14 abc 0.81 a
Tunas In Vitro TIV 0.21 ab
0.57 a Daun Lapang DLP
0.10 bc 0.61 a
Akar Lapang ALP 0.25 a
0.90 a
Keterangan : Kalus diinduksi dalam media N1B1 1 µM NAA + 1 µM BA, N2B2 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 3 µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 4 µM NAA + 4 µM BA. Angka yang
diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada
α=0.05.
Seperti pada kitinase, aktivitas peroksidase per gram bobot segar jaringan diperoleh dari perkalian antara aktivitas peroksidase per mg protein dengan kadar
protein mg per g bobot segar jaringan. Aktivitas peroksidase per mg ekstrak kasar protein ada yang berbeda nyata dari beberapa jaringan yang di uji Tabel 8.
Sebaliknya aktivitas peroksidase per gram bobot segar jaringan segar tidak berbeda nyata dari beberapa jaringan yang diuji. Hal tersebut disebabkan
perbedaan kadar protein antar jaringan yang diuji. Seperti terlihat pada Tabel 8, meskipun aktivitas peroksidase per mg protein dari kalus rendah, tetapi karena
kadar protein pada kalus tinggi maka aktivitas peroksidase per g bobot segar kalus juga menjadi tinggi.
58
Pembahasan
Kemampuan induksi kalus khususnya untuk bobot kalus yang dihasilkan dari eksplan tunas in vitro T. tricuspidata belum menunjukkan perbedaan di antara
komposisi media yang diuji. Perimbangan auksin dan sitokinin 1:1 dalam media induksi kalus kemungkinan kurang sesuai untuk menghasilkan bobot kalus yang
lebih banyak. Zheng et al. 2001 melaporkan bahwa kalus T. kirilowii dapat diinduksi dalam media MS yang ditambahkan BA 4 mgl 10.3 µM dan IAA 0.2
mgl 1.141 µM, namun tidak diperoleh informasi biomassa kalus yang diperoleh
dari media tersebut.
Pengujian aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein dalam penelitian ini menggunakan substrat p-nitrophenol N-acetyl-
β-D-glucosaminide pNP-Nac. Aktivitas eksokitinase N-acetyl-
β-glucosaminidase dihitung berdasarkan pelepasan p-nitrophenol dari p-nitrophenol N-acetyl glucosaminide Severgnini,
2006. Eksokitinase merupakan enzim yang melepaskan unit monomer dan biasa disebut sebagai N-acetyl-
β-glucosaminidase atau glucosaminidase. Sebaliknya endokitinase merupakan enzim kitinase yang memotong polimer kitin secara acak.
Untuk enzim yang memotong polimer kitin dan menghasilkan unit dimer disebut sebagai chitin 1,4-
β-chitobiosidase atau chitobiosidase Harman et al. 1993. Dalam penelitian ini tidak dibedakan apakah enzim kitinase yang diuji bersifat
eksokitinase maupun endokitinase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar protein dari semua
jaringan tanaman yang diuji baik massa sel yang belum terorganisir berupa kalus maupun sel-sel yang sudah terdiferensiasi membentuk organ batang dan daun
tunas in vitro, daun dan akar tanaman dari lapang menunjukkan aktivitas kitinase dan peroksidase. Menurut Collinge et al 1993 dan Regalado et al.
2000, enzim kitinase ada yang terakumulasi secara vakuolar atau apoplastik dan disintesis secara konstitutif constitutive expression. Sebaliknya Kasprezewska
2003 menyatakan ada enzim kitinase yang ekpresinya bersifat spesifik jaringanorgan atau tergantung pada perkembangan tanaman developmentally
regulated. Hal tersebut didukung dengan ditemukannya aktivitas kitinase yang
59 hanya terjadi pada jaringan hidatoda, antera, tangkai putik, buah, mikropil biji,
dan embrio Regalado et al. 2000, Derckell et al. 1996, Hodge et al.1996. Nilai absolut aktivitas kitinase dan peroksidase berbeda antar jaringan
tanaman. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan tingkat diferensiasi seljaringan dan juga faktor lingkungan. Pada kalus dan tunas in vitro, lingkungan
dalam kondisi steril sehingga faktor yang berpengaruh terhadap ekspresi gen kitinase dan peroksidase kemungkinan adalah faktor abiotik seperti media dan
lingkungan. Pada kalus dari empat komposisi media MS + 1 µM NAA + 1 µM
BA N1B1, MS + 2 µM NAA + 2 µM BA N2B2, MS + 3 µM NAA + 3 µM
BA N3B3, atau MS + 4 µM NAA + 4 µM BA N4B4] terlihat bahwa
peningkatan konsentrasi auksin dan sitokinin dalam media, tidak meningkatkan aktivitas kitinase pada ekstrak kasar protein kalus. Beberapa peneliti seperti
Barwe et al. 2001 melaporkan bahwa BA dapat menginduksi peningkatan aktivitas kitinase pada kotiledon kecambah ketimun. Hughes dan Dickerson
1991 melaporkan terjadinya peningkatan aktivitas kitinase dan glukanase oleh perlakuan auksin IAA pada Phaseolus vulgaris. Namun hasil yang sama tidak
diperoleh pada kalus T. tricuspidata dalam penelitian ini. Pada daun dan akar tanaman dari lapang, faktor biotik dan abiotik dapat
mempengaruhi ekspresi gen kitinase dan peroksidase. Kitinase termasuk dalam Pathogenesis Related Protein PRP yang ekspresinya meningkat karena adanya
invasi patogen maupun kondisi yang berhubungan dengan proses invasi patogen Collinge et al. 1993; Stintzi, 1993; van Loon et al., 1994; Bishop et al. 2000.
Kitinase termasuk dalam famili PR-3, 4, 8 dan 11 sedangkan peroksidase ada yang termasuk ke dalam PR-9 Lagrimini et al. 1997. Stress biotik dan abiotik
dari lingkungan dapat mendorong akumulasi PR-protein pada tanaman van Loon dan Strien, 1999. Tingginya aktivitas kitinase dan peroksidase pada akar tanaman
dari lapang kemungkinan diinduksi oleh interaksi tanaman dengan faktor biotik dan abiotik pada media tanam dengan akar tanaman.
Tunas in vitro menunjukkan aktivitas kitinase dan peroksidase yang cukup tinggi dibanding akar, kalus dan daun tanaman dari lapang. Hal ini kemungkinan
disebabkan adanya faktor yang menginduksi ekspresi gen kitinase pada tunas tersebut. Kultur tanaman dalam botol yang tertutup menyebabkan akumulasi
60 etilen Mele dalam Pierrik 1987, sementara etilen merupakan salah satu senyawa
signal yang berperan dalam induksi ekspresi gen ketahanan ketika terjadi serangan patogen pada tanaman Kitajima dan Sato, 1999. Tingginya aktivitas kitinase
pada tunas in vitro diduga diinduksi oleh akumulasi etilen yang ada dalam botol. Akumulasi etilen pada kultur tunas in vitro kemungkinan lebih besar dari kultur
kalus, karena biomassa tanaman dalam kultur tunas yang lebih banyak dibanding kultur kalus atau kemungkinan karena perbedaan tingkat diferensiasi sel. Huxter
dalam Pierrik 1987 menemukan bahwa pada kalus tembakau, biosintesis etilen meningkat ketika kalus berdiferensiasi membentuk tunas adventif. Hughes dan
Dickerson 1991 juga melaporkan adanya peningkatan aktivitas kitinase pada Phaseolus vulgaris setelah perlakuan etefon penghasil etilen.
Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: i media N1B1 N1B1 MS + 1
µM NAA + 1 µM BA, N2B2 MS + 2 µM NAA + 2 µM BA, N3B3 MS + 3
µM NAA + 3 µM BA dan N4B4 MS + 4 µM NAA + 4 µM BA dapat digunakan untuk menginduksi dan menumbuhkan kalus dari eksplan tunas
in vitro T. tricuspidata, namun media N1B1 menghasilkan kalus yang berakar, ii peningkatan konsentrasi BA dan NAA tidak meningkatkan aktivitas kitinase dan
peroksidase pada kalus dan iii kalus, tunas in vitro dan akar tanaman dari lapangan memiliki aktivitas kitinase dan peroksidase relatif tinggi dibanding daun.
BAB V AKTIVITAS KITINASE DAN PEROKSIDASE DARI BERBAGAI