PENDAHULUAN Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan berbagai plasmanutfah tanaman yang belum banyak diteliti secara ilmiah manfaatnya. Salah satunya adalah genus Trichosanthes dari famili Cucurbitaceae. Backer dan Van Den Brink 1963 melaporkan 8 spesies Trichosanthes yang terdapat di Pulau Jawa yaitu T. coriacea, T. cucumerina, T. anguina, T. globosa, T. ovigera,, T. villosa, T. trifoliata dan T. bracteata. Rugayah 1999 menambahkan identifikasi morfologi, anatomi dan isozim dari 39 spesies termasuk 2 varietas yang terdapat di Malesia. Daerah Malesia tersebut meliputi Malesia bagian barat Malay Peninsula, Sumatera, Borneo, Palawan dan Jawa, Malesia Tengah Filipina, Sulawesi, Moluccas, Kepulauan Sunda Kecil, dan Malesia bagian Timur Irian. Sebagian besar spesies Trichosanthes dimanfaatkan sebagai bahan obat kecuali T. cucumerina var anguina atau dikenal dengan nama lokal paria belut, buah mudanya dapat dimakan sebagai sayuran. Berbagai spesies dari famili Cucurbitaceae dilaporkan menghasilkan protein bioaktif yang disebut Ribosome Inactivating Protein RIPs. RIPs merupakan protein yang dapat merusak ribosom dengan aktivitas N-glicosidase melalui depurinasi rRNA sehingga menghambat proses sintesis protein Barbieri et al. 1993. RIP dari tanaman dapat menghambat sintesis protein pada mamalia, bakteri, cendawan dan tanaman dalam kondisi in vitro dan in vivo Iglesias et al. 1993. RIPs yang dijumpai pada jaringan tanaman Cucurbitaceae antara lain momordin pada paria Momordica charantia Dong et al. 1994, luffin pada blestru Luffa cyllindrica L. di Toppi et al.1996, trichosanthin pada T. kirilowii var. japonicum Kitam.Savary dan Flores 1994, karasurin dari Trichosanthes kirilowii var. japonica Kondo et al. 2002, trichoanguina pada T. anguina Chow et al. 1996 dan RIP dari Cucurbita moschata Barbieri et al. 2006. RIPs 2 berfungsi sebagai salah satu mekanisme defensif bagi tanaman disebabkan RIP memiliki aktivitas anticendawan, antibakteri bahkan antivirus Roberts dan Seletrennikof, 1986. Overekspresi RIPs yang berasal dari biji barley pada tanaman tembakau meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cendawan Logeman et al. 1992. Protein lain yang berhubungan dengan respon ketahanan tanaman terhadap patogen adalah kitinase dan peroksidase. Kitinase dapat mendegradasi senyawa kitin yang merupakan komponen utama penyusun dinding sel cendawan. Sebagian besar cendawan filamentus mengandung senyawa kitin pada dinding sel hifanya. Kitinase berfungsi menghidrolisis ikatan β-1,4-glycoside pada biopolymer N- acetylglucosamine dalam senyawa kitin Kasprzewska 2003. Kitinase juga termasuk dalam famili protein yang berhubungan dengan proses patogenesis pada tanaman pathogenesis related PR protein yaitu termasuk ke dalam PR-3, 4, 8 dan 11 Lagrimini et al. 1997. Karasuda et al. 2003 melaporkan bahwa kitinase asal tanaman yam Dioscorea opposita Thunb dapat menghambat perkembangan penyakit embun tepung pada buah dan daun strawberi. Dengan demikian kitinase mempunyai potensi yang strategis untuk pengembangan metode pengendalian patogen cendawan pada tanaman. Sekuen asam amino dari enzim kitinase klas III dari Trichosanthes kirilowii telah dipublikasikan oleh Savary dan Flores 1997. Peroksidase merupakan enzim yang terlibat dalam respon tanaman terhadap patogen dan termasuk ke dalam PR-9 Lagrimini et al. 1997. Oku 1994 menyatakan bahwa peroksidase berperan dalam proses oksidasi dan polimerisasi prekursor untuk biosintesis lignin sementara lignin sendiri berfungsi sebagai barier fisik yang dapat menghambat infeksi patogen pada tanaman. Peroksidase juga menunjukkan penghambatan terhadap pertumbuhan cendawan dalam pengujian in vitro Saikia et al. 2006. Aktivitas peroksidase yang tinggi pada tanaman terkait dengan ketahanan tanaman yang lebih tinggi terhadap patogen seperti yang pernah dilaporkan pada kacang tanah Pujihartati et al.2006 b . Peroksidase banyak digunakan dalam industri dan aplikasi analitik, antara lain sebagai reagen dalam diagnosis klinik dan enzim immunoassay Agostini et al. 2002. Peroksidase juga dapat digunakan untuk perlakuan limbah air yang 3 mengandung fenol dan amina aromatik Klibanov et al. dan Wu et al. dalam Agostini et al. 2002, dalam proses biobleaching, dalam proses degradasi lignin, produksi bahan kimia dan bahan bakar dari pulp kayu, produksi alkaloid dimerik, dan dalam oksidasi dan biotransformasi senyawa organik Ryan et al. dalam Agostini et al. 2002. Peroksidase sudah diproduksi secara komersial dari tanaman horseradish Armoracia sp. Krell et al. dalam Agostini et al. 2002 dan belum pernah diproduksi dari tanaman Trichosanthes. Melihat luasnya potensi pemanfaatan peroksidase, maka perlu diteliti potensi tanaman lain termasuk Trichosanthes dalam menghasilkan peroksidase. Protein atau enzim-enzim yang ada dalam tanaman dihasilkan dari proses biosintesis sebagai hasil langsung dari ekspresi gen penyandi protein atau enzim yang bersangkutan. Ekspresi suatu gen yang menyandi proteinenzim terjadi melalui serangkaian proses yang dimulai dari transkripsi untuk menghasilkan mesenger RNA dan translasi untuk menghasilkan protein. Ekspresi gen yang sifatnya konstitutif berarti proses transkripsi dan translasi terjadi di semua tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan ekspresi yang sifatnya regulated berarti transkripsi dan translasi hanya terjadi pada jaringan tertentu, pada waktu tertentu, atau pada tingkat perkembangan tanaman tertentu. Sebagian besar protein atau enzim yang berkaitan dengan respon ketahanan tanaman terhadap patogen, biosintesisnya terinduksi atau meningkat ketika tanaman terinfeksi patogen. Sejumlah senyawa tertentu seperti asam salisilat SA, metil jasmonat MJ, dan etephon ETF atau etilen ETL juga diketahui dapat meningkatkan ekspresi gen atau biosintesis dari protein atau enzim yang terkait dengan respon tanaman terhadap patogen. Senyawa-senyawa tersebut meningkat pada peristiwa Local Acquired Resistance LAR pada tanaman Dang et al. 2001 dan Systemic Acquired Resistance SAR Sticher et al. 1997. Asam salisilat merupakan regulator penting dalam induksi ketahanan tanaman terhadap patogen. Penyemprotan senyawa-senyawa tersebut secara eksogen dapat meningkatkan ekspresi gen-gen ketahanan pada tanaman Hal tersebut juga diperkuat dengan kenyataan bahwa tanaman mutan untuk biosintesis asam salisilat mengalami penurunan ketahanan terhadap penyakit Sticher et al. 1997. 4 Eksplorasi enzim kitinase dan peroksidase dari berbagai spesies tanaman Trichosanthes ada di Indonesia belum banyak di lakukan. Identifikasi jenis spesies dan bagian tanaman yang menghasilkan enzim tersebut dalam jumlah yang besar dapat menjadi dasar untuk eksplorasi gen penyandi kitinase dan peroksidase maupun untuk produksi peroksidase secara komersial. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas kitinase dan peroksidase pada jaringan tanaman Trichosanthes masih perlu dipelajari sehingga dapat meningkatkan biosintesis ataupun aktivitas kedua enzim tersebut. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui performan di lapangan morfologi, pertumbuhan, perkembangan, hama dan penyakit 3 spesies Trichosanthes T. cucumerina var. anguina, T. tricuspidata dan T. quinquangulata. 2. Menganalisis aktivitas enzim kitinase dan peroksidase pada ekstrak kasar protein dari jaringan tanaman T. tricuspidata dan T. cucumerina var. anguina dari lapangan dan kultur in vitro. 3. Menganalisis pengaruh perlakuan senyawa induser asam salisilat SA dan etefon ETF terhadap aktivitas enzim kitinase dan peroksidase pada ekstrak kasar protein dari jaringan tanaman T. tricuspidata dan T. cucumerina var. anguina. 4. Menguji aktivitas anticendawan dari ekstrak kasar protein tanaman T. tricuspidata dan T. cucumerina var. anguina. Kerangka Berpikir dan Garis Besar Disertasi Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan sebelumnya, genus Trichosanthes berpotensi sebagai sumber protein bioaktif. Penelitian yang paling banyak dilakukan adalah spesies yang ada di China yaitu T. kirilowii. 5 T. kirilowii ini sudah lama digunakan sebagai bahan obat ataupun sebagai sumber protein bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, cendawan, virus, bersifat antikanker dan anti-HIV. Sementara itu, di Indonesia tidak ditemukan spesies T. kirilowii. Akan tetapi, di Indonesia telah dikarakterisasi sekitar 39 spesies yang tumbuh di beberapa daerah seperti Jawa, Sumatera, Borneo dan Irian. Khusus di daerah Bogor, ditemukan spesies T. tricuspidata dan T. quinquangulata. Spesies yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran T. cucumerina var. anguina, ditemukan dibeberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Spesies-spesies yang ada di Indonesia kemungkinan besar juga mengandung potensi sebagai sumber protein bioaktif seperti yang terdapat pada T. kirilowii. Karena itu penelitian-penelitian untuk menggali potensi protein bioaktif dari tanaman Trichosanthes sp. yang ada di Indonesia perlu dilakukan. Sebelum analisa pada level biokimia dan molekuler dalam studi protein bioaktif dari tanaman, maka terlebih dahulu perlu dikenali morfologi dan keragaan tanaman di lapangan. Dalam hal ini, diduga bahwa tanaman-tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber protein bioaktif akan memiliki karakter-karakter yang diduga berhubungan dengan sifat ketahanan tanaman terhadap patogen. Untuk itu dalam Bab III dari disertasi dipelajari performan di lapangan morfologi, pertumbuhan dan perkembangan dari 3 spesies Trichosanthes yaitu T. cucumerina var. anguina, T. tricuspidata, dan T. quinquangulata. Hasil penelitian pada Bab III menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaan dari ketiga spesies yang diteliti. T. cucumerina var. anguina mengalami serangan hama dan penyakit yang cukup banyak, diikuti oleh T. quinquangulata dan T. tricuspidata. Berdasarkan keragaan ketiga spesies di lapangan terhadap kejadian hama dan penyakit, maka diduga T. cucumerina var. anguina dan T. tricuspidata memiliki sifat yang kontras, dimana T. cucumerina var. anguina diduga rentan terhadap hama dan penyakit dan T. tricuspidata diduga sebagai spesies yang tahan terhadap hama dan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian pada Bab III seperti tersebut di atas, selanjutnya pada Bab IV diteliti 1 spesies yaitu T. tricuspidata dan pada Bab V diteliti spesies T. cucumerina var. anguina. Analisis dilakukan secara terpisah 6 pada masing-masing spesies untuk mengetahui karakter biokimia berupa aktivitas kitinase dan peroksidase dari masing-masing spesies. Analisis aktivitas kitinase dan peroksidase bertujuan untuk mengetahui apakah berbagai bagian tanaman, tingkat organisasi sel yang berbeda, maupun tingkat perkembangan tanaman menghasilkan aktivitas kitinase dan peroksidase yang sama besarnya atau berbeda. Analisis dilakukan pada bagian tanaman seperti akar, batang dan daun dan juga dari bahan yang dikulturkan secara in vitro seperti tunas dan kalus. Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV ditemukan bahwa beberapa bagian tanaman T. tricuspidata menghasilkan aktivitas kitinase yang berbeda, dimana aktivitas kitinase yang tinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein dari tunas in vitro diikuti kalus dari media N4B4 MS yang diberi NAA dan BA masing- masing 4 μM, dan akar tanaman dari lapangan. Sedangkan aktivitas peroksidase yang paling tinggi ditemukan pada ekstrak kasar protein dari akar tanaman di lapangan diikuti oleh tunas in vitro dan kalus dari media N4B4. Pada hasil penelitian Bab V dari T. cucumerina var. anguina, ditemukan bahwa aktivitas kitinase dan peroksidase yang paling tinggi adalah pada ekstrak kasar protein asal akar tanaman dari lapangan diikuti oleh kalus dari media N4B4. Kitinase dan peroksidase termasuk ke dalam PR-protein yang biosintesisnya pada tanaman meningkat ketika terjadi serangan patogen seperti cendawan, bakteri atau virus maupun kondisi yang menyerupai adanya serangan patogen. Salah satu kondisi yang menyerupai terjadinya serangan patogen adalah peningkatan senyawa asam salisilat SA atau etilen ETL. Kondisi tersebut dapat ditiru dengan memberikan senyawa SA atau ETL secara eksogen pada tanaman. Pada Bab IV dan V telah ditemukan bagian tanaman yang menunjukkan aktivitas kitinase dan peroksidase tinggi, karena itu pada Bab VI dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah perlakuan senyawa induser SA dan ETL diberikan dalam bentuk etefon [ETF] dapat meningkatkan aktivitas kitinase dan peroksidase dari ekstrak kasar protein tanaman. Pada T. tricuspidata, perlakuan senyawa induser SA diberikan pada akar tanaman di lapangan dan juga pada tunas dan kalus in vitro dan perlakuan senyawa ETF diberikan pada kalus in vitro. Sementara itu pada T. cucumerina var. anguina perlakuan senyawa SA diberikan pada akar tanaman di lapangan dan pada kalus in vitro. Hasil penelitian pada Bab VI 7 tersebut menunjukkan bahwa aktivitas kitinase dari ekstrak kasar protein tanaman T. tricuspidata dapat ditingkatkan dengan perlakuan SA atau ETF pada kalus in vitro dan aktivitas peroksidase dapat ditingkatkan dengan perlakuan SA pada akar tanaman di lapang dan kalus in vitro. Sedangkan pada T. cucumerina var. anguina perlakuan SA baik pada akar tanaman di lapangan maupun pada kalus in vitro tidak dapat meningkatkan aktivitas kitinase namun dapat meningkatkan aktivitas peroksidase dari ekstrak kasar protein. Potensi kandungan protein bioaktif dari tanaman dapat dievaluasi dari analisa aktivitas enzim seperti enzim kitinase dan peroksidase yang dilakukan pada Bab IV, V dan VI ataupun dengan cara menguji langsung aktivitas protein terhadap patogen tanaman misalnya cendawan. Cendawan merupakan patogen penyebab penyakit yang banyak menyerang tanaman, hewan maupun manusia. Pengendalian patogen cendawan pada tanaman dengan fungisida menimbulkan masalah-masalah baru seperti munculnya resistensi cendawan terhadap fungidisida, munculnya ras-ras patogen baru dan juga masalah keseimbangan ekosistem dan masalah kesehatan pada manusia karena adanya residu pestisida pada produk pangan, buah dan sayuran. Pencarian sumber-sumber ketahanan dari plasmanutfah tanaman Cucurbitaceae, termasuk Trichosanthes sp. merupakan alternatif untuk mengurangi masalah-masalah yang ditimbulkan karena penggunaan fungisida. Sifat ketahanan yang kemungkinan dimiliki oleh spesies-spesies dalam genus Trichosanthes berpotensi untuk dipindahkan ke spesies lainnya dalam famili Cucurbiatceae melalui pendekatan persilangan konvensional maupun bioteknologi dengan transformasi genetik tanaman. Dengan landasan pemikiran seperti tersebut di atas maka dilakukan penelitian pada Bab VII yaitu pengujian bioaktivitas ekstrak kasar protein dari jaringan tanaman Trichosanthes terhadap cendawan. Pengujian dilakukan pada 5 cendawan patogen tanaman dari kelas yang berbeda. Ekstrak protein tanaman yang diuji adalah yang ekstrak kasar protein dari tunas in vitro T. tricuspidata yang dari penelitian pada Bab IV menghasilkan aktivitas kitinase cukup tinggi untuk pengujian penghambatan perkecambahan spora dan ekstrak kasar protein dari bagian tanaman dari lapang untuk penghambatan pertumbuhan hifa. Hasil 8 pengujian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kasar protein dari tunas in vitro T. tricuspidata menghambat perkecambahan spora 4 jenis cendawan patogen tanaman. Sementara dari uji penghambatan pertumbuhan hifa, ekstrak kasar protein tanaman T. tricuspidata dan T. cucumerina var. anguina secara kualitatif terlihat menghambat pertumbuhan koloni hifa cendawan Helminthosporium tursicum. Secara garis besarnya kerangka penelitian yang dilakukan seperti terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kerangka Disertasi LANDASAN BERPIKIR Keberagaman spesies Trichosanthes T. cucumerina var. anguina, T. tricuspidata T. quinquangulata BAB III. Studi Morfologi dan Evaluasi Hama dan Penyakit Tanaman di Lapangan Perbedaan morfologi dan keragaan ketahanan terhadap hama dan penyakit di lapangan PROSES LUARAN Diketahui karakter morfologi dan spesies yang rentan T. cucumerina dan dan tahan T. tricuspidataterhadap hama dan penyakit di lapangan Perbedaan keragaan ketahanan terhadap hama dan penyakit di lapangan Perbedaan karakter biokimia yang berhubungan dengan aktivitas KTN PRX

BAB IV V.