Kondisi usaha pertanian
a. Kondisi usaha pertanian
Perkembangan jumlah Ruta perkebunan dan hortikultura Gambaran umum tentang kondisi usaha pertanian di Indonesia
menunjukkan perubahan yang dinamis. Hal ini terlihat dari perubahan ditinjau dari keragaan dan perkembangan jumlah rumah tangga
pada periode 1983-1993 menunjukkan penurunan, namun yang berusaha di sektor pertanian, dimana jumlah rumah tangga
jumlahnya meningkat pada periode 1993-2003. Pengembangan (Ruta) di Indonesia tahun 2003 sebanyak 52,563 juta, meningkat
areal perkebunan dalam program revitalisasi perkebunan diyakini sebesar 41,15 persen dibandingkan dengan tahun 1993. Dari
berkontribusi besar pada peningkatan jumlah Ruta pengguna lahan jumlah tersebut sekitar 50 persen dari Ruta (25,579 juta) adalah Ruta
perkebunan. Sementara itu, pengembangan berbagai komoditas pertanian. Ruta pertanian meningkat 17,68 persen dalam periode
hortikultura dalam program peningkatan nilai tambah, daya saing 1993-2003. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dalam
dan ekspor serta diversifikasi pangan diduga mampu meningkatkan kurun waktu tersebut masih menyerap tenaga kerja dengan laju atau
jumlah Ruta pengguna lahan untuk hortikultura. Sementara itu, peningkatan sekitar 18 persen.
jumlah Ruta Budidaya Tanaman Kehutanan pada periode 1993-2003 Dengan menggunakan laju pertumbuhan kedua periode tersebut, meningkat tajam. Hal ini diduga terkait dengan program Kementerian
estimasi jumlah petani skala kecil (dibawah 0,5 ha) pada tahun 2045 Kehutanan utamanya program terkait dengan perhutanan sosial.
berjumlah sekitar 19 juta rumah tangga, dengan proposi masih sekitar 46 persen dari total rumah tangga pertanian di Indonesia.
Kondisi skala usaha pertanian di Indonesia yang didekati dari luasan Hal ini merupakan salah satu bukti pentingnya pelaksanaan reforma lahan yang diusahakan oleh Ruta pertanian pengguna lahan, yang
agraria, dimana skala usahatani yang relatif kecil ini sulit diharapkan sebagian besar menguasai lahan di bawah 0,5 ha (sering disebut
untuk mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Reforma agraria petani gurem), dan proporsinya cenderung meningkat. Jumlah
yang mampu mengatasi pengusahaan lahan usahatani yang tidak petani gurem pada tahun 2003 mencapai 56,47 persen. Dengan
ekonomis diharapkan menjadi solusi bagi peningkatan efisiensi, luasan lahan pertanian yang terbatas, konsekuensi logis dari kondisi
produktivitas, produksi dan kesejahteraan petani.
ini adalah proporsi petani luas (penguasaaan lahan diatas 2 ha) berkisar antara 11-13 persen, relatif kecil dibandingkan dengan
Hal serupa juga terjadi pada sub sektor perkebunan, dimana sebagian kelas penguasaan lahan lainnya. Total luas lahan yang dimiliki Ruta
besar usaha perkebunan beberapa komoditas strategis (kelapa sawit, pada periode 1983-1993 cenderung menurun, dan luas lahan yang
karet, teh, kopi, kakao) didominasi oleh perusahaan perkebunan dikuasai oleh Ruta dengan status milik cenderung semakin menurun.
rakyat. Proporsi luas areal perkebunan dengan kategori perusahaan Hal sebaliknya terjadi yaitu bahwa penguasaan lahan yang berasal
perkebunan rakyat untuk komoditas-komoditas tersebut berkisar dari pihak lain dan yang berada di pihak lain cenderung meningkat.
antara 39 – 96 persen. Ke depan dengan struktur pengusahaan komoditas perkebunan strategis yang didominasi oleh perusahaan
rakyat tersebut maka program-program yang mengedepankan Proyeksi jumlah petani skala kecil, dengan rumah tangga petani
b. Jumlah petani skala kecil
keberpihakan pada petani kecil menjadi kebutuhan yang tidak bisa dengan luas pengusahaan lahan dibawah 0,5 Ha, atau lebih populer
ditawar-tawar lagi. Apabila program ke depan rancangan maupun dengan sebutan petani gurem, dilakukan dengan mengestimasi
implementasinya masih seperti yang dilakukan sekarang (“bussiness perkembangan jumlah petani skala kecil antar periode Sensus
as usual”) dan tidak dilakukan terobosan mendasar maka posisi Pertanian (1983, 1993 dan 2003). Estimasi yang dilakukan ini memiliki
unggul kita sebagai eksportir utama beberapa komoditas strategis kelemahan namun demikian dengan data yang ada, dilakukan
tersebut dapat diambil alih negara pesaing utama kita. estimasi proyeksi jumlah petani gurem pada tahun 2045. Dengan
mengasumsikan pertumbuhan tersebut tetap terjadi pada 30 tahun
5. Ketahanan Pangan
kedepan. Memperhatikan besarnya jumlah petani gurem yang Pangan merupakan kebutuhan azasi bagi manusia untuk menunjang cukup besar, maka pengelolaan sistem usahatani ke depan harus
kehidupan yang sehat dan produktif. Kebutuhan atas pangan tidak dilakukan dengan pendekatan sistem diversifikasi usaha pertanian
dapat disubstitusi dengan bahan lain dan pemenuhannya tidak dapat (plurifarming) terpadu perlu mengedepankan adanya reformasi atau
ditunda. Berdasar UU No. 7/1996 tentang Pangan, ketahanan pangan perubahan mendasar dalam pengelolaan sistem usahatani pada
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin rumah tangga petani skala kecil tersebut ke dalam suatu pengelolaan
dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, yang efisien dengan skala ekonomi yang tepat.
aman, merata dan terjangkau. Pemerintah beserta masyarakat aman, merata dan terjangkau. Pemerintah beserta masyarakat
pangan, yaitu kemampuan produksi pangan dalam negeri yang merata menurut dimensi ruang dan waktu, serta terjangkau secara
didukung dengan kelembagaan ketahanan pangan yang mampu fisik dan oleh daya beli masyarakat. Dengan demikian, terpenuhinya
menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat pangan bagi setiap rumah tangga merupakan hak azasi setiap warga
rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun negara Indonesia dalam rangka mempertahankan kelangsungan
harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber hidup dan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan
pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal (UU No sejahtera. Masalah pangan merupakan masalah yang sangat krusial
41/2009). Jika sebagian besar kebutuhan pangan nasional dapat dan harus tersedia setiap saat dan dari waktu ke waktu. Untuk itu harus
dipenuhi oleh produksi dalam negeri, maka negara Indonesia tidak adanya upaya menciptakkan ketahanan pangan secara on trend.
tergantung kepada negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangannya. Oleh karenanya, niscaya akan tercapailah kedaulatan
Untuk itu, langkah strategis yang dapat ditempuh adalah dengan pangan, yaitu hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat tetap mempertahankan Pulau Jawa sebagai lumbung beras nasional,
menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas dan pada saat yang sama meletakkan pondasi terbangunnya
pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya produksi pangan yang lebih beragam (terdiversifikasi) dan berdaya
untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi saing di luar Pulau Jawa, serta memperkokoh dan mengembangkan
Sumberdaya lokal.
kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Hal ini merupakan upaya untuk mempertahankan, mengembangkan,
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan inilah, Widiyakarya dan sekaligus melindungi sumberdaya lahan pertanian pangan
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) merekomendasikan kriteria khususnya (termasuk sumberdaya air) dalam rangka mewujudkan
kecukupan pangan bagi rata-rata penduduk Indonesia, yaitu ketahanan pangan secara berkelanjutan.
kebutuhan energi minimal adalah 2000 Kkal per kapita per hari, sedangkan rata-rata kebutuhan protein minimal adalah 52 gram per
Hal lainnya yang juga sangat penting terkait ketahanan pangan kapita per hari. Kebutuhan kalori dan protein minimal inilah yang adalah peningkatan akses masyarakat terhadap pangan, pemerataan
harus dijadikan acuan dalam perencanaan kebutuhan konsumsi distribusi pangan, dan penganekaragaman (diversifikasi) pangan.
pangan nasional, baik rencana jangka pendek, jangka menengah, Peningkatan akses pangan salah satunya dapat dilakukan melalui
maupun jangka panjang. Mengingat bahwa penyediaan pangan peningkatan pendapatan masyarakat dan ketersediaan pangan yang
memerlukan adanya stok pangan untuk menjaga stabilitas pasokan mudah dijangkau dan tersedia setiap waktu. Pemerataan distribusi
dan harga pangan, maka dianjurkan bahwa didalam perencanaan pangan juga hal yang sangat penting terutama bagi daerah/
ketersediaan pangan nasional perlu memperhitungkan stok minimal wilayah yang memiliki tingkat aksesibiltas kurang baik, terutama
yang perlu disediakan. WNPG menyarankan agar penyediaan pangan daerah pelosok, pedalaman, dan daerah perbatasan. Upaya untuk
minimal dalam bentuk ketersediaan energi adalah 2.200 Kkal per mewujudkan ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan agar
kapita per hari. Sedangkan ketersediaan protein minimal adalah 57 masyarakat tidak hanya tergantung pada satu atau beberapa jenis
gram per kapita per hari.
pangan saja, sehingga terhindar dari kondisi rawan pangan.
Agar manusia Indonesia dapat hidup sehat dan produktif, maka mereka harus mengkonsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Dalam hal ini, para ahli gizi menyarankan kriteria tentang pola pangan yang ideal bagi manusia Indonesia, yaitu skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 100. Dalam konsep PPH ini, konsumsi pangan ideal adalah jika proporsi sumber asupan karbohidrat dari padi-padian (termasuk gandum) maksimum adalah 50 persen. Pada saat ini sumbangan padi-padian pada konsumsi kalori sudah mencapai 60 persen.