Universitas Sumatera Utara
Suatu horizontal plane yang membagi batasan inferior dari anterior cricoid arch
ke dalam sublevel V-A dan sublevel V-B. Pada sublevel V-A yang berada di atas pembagian tersebut, terdapat spinal accessory nodes.
Sebaliknya pada sublevel V-B yang berada di bawah plane tersebut, terdapat KGB yang mengikuti transverse cervical vessels dan
supraclavicular nodes Medina, 2006.
• Pada Tingkat VI terdapat pre- dan paratracheal nodes, precricoid Delphian node
, dan perithyroidal nodes. Batas atas adalah tulang hyoid bawah oleh suprasternal notch, dan bagian lateral oleh common carotid
arteries Medina, 2006.
Gambar 2.1 Pembagian leher kepada enam tingkat Balm et al., 2010
2.2. Histologi
Secara umum, 60 ±10 dari permukaan mukosa nasofaring diliputi oleh
epitel skuamosa bertingkat. Pada dinding anterior nasofaring ditemukan sebanyak
60 epitelnya disusun oleh epitel skuamosa bertingkat. Sebanyak 80–90
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
permukaan mukosa dinding posterior disusun oleh epitel skuamosa. Sebaliknya lapisan mukosa yang terdapat pada pharyngeal tonsil dan dinding lateral
menunjukkan pola susunan bergantian antara epitel bersilia dan epitel skuamosa. Pada pharyngeal crypts terdapat epitel tipe keratinizing squamous cell, tetapi epitel
ini hanya akan muncul pada mereka yang berumur 50 tahun ke atas Ali, 1965. Sekurang kurangnya 40 dari dinding anterior dan 15–20 dari dinding
posterior, diselaputi oleh epitel bersilia. Pada dinding lateral, epitel bersilia ini berupa kelompok kecil yang tersusun dengan pola bergantian antara epitel
skuamosa dan epitel transisional. Pada dinding lateral, di daerah pharyngeal recess, ditemukan sel – sel goblet yang banyak Ali, 1965.
Mukosa pada nasofaring membentuk lipatan yang di dalamnya ditemukan aggregasi jarirngan limfe Nutting et al., 2009. Lapisan ini dikenal sebagai tunika
propria yang terdiri dari jaringan ikat kolagen dan fiber elastis disertai pembuluh darah dan limfe Ali, 1965. Pleksus kelenjar limfa di bagian submukosa ini
mengalir ke retrofaring upper deep posterior cervical dan kelompok nodus jugulodigastric
Nutting et al., 2009. Selain itu, pada lapisan submukosal juga ditemukan campuran antara kelenjar mucous dan serous Ali, 1965.
2.3. Etiologi
2.3.1. Genetik
Kasus KNF banyak terdapat di Hong Kong dan juga daerah selatan China Balfour et al., 2009. Pada masyarakat Tiong Hua, kejadian KNF mempunyai
korelasi yang signifikan dengan gen Human Leukocyte Antigen HLA tipe A2 dan Bw46 Nutting et al., 2009. Populasi yang mempunyai allel HLA-A2, terutama
HLA-A0207 mempunyai peningkatan resiko terkena KNF Tabuchi et al., 2011. Di samping itu, penelitian studi HLA Linkage mendapati bahwa gen pembawa KNF
berada berdekatan dengan lokus HLA itu sendiri Nutting et al., 2009. Kehilangan allel pada kromosom 3 dan 9 mempunyai dampak pada aktivitas
gen tumor suppressor seperti p14, p15, dan p16. Penambahan gen pada kromosom 12 dan kehilangan allel pada 11q, 13q, dan 16q menyebabkan terbentuknya tumor
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
karsinoma yang invasif, metastasis tumor berkait dengan mutasi pada p53 dan expresi bentuk molekul cadherins yang abnormal Chan et al., 2002.
2.3.2. Lingkungan
Faktor lingkungan juga memainkan peran utama pada peningkatan kejadian KNF Balfour et al., 2009. Pada daerah yang endemis, KNF terjadi pada populasi
yang muda dengan insidensi meningkat dari umur 20 dan memuncak pada umur 40 hingga 50 Nutting et al., 2009. Pada suatu penelitian yang dilakukan di dalam
pabrik tekstil di Shanghai, China, ditemukan peningkatan kejadian KNF berbanding dengan populasi normal. Para peneliti berpendapat bahwa peningkatan
kasus ini adalah disebabkan oleh kehadiran debu kapas dalam udara yang melebihi 143,4mgm
3
Li et al., 2006. Selain kapas, debu dari tambang batu, tambang timah, kerja kayu, dan kapur dari pabrik karet juga dapat menyebabkan kanker nasofaring
Armstrong et al., 1983; Sriamporn et al., 1992. Penduduk di pinggir pantai lebih banyak mengonsumsi sumber hasil laut
dari sayuran dan buah-buahan. Kurangnya konsumsi buah - buahan dan sayuran juga merupakan faktor risiko untuk kejadian kanker. Terdapat penelitian yang
menunjukkan bahwa makanan yang kaya dengan buah-buahan dan sayuran mempunyai sifat protektif terhadap kanker Nutting et al., 2009. Selain itu,
penduduk pesisiran pantai yang mempunyai sosioekonomi rendah juga lebih banyak mengonsumsi ikan asin karena harganya yang jauh lebih terjangkau.
Makanan seperti ikan asin atau daging asin merupakan faktor resiko untuk KNF Balfour et al., 2009. Daging atau ikan yang diasinkan secara tidak langsung juga
menyebabkan penumpukan senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik Nutting et al., 2009. Terdapat korelasi signifkan antara konsumsi ikan asin dengan
kejadian kanker nasofaring dan ini didukung oleh hasil penelitian Armstrong et al., 1983; Sriamporn et al., 1992. Di samping itu, konsumsi ikan asin sewaktu anak –
anak dapat menyebabkan kejadian KNF saat dewasa nanti. Hal ini adalah sebanding dengan hasil penemuan pada imigran Chinese ke Amerika Syarikat dan
Canada Armstrong et al., 1983.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara 2.3.3. Nikotin
Risiko kanker kepala dan leher meningkat sebanyak 2-3 setiap tahun dengan paparan sumber karsinogenik seperti merokok. Konsumsi alkohol dan
tembakau merupakan faktor risiko yang utama bagi kejadian kanker upper aerodigestive tract
. Semua perokok mempunyai risiko yang sama walaupun wadah tembakaunya mungkin berbeda-beda seperti pipe, cigar, atau keretek. Di samping
itu, pengunyahan daun-daun tembakau juga dapat menyebabkan KNF Balfour et al.,
2009. Faktor risiko merokok meningkat jika perokok tersebut juga merupakan
peminum alkohol berat, risikonya 35 kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Peningkatan faktor risiko ini
disebabkan oleh sifat alkohol yang merupakan suatu unsur pelarut yang baik dan bahan-bahan karsinogenik lebih mudah melewati mukosa jika ditambahkan dengan
alkohol dibandingkan dengan air ludah yang bersifat aqueous Balfour et al., 2009. Penelitian biokimia terbaru di Taiwan membuktikan bahwa proliferasi sel
KNF sebanding dengan dosis nikotin dan waktu paparan Shi et al., 2012.
2.3.4. Virus Epstein Barr
Virus ini hanya menginfeksi sekelompok kecil organisme dan bereplikasi secara lamban. Virus ini memasuki tubuh melalui mukosa. Kemudian ia bereplikasi
di dalam sel epitel dan menginfeksi limfosit B dan terus bereplikasi Bienz, 2005. Virus ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu early replicative
antigen , latent phase antigen, dan late antigen Nutting et al., 2009. Limfosit B
juga dapat ditransformasi oleh virus Epstein Barr menjadi ganas lalu menyebabkan penyakit limfoma Kayser, 2005.
Pada penelitian di Eropa, ditemukan bahwa penderita KNF di Eropa mempunyai plasma darah yang terdapat DNA virus Epstein Barr EBV. Pada
penelitian yang sama juga ditemukan adanya korelasi antara tingkat infeksi EBV dengan kejadian relapse pada Karsinoma Nasofaring Ferrari et al., 2012. Hal ini
didukung oleh laporan yang menunjukkan perbaikan pada KNF dengan terapi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kombinasi yang menggunakan transfusi sel T sitotoksik yang spesifik terhadap EBV dan kemoterapi Straathof et al., 2005.
2.4. Patogenesis
Pada KNF, sel-sel neoplasma dapat dijumpai di semua daerah nasofaring dan paling sering ditemukan di Rosenmuller fossa yang terletak pada bagian medial
pada medial crura tuba Eustachian Wei, 2006. Tumor nasofaring ini sering bermula dari Fossa of Rossenmuller dan secara langsung ke bagian anterior, tumor
dapat menginvasi kavum nasal posterior atau berekstensi secara inferior sejajar dengan dinding faring sampai ke palatum mole, atau ke bawah untuk mencapai
tonsil Nutting et al., 2009. Pada 35 kasus, dijumpai keterlibatan basis kranii pada pemeriksaan CT
scan . Tumor dapat menginvasi sphenoid sinus atau masuk ke cavernous sinus
melalui foramen lacerum. Di sini, nervus kranialis III hingga VI dapat rusak dengan keterlibatan nervus V dan VI sering dijumpai pada klinis Nutting et al., 2009.
Keterlibatan parapharyngeal space dapat dijumpai pada 35 hingga lebih dari 85 kasus. Penyebab yang paling utama adalah invasi tumor pada dinding
lateral tuba Eustachian yang tidak kuat. Selain itu, ekspansi tumor pada retropharyngeal node
juga merupakan faktor penyebab yang lain. Nervus kranialis IX hingga XII yang terdapat pada daerah parapharyngeal space akan berdampak
juga. Di samping itu, tumor dapat menginvasi daerah orbit melalui sinus ethmoid dan inferior orbital fissure Nutting et al., 2009.
2.5. Tumor Biologi