Faktor – faktor Penyebab Pasien Tidak Melakukan Pemeriksaan Biopsi Nasofaring

Universitas Sumatera Utara 5.1.5. Waktu yang diambil Oleh Penderita sebelum Bertemu Dokter Hasil dari catatan rekam medis menunjukkan bahwa pasien – pasien yang menderita servikal adenopati rata – rata membutuhkan waktu sebanyak 7 bulan sebelum menemui dokter. Sementara itu, ada pasien yang bertemu dokter setelah satu bulan menderita gejalanya tetapi hanya dalam jumlah yang kecil. Akan tetapi, ada juga pasien yang menunggu hingga 36 bulan sebelum berjumpa dokter untuk mengobati benjolan di lehernya. Tabel 5.4. Waktu yang diambil Oleh Penderita yang Mengalami Servikal Adenopati sebelum Bertemu Dokter Minimum Maximum Mean Waktu yang di ambil Penderita 1 Bulan 36 Bulan 7.25 Bulan

5.1.6 Waktu yang diambil untuk Melakukan Biopsi Histopatologi setelah SIBAJAH

Umumnya, pasien – pasien yang membuat pemeriksaan histopatologi mengambil waktu yang singkat, yaitu selama satu hari untuk mengirimkan jaringan biopsi ke Departaman Patologi Anatomi FK USU. Ada dua kasus di mana si pasien mengambil waktu selama 8 bulan dan 9 bulan untuk mengirimkan jaringan biopsi mereka.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Faktor – faktor Penyebab Pasien Tidak Melakukan Pemeriksaan Biopsi Nasofaring

Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien yang kembali untuk pemeriksaan histopatologi sangat sedikit. Hal ini harus dipandang serius karena tanpa pemeriksaan histopatologi penanganan medis tidak dapat diteruskan pada pasien tersebut. Di samping itu, tanpa adanya data pemeriksaan histopatologi yang lengkap penghitungan nilai sensitivitas pada penelitian ini juga terganggu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, di antaranya adalah faktor dari sudut finansial, dimana pasien harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pengambilan jaringan biopsi dari bagian THT dan selanjutnya untuk Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pemeriksaan histopatologi jaringan. Biaya ini tidak meliputi biaya tatalaksana, dan tatalaksana kasus metastase karsinoma ke KGB leher memerlukan radioterapi dan managemen efek samping terkait radioterapi. Selain itu, terdapat juga kemungkinan bahwa pasien – pasien ini telah mengirimkan jaringan biopsi ke laboratorium – laboratorium lain di kota Medan. Ada juga kemungkinan bahwa pasien berpindah ke Jakarta untuk mendapatkan tatalaksana medis yang lebih baik. Oleh sebab itu, hasil pemeriksaan histopatologi pasien – pasien ini tidak dapat ditentukan secara pasti. Di samping itu, faktor kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan biopsi jaringan di nasofaring juga merupakan faktor yang menyumbangkan terjadinya fenomena ini. Biopsi jaringan pada nasofaring hanya bisa dilakukan oleh spesialis THT dan bukan dokter umum. Faktor ini lebih signifikan untuk pasien – pasien yang berasal dari pedalaman yang kurang dokter spesialis THT. Selain itu, jaringan di daerah nasofaring juga sulit dibiopsi tanpa adanya alat – alat khusus. Sebuah penelitian yamg menunjukkan bahwa penggunaan MRI sebagai penegak diagnosis Karsinoma Nasofaring lebih unggul dibandingkan dengan gold standard selama ini yaitu endoscopy biopsy King et al., 2011. Alat – alat ini bersifat tidak invasif dan lebih aman dibandingkan dengan tindakan biopsi. Selain itu, pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan kurang nyaman pada pasien. MRI juga dikatakan bisa mendeteksi jaringan malignan yang terselubung di fossa of rosenmuller dan tumor nasofaring yang berada di bawah mukosa Wei et al., 1991. Prognosis untuk pasien yang menderita Karsinoma Nasofaring dengan metastase ke kelenjar getah bening leher sangat jelek Edge et al., 2010. Faktor prognostik yang jelek pada penderita Karsinoma Nasofaring dengan metastase ke KGB juga memainkan peran dalam hal ini. Pasien secara psikis akan berada dalam keadaaan denial, dan bersikap tidak ambil peduli tentang penyakitnya. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa pasien dengan kendala medis seperti kanker mempunyai coping yang jelek dan selanjutnya mendapat lebih banyak psychological distress Akechi et al., 1998. Maksud mekanisme coping yang jelek di sini adalah denialdistancing Dunkel-Schetter et al., 1992. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5.2.2. Faktor – faktor Penyebab Keterlambatan Penegakan Diagnosis KNF Hasil penelitian menunjukkan pasien – pasien dengan keluhan pembesaran KGB leher mengambil waktu rata – rata selama 7 bulan sebelum dokter bisa mengarahkan diagnosis Karsinoma Nasofaring. Ini menunjukkan kekurangan dari sisi tenaga medis terhadap screening dini Karsinoma Nasofaring. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Puskesmas Yogyakarta di mana sebagian besar dokter – dokter umum kurang tahu tentang aspek – aspek Karsinoma Nasofaring Fles et al., 2010. Selain itu, sekelompok kecil dari pasien – pasien ini juga mengambil waktu yang lama sebelum berjumpa dokter spesialis THT bagi pengambilan jaringan biopsi. Hal ini mempunyai kaitan dengan faktor psikologi pasien di mana kebanyakkan pasien kanker adalah tidak mau tahu tentang penyakitnya Dunkel- Schetter et al., 1992. Semua ini memperlambat proses tatalaksana pasien lalu memperburuk prognosisnya. Kemungkinan untuk menemukan Karsinoma Nasofaring pada stadium I dan II menurun sebanyak 2 untuk setiap bulan keterlambatan penegakan diagnosis KNF Lee et al., 1997. Tingkat keberhasilan tatalaksana amat tergantung pada stadium Karsinoma Nasofaring yang diderita si pasien. Di samping itu, pasien – pasien yang tinggal di daerah desa tidak mampu pergi ke kota hanya untuk pemeriksaan penunjang. Di sini, faktor waktu dan uang yang diperlukan untuk perjalanan pergi dan pulang menjadi penghalang kepada pasien. Hal ini menjadi lebih sulit dengan adanya kepercayaan tinggi masyarakat desa terhadap orang pintar dan dukun.

5.2.3. Faktor – faktor Penyebab Perbedaan antara Hasil SIBAJAH dan Histopatologi