Temuan – Proses Penyelesaian BPYBDS Sebesar Rp58,02 Triliun Menjadi PMN

3.7. Temuan – Proses Penyelesaian BPYBDS Sebesar Rp58,02 Triliun Menjadi PMN

Berlarut-larut

LKPP Tahun 2014 (audited) menyajikan saldo Investasi Jangka Panjang- Investasi Permanen per 31 Desember 2014 sebesar Rp1.279.014.698.302.978,00. Saldo tersebut meningkat sebesar Rp122.012.088.193.260,00 dari saldo per 31 Desember 2013 (audited) sebesar Rp1.157.002.610.109.719,00. Investasi Permanen tersebut terdiri dari:

Tabel 27 Rincian Investasi Permanen Tahun 2014 dan 2013

(dalam rupiah) No.

2013 1 Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara

Uraian

844.094.126.993.709,00 2 Investasi Permanen Badan Layanan Umum

177.778.694.559,00 3 Investasi Permanen Lainnya

Negara sebesar Rp926.458.514.991.003,00 tersebut terdiri dari Penyertaan Modal Negara pada BUMN, Penyertaan Modal Negara pada Perseroan Non BUMN, Penyertaan Modal Negara pada BUMN di bawah Kementerian Keuangan, Penyertaan Modal Negara pada Badan Internasional, Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Lainnya, dengan rincian sebagai berikut.

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

Tabel 28 Rincian Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara

(dalam rupiah)

No. Uraian

1 Penyertaan Modal Negara pada BUMN

770.401.674.533.011,00 2 Penyertaan Modal Negara pada Perseroan

1.678.121.327.192,00 Non BUMN

3 Penyertaan Modal Negara pada BUMN di

22.633.511.613.724,00 bawah Kementerian Keuangan

49.380.371.357.652,00 Internasional

4 Penyertaan Modal Negara pada Badan

5 Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha

Nilai PMN yang tersebut sudah termasuk nilai Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS). Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 Pasal 1 angka 29, BPYBDS adalah bantuan Pemerintah berupa Barang Milik Negara yang berasal dari APBN yang telah dioperasikan dan/atau digunakan oleh BUMN berdasarkan Berita Acara Serah Terima dan sampai saat ini tercatat pada LKKL atau pada BUMN.

Nilai BPYBDS per 31 Desember 2014 dan per 31 Desember 2013 adalah sebesar Rp58.021.901.990.333,00 dan Rp50.134.293.038.439,00 atau terjadi peningkatan sebesar Rp7.887.608.951.895,00. Nilai BPYBDS dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, walaupun pada Tahun 2012 sempat mengalami penurunan, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 29 Rincian Nilai BPYBDS Tahun 2011 s.d 2014 No.

Tahun

Nilai BPYBDS (Rp)

Permasalahan terkait proses penyelesaian BPYBDS telah menjadi temuan pemeriksaan BPK RI pada Tahun 2008, Tahun 2011, 2012 dan 2013, dengan dengan permasalahan dan tindak lanjutnya dalam Lampiran 3.7.1.

Upaya-upaya tindak lanjut yang telah dilakukan ternyata belum cukup optimal untuk mengatasi permasalahan yang ada karena BPYBDS yang sudah ada belum seluruhnya menjadi PMN. Bahkan terdapat kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Nilai BPYBDS per 31 Desember 2014 sebesar Rp58.021.901.990.332,30 tersebar pada 13 BUMN, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 30 Rincian Nilai BPYBDS Tahun 2014 yang Tersebar pada BUMN

(dalam rupiah)

Mutasi

No. BUMN

- 2.006.135.598.754 2 PT ASDP Ferry

308.571.680.909 230.289.994.150 3 PT PELINDO I

- 538.812.899.239 4 PT DJAKARTA LLOYD

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

Mutasi

No. BUMN

5 PT ANGKASA PURA I

2.926.166.059.178 255.096.706.062 6 PT PLN

49.889.061.850.776 7 PT KAI

- - 8 PT PERTAMINA

- 12.452.878.179 9 PERUM BULOG

- 675.250.887.482 10 PERUM PFN

- 14.903.777.061 11 PERUM DAMRI

31.844.050.000 56.830.150.005 12 PT PELINDO IV

- 199.952.304.000 13 PERUM LPPNPI

- 975.506.099.722 14 PT ANGKASA PURA II

Terdapat mutasi pengurangan dengan adanya penetapan BPYBDS sebagai PMN pada BUMN PT ASDP Ferry, Perum Damri, dan PT Angkasa Pura I dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 31 BPYBDS yang Telah Menjadi PMN pada Tahun 2014

(dalam rupiah)

No. BUMN

Jumlah BPYBDS

Penetapan PP

1 PT ASDP Ferry

PP Nomor 6 Tahun 2014

2 Perum DAMRI

PP Nomor 7 Tahun 2014

3 PT Angkasa Pura I

PP Nomor 8 Tahun 2014

Total

Selain mutasi pengurangan, pada Tahun 2014 juga terdapat mutasi penambahan sebesar Rp11.154.190.741.981,00. Penambahan BPYBDS tersebut terjadi pada BUMN PT PLN, PT Angkasa Pura II dan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Perum LPPNPI), dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 32 Penambahan BPYBDS Tahun 2014

No.

BUMN

Jumlah BPYBDS (Rp)

1 PT PLN 9.722.299.917.225,00 2 Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia

975.506.099.722,00 3 PT Angkasa Pura II

167.810.770.651,00 4 PT ASDP

56.969.835.000,00 5 PT Angkasa Pura I

202.648.819.378,00 6 Perum Damri

BPYBDS pada Perum LPPNPI baru muncul pada Tahun 2014 karena baru terbentuk sesuai dengan PP Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia, maka

penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan nasional yang sebelumnya dilakukan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan beralih menjadi kewajiban Perum LPPNPI. Pengalihan tersebut termasuk pengalihan kekayaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura I dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Angkasa Pura II serta Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan navigasi kepada Perum LPPNPI.

Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen BPYBDS Tahun 2014, terdapat permasalahan sebagai berikut.

a. Masih Terdapat BPYBDS Sebesar Rp31.269.575.025.493,30 Yang Masih Dalam Proses Penetapan PMN-nya dan Sebesar Rp20.743.594.746.581,00 Yang Belum Diproses

BPYBDS yang telah diusulkan dan dalam proses penetapan PMN sampai dengan 31 Desember 2014 sebesar Rp31.269.575.025.493,30,00. Nilai termasuk BPYBDS untuk PT Geo Dipa Energi Sebesar Rp2.006.135.598.754,00 yang telah ditetapkan sebagai PMN melalui PP Nomor 1 Tahun 2015. Dengan demikian, BPYBDS yang belum diproses PMN sebesar Rp29.263.439.426.739,30, diantaranya sebesar Rp27.918.533.564.229,00 merupakan BPYBDS pada PT PLN. Proses penetapannya terkendala dengan belum diperolehnya persetujuan DPR walaupun sudah tercantum dalam UU APBN sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR. Sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dinyatakan bahwa pemindahtanganan BMN berupa tanah, bangunan dan selain tanah dan bangunan dengan nilai di atas Rp100.000.000.000,00 dilakukan setelah mendapat persetujuan dari DPR. Namun demikian, UU tentang APBN sejak Tahun 2010 telah memasukan klausul terkait kebijakan perlakuan atas BPYBDS yang menyatakan bahwa BMN yang berasal dari Daftar Isian Kegiatan (DIK)/Daftar Isian Proyek (DIP)/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KL yang dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh BUMN dan telah tercatat pada laporan posisi keuangan BUMN sebagai BPYBDS atau akun yang sejenis, ditetapkan untuk dijadikan PMN pada BUMN tersebut. Klausul tersebut menegaskan bahwa dalam hal proses penetapan PP PMN atas BPYBDS cukup berdasarkan Berita Acara Serah Terima Operasi (BASTO) dan hasil reviu BPKP, sehingga tidak memerlukan persetujuan DPR lagi. Pencantuman klausul ini pada UU APBN dimaksudkan menjadi persetujuan DPR atas pemindahtanganan BMN yang memenuhi syarat sebagai BPYBDS untuk dijadikan PMN.

Atas dasar UU APBN tersebut, Pemerintah telah menetapkan PP PMN pada BUMN sejak Tahun 2011 yang berasal dari BPYBDS dengan nilai PMN di atas Rp100.000.000.000,00 tanpa melalui pembahasan lagi dengan DPR. Sebagai upaya lebih lanjut, UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN TA 2014 Penjelasan Pasal 25 ayat (1) menegaskan penetapan BPYBDS sebagai PMN pada BUMN meliputi antara lain BPYBDS sebagaimana tercatat dalam Laporan Keuangan PT PLN (Persero) yang telah diserahterimakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menjadi tambahan PMN bagi PT PLN (Persero). Namun dalam pelaksanaannya, Menteri Sekretaris Negara melalui suratnya kepada Menteri Keuangan Nomor B-1324/M.Sesneg/D-4/PU.02/10/2012 tanggal 5 Oktober 2012 menyampaikan bahwa terkait proses penetapan PP PMN atas BPYBDS pada PT PLN tetap memerlukan pembahasan dan persetujuan dari Komisi VII DPR.

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

Dengan demikian, terkait proses penetapan BPYBDS yang belum diusulkan menjadi PMN sebesar Rp20.743.594.746.581,00 diperlakukan sama dengan proses penetapan BPYBDS pada PT PLN yang harus melalui pembahasan dan persetujuan terlebih dahulu dari Komisi VII DPR.

b. Terdapat Perbedaan Data BPYBDS pada KL dan BUMN

1) Kementerian ESDM dan PT PLN Sebesar Rp1.329.738.977.575,00 Berdasarkan BAR BPYBDS Nomor BA-06/KN.3/REKON.BPYBDS/2015

tanggal 16 Februari 2015 antara Kementerian ESDM dengan PT PLN (Persero) terdapat perbedaan penyajian sebesar Rp1.329.738.977.575,00. Kementerian ESDM mengakui nilai BPYBDS yang diserahkan kepada PT PLN sebesar Rp49.889.061.850.776,00, sedangkan Pte

PLN menyajikan sebesar Rp51.218.800.828.351,00. Perbedaan tersebut disebabkan adanya aset Konstruksi Dalam Pekerjaan/Pekerjaan Dalam Pelaksanaan yang dicatat sebagai BPYBDS pada Laporan Keuangan PT PLN (Persero). Namun jika dilihat pada rincian BAR BPYBDS, selisih penyajian sebesar Rp1.329.738.977.575,00 merupakan selisih absolut. Adapun rincian perbedaan antara Kementerian ESDM dengan PT PLN adalah sebagai berikut.

Tabel 33 Rincian Perbedaan Penyajian Item BPYBDS antara Kementerian ESDM dengan PT PLN

(dalam rupiah)

No.

Uraian

Dicatat oleh PT. PLN Kementerian ESDM

Dicatat oleh

1 Nilai BPYBDS pada wilayah Jakarta dan Timor 25.188.771.309,00 Timur yang tidak di-entry dalam SIMAK karena tidak terdapat dalam Satker Lingkungan DJK namun dicatat secara manual dan diungkapkan pada CaLK Eselon I Ditjen Ketenagalistrikan.

2 Pekerjaan Dalam Pelaksanaan yang diinput pada 8.495.232.872.624,00 8.495.232.872.624,00 LK PT. PLN (Sesuai BA Rekonsiliasi Tahun 2014)

3 Mutasi aset dari asset tetap ke BPYBDS 9.990.508.557.978,00 4 Belanja modal Kementerian ESDM yang dicatat

2.556.806.022.176,00 2.556.806.022.176,00 PT. PLN sebagai BPYBDS

5 Pengurangan nilai BPYBDS selama tahun 2014 268.208.640.753,00 berdasarkan SIMAK BMN

2) Kementerian Perhubungan dengan PT KAI sebesar Rp1.197.801.340.845,00

Berdasarkan BAR BPYBDS Nomor BA-07/KN.3/REKON.BPYBDS/2015 tanggal 16 Februari 2015 antara Kementerian Perhubungan dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) (PT KAI) terdapat perbedaan penyajian nilai BPYBDS sebesar Rp1.197.801.340.845,00. Kementerian Perhubungan mengakui nilai BPYBDS yang diserahkan kepada BUMN sebesar Rp0,00 sedangkan PT KAI menyajikan sebesar Rp1.197.801.340.845,00. Perbedaan ini disebabkan BASTO yang diterima oleh PT KAI masih bersifat BASTO Sementara, bukan BASTO Definitif. Kondisi ini terjadi sejak Tahun 2013 dan telah diungkap pada LHP BPK RI atas LKPP Tahun 2013. Hal ini menunjukkan belum ada progress penyelesaian atas permasalahan tersebut.

Untuk menghindari pencatatan ganda pada LKPP Tahun 2014, Pemerintah telah melakukan koreksi negatif atas net ekuitas PT KAI sebesar Rp1.197.801.340.845,00.

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

3) Kementerian Perhubungan dengan PT Angkasa Pura II sebesar Rp83.241.691.651,00

Berdasarkan BAR BPYBDS Nomor BA-14/KN.3/REKON.BPYBDS/2015 tanggal 18 Februari 2015 antara Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa Pura

II (Persero) (PT AP II) terdapat perbedaan penyajian nilai BPYBDS sebesar Rp83.241.691.651,00. Menurut Kementerian Perhubungan nilai BPYBDS yang diserahkan kepada BUMN adalah sebesar Rp2.500.420.073.557,41, sedangkan menurut PT AP II sebesar Rp2.417.178.381.906,41. Perbedaan tersebut disebabkan dari tiga kegiatan yang menambah nilai BPYBDS di Tahun 2014 sebesar Rp167.810.770.651,00, terdapat dua kegiatan yang BASTO-nya belum diterima oleh PT AP II, yaitu BASTO Nomor BA 59 Tahun 2013 tanggal 30 April 2013 untuk BPYBDS Hasil Kegiatan satker Bandar Udara Sultan Iskandar Muda Aceh Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp79.446.961.65l,00 dan BAST Nomor 77 Tahun 2013 untuk BPYBDS Hasil kegiatan satker Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah Tanjung Pinang TA 2011 sebesar Rp3.794.730.000,00.

4) Kementerian Perhubungan dengan PT Pelabuhan Indonesia I sebesar

Rp1.248.555.000,00 Berdasarkan BAR BPYBDS Nomor BA-03/KN.3/REKON.BPYBDS/2015

tanggal 16 Februari 2015 antara Kementerian Perhubungan dengan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) terdapat perbedaan penyajian sebesar Rp1.248.555.000,00. Kementerian Perhubungan mengakui nilai BPYBDS yang diserahkan kepada BUMN sebesar Rp540.061.454.239,00, sedangkan PT Pelindo

I menyajikan sebesar Rp538.812.899.239,00. Perbedaan ini disebabkan adanya pembangunan Dermaga Gunung Sitoli yang pada BA Rekonsiliasi BPYBDS Nomor

BA-03/KN.3/REKON.BPYBDS/2014 tercatat sebesar

Rp36.743.091.536,00 (sesuai hasil reviu BPKP Nomor LAP-488/PW.02/4/2013 tanggal 14 Agustus 2013). Namun setelah dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan KMK Nomor 303/KM.6/WKN.01/2012, nilai aset dimaksud adalah sebesar Rp37.991.646.536,00. Atas selisih pencatatan nilai BPYBDS ini belum diterbitkan BASTO definitif. Adapun nilai yang disajikan di LKPP adalah yang sama dengan LK PT Pelindo I.

c. Terdapat BPYBDS Tahun 2013 yang Baru Dilaporkan pada Tahun 2014

Selama Tahun 2014 Kementerian Perhubungan melakukan serah terima aset BPYBDS antara lain dengan Perum Damri dan PT Angkasa Pura II, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 34 Penyerahan BPYBDS dari Kementerian Perhubungan kepada BUMN Tahun 2014

No. BAST

Tanggal

Barang

Unit Jumlah (Rp)

Perum DAMRI

1 01/BAST/SDBSTP/IV/ 30-Apr-14

10 unit Bus Medium Hino Type

FB.130

2 PL.301/16/10/DJPB/2

01-Jun-13

60 unit Bus Medium Hino Type

130MDBL Jumlah

PT Angkasa Pura II

1 BA. 08 TAHUN 2014

09-Jan-14

Hasil kegiatan satker Bandar

Udara Depati Amir Pangkalpinang Tahun Anggaran 2008-2011

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

No. BAST

Tanggal

Barang

Unit Jumlah (Rp)

2 BA. 59 TAHUN 2013

30-Apr-13

Hasil kegiatan satker Bandar

Udara Sultan Iskandar Muda Aceh Tahun Anggaran 2009

3 Nomor 77 TAHUN

19-Jun-13

Hasil kegiatan satker Bandar

Tanjung Pinang Tahun Anggaran 2011

Jumlah

Dari uraian tersebut, terdapat BPYBDS yang penyerahannya pada Tahun 2013, tetapi baru dilakukan rekonsiliasi dan dicatat dalam Laporan Keuangan BUMN pada Tahun 2014 yaitu untuk BPYBDS berupa 60 unit Bus Medium Hino Type 130MDBL senilai Rp23.988.300.000,00 yang telah diserahterimakan dari Kementerian Perhubungan kepada Perum Damri pada tanggal 1 Juni 2013 berdasarkan BASTO Nomor PL.301/16/10/DJPB/2013, serta untuk BPYBDS berupa Hasil kegiatan satker Bandar Udara Sultan Iskandar Muda Aceh Tahun Anggaran 2009 senilai Rp79.446.961.651,00 dan Hasil kegiatan satker Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah Tanjung Pinang Tahun Anggaran 2011 senilai Rp3.794.730.000,00 berdasarkan BASTO Nomor BA. 59 Tahun 2013 tanggal 30 April 2013 dan Nomor

77 Tahun 2013 tanggal 19 Juni 2013.

d. Terdapat BPYBDS yang Diakui Sepihak oleh BUMN

Berdasarkan hasil pemerikaan BPK pada Kementerian BUMN, diketahui terdapat Nilai BPYBDS sebesar Rp64.465.884.000,00 yang diakui sepihak oleh Perum PPD. BPYBDS tersebut berasal dari Kementerian Perhubungan.

Hasil konfirmasi Tim BPK RI kepada Perum PPD menunjukkan bahwa BPYBDS senilai Rp64.465.884.000,00 tersebut merupakan hasil penjualan tanah dan penambahan bus transjabodetabek yang sudah dimanfaatkan oleh Perum PPD. Perum PPD menyajikan nilai tersebut sebagai Aset dan BPYBDS pada LK audited Perum PPD Tahun 2014, yang terdiri dari Penjualan Tanah sebesar Rp53.486.784.00055,00 dan Penambahan berupa Bus Transjabodetabek sebesar Rp10.979.100.000,00

Berdasarkan penjelasan lebih lanjut koordinator BPYBDS di Kementerian BUMN, nilai BPYBDS yang dilaporkan oleh Perum PPD tersebut adalah nilai BPYBDS yang belum dilakukan rekonsiliasi dengan kementerian terkait.

Permasalahan tersebut di atas tidak sesuai dengan:

a. PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual, Lampiran II.01 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan Paragraf 33, Relevan menyatakan bahwa laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu;

b. PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan PT antara lain:

1) Pasal 2 menetapkan bahwa Penyertaan Modal Negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terbatas bersumber dari:

a) Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara;