Temuan – Kementerian Keuangan Belum Melakukan Pengurusan dan

3.9. Temuan – Kementerian Keuangan Belum Melakukan Pengurusan dan

Menyelesaikan Penelusuran atas Aset Eks BPPN yang Masih Tercatat secara Ekstrakomptabel Berupa Aset Kredit Senilai Rp3,03 Triliun dan Aset Properti Senilai Rp122,01 Miliar

LKPP Tahun 2014 (audited) menyajikan saldo Piutang Bukan Pajak per 31 Desember 2014 sebesar Rp141.315.978.840.022,00 dan Saldo Penyisihan Piutang Bukan Pajak Tak Tertagih sebesar Rp100.709.460.976.557,00. Saldo tersebut turun sebesar Rp6.394.254.772.329,00 dari saldo per 31 Desember 2013 (audited) sebesar Rp147.710.233.612.351,00.

Nilai bersih piutang tersebut antara lain berasal dari Aset Kredit Eks BPPN dan Eks Kelolaan PT PPA sebesar Rp1.366.697.773.008,00 serta Aset Kredit yang diserahkelolakan pada PT PPA sebesar Rp8.963.119.472,00. Selain itu pada akun Aset Lainnya disajikan Aset Eks BPPN berupa Aset Properti Eks BPPN sebesar Rp1.753.334.802.445,00

PT PPA sebesar Rp4.965.102.939.742,00.

Selanjutnya di dalam CaLK-Catatan Penting Lainnya, dijelaskan pula permasalahan bahwa berdasarkan LHP BPK atas LKPP Tahun 2012, Pemerintah belum menelusuri keberadaan aset kredit eks BPPN sebesar Rp7.726.261.668.803,40 yang berasal dari Aset Kredit dan Properti selain yang disajikan di dalam face LKPP.

Berdasarkan LHP BPK atas LKPP Tahun 2013, terdapat progress penelusuran Kementerian Keuangan dari tahun sebelumnya, tetapi masih terdapat sisa penelusuran atas Aset Kredit Eks BPPN sebanyak 7.591 senilai Rp3,06 triliun dan Aset Properti Sebanyak 627 Unit Sebesar Rp400,29 miliar sehingga aset eks BPPN yang disajikan pada LKPP Tahun 2013 tidak dapat diyakini kelengkapannya sebesar Rp3,47 triliun.

Terhadap permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar:

a. Menelusuri kembali aset properti berdasarkan daftar nominatif, aset kredit yang masih aktif menurut SAPB dan mencari dokumen aset kredit;

b. Melakukan koordinasi dengan PT PPA untuk menelusuri keberadaan debitur aset kredit yang telah diserahkelolaan kepada PT PPA; dan

c. Melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk data debitur yang tidak lengkap, dan menindaklanjuti hasil penelusuran sesuai ketentuan yang berlaku.

Atas temuan tersebut, Kementerian Keuangan dhi. DJKN menindaklanjuti rekomendasi tersebut antara lain dengan melakukan konfirmasi kepada Bank Indonesia terkait data debitur dalam Sistem Informasi Debitur (SID), konfirmasi kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) terkait piutang Group Dipasena yang telah terjual, konfirmasi kepada beberapa bank umum dan Perseroan atas kepemiliki utang kepada BPPN/Kementerian Keuangan dan mengirimkan surat kepada pihak-pihak terkait keberadaan aset properti dan melakukan cek fisik yang selengkapnya sebagaimana data terlampir pada Lampiran 3.9.1.

Atas penelusuran yang telah dilakukan oleh DJKN selama Tahun 2014, BPK telah melakukan verifikasi dengan hasil sebagai berikut.

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

keberadaaan suatu piutang karena data tersebut diinput oleh Bank, dengan ketersediaan data yang terbatas pada periode tertentu, sehingga jawaban terkait data debitur dalam SID tidak dapat dijadikan sebagai penyelesaian selisih Aset Kredit eks BPPN yang masih perlu ditelusuri. Selain itu berdasarkan penelusuran Tim BPK pada Laporan Akhir Tim Koordinasi Penanganan Tugas-Tugas TP BPPN, Unit Pelaksanaan Penjaminan Pemerintah dan Penjaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat yang disampaikan Sekjen Kementerian Keuangan kepada Menteri Keuangan berdasarkan Nota Dinas Nomor 119/SJ/2008 tanggal 25 Februari 2008, terdapat beberapa debitur yang ditangani oleh Tim Koordinasi namun belum selesai antara lain PT Bertoni, PT Eraska Tristi, dan PT Teratai Mahkota. Aset kredit dari debitur PT Eraska Tristi dan PT Teratai Mahkota telah dicatat/dikoreksi pada Laporan Keuangan tahun 2014.

Dengan demikian, selisih aset kredit yang belum dapat dijelaskan adalah sebesar Rp3.039.332.271.829,60 dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 38 Selisih Aset Kredit yang Masih Harus Dijelaskan

(dalam rupiah)

Verifikasi BPK Uraian

Menurut DJKN

Nilai (Rp)

Daftar aset yang belum ditelusuri sesuai LHP BPK TA 2013

Hasil verifikasi

6 1.621.336.748,48 Lunas 1 Jawaban SID dari BI terhadap 7

1 4.847.333,35 Hapus Tagih

Surat Nomor

S-

2598/PPA/AMID/0914

2 menjawab surat Direktur PKNSI Terjual oleh .

nomor S-895/KN.5/2014 tanggal

28 April 2014 terkait 550 account

debitur petambak plasma Group Dipasena

3 PT Eraska Tristi, PT Teratai Koreksi .

Mahkota, Abdul Hadi

Jumlah Hasil Pemetaan dan Penelusuran

Selisih daftar aset yang masih perlu ditelusuri

Aset kredit yang masih perlu ditelusuri tersebut merupakan aset kredit yang tercatat di SAPB dengan status aktif. Hasil pemeriksaan secara uji petik sebanyak 100 debitur senilai Rp1.423.153.479.281,36 diketahui bahwa aset kredit tersebut tercantum dalam daftar cessie bank.

Berdasarkan KMK Nomor 280/KMK.06/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas/Prosedur Operasi Standar Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dalam Penanganan Sisa Tugas Tim Koordinasi Penyelesaian Tugas-tugas Tim Pemberesan

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah, dan Penjaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat, Aset Kredit-Aset Transfer Kit (ATK) yang dokumennya telah lengkap pengurusannya diserahkan pengurusan piutang negaranya kepada PUPN. Aset Kredit ATK yang dokumen kreditnya tidak lengkap diselesaikan oleh DJKN Pusat dengan periode pembayaran penyelesaian paling lambat 30 (hari) sejak tanggal surat pemberitahuan. Untuk aset kredit yang telah diberikan surat persetujuan untuk dilunasi namun sampai dengan jangka waktu yang ditentukan debitur tidak melunasinya, pengurusannya diserahkan kepada PUPN. Dengan demikian penyelesaian aset kredit dapat dilakukan oleh kantor pusat DJKN maupun PUPN. Hal tersebut juga dapat dilakukan untuk aset kredit yang masih harus ditelusuri dengan dasar penyerahan piutang dari bank asal ke BPPN (cessie).

b. Aset Properti Selama tahun 2014, DJKN telah melakukan penelusuran terkait selisih Aset Properti

yang tercantum dalam daftar nominatif properti eks BPPN yang tidak termasuk dalam Modul Kekayaan Negara dan daftar properti eks Kelolaan PT PPA. Hasil penelusuran menurut DJKN dan verifikasi BPK didapat hasil sebagai berikut.

Tabel 39 Hasil Penelusuran Aset Properti Eks BPPN Selama Tahun 2014

(dalam Rupiah)

Verifikasi Tim No

Menurut DJKN

Saldo awal yang perlu ditelusuri

A Terjual di BPPN dan PPA

50.135.490.148 B Terdapat di MKN dan daftar aset eks PT PPA

8 59.069.114.858 C Sita Kejaksaan dan indikasi sita

- D Aset jaminan BDL dan PKPS

84 94.040.671.430 E Aset Sewa yang digunakan bank

20 5.090.723.763 F Lain-lain (penetapan penggunaan, HTBI)

Hasil penelusuran/verifikasi

278.270.452.863 Saldo properti yang masih perlu ditelusuri

Dengan demikian, sisa aset properti yang masih harus ditelusuri sampai dengan 31 Desember 2014 adalah sebanyak 358 unit senilai Rp122.019.231.521,00.

Permasalahan di atas tidak sesuai dengan:

a. PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/Daerah Pasal 42 yang menyatakan bahwa “Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna

barang wajib melakukan pengamanan BMN/Daerah yang berada dalam penguasaannya meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum ”;

b. Buletin Teknis SAP Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang yang menyatakan bahwa “Pengakuan hak tagih dan dapat diakui sebagai piutang dan dicatat sebagai aset di

neraca harus memenuhi kriteria sebagai berikut.

1) Harus didukung dengan naskah perjanjian yang menyatakan hak dan kewajiban secara jelas;

2) Jumlah piutang dapat diukur;

LHP SPI – LKPP TAHUN 2014

3) Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan; dan

4) Belum dilunas i sampai dengan akhir periode pelaporan”.

c. Keppres Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pasal 6 ayat (1) dengan berakhirnya tugas BPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan/atau dibubarkannya BPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, segala kekayaan BPPN menjadi kekayaan negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan; dan

d. PMK Nomor 248/PMK.05/2012 tentang Sistem Akuntansi Transaksi Khusus, Lampiran hal. 84 yang menyatakan bahwa “UAKPA BUN Pengelola Aset yang

Timbul dari Pemberian BLBI menyusun LK seluruh aset yang dikelola sebagai akibat dari pemberian BLBI”.

Eks BPPN senilai Rp3.161.351.503.350,60 (Rp3.039.332.271.829,60+Rp122.019.231.521,00) berisiko tidak dapat menjadi sumber recovery BLBI.

Permasalahan tersebut disebabkan:

a. Pelaksanaan inventarisasi tidak berdasarkan rincian data yang dimiliki seperti SAPB dan daftar nominatif properti sebagai acuan; dan

b. DJKN belum optimal dalam menelusuri bukti pendukung kepemilikan aset. Atas permasalahan tersebut, Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah

menanggapi bahwa akan menindaklanjuti permasalahan dengan:

a. Menyerahkan pengurusan piutang/asset kredit yang didukung dengan dokumen peralihan (cessie) kepada PUPN sesuai ketentuan pengelolaan asset eks BPPN yang berlaku.

b. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan PPATK dan DJP; dan

c. Kembali melakukan koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional dalam rangka memperoleh informasi maupun dokumen pendukung yang dapat dijadikan dasar pengakuan dan pencatatan asset properti sesuai Standar Akuntansi Pemerintah serta ketentuan pengelolaan asset properti eks BPPN yang berlaku.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah agar:

a. Melakukan pengurusan piutang macet yang berasal dari aset eks BPPN sesuai dengan ketentuan dan melakukan kerja sama dengan PPATK guna mengoptimalkan recovery ; dan

b. Menelusuri sisa aset properti yang tercatat dalam daftar nominatif namun belum dicatat dalam modul kekayaan negara dan berkoordinasi dengan BPN.