Bahan Tambah
2.1.5. Bahan Tambah
Bahan tambah didefinisikan sebagai material selain air, agregat, dan semen yang dicampurkan ke dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakterisik dari beton atau mortar misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain. (ASTM C.125-1995)
Secara umum bahan tambah dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah kimia (chemical admixture) dan bahan tambah mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambahkan saat pengadukan atau pada saat dilakukan pengecoran.
commit to user
saat pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan bahan tambah additive yaitu yang bersifat lebih mineral yang juga ditambahkan pada saat pengadukan.
Contoh bahan tambah pada beton yaitu accelerator yang berfungsi untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton maupun mortar. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton maupun mortar. Bahan ini digunakan jika penuangan adukan dilakukan dibawah air, atau pada struktur beton yang memerlukan pengerasan segera.
Bahan tambah lain yang biasa digunakan di dalam beton yaitu serat. Penambahan serat ke dalam beton akan meningkatkan kuat tarik beton yang pada umumnya sangat rendah. Pertambahan kuat tarik akan memperbaiki kinerja komposit beton serat dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan beton konvesional (As’ad, 2008).
Dari banyak jenis bahan tambahan yang digunakan dalam campuran beton, dipilih bahan tambah berbasis gula pada penelitian ini, karena selain dapat menambah kuat tekan beton, bahan tambah berbasis gula juga mudah didapat. Bahan tambah berbasis gula termasuk ke dalam bahan tambah mineral (additive).
2.1.5.1. Bahan Tambah Berbasis Gula
Campuran beton terdiri atas semen, air, agregat kasar (split, kerikil) dan agregat halus (pasir). Adanya bahan tambah yang dimasukkan ke dalam campuran beton menjadi satu faktor penting lain yang turut menentukan kinerja beton secara keseluruhan. ASTM C125 mendefinisikan bahan tambah (admixture) sebagai bahan selain air, agregat, semen hidrolis, dan serat, yang digunakan dalam beton atau mortar dan ditambahkan dalam campuran segera sebelum atau selama pengadukan. Bahan tambah kimiawi maupun alami telah banyak diproduksi. Beberapa penelitian terdahulu (Medjo Eko, dan Riwoski, 2001; Chandler, et.al.,
commit to user
Collepardi, 2005; Suranto, 2008; Oyekan, 2008).) telah mengkaji peranan dan kinerja bahan tambah alami berbasis gula dalam campuran beton yang ternyata dapat meningkatkan kinerja beton.
Bahan tambah berbasis gula terdiri dari sukrosa, larutan tebu dan gula. Kandungan lignin yang terdapat pada larutan tebu dapat meningkatkan ikatan antar partikel pada beton. Bahan tambah berbasis gula memiliki kemampuan mengikat C-S-H sehingga beton dengan bahan tambah tersebut dapat memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C 12 H 22 O 11 . Sukrosa
terbentuk melalui proses fotosintesis yang ada pada tumbuh-tumbuhan. Pada proses tersebut terjadi interaksi antara karbon dioksida dengan air di dalam sel yang mengandung klorofil. Bentuk sederhana dari persamaan tersebut adalah :
6 CO 2 +6H 2 O —–> C 6 H 12 O 6 +6O 2 ............................................................ (2.1)
Gambar 2.1. Sukrosa
Tanaman tebu (genus saccharum) dikenal sebagai bahan utama produksi gula pasir di Indonesia. Secara umum, batang tebu masak mengandung 67-75% air, 8- 16%, sukrosa 8-16%, 0.5-20% gula reduksi, 0.5-1% material organik, 0.2-0.6% senyawa anorganik, 0.5-1% senyawa nitrogenik, 0.3-0.8% abu, dan 10-16% serat (Mathur, 1990 dalam Farmani, et. al., 2008). Tebu juga mengandung 30-50% selulosa dan 20-24% lignin (Viera, et. al., 2007).
commit to user
Gambar 2.2. Sari Tebu Murni
Gula tebu adalah disakarida, gula tersebut dapat dibuat dari gabungan dua gula yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Penggabungan dari
dobel unit karbon monosakarida menjadi : C 12 H 22 O 11 yang selanjutnya dinamakan sukrosa atau saccharose.
Disakarida meliputi juga karbohidrat kompleks yang terdiri dari satu atau dua gula sederhana yang terjalin menjadi satu ikatan. Sebagai contoh adalah sukrosa yang terdiri atas jalinan glukosa dan fruktosa, yang dihubungkan oleh ‘jembatan’ asetal oksigen dalam arah alfa (Ophardt, 2003). Struktur sukrosa terdiri atas 6 rantai glukosa dan 5 rantai fruktosa seperti disajikan Gambar 2.7.
Gambar 2.3. Struktur Sukrosa (Ophardt, 2003)
Penambahan gula ke dalam campuran beton akan menyebabkan interaksi antara
gula dan C 3 A (tricalsium aluminat) (Young, 1968). Dalam kasus pemerlambatan
pengerasan beton, interaksi ini akan menghambat pembentukan secara cepat fase
commit to user
(Collepardi, et. al., 1984, 1985).
Gambar 2.4. Gula Pasir
Sukrosa yang terdapat dalam gula pasir merupakan gabungan satu molekul glukosa dengan satu molekul fruktosa. Gula mengandung sukrosa, disakarida yang tersusun atas satuan-satuan glukosa dan fruktosa. Adanya kandungan glukosa, glukonat, dan lignosulfonat akan menstabilkan ettringite dalam sistem
C 3 A–gypsum. Glukosa akan menghambat konsumsi gypsum dan pembentukan ettringite (Susilorini 2009). Untuk kasus pemercepatan pengerasan beton, terjadi peningkatan kecepatan hidrasi kalsium silikat. Senyawa yang biasa digunakan
untuk mempercepat hidrasi C 3 A dengan sedikit perubahan alkalinitas pada pori- pori air adalah kalsium klorida (Neville, 1999).
2.1.5.2. Serat Ban
Ide dasar penambahan serat adalah memberi tambahan pada beton dengan serat yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random akan dapat mencegah terjadinya retak-retak beton secara dini, baik akibat panas hidrasi, penyusutan, dan pembebanan. Penambahan serat dalam beton dapat memperbaiki kekuatan tarik beton dan sifat getasnya (Soroushian dan Bayashi,1987).
commit to user
serat tidak mampu mengikat antar agregat. Hal ini memungkinkan munculnya efek negatif pada sifat beton yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan serat dari limbah industri yaitu serat kawat baja limbah ban. Serat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 25 mm dan lebar 1 mm.
Gambar 2.5. Serat ban bekas
2.1.5.3. Lumpur Lapindo ( Lapindo Mud)
Lumpur Lapindo adalah material-material yang berasal dari perut bumi yang mengandung mineral, gas, dan kandungan tanah yang keluar ke permukaan
sehingga menjadi limbah yang tidak terpakai, namun lumpur sebenarnya memiliki kandungan-kandungan kimiawi yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti bahan dasar dari pembentukan bahan bangunan (Antoni, 2006).
Kandungan kimiawi pada lumpur Lapindo memiliki kesamaan dengan fly ash sehingga memungkinkan terbentuknya beton geopolymer yang merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi pengikatan yang terjadi adalah polimerisasi (Antoni, 2006).
Komposisi lumpur Lapindo yang utama adalah clay 40-45% berpotensi untuk bahan clinker semen dengan penambahan kapur dan bijih besi, namun kendala
commit to user
kadar air 5% (Tekmira, 2006). Secara geoteknik lumpur Lapindo termasuk dalam anorganik lanauan dengan berat jenis 3,04-3,07 (berat jenis anorganik lanauan biasa 2,6). Merupakan zeolit
dengan unsur utama SiO 2 . Zeolit adalah senyawa alumino-silikat terhidrasi yang
secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan penyerap (adsorpsi), penukar kation dan katalis. Unsur utama mineral zeolit terdiri dari kation alkali dan alkali tanah. Zeolit terbentuk karena proses diagenetik, proses hodrotermal dan proses sedimentasi batuan produk gunung api (batuan piroklastik) berukuran debu pada lingkungan danau yang bersifat alakali. Pemanfaatan yang potensial adalah penggunaan lumpur untuk beton dengan
pencampuran lumpur 4 m 3 , 20 liter polimer, dan semen 1,6 ton. Berdasarkan
penelitian sifat mekanis beton dari lumpur baik, uji TLCP memenuhi baku mutu dan biaya lebih murah karena menggunakan bahan yang dianggap limbah (Lationo, 2006).
Tabel 2.2. adalah properti komposisi kimia dari lumpur Lapindo oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi (BPPT) yang diambil dari dua tempat yang berbeda. Dalam tabel dapat dilihat bahwa tidak terdapat atau sedikit sekali bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia. Hal ini menandakan lumpur Lapindo banyak mengandung senyawa-senyawa ang berguna jika diteliti lebih lanjut untuk digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan.
commit to user
Tabel 2.4. Komposisi Kimia Lumpur Lapindo
RK-078 (Renokenongo)
SiO 2 54.92 51.49 Al 2 O 3 25.07 25.25
Sumber : BPPT (2006)
e Gambar 2.6. Lumpur Lapindo dalam keadaan basah, setelah proses penjemuran dan setelah proses pembakaran
commit to user
2.1.5.4. Pozzolan
Menurut Paulus Nugraha (1989), pengaruh penggunaan pozzolan di dalam campuran beton adalah sebagai berikut :
1. Menghemat biaya karena dapat digunakan sebagai pengganti semen dengan konsekuensi memperlambat pengerasan sehingga kekuatan awal beton rendah.
2. Mengurangi retak akibat panas hidrasi yang rendah karena adanya bahan pozzolan tesebut, kandungan C 3 A dalam semen berkurang sehingga temperatur awal dapat diturunkan.
3. Mengurangi muai akibat reaksi akali-agregat sehingga retak-retak pada beton dapat dikurangi.
4. Meningkatkan ketahanan beton terhadap garam, sulfat, dan air asam.
Gambar 2.7. Contoh lumpur Lapindo yang sudah dibakar (pozzolan)