Flexural Capacity of Girder Extension of Precast Reinforced Concrete

BETON BERTULANG

Flexural Capacity of Girder Extension of Precast Reinforced Concrete SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : PANGESTU KUSUMAWARDHANA

I 1107067

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

Pangestu Kusumawardhana 2012. Kapasitas Lentur Sambungan Balok

Pracetak Beton Bertulang. Skripsi . Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Perkembangan teknologi beton semakin hari semakin pesat seiring dengan berbagai permasalahan yang timbul saat pengerjaan konstruksi. Berbagai macam penelitian telah dilakukan demi memperoleh mutu beton yang lebih baik dari segi kuat tekan (compressive strength), kemampuan pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowabilty), serta keawetannya (durability). Jika dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, beton mempunyai berbagai keunggulan, antara lain relatif lebih kuat menahan gaya tekan, mudah pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi.

Dalam penelitian kali ini elemen pracetak yang digunakan yaitu elemen balok. Ukuran balok yang cukup panjang dan besar merupakan kendala tersendiri dalam pemasangannya di lapangan. Untuk itu, digunakan cara penyambungan pada tengah bentang elemen balok agar lebih mudah dalam pemasangannya.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 3 buah. Masing-masing benda uji yaitu, balok menerus/utuh dengan ukuran 3000 mm x 250 mmx 350 mm, balok dengan sambungan hollow beton dengan ukuran 1300 mm x 250 mm x 350 mm dan balok dengan sambungan plat baja dengan ukuran 1400 mm x 250 mm x 350 mm. Untuk bahan material pembuatan sampel ketiga benda uji tidak terdapat variasi. Kuat lentur diuji pada umur beton 28 hari.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa beban maksimum yang diterima oleh balok dengan sambungan hollow beton lebih rendah dibandingkan dengan balok menerus/utuh maupun dengan balok sambungan plat baja. Kerusakan yang terjadi terdapat pada sambungan hollow beton. Hal ini membuktikan bahwa teknologi knock down beton pracetak untuk sambungan balok di tengah bentang belum memungkinkan untuk dilaksanakan.

Kata kunci :balok, knock down, pracetak, sambungan, hollow beton, kuat lentur

commit to user

ABSTRACT

Pangestu Kusumawardhana 2012. Flexural capacity of girder extension of

precast reinforced concrete. Thesis. Civil Engineering Department Faculty Of Engineering Sebelas Maret Surakarta University.

Day by day technology development of concrete becomes rapider and rapider along with many kinds of construction working problems. There are many researches which is done for getting better quality of concrete from compressive strength side, workability side, flowability side and durability side. If concrete is appealed with another building materials, it has many special qualities. They are stronger restrain pressure force, easier working and treatment, easier formed appropriate with necessity, resistence of weather change, more resistance of fore and corrosion.

In this research, present element which is used is girder element. Girder size which big and long enough is an obstacle in assembling at the field. So, it is used the way of extension on the center of girder element extend in order to apply easily.

This research uses experiment method with three test things. Each test things are whole girder size 3000 mm x 250 mm x 350 mm, girder with concrete hollow tube with size 1300 mm x 250 mm x 350 mm, and girder with steel sheet extension with size 1400 mm x 250 mm x 350 mm. There is not variation of test things for material of the third sample production. Flexural strength is tested at precast on

28 day.

The result of testing shows that maximum capacity which is accepted by girder with concrete hollow tube is lower than whole girder and girder with steel sheet extension. There is damage at concrete hollow tube. This proves that technology knock down precast for girder extension the extend center is not yet probability.

Keywords : girder, knock down, precast, extension, concrete hollow tube, flexural strength

commit to user

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Kapasitas Lentur Sambungan Balok Pracetak Beton Bertulang” guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Meskipun jauh dari kesempurnaan penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan terutama untuk pengembangan penelitian selanjutnya di Jurusan Teknik Sipil UNS.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak kendala yang sulit untuk penyusun pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Pimpinan Jurusan Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Bapak Kusno Adi Sambowo, ST, MSc, PhD selaku dosen pembimbing I,

4. Bapak Achmad Basuki, ST, MT selaku dosen pembimbing II,

5. Bapak Ir. Djumari, MT selaku pembimbing akademik

6. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil Non Reguler dan semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sendiri. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, September 2012

Penulis

commit to user

4.10.3. Perhitungan Pada Benda Uji Balok Sambungan Plat Baja ........... 87 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 93

5.2. Saran............................................................................................................ 94 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 95 LAMPIRAN

commit to user

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Beton bertulang merupakan suatu bahan bangunan yang kuat dan mudah dalam pembuatan. Sampai saat ini beton bertulang masih sering digunakan dalam suatu struktur bangunan karena kekuatannya dan keawetannya.

Beton merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dan sangat dibutuhkan pada saat ini. Namun, disisi lain material penyusun beton ini disadari berpengaruh besar terhadap gangguan dan pelestarian lingkungan. Di era saat ini langkah-langkah tepat penggunaan beton sangat diharapkan sehingga beton dapat menjadi material konstruksi yang berkelanjutan baik sejak proses produksi, selama umur penggunaan struktur, bahkan setelah menjadi limbah, dapat terus berjalan seiring dengan program perlindungan dan pelestarian lingkungan.

Dalam penelitian ini dilakukan kajian aplikasi bahan beton serat dari ban bekas, adapun serat yang digunakan lebih dari satu macam dimensi (panjang). Dua

macam atau lebih ukuran serat yang bekerja di dalam beton diharapkan akan mengoptimalkan kerja serat di dalam pasta semen, dengan begitu akan dihasilkan kekuatan lebih baik dibanding kalau hanya menggunakan satu macam ukuran serat. Disamping itu selain pada level teoritis pada penelitian juga difokuskan aplikasi produk struktur rangka knockdown.

Hasil penelitian yang diharapkan adalah produk rangka beton bertulang yang dirangkai dengan metode knock down, mudah dikerjakan (appropriate), biaya rendah (low cost), dan mempunyai keunggulan teknis dibandingkan produk struktur rangka konvensional. Bangunan struktur beton dengan dimensi yang besar membutuhkan kualitas material yang tinggi. Penggunaan beton biasa akan membentuk elemen struktur yang besar dan tidak hemat, disamping itu akan

commit to user

penggunaan beton sebagai bahan konstruksi bisa ditekan sehingga dapat mereduksi penggunaan semen yang dalam proses produksinya mengeluarkan zat asam yang mempunyai kontribusi merusak ozon sehingga menimbulkan efek pemanasan global (global warming). Pengurangan kandungan semen juga dilakukan dengan menggunakan pozzolan lumpur lapindo serta penggunaan material lokal pasir merapi yang persediaannya sangat melimpah.

Perkembangan teknologi beton semakin hari semakin pesat seiring dengan berbagai permasalahan yang timbul saat pengerjaan konstruksi. Berbagai macam penelitian telah dilakukan demi memperoleh mutu beton yang lebih baik dari segi kuat tekan (compressive strength), kemampuan pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowabilty), serta keawetannya (durability). Jika dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, beton mempunyai berbagai keunggulan, antara lain relatif lebih kuat menahan gaya tekan, mudah pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, tahan terhadap perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi.

Dengan persaingan produksi yang sangat pesat dalam dunia konstruksi banyak perusahaan yang mengembangkan beton pracetak. Sistem beton pracetak telah

banyak digunakan sebagai sistem struktur untuk bangunan rumah susun/apartemen. Beberapa keuntungan penggunaan sistem struktur beton pracetak adalah percepatan waktu pelaksanaan, pengerjaan yang tidak tergantung cuaca, serta penggunaan tenaga kerja di lapangan yang relatif lebih sedikit.

Dalam perencanaan struktur beton terlebih dahulu harus ditentukan mutu beton yang akan digunakan. Namun tekadang tidak semua struktur beton bertulang mampu menerima beban yang direncanakan. Hal ini terjadi karena beberapa hal antara lain karena kesalahan perencanaan, kesalahan pelaksanaan, penurunan kinerja material dan elemen struktur karena umur atau masa pelayanan, penambahan fungsi atau tambahan bagian pada gedung atau karena pengaruh- pengaruh eksternal seperti banjir, gempa, kebakaran, ledakan dan lain-lain.

commit to user

lateral khususnya beban gempa adalah sistem sambungan. Sistem sambungan yang digunakan untuk menghubungkan elemen-elemen pracetak, harus direncanakan agar dapat berperilaku dengan baik, dalam mentransfer beban gravitasi maupun beban lateral. Di samping itu, sistem sambungan tersebut haruslah dapat mempercepat pelaksanaan konstruksi dan mudah untuk dilaksanakan.

Dalam penelitian kali ini elemen pracetak yang digunakan yaitu elemen balok. Ukuran balok yang cukup panjang dan besar merupakan kendala tersendiri dalam pemasangannya di lapangan. Untuk itu, digunakan cara penyambungan pada tengah bentang elemen balok agar lebih mudah dalam pemasangannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasar atas uraian dalam Latar Belakang maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perilaku sambungan tengah bentang elemen balok pada frame sederhana ?

2. Sambungan apakah yang mampu menahan gaya lentur pada tengah bentang elemen balok ?

3. Apakah sambungan yang dirancang mampu menahan beban maximum ?

1.3. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

a. Semen yang digunakan adalah semen OPC.

b. Mutu balok beton yang direncanakan adalah f’c = 35 MPa.

c. Mutu balok hollow yang direncanakan adalah f’c = 40 MPa.

d. Pengujian dilakukan pada umur beton 28 hari.

commit to user

mendalam.

f. Direncanakan penggantian kadar semen dengan pozzolan lumpur Lapindo sebesar 5 % dari berat semen sebenarnya, campuran serat kawat ban bekas 0,7% dari volume dengan panjang 2,5 cm, dan pasir merapi 100 %.

g. Bahan tambah yang digunakan dalam campuran adukan beton yaitu, sukrosa 0,005%, tetes tebu 0,015% dan gula pasir 0,01%.

h. Eksperimen yang dilakukan untuk dua macam sambungan :

a. Digunakan sambungan hollow beton yang diangkur dan

b. Digunakan sambungan dengan pelat baja

i. Sambungan dengan menggunakan plat baja hanya dijadikan sebagai pembanding kekuatan dengan sambungan hollow beton, tidak diteliti secara rinci.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan produk struktur rangka eleman balok yang biasa digunakan dalam bangunan sipil dengan menggunakan material beton berkualitas tinggi yang mempunyai properti mekanik unggul (high quality dan high performance ), menggunakan inovasi metode pracetak dan knock down, dan dapat diaplikasikan dengan mudah untuk mengganti bahan struktur konvensional yang semakin mahal dan mempunyai kelemahan-kelemahan mendasar. Penerapan langsung di lapangan merupakan tujuan sekaligus keunggulan dari penelitian ini.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan pengetahuan tentang kekuatan elemen balok utuh dibandingkan dengan kekuatan elemen balok dengan sambungan.

commit to user

sambungan hollow beton.

c. Memberi informasi kepada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik sipil pada khususnya mengenai potensi sistem knock down beton pracetak pada elemen balok.

1.5.2. Manfaat Praktis

a. Menambah alternatif pembuatan balok dengan menggunakan sistem knock down dan precast yang disambung pada tengah bentang untuk mempermudah pemasangan balok di lapangan.

b. Mampu memberikan solusi terhadap kesulitan dalam pemasangan balok di lapangan.

commit to user

METODE PENELITIAN

3.1. Umum

Metodologi sangat diperlukan dalam suatu penelitian. Metodologi penelitian adalah langkah-langkah atau metode yang dilakukan dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, fenomena atau lainnya dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan agar suatu penelitian dapat tercapai seperti yang diharapkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Metode ini dapat dilakukan di dalam ataupun di luar laboratorium. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kemudian data tersebut dianalisa untuk pengambilan kesimpulan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode statistik dengan program Microsoft Excel.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Pengujian bahan pembentuk beton dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakterikstik dari material pembentuk. Pengujian dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar. Sedangkan untuk semen tidak dilakukan pengujian. Air yang digunakan sesuai dengan spesifikasi standar air dalam PBI 1971 pasal 3.6.

commit to user

3.2.2.1. Agregat Halus 3.2.2.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang berasal dari letusan gunung Merapi. Untuk dapat digunakan sebagai agregat halus dalam pembuatan beton, pasir harus dapat memenuhi syarat tidak mengandung kandungan lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Lumpur adalah bagian pasir yang lolos ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu agar memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai agregat halus.

a. Tujuan : Mengetahui kadar lumpur yang terkandung dalam pasir.

b. Alat dan bahan :

1. Pasir kering oven

2. Air bersih

3. Gelas ukur 250 cc

4. Oven yang dilengkapi pengatur suhu

5. Timbangan

c. Cara Kerja :

1. Mengambil pasir sebanyak 250 gram

2. Mengeringkan pasir dalam oven dengan temperature 110 o

C selama 24 jam

3. Mengambil pasir kering oven sebanyak 100 gram lalu di masukkan ke dalam gelas ukur 250 cc.

4. Menuangkan air ke dalam gelas ukur hingga setinggi 12 cm di atas permukaan pasir.

5. Mengocok air dan pasir minimal 10 kali lalu membuang airnya.

6. Mengulangi langkah (e) hingga air dalam gelas ukur tampak jernih.

7. Memasukkan air ke dalam cawan lalu mengeringkannya dalam oven dengan temperatur 110 o

C selama 24 jam.

commit to user

mencapai suhu kamar.

9. Menimbang pasir dalam cawan.

10. Berat pasir awal = G 0 = 100 gram, berat pasir akhir = G 1

11. Menghitung kadar lumpur dengan Persamaan 3.1 berikut ini :

Kadar lumpur =

100 1 100 ´

(3.1)

a. Membandingkan dengan persyaratan PBI NI-2 1971, yaitu kadar lumpur maksimum 5%. Bila lebih dari 5% maka pasir harus dicuci terlebih dahulu agar dapat digunakan.

3.2.2.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus

Pasir sebagai agregat halus dalam pembuatan beton tidak boleh mengandung zat organik terlalu banyak karena akan mengurangi kekuatan dan keawetan beton

yang dihasilkan. Kandungan zat organik dalam pasir dapat diteliti melalui percobaan Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai PBI NI-2 1971.

a. Tujuan : Mengetahui kadar zat organik dalam pasir.

b. Alat dan bahan :

1. Pasir kering oven

2. Larutan NaOH 3%

3. Gelas ukur 250 cc

c. Cara Kerja :

1. Mengambil pasir kering oven sebanyak 130 cc ke dalam gelas ukur.

2. Menuangkan NaOH 3% hingga volume mencapai 200 cc.

3. Mengocok selama 10 menit.

4. Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.

5. Mengamati warna air yang ada pada gelas ukur.

commit to user

3.2.2.1.3. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Gradasi agregat halus adalah distribusi dari ukuran butiran agregat halus. Bila butiran agregat seragam maka akan tebentuk volume pori yang besar. Sebaliknya bila butiran agregat bervariasi maka akan tebentuk volume pori yang kecil dalam beton karena butiran yang kecil akan mengisi pori di antara butiran yang besar.

Hal ini dapat diartikan kemampatannya tinggi. Dengan kemampatannya yang tinggi maka akan mengurangi bahan pengikat sebab volume porinya sedikit.

a. Tujuan : Mengetahui variasi ukuran butiran pasir dan presentase modulus kehalusannya.

b. Alat dan bahan :

1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36

mm; 1.18 mm; 0.60 mm; 0.30 mm; 0.15 mm dan pan.

2. Mesin penggetar.

3. Neraca.

4. Pasir kering oven 3000 gram.

c. Cara Kerja :

1. Menyiapkan pasir yang telah dioven sebanyak 300 gram

2. Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang terbawah adalah pan.

3. Memasukkan pasir ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup rapat.

4. Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar.

5. Memindahkan pasir yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ke dalam cawan lalu ditimbang.

6. Menghitung persentase berat pasir tertinggal pada masing-masing ayakan.

7. Menghitung modulus kehalusan pasir dengan Persamaan 3.2 berikut ini :

commit to user

Modulus kehalusan pasir =

(3.2)

Dimana : a= ∑ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan. b= ∑ persentase kumulatif berat pasir yang tertinggal.

3.2.2.1.4. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus

Mengetahui sifat-sifat bahan penyusun campuran beton mutlak diperlukan dalam pelaksanaan konstruksi. Salah satunya adalah berat jenis agregat penyusun yang merupakan variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran beton.

Dengan diketahuinya variabel tersebut maka dapat dihitung volume pasir yang diperlukan.

a. Tujuan :

1. Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering dengan volume pasir total.

2. Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.

3. Mengetahui apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir kering dengan volume butir pasir.

4. Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir kering.

b. Alat dan bahan :

1. Cawan

2. Volumetric flash.

3. Conical mould

4. Neraca

5. Pasir kering oven

commit to user

c. Cara Kerja :

1. Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :

a) Mengambil pasir yang telah disediakan.

b) Memasukkan pasir dalam conical mould sampai 1/3 tinggi,

kemudian ditumbuk dengan temper sebanyak 15 kali.

c) Memasukkan lagi pasir ke dalam conical mould sampai 2/3 tinggi, kemudian ditumbuk lagi dengan temper sebanyak 15 kali.

d) Memasukkan lagi pasir sampai penuh dan ditumbuk lagi sebanyak

15 kali.

e) Memasukkan pasir lagi sampai penuh kemudian diratakan

permukaannya.

f) Mengangkat conical mould sehingga pasir akan merosot. Bila penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau 2,5 cm maka pasir tersebut sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).

g) Mengambil pasir dalam keadaan SSD sebanyak 500 gram.

2. Memasukkan pasir tersebut ke dalam volumetric flash kemudian

tambahkan aor samai penuh dan diamkan selama 24 jam.

3. Menimbang volumetric flash yang berisi pasir dan air tersebut, setelah 24 jam (e).

4. Mengeluarkan pasir dari volumetric flash dan masukkan ke cawan degnan membuang air terlebih dahulu. Jika dalam cawan masih ada air keluarkan dengan menggunakan pipet.

5. Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 110 o C selama 24 jam.

6. Mengisi volumetric flash yang telah kosong dan bersih dengan air sampai penuh dan menimbangnya (d).

7. Mendiamkan pasir yang telah dioven sampai mencapai suhu ruang kemudian menimbang pasir tersebut (c).

8. Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan 3.3 s.d 3.6 sebagai berikut :

commit to user

+ 500 -

Bulk specific gravity SSD =

Apparent specific gravity =

3.2.2.2. Agregat Kasar

3.2.2.2.1. Pengujian Gradasi Agregat Kasar

Gradasi agregat kasar adalah distribusi dari ukuran butiran agregat kasar. Bila butiran agregat kasar seragam maka akan terbentuk volume pori yang besar. Sebaliknya bila butiran agregat bervariasi maka akan terbentuk volume pori yang kecil dalam beton karena butiran yang kecil akan mengisi pori diantara butiran yang besar.

Hal ini dapat diartikan kemampatannya tinggi. Dengan kemampatannya yang tinggi maka akan mengurangi bahan pengikat sebab volume porinya sedikit.

a. Tujuan : Mengetahui variasi ukuran butiran kerikil dan presentase modulus kehalusannya.

b. Alat dan bahan :

1. Satu set ayakan dengan susunan diameter lubang 50 mm; 38.1 mm; 25.4 mm; 19.0 mm; 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm; 2.36 mm; 1.18 mm; 0.85 mm dan pan.

2. Mesin penggetar.

3. Neraca.

4. Agregat kasar kering oven 3000 gram.

commit to user

1. Menyiapkan agregat kasar yang telah dioven sebanyak 3000 gram.

2. Memasang ayakan dengan susunan sesuai urutan besar lubang dan yang terbawah adalah pan.

3. Memasukkan agregat kasar ke dalam ayakan teratas kemudian ditutup rapat.

4. Memasang ayakan terisi tersebut pada mesin penggetar dan digetarkan selama 5 menit, kemudian susunan ayakan diambil dari mesin penggetar

5. Memindahkan agregat kasar yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ke dalam cawan lalu ditimbang.

6. Menghitung persentase berat agregat kasar tertinggal pada masing-masing ayakan.

7. Menghitung modulus kehalusan agregat kasar dengan Persamaan 3.7 : Modulus kehalusan kerikil =

f (3.7)

Dimana : f = ∑ persentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal selain di

dalam pan. g= ∑ persentase berat kerikil yang tertinggal

3.2.2.2.2. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar

Mengetahui sifat-sifat bahan penyusun campuran beton mutlak diperlukan dalam pelaksanaan konstruksi. Salah satunya adalah berat jenis agregat penyusun yang merupakan variabel yang sangat penting dalam merencanakan campuran beton. Dengan diketahuinya variabel tersebut maka dapat dihitung volume agregat yang diperlukan.

a. Tujuan :

1. Mengetahui bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat agregat

kasar dalam kondisi kering dengan volume agregat kasar total.

2. Mengetahui bulk specific gravity SSD (Saturated Surface Dry), yaitu perbandingan antara berat agregat kasar jenuh kondisi kering permukaan

dengan volume agregat kasar total.

commit to user

agregat kasar kering degnan volume butir agregat kaar.

4. Mengetahui daya serap air (absorbtion), yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat agregat kasar kering.

b. Alat dan bahan :

1. Oven

2. Bejana dan container

3. Air

4. Neraca.

5. Agregat kasar

c. Cara Kerja :

1. Mencuci agregat lalu dimasukkan dalam oven dengan suhu 110 o C selama 24 jam.

2. Mengambil agregat kasar kering lalu ditimbang sebanyak 3000 gram dan didiamkan hingga mencapai suhu ruang (h).

3. Merendam agregat kasar dalam air selama 24 jam, lalu dikeringkan dengan kain lap agar permukaan agregat kering, kemudian menimbang agregat tersebut (i).

4. Memasang container pada neraca, lalu menuangkan container dalam bejana hingga container terendam seluruhnya dan mengatur posisi agar

neraca seimbang.

5. Memasukkan agregat kasar dalam container hingga seluruhnya terendam air.

6. Menimbang agregat kasar tersebut (j).

7. Menganalisa hasil pengujian dengan Persamaan 3.8 s.d 3.11 sebagai berikut :

Bulk specific gravity =

(3.8)

Bulk specific gravity SSD =

(3.9)

Apparent specific gravity =

(3.10)

commit to user

3.2.2.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar

Agregat kasar harus tahan terhadap gaya aus, bagian yang hilang karena aus tidak boleh dari 50%.

a. Tujuan : Mengetahui daya tahan agregat kasar terhadap keausan.

b. Alat dan bahan :

1. Mesin Los Angeles dan bola baja

2. Ayakan

3. Neraca.

4. Agregat kasar

c. Cara Kerja :

1. Mencuci agregat kasar dari kotoran dan debu yang melekat, kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 110 o

C selama 24 jam.

2. Mengambil agregat kasar dari oven dan membiarkannya hingga suhu kamar kemudian mengayak dengan ayakan 12.5 mm; 9.5 mm; 4.75 mm. Dengan ketentuan : lolos ayakan 12.5 mm dan tertampung 9.5 mm sebanyak 2.5 kg. Lolos ayakan 9.5 mm dan tertampung 4.75 mm sebanyak 2.5 kg.

3. Memasukkan agregat kasar yang sudah diayak sebanyak 5 kg ke mesin Los Angeles (k).

4. Mengunci lubang mesin Los Angeles rapat-rapat lalu menghidupkan

mesin dan mengatur perputaran mesin sampai 500 kali putaran.

5. Mengeluarkan agregat kasar lalu disaring menggunakan saringan 2.36 mm (l).

6. Menganalisa persentase berat benda uji yang hilang dengan Persamaan

3.12 : Persentase berat yang hilang =

100 %

(3.12)

commit to user

Perhitungan rancang campur beton bertujuan untuk menentukan proporsi campuran berat semen, agregat halus, agregat kasar bahan tambah lumpur Lapindo dan pasir Merapi dan air sehingga mendapatkan campuran yang berkualitas baik sesuai dengan yang direncanakan.

Penelitian ini menggunakan rancang campur beton yang mengacu pada peraturan SK.SNI .T-15-1990-03 dengan kuat tekan (f’c) target 35 MPa, adapun langkah- langkah pokoknya sebagai berikut :

a. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu dan

nilai standar deviasi (s) berdasarkan hasil pengalaman praktek pelaksana.

b. Menghitung nilai tambah (margin) (M) dengan rumus berikut :

M=k.S d Dengan : M = nilai tambah, MPa

k = 1,64 S d = deviasi standar, MPa

c. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) dengan rumus :

f’cr

= f’c + M

dengan : f’cr

= kuat tekan rata-rata, MPa

f’c

= kuat tekan yang disyaratkan, MPa

= nilai tambah, MPa

d. Menetapkan jenis semen Portland.

e. Menentukan jenis agregat, berupa agregat alami atau batu pecah berdasarkan Tabel 3.1 Tabel 3.1 Perkiraan Kuat Tekan Beton (MPa).

Jenis

Semen

Jenis Agregat

Kasar

Umur (hari)

3 7 28 91

I, II, III

Alami 17 23 33 40 Batu pecah 19 27 37 45

III

Alami 21 28 38 44

Batu pecah 25 33 44 48

commit to user

dan kuat tekan rata-rata.

g. Menetapkan faktor air-semen maksimum berdasarkan Tabel.3.2.

Tabel 3.2 Persyaratan Faktor Air-Semen Maksimum Untuk Berbagai

Pembetonan dan Lingkungan Khusus.

Jenis Pembetonan FAS Maksimum Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi

0,60 0,52

Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

0,55 0,60

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti

b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

0,55 Lihat Tabel 3.2.a Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut Lihat Tabel 3.2.b

h. Menentukan nilai slump.

i. Menetapkan besar butir agregat maksimum. j. Menetapkan jumlah air yang diperlukan per meter kubik beton, berdasarkan

ukuran maksimum agregat, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan. Tabel 3.3 Perkiraan Kebutuhan Air Per Meter Kubik Beton (liter)

Besar Ukuran Maks. Kerikil (mm)

Jenis Batuan

Slump (mm)

0 − 10 10 − 30 30 − 60 60 − 180

10

Alami 150 180 205 225 Batu pecah 180 205 230 250

20

Alami 135 160 180 195 Batu pecah 170 190 210 225

40

Alami 115 140 160 175 Batu pecah 155 175 190 205

commit to user

berdasarkan Tabel 3.4. Tabel 3.4 Kebutuhan Semen Minimum Untuk Berbagai Pembetonan dan

Lingkungan Khusus. Jenis Pembetonan

Semen Minimum (kg/m 3 beton) Beton di dalam ruang bangunan :

a. Keadaan keliling non-korosif

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh kondensasi atau uap korosi

275 325

Beton di luar ruang bangunan :

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

b. Terlindung dari hujan dan terik matahari langsung

325 275

Beton yang masuk ke dalam tanah :

a. Mengalamai keadaan basah dan kering berganti-ganti

b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah

325 Lihat Tabel 3.4.a Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar/payau/laut

Lihat Tabel 3.4.b

l. Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 3.5 berikut :

Tabel 3.5 Daerah Gradasi Agregat Halus Lubang Ayakan (mm)

Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan

10 100 100 100 100 4,8 90 – 100 90 - 100 90 - 100 95 – 100 2,4 60 – 95 75 - 100 85 - 100 95 – 100 1,2 30 – 70 55 - 90 75 - 100 90 – 100

0,6 15 – 34 35 - 59 60 - 79 80 – 100 0,3 5 – 20 8 - 30 12 - 40 15 – 50

0,15 0 – 10 0 - 10 0 - 10 0 – 15

commit to user

n. Menghitung nilai berat jenis agregat campuran dengan rumus : Bj. Camp =

Dengan : Bj. Camp

= berat jenis agregat campuran

bj. ag. halus = berat jenis agregat halus bj. ag. Kasar = berat jenis agregat kasar P

= persentase agregat halus terhadap agregat campuran K

= persentase agregat kasar terhadap agregat campuran o. Menghitung kebutuhan agregat campuran dengan rumus : W pasir + kerikil =W beton - kebutuhan air – kebutuhan semen p. Menghitung berat agregat halus yang diperlukan dengan rumus : W pasir = (Persentase agregat halus) x W pasir + kerikil q. Menghitung berat agregat kasar yang diperlukan dengan rumus : W kerikil =W pasir + kerikil -W pasir

3.2.4. Pengujian Nilai Slump

Slump beton adalah besaran kekentalan (viscosity)/plastisitas dan kohesif dari beton segar. Menurut SK-SNI M-12-1989-F, cara pengujian nilai slump adalah sebagai berikut :

a. Membasahi cetakan dan pelat.

b. Meletakkan cetakan diatas pelat dengan kokoh.

c. Mengisi cetakan sampai penuh dengan 3 lapisan, tiap lapis berisi kira-kira 1/3 isi cetakan, kemudian setiap lapis ditusuk dengan tongkat pemadat sebanyak

25 kali tusukan secara merata.

d. Segera setelah selesai penusukan, meratakan permukaan benda uji dengan tongkat dan menyingkirkan semua sisa benda uji yang ada disekitar cetakan.

e. Mengangkat cetakan perlahan-lahan tegak lurus keatas.

f. Mengukur slump yang terjadi.

commit to user

Gambar 3.1 Pengujian nilai slump

3.3. Benda Uji

Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk balok dengan panjang 1300 mm x 250 mm x 350 mm dan sambungan hollow beton dengan ukuran 400 mm x 250 mm x 350 mm.

3.3.1. Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menyiapkan cetakan/bekisting dan melumasi sisi dalamnya dengan oli.

b. Mengisi cetakan dengan adukan lalu dipadatkan dengan vibrator atau tongkat besi.

commit to user

Jenis Uji

Bentuk Sampel

Kode Sampel

Variasi Kadar Pozzolan

Lumpur Lapindo

(%)*

Variasi Kadar Pasir Merapi (%)**

Jumlah Sampel

Kuat Lentur

Balok 3 meter

Balok Utuh (BU)

Balok 1,3 x 0,25 x 0,35

Balok dengan sambungan hollow

Balok 1,4 x 0,25 x 0,35

Balok dengan sambungan pelat

baja (BSB)

Balok 0,4 x 0,25 x 0,35

Balok Hollow

Beton (BHB)

* merupakan % dari berat semen ** merupakan % dari berat agregat halus

3.3.2. Alat

Dalam penelitian ini diperlukan berbagai macam alat untuk mendukung pelaksanaannya. Alat pokok yang digunakan diantaranya adalah :

a. Timbangan dengan kapasitas 150 kg digunakan untuk mengukur berat semen dan agregat sebelum dicampur dan neraca halus dengan kapasitas 5 kg untuk pengujian agregat halus.

b. Gelas ukur dengan kapasitas 2000 ml untuk mengukur air sebagai bahan susun.

c. Oven dengan temperatur 220 o

C, daya listrik 1500 W, digunakan untuk mengeringkan material agregat halus dan agregat kasar.

d. Conical mould dengan ukuran diameter atas 3.8 cm, diameter bawah 20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja yang ujungnya ditumpulkan

commit to user

agregat halus sudah dalam keadaan SSD atau belum.

e. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38,1 mm; 25mm; 19 mm; 12,5 mm; 4,75 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; pan dan mesin penggetar ayakan (vibrator) digunakan untuk pengujian gradasi agregat halus dan agregat kasar.

f. Mesin Los Angeles digunakan untuk uji keausan agregat kasar.

g. Kerucut Abrams dari baja dengan ukuran diameter atas 10 cm, diameter awah

20 cm, tinggi 30 cm lengkap dengan tongkat baja penusuk dengan ukuran panjang 60 cm, diameter 16 mm digunakan untuk mengukur niali slump adukan beton.

1. Cetakan benda uji dari baja dengan ukuran diameter 150 mm, dan tingginya 300 mm digunakan untuk mencetak benda uji silinder beton untuk keperluan uji kuat tekan.

h. Bak air untuk merendam (merawat) benda uji selama perawatan.

i. Alat bantu lainnya seperti cetok semen, ember. j. Compression Testing Machine dengan kapasitas 2000 kN digunakan untuk

pengujian kuat tekan beton dan extensometer untuk menghitung regangan. k. Tungku dengan bahan bakar solar untuk pengapian yang bisa mencapai suhu

1500º C untuk pembakaran lumpur lapindo. l. Pengaduk campuran beton (mixer listrik) untuk mengaduk campuran beton

dengan mesin. m. Ayakan no.200 dan pan untuk mengayak lumpur lapindo. n. Alat tumbuk silinder besi untuk menumbuk lumpur lapindo.

1. Alat tulis

2. Pengg aris

3. Form ulir penelitian

4. Stopw atch ,dll

commit to user

3.3.3. Baha n

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Semen Portland tipe I (OPC).

b. Air.

c. Pasir letusan gunung merapi dengan variasi 100% sebagai agregat halus.

d. Kerikil sebagai agregat kasar.

e. Pozzolan lumpur Lapindo dengan variasi 5%, sebagai pengganti sebagian semen.

f. Serat kawat ban bekas yang berupa bendrat dengan variasi 0,7% panjang 2,5 cm sebagai bahan tambah.

g. Sukrosa, tetes tebu dan gula dengan masing-masing variasi 0,005%, 0,015% dan 0,01%.

3.4. Tahap dan Prosedur Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini harus dilaksanakan dalam sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu pelaksanaan percobaan dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :

a. Tahap I (Tahap Persiapan) Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan

terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.

b. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan)

commit to user

agregat kasar, pasir Merapi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan yang akan digunakan. Selain itu juga untuk mengetahui apakah bahan yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan atau tidak. Hasil dari pengujian ini nantinya juga digunakan sebagai data rencana campuran adukan beton.

c. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)

1) Penetapan campuran adukan beton ringan dengan metode Department of Environment.

2) Pembuatan adukan beton.

3) Pemeriksaan nilai slump.

4) Pembuatan benda uji.

d. Tahap IV (Tahap Perawatan Benda Uji/Curing) Pada tahap ini dilakukan perawatan terhadap benda uji yang telah dibuat pada

tahap III. Perawatan dilakukan dengan cara merendam benda uji pada hari kedua selama 7 hari di dalam air, kemudian dikeluarkan dari air dan ditutup dengan karung goni yang setiap hari disiram air. Perawatan ini dilakukan sampai benda uji berumur 21 hari. Kemudian beton diangin-anginkan hingga waktu dilakukan pengujian terhadap benda uji yaitu pada umur 28 hari.

e. Tahap V (Tahap Pengujian Benda Uji) Pada tahap ini dilakukan pengujian pull setelah sampel beton mencapai umur

28 hari.

f. Tahap VI (Tahap Analisa Data) Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk

mendapatkan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

commit to user

Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis yang

tujuan peneliti.

commit to user

Perhitungan Rancang Campur (Mix Design)

Pembuatan dan perawatan benda uji

Pembuatan Adukan Beton

Pelepasan benda uji dari cetakan

Pengujian benda uji

Balok utuh, balok sambungan hollow beton,

dan balok sambungan plat baja

Tahap I

Tahap II

Tahap III

Tahap IV

Tahap V

Tahap VI

Agregat Halus

Bahan Tambah Berupa Pozzolan Lumpur Lapindo

Air

Uji Bahan: - kadar lumpur - kadar organik

- spesific gravity - gradasi

Pengujian slump Ya

Tidak

commit to user

Gambar 3.2 Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian

3.5. Pengujian Kuat Lentur

Pengujian dilakukan bertujuan untuk mengetahui nilai kuat lentur yang terjadi pada elemen balok dengan benda uji yang berupa balok beton dengan ukuran 3000 mm x 350 mm x 250 mm dengan panjang bentang digunakan 3000 mm. Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar ASTM C 78, yaitu metode pengujian kuat lentur beton dengan bentang terbagi dua akibat adanya tumpuan yang bekerja pada tiap jarak 1/3 bentang (Third Point Loading).

Langkah-langkah pengujian kuat lentur beton :

1. Menyiapkan benda uji beton yang akan diuji.

2. Meletakkan benda uji pada alat uji lentut dengan posisi mendatar.

3. Memutar jarum petunjuk tepat pada titik nol, kemudian menghidupkan alat.

4. Penekanan dimulai ditandai dengan bergeraknya jarum penunjuk pada piringan ukur.

5. Jarum penunjuk terdiri dari dua buah jarum yang berhimpitan. Ketika beban masksimum yang dapat ditahan beton terlampaui, maka benda uji

akan hancur. Di saat itulah jarum penunjuk beban akan kembali ke titik

Tahap VIII

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Tahap VII

Selesai

commit to user

menunjuk pda beban maksimum yang terjadi.

6. Pembacaan dan pencatatan dilakukan tiap perubahan penambahan beban selanjutnya mencatat besarnya beban maksimum yang terjadi.

Gambar 3.3 Pengujian kuat lentur benda uji balok utuh.

Gambar 3.4 Pengujian kuat lentur benda uji dengan sambungan hollow beton.

commit to user

Gambar 3.5 Pengujian kuat lentur benda uji dengan sambungan plat baja

Gambar 3.6 Proses pengujian kuat lentur

commit to user

LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan

2.1.1. Beton

Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu yang kemudian membentuk massa yang padat. Dari bahan- bahan pembentuk beton tersebut semen merupakan bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat (Chiu-Kia Wang, 1986).

Beton mempunyai kecenderungan berisi rongga akibat adanya gelembung- gelembung udara yang terbentuk selama atau setelah pencetakan. Hal ini penting, terutama untuk memperoleh campuran yang mudah dikerjakan maka diperlukan air yang lebih daripada yang dibutuhkan pada persenyawaan kimia dan air. Air ini menggunakan ruangan dan bila kemudian kering akan meninggalkan rongga- rongga udara sehingga akan menyebabkan beton berpori. Dapat ditambahkan bahwa selain air yang mengawali pemakaian ruangan dan kelak menjadi rongga, terjadi juga rongga-rongga udara langsung pada prosentase yang kecil (Murdock, 1991 : 23 ).

Beton yang paling padat dan kuat diperoleh dengan menggunakan jumlah air yang minimal konsisten dengan derajat workabilitas yang dibutuhkan untuk memberikan kepadatan maksimal. Derajat kepadatan harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan cara pemadatan dan jenis konstruksi, agar terhindar dari kebutuhan akan pekerjaan yang berlebihan dalam mencapai kepadatan maksimal (Murdock, 1991 : 97).

commit to user

diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air, agregat (dan kadang – kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Kekuatan, keawetan dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan dasar tersebut di atas, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan dan cara perawatan selama proses pengerasan (Tjokrodimuljo, 1996).

Beton banyak digunakan sebagai struktur bangunan karena mempunyai banyak keuntungan, diantaranya :

a. Sebagian bahan pembentuknya didapat dari daerah setempat, kecuali semen Portland , sehingga harga relatif murah.

b. Beton sangat tahan terhadap aus dan juga tahan api/kebakaran.

c. Beton dapat dibentuk sesuai keinginan dalam berbagai ukuran.

d. Tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dan biaa pemeliharaan relatif murah.

e. Beton sangat kuat dalam menahan desak, serta mempunyai sifat tahan terhadap pengkaratan maupun pembusukkan oleh kondisi lingkungan.

Namun beton juga mempunyai kelemahan yang perlu ditinjau oleh perencana dalam merencanakan strukutur bangunan, antara lain :

a. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu sering diberi baja tulangan.

b. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton.

c. Apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar, beton akan mengembang dan menyusut.

d. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung dan didetail secara seksama agar setelah dikompositkan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail.

commit to user

Semen merupakan suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yaitu bahan ikat. Fungsi semen yaitu untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan juga mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat. Semen yang dimaksud di dalam konstruksi beton adalah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan air dan lebih dikenal dengan nama semen hidraulik (Hydraulic Cement). Salah satu jenis semen hidraulik yang biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen Portland.

Semen Portland dibuat dengan membakar secara bersamaan campuran dari calcareous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina) dengan perbandingan tertentu apada suhu 1300 o -1550 o

C sehingga menjadi clinker. Kemudian didinginkan dan

dihaluskan secara mekanis samapai menjadi bubuk dan biasanya ditambahkan

bahan tambahan berupa gips atau kalsium sulfat (CaSO 4 ) kira-kira 2 sampai 4 persen.

commit to user

Pada umumnya semen diklasifikasikan menjadi 5 jenis semen, seperti yang tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jenis-jenis Semen Portland

Jenis semen Karakteristik Umum

Jenis I Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus

Jenis II Semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

Jenis III Semen Portland yang penggunaannya memerlukan persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah

pengikatan.

Jenis IV Semen Portland yang penggunaannya menuntut panas hidrasi rendah.

Jenis V Semen Portland yang penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

Sumber : Wuryati Samekti, (2001:8) Dalam pedoman beton 1989 disyaratkan dalam pembuatan beton harus memenuhi syarat-syarat SNI 0013-18 ”Mutu dan Cara Uji Semen”. Dalam penelitian ini digunakan semen jenis I yang digunakan untuk tujuan umum.

2.1.2.1. Ordinary Portland Cement (OPC)

Semen Portland Tipe I. Dikenal pula sebagai ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum,

seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, antara lain : bangunan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.

commit to user

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60% - 80% dari volume mortar atau beton. Meskipun hanya sebagai bahan pengisi, tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton.

Berdasarkan ukuran butirannya, agregat yang dipakai beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Agregat kasar, adalah agregat yang butirannya berkisar antara 5 mm sampai

40 mm.

b. Agregat halus, adalah agregat yang butirannya berkisar antara 0,15 mm sampai 5 mm. Dalam peneltian ini digunakan pasir dari letusan gunung Merapi sebagai agregat halus dan kerikil sebagai agregat kasar.

2.1.3.1. Agregat Halus

Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam hasil disintegrasi alami dari batu-batuan alam (natural sand) atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari alat-alat pemecah batuan (artificial sand) dengan ukuran kecil (0,15 mm- 5 mm) atau lebih kecil dari 4,74 mm (SK SNI T-15-1991). Agregat halus harus memenuhi persyaratan gradasi agregat halus yang telah ditentukan. Syarat-syarat agregat halus sesuai standar PBI 1971/NI-2 Pasal 3.3, adalah sebagai berikut :

a. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal artinya tidak pecah dan hancur oleh cuaca.

b. Bersih, bila agregat halus diuji dengan pencuci khusus. Tinggi endapan pasir yang kelihatan dibandingkan dengan tinggi seluruh endapan tidak kurang dari 70%.

commit to user

terhadap berat kering). Bila kadar lumpur melampui batas 5% maka agregat harus dicuci dahulu sebelum digunakan pada campuran.

d. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. Sehingga harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-Harder (dengan larutan NaOH 3%). Cairan hasil penambahan larutan NaOH 3% tidak boleh berwarna gelap, karena hal ini menandakan agregat mengandung bahan organik yang banyak dan dapat menurunkan kekuatan beton.

e. Angka kehalusan fineness modulus terletak antara antara 2,2 – 3,2.

f. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam dan apabila diayak, harus memenuhi syarat-syarat berikut :

1) Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.

2) Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.

3) Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% sampai 90% berat.

g. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk lembaga paemeriksaan bahan yang diakui.

Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat dalam Tabel 2.3. Tabel 2.2. Persyaratan Gradasi Agregat Halus ASTM C 33-74a

Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos (%)

Sumber : Murdock & Brook (1979)

commit to user

Pasir yang terkandung dalam material vulkanik yang dimuntahkan gunung api, termasuk Gunung Merapi, merupakan pasir kualitas terbaik untuk bahan bangunan. Fungsi pasir gunung api sebenarnya sama dengan pasir biasa. Namun, kandungan silika (SiO) yang tinggi membuat kualitasnya menjadi sangat baik.

Dokumen yang terkait

4.1 Hasil Perancangan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Evaluasi Vertical Garden Bertema “Golden Year” = Design and Evaluation of “Golden Year” Themed Vertical Garden

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW

0 1 11

2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK 2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi d

0 1 21

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW

0 2 17

4. 1 Deskripsi Tempat Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi di Fakultas Teknologi Informasi U

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW

0 1 17

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator pada Sistem Adhesif untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Distribusi Maloklusi Skeletal Klas I, II dan III Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need Pada Pasien Periode Gigi Permanen Yang Dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU

0 0 19

IMPROVING STUDENTS’ READING COMPREHENSION ON NARRATIVE TEXT USING ANIMATION VIDEO (A Classroom Action Research at Eleventh Grade Students of MA Nahdlatul Muslimin Kudus in Academic Year 20132014) By RUFAIDA NAURIN NIM. 201032232

1 3 20

THE TEACHING AND LEARNING PROCESS OF READING COMPREHENSION TO STUDENTS WITH VISUAL IMPAIRMENT (A Descriptive Research at the Seventh and Eighth Grade of SMP YKAB Surakarta in 20122013Academic Year)

0 0 56