PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B SDN 11 METRO PUSAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh ANYTA MJ

Masalah penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat yang diketahui dari hasil observasi dari 24 orang siswa, hanya 7 orang siswa atau 29,17% yang sudah mencapai standar keberhasilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat dengan menggunakan model

cooperative learning tipe STAD.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan tes hasil belajar, alat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar panduan observasi dan soal-soal tes, kemudian dianalisis menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Siklus I persentase ketuntasan klasikal motivasi siswa 58,34% (cukup), siklus II meningkat 29,16% menjadi 87,50% (baik). Siklus I persentase ketuntasan klasikal afektif siswa 41,67% (cukup), pada siklus II meningkat 37,50% menjadi 79,17% (baik). Siklus I persentase ketuntasan klasikal psikomotor siswa 50% (cukup terampil), siklus II meningkat 41,67% menjadi 91,67% (terampil). Siklus I persentase ketuntasan klasikal kognitif siswa 54,16% (cukup), siklus II meningkat 29,18% menjadi 87,50 % (sangat baik). Kata kunci: hasil belajar, model cooperative learning tipe STAD, motivasi.


(2)

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN

MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B SDN 11 METRO PUSAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh Anyta MJ

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

i RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Hadimulyo Barat, Metro Pusat, Kota Metro, Propinsi Lampung, pada tanggal 22 Oktober 1994. Peneliti adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Muhammad Ridwan Salfa dan Ibu Juminten. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 11 Metro Pusat Kota Metro tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 6 Metro Utara Kota Metro pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Muhammadiyah 1 Metro Barat Kota Metro pada tahun 2011. Pada tahun 2011, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(7)

iii

PERSEMBAHAN

Rasa syukur kepada Allah Swt dan kerendahan hati, karya ini kupersembahkan untuk:

1. Ayahanda Muhammad Ridwan Salfa dan Ibunda Juminten tercinta yang selama ini telah berjuang, berkorban semuanya baik moril maupun materil, memberikan motivasi dan semangat untuk selalu belajar dan terus belajar sampai saat ini terimakasih atas segala kasih dan sayang serta pendidikan yang telah engkau berikan kepadaku yang tidak akan pernah anakmu ini dapat membalasnya. Anakmu hanya bisa berdo’a agar Allah selalu menyayangi dan mengasihimu sebagaimana engkau telah mengasihi dan menyayangiku dan adikku dari sejak kecil. Amin.

2. Adikku tercinta Muhammad Jordy Rum Royen, saudara-saudaraku yang selalu memberikan dukungan, motivasi agar lebih semangat untuk menyelesaikan tanggung jawab dan tugas skripsiku ini.


(8)

ii MOTTO

“Aku akan berjalan bersama mereka yang berjalan. Karena aku tidak akan berdiri diam sebagai penonton yang

menyaksikan perarakan berlalu” (Khailil Gibran)

“Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau sudah selesai(mengerjakan yang lain).

Dan berharaplah kepada tuhanmu. (Q.S Al Insyirah : 6-8)


(9)

iv SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat, hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV B di SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.Sc., Rektor Universitas Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk memajukan Universitas Lampung dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi PGSD dan juga membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat skripsi.

3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi


(10)

v

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd. Ketua Program Studi PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu kepada peneliti dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus PGSD tercinta.

5. Bapak Drs. Siswantoro, M. Pd. Koordinator Kampus B FKIP UNILA yang telah banyak memberikan arahan, saran-saran, dan masukan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Muncarno M.Pd. Dosen Pembimbing Utama sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan saran-saran berarti dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi.

7. Bapak Drs. Sarengat M.Pd. Dosen Pembimbing Pembantu dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak memberikan masukan dan saran berarti dalam penulisan skripsi bagi peneliti.

8. Ibu Dra. Nely Astuti, M.Pd. Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi bagi peneliti.

9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Basiran, S.Pd.SD. Kepala Sekolah SD Negeri 11 Metro Pusat, serta Dewan Guru dan Staf Administrasi yang telah membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini.

11. Ibu Mufidah, S.Pd.SD, wali kelas IV B sekaligus teman sejawat yang banyak membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.


(11)

vi

13. Siswa-siswi kelas IV B SD Negeri 11 Metro Pusat yang telah berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

14. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan, mahasiswa Program S-1 PGSD angkatan 2011, Adi, Meilani, Dona, Tsani, Fitri, Melina, Mba ana, Lita, Astri, Yuyun, Rois, Yuli, Riyan, Bowo, Mas Tm, Debi, Nila, Dessy, Dianty dan yang lainnya mahasiswa angkatan 2011 kelas B terimakasih kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, dan

15.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan dunia pendidikan khususnya ke SD-an.

Metro, April 2015 Peneliti

Anyta MJ


(12)

vii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran... ... 8

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 8

2. Model Cooperative Learning ... 9

a. PengertianModel Cooperative Learning ... 9

b. Jenis- jenis Cooperative Learning ... 10

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD .. 11

a. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD... 11

b. Langkah-langkah Model Cooperative Learning tipe STAD... 13

c. Kelebihan dan Kelemahan model Cooperative Learning tipe STAD... 15

B. Belajar dan Pembelajaran ... 16

1. Pengertian Belajar ... 16

2. Pengertian Pembelajaran ... 17

3. Motivasi Belajar ... 19

a. Pengertian Motivasi Belajar ... 19

b. Fungsi Motivasi Belajar ... 20

c. Jenis Motivasi Belajar ... 20


(13)

viii

E. Hipotesis Tindakan ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Prosedur Penelitian ... 29

B. Setting Penelitian ... 30

1. Tempat Penelitian ... 30

2. Waktu Penelitian ... 30

3. Subjek Penelitian ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 31

1. Tekni Non Tes ... 31

2. Teknik Tes ... 31

D. Alat Pengumpul Data ... 31

1. Lembar Observasi ... 31

2. Lembar Observasi Motivasi Siswa ... 35

3. Tes Hasil Belajar ... 37

E. Teknik Analisis Data ... 45

1. Data Kualitatif ... 45

2. Data Kuantitatif ... 46

F. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 47

Siklus I ... 47

Siklus II ... 53

G. Indikator Keberhasilan ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 54

B. Prosedur Penelitian ... 55

1. Refleksi Awal ... 55

2. Persiapan Pembelajaran ... 56

C. Hasil Penelitian ... 56

1. Siklus I ... 57

2. Siklus II ... 72

D. Pembahasan ... 86

1. Motivasi ... 86

2. Kinerja Guru ... 88

3. Hasil Belajar ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... ... 96


(14)

ix DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

2.1 Fase-fase model cooperative learning tipe STAD ... 14

3.1 Lembar observasi kegiatan mengajar guru ... 32

3.2 Deskripsi penilaian instrumen kerja guru ... 34

3.3 Lembar observasi motivasi siswa ... 35

3.4 Kriteria pemberian skor ... 36

3.5 Kategori motivasi ... 36

3.6 Format penilaian akumulasi observasi motivasi siswa ... 37

3.7 Lembar observasi hasil belajar kognitif siswa tiap siklus ... 38

3.8 Kriteria ketuntasan belajar ... 39

3.9 Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa dalam % ... 39

3.10 Indikator hasil belajar afektif ... 40

3.11 Instrumen penilaian sikap ... 40

3.12 Konversi afektif ... 41

3.13 Kriteria pemberian skor afektif ... 42

3.14 Lembar observasi hasil belajar psikomotor ... 42

3.15 Keterangan skor penilaian ... 43

3.16 Kategori hasil belajar psikomotor ... 44

4.1 Hasil motivasi belajar siswa siklus 1 ... 63

4.2 Hasil kinerja guru siklus 1 ... 64

4.3 Hasil belajar afektif siswa siklus 1 ... 65

4.4 Hasil belajar psikomotor siswa siklus 1 ... 67

4.5 Hasil belajar kognitif siswa siklus 1 ... 68

4.6 Penghargaan kelompok siswa siklus 1 ... 69

4.7 Hasil motivasi belajar siswa siklus II ... 78

4.8 Hasil kinerja guru silus II ... 79

4.9 Hasil belajar afektif siswa siklus II ... 80

4.10 Hasil belajar psikomotor siswa siklus II ... 81

4.11 Hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 82

4.12 Penghargaan kelompok siswa siklus II ... 83

4.13 Rekapitulasi motivasi belajar siswa ... 87

4.14 Rekapitulasi kinerja guru ... 89

4.15 Rekapitulasi hasil belajar afektif siswa ... 90

4.16 Rekapitulasi hasil belajar psikomotor siswa ... 91


(15)

x DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

3.1 Siklus penelitian tindakan kelas ... 30

4.1 Kenaikan motivasi belajar siswa ... 88

4.2 Kenaikan kinerja guru ... 90

4.3 Kenaikan hasil belajar afektif siswa ... 91

4.4 Kenaikan hasil belajar psikomotor siswa ... 93


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan pilar utama dalam pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat suatu bangsa, karena pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang diperlukan setiap manusia sebagai dasar guna membuka jendela pengetahuan agar dapat mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi yang dimiliki di dalam dirinya. Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin modern, maka persaingan dalam mencari kesejahteraan akan semakin terlihat. Saat ini pendidikan menjadi salah satu tuntutan wajib yang diterapkan di setiap negara.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi agar siswa memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi siswa dengan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Tahapan pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, tujuan


(17)

yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Sesuai dengan kurikulum yang baru, saat ini pembelajaran di SD mulai diarahkan pada kurikulum 2013, atau lebih sering disebut dengan pembelajaran tematik, yang di dalamnya menggabungkan beberapa pelajaran dalam satu tema yang masih memiliki saling keterkaitan antara mata pelajarannya.

Kurikulum 2013 dirancang untuk menyiapkan siswa dalam menghadapi tantangan dimasa depan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud (2013: 3) tujuan kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan insan Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia.

Tujuan utama kurikulum 2013 adalah proses pembelajaran dilakukan secara tematik terpadu, yaitu pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran yang saling berkaitan dalam satu tema yang saling berhubungan dengan kenyataan di lingkungan sekitar siswa agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kurikulum 2013 memunculkan gagasan dalam pembelajaran yang berbasis ilmiah (scientific). Suatu pendekatan dalam pembelajaran yang membelajarkan siswa untuk aktif dan kreatif terlibat dalam mengenal masalah, melakukan penyelidikan untuk menemukan fakta-fakta dan mencari solusi dari masalah yang terjadi. Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 ini, siswa diberi kesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuannya untuk berfikir


(18)

secara kreatif sehingga dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.

Menurut Mulyasa (2013: 65) pengembangan kurikulum difokuskan kepada pembentukan kompetensi dan karakter para siswa, berupa paduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan siswa sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara kontekstual.

Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa pada kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik (authentic assesment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif dengan ruang lingkup penilaian tidak hanya menilai siswa dari segi pengetahuan yang dimiliki, tetapi sikap (spiritual dan sosial) dan keterampilan siswa juga dinilai dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Penilaian dalam kurikulum 2013 tidak menerapkan adanya penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud (2013: 131) memberikan acuan yang dapat dijadikan standar keberhasilan dalam pembelajaran yaitu apabila secara individu siswa mendapat nilai ≥66 .

Hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas IV B tanggal 27 November 2014, SDN 11 Metro Pusat mengikuti acuan standar penilaian dari kemendikbud. Diketahui hasil belajar siswa kelas IV B masih rendah. Terlihat dari data yang diberikan oleh guru kelas, bahwa dari 24 orang siswa, hanya 7 orang siswa atau 29,17% yang sudah mencapai standar keberhasilan. Hal ini berarti belum mencapai ketuntasan secara klasikal dari standar keberhasilan yang dianjurkkan sebesar 75%.


(19)

Rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan oleh (1) belum diterapkannya model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, (2) rendahnya motivasi belajar siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah, (3) kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, (4) pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered) dan (5) dalam kegiatan belajar mengajar guru masih mengalami kendala karena kurangnya pemahaman dalam implementasi pendekatan

scientific.

Solusi untuk menanggulangi permasalahan tersebut, diperlukan model pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan mutu pembelajaran sehingga dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih berpartisipasi dalam mengemukakan ide-idenya serta aktif dalam pembelajaran. Salah satu model yang mampu mengaktifkan dan dipandang dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran adalah model

cooperative learning tipeSTAD.

Trianto, (2010: 56) model cooperative learning bernaung dalam teori konstruktivistik. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelmpok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

Model cooperative learning tipe STAD. Menurut Slavin (2005: 143) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sangat


(20)

sederhana, dan merupakan model yang baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. (Slavin 2005: 12) menyatakan model cooperative learning tipe STADmerupakan salah satu tipe cooperative yang menekankan pada adanya interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Berdasarkan permasalahan di atas, untuk memperbaiki kualitas pembelajaran maka peneliti mengambil judul “Penerapan Model

Cooperative Learning Tipe Student Team Achievement Division untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV B di SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperoleh beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar siswa. 2. Kurangnya motivasi belajar siswa.

3. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centered).

4. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan pendekatan scientific.


(21)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dikelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015?

2. Bagaimanakah penerapan model Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diperoleh tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa menggunakan model

Cooperative Learning tipe STAD dikelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD dikelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas IV B SDN 11 Metro Pusat diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain untuk:


(22)

1. Siswa

Dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bertema khususnya siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015 melalui model Cooperative Learning tipe STAD.

2. Guru

Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD guna meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif di kelas IV B SDN 11 Metro Pusat.

3. Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan model

Cooperative Learning tipeSTAD. 4. Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan peneliti dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe STAD sehingga akan tercipta guru yang profesional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran. Menurut Amri (2013: 4) model pembelajaran adalah sebagai suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.

Menurut Trianto (2010: 22) model pembelajaran adalah suatu perencanan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain.

Selanjutnya Hanafiah (2010: 41) menambahkan model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan prilaku siswa secara adaptif maupun generatif, model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar guru.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau kerangka pembelajaran yang akan digunakan oleh guru selama proses


(24)

pembelajaran agar dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

2. Model Cooperative Learning

a. Pengertian Model Cooperative Learning

Model pembelajaran sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran agar kegiatan pembelajaran memiliki tujuan dan lebih menarik. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model cooperative learning. Model cooperative learning adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam bentuk kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran.

Isjoni (2010: 16) mengatakan bahwa: cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak bekerjasama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

Selanjutnya Artzt & Newman (dalam Trianto, 2010: 56) menyatakan bahwa belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.

Depdiknas (Komalasari, 2011: 62) menyatakan bahwa


(25)

kelompok kecil siswa yang saling bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Johnson (dalam Isjoni, 2010: 17) yang mengungkapkan bahwa

cooperative learning adalah mengelompokan siswa ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa cooperative learning merupakan model pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok dimana siswa bekerjasama dengan teman-temannya untuk saling bertukar informasi dan gagasan untuk dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berfikir maupun keterampilan sosial.

b. Jenis- jenis Cooperative Learning

Prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi atau jenis dari model tersebut. Isjoni (2007: 51) mengungkapkan dalam model cooperative learning

terdapat beberapa variasi jenis-jenis model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya (1)

Student Team Achievement Division (STAD), (2) Jigsaw, (3)


(26)

Group Resum. Dari beberapa model pembelajaran terebut model yang banyak dikembangkan adalah model (STAD) dan Jigsaw.

Trianto (2010: 67) walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok, TGT, dan Pendekatan Struktural yang meliputi

Think Pair Share (TPS), Number Heads Together (NHT). Sedangkan menurut Suprijono (2013: 89) jenis-jenis model

cooperative learning diantaranya (a) Jigsaw , (b) Think Pair Share, (c) Number Heads Together, (d) Group Investigation, (e) Two Stay Two Stray, dan (f) Make A Match, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa model cooperative learning merupakan model pembelajaran secara berkelompok yang mempunyai berbagai macam variasi dalam pembelajarannya, sesuai dengan kebutuhan.

3. Model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division

a. Pengertian Model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)merupakan pembelajaran kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berpikir mandiri dan saling membantu dengan teman yang lain dalam pemecahan masalah untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Menurut Slavin,


(27)

(2005: 143) model cooperative learning tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran cooperative yang sangat sederhana, dan merupakan model yang baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan cooperative.

Menurut Huda (2014: 201) student team achievement division (STAD) merupakan salah satu strategi merupakan pembelajaran kooperatif yang didalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras dan etnis. Strategi ini pertama kali oleh robert slavin (1995) dan rekan-rekanya di Johns Hopkins University

Menurut Trianto (2009: 68) pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelmpok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, materi , kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok.

Menurut Slavin (2005: 143) menyatakan bahwa pada student team achievement division siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

Peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning

tipe STAD adalah model pembelajaran yang membantu siswa untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan memberikan informasi serta bertukar pikiran secara langsung, membantu diantara sesama dalam stuktur kerja sama yang teratur dalam


(28)

kelompok untuk memecahkan masalah sehingga dapat membentuk pembelajaran yang menyenangkan.

b. Langkah-langkah Model Cooperative Learning tipe STAD Langkah-langkah cooperative learning tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah cooperative learning yang terdiri beberapa tahapan atau fase.

Huda (2014: 202) menyatakan bahwa tahap dalam model

Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division, yakni:

1. Pengajaran, pada tahap pengajaran guru menyajikan materi pelajaran, biasanya dengan format ceramah-diskusi. Pada tahap ini guru mengajarkan siswa tentang apa yang akan mereka pelajari dan mengapa pelajaran tersebut penting.

2. Tim studi, pada tahap ini para anggota kelompok bekerja secara kooperatif untuk menyelesaikan lembar kerja dan lembar jawaban yang telah disediakan guru. 3. Tes, pada tahap ujian setiap siswa secara invidual

menyelesaikan kuis. Guru menilai kuis tersebut dan mencatat pemeroehan hasilnya saat itu serta hasil kuis pada pertemuan sebelumnya. Hasil dari tes individu akan diakumulasikan untuk skor tim mereka.

4. Rekognisi, setiap tim menerima penghargaan atau

reward bergantung pada nilai skor rata-rata tim. Misalnya, tim-tim yang memperoleh poin peningkatan dari 15 hinga 20 poin akan menerima sertifikat sebagai tim baik, tim yang memperoleh rata-rata poin peningkatan dari 21 hingga 24 akan menerima sertifikat tim hebat, sementara tim yang memperoleh poin 25 hinga 30 akan menerima sertifikat sebagai tim super. Adapun penghitungan skor perkembangan individu pada penelitian ini diambil dari penskoran perkembangan individu yang dikemukakan (Slavin 2005:163) seperti terlihat pada data berikut:


(29)

a. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal mendapat poin 0. b. 10 hingga 1 poin dibawah skor awal mendapat poin 10. c. Skor awal sampai 10 poin diatasnya mendapat poin 20. d. Lebih dari 10 poin diatas skor awal mendapat poin 30. e. Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok.

Tabel 2.1 Fase-fase model cooperative learning tipe STAD

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyajiakan atau menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase 5 Evaluasi

Fase 6

Memberikan penghargaan

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber: Ibrahim (dalam Trianto, 2014:71)

Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menggunakan langkah-langkah atau fase-fase cooperative learning tipe STAD menurut Ibrahim. Sehingga dalam pembelajaran siswa mampu


(30)

memberikan suasana yang berbeda dan dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa.

c. Kelebihan dan Kelemahan model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division

Setiap model pembelajaran tentunya mempunya kelebihan dan keterbatasan, termasuk model cooperative learning tipe STAD. Hendy (http//:hendygoblog.blogspot.com) mengemukakan bahwa kelebihan dan kelemahan model cooperative learning tipe STAD adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan model cooperative learning tipe STAD yaitu: (1) dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, (2) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (3) dapat meningkatkan kreativitas siswa, (4) dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa lain, (5) dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan, (6) dapat mengidentifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain, dan (7) dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan saling mengerti.

2. Kelemahan model cooperative learning tipe STAD yaitu: (1) setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada teman-temannya, (2) sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran

cooperative learning tipe STAD ini harus lengkap, dan (3) memerlukan banyak waktu.

Disimpulkan bahwa keunggulan model ini dapat dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dapat meningkatkan motivasi siswa. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain. Kelemahan dari model ini


(31)

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target pembelajaran.

B. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Winataputra, (2008: 1.8) belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan.

Amri (2013: 38) belajar merupakan tindakan dan prilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan yang ada dilingkungan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai prilaku belajar yang nampak dari luar.

Belajar yang cukup komprehensif menurut Bel-Glredler (dalam Winataputra 2008: 1.5) yang menyatakan belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competensies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian roses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal atau pendidikan nonformal. Kemampuan belajar inilah membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Belajar pada hakekatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan prilaku siswa secara


(32)

konstruktif. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untruk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku, baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan siswa yang bertujuan mendapatkan sebuah ilmu dibangun dan terbentuk oleh siswa itu sendiri, serta pengalaman yang diperolehnya. Proses belajar sendiri dapat terjadi dimana saja, baik di lingkungan sekolah maupun dilingkungan masyarakat.

2. Pengertian Pembelajaran

Di dalam kegiatan belajar tentunya terdapat sebuah poses yang dinamakan pembelajaran, yaitu kegitan yang di dalamnya terjadi suatu interaksi antara pemberi dan penerima informasi untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Sudjana (dalam Amri, 2013: 28), pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan siswa melakukan kegiatan belajar. Rusmono (2012: 6) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi terciptanya suatu kegiatan


(33)

belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang memadai.

Menurut Winataputra (2008: 1.18) Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran merupakan upaya sistematis dan sistemik untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan proses belajar maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan jenis hakikat, dan jenis belajar serta hasil belajar tersebut. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tetapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran. Proses belajar terjadi juga dalam konteks interaksi sosial-kultural dalam lingkungan masyarakat.

Menurut Wenger (dalam Huda, 2014: 2), pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan agar terciptanya suatu interaksi antara pengajar dan siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu pengalaman belajar yang berpengaruh pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

3. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi tertentu yang menyegerakan siswa untuk melaksanakan apa yang ingin dilakukan. Menurut Hanafiah (2010: 26) motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong


(34)

kuat dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan prilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Sedangkan menurut Dimyati (2013: 43) motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat cenderung tertarik perhatiannya sehingga menimbulkan motivasi untuk mempelajari sesuatu.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu kekuatan atau dorongan baik dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa yang dapat menambah minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran, semangat siswa untuk melakukan tugas belajar, tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas belajar, dan rasa senang dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

b. Fungsi Motivasi Belajar

Siswa memiliki motivasi belajar yang berbeda sesuai dengan pengaruh internal dan eksternal siswa itu sendiri, berikut ini merupakan beberapa fungsi dari motivasi :

Menurut Hanafiah (2010: 26) ada 4 fungsi motivasi yaitu sebagai berikut:

1. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar siswa.

2. Motivasi merupakan alat untuk memengaruhi prestasi belajar siswa.

3. Motivasi merupakan alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. 4. Motivasi merupakan alat untuk membangun


(35)

Menurut Sardiman (2011: 85) adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Adanya usaha yang tekun dan terutama didasari adanya motivasi, maka seseorang yang belajar itu akan melahirkan prestasi yang baik.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi motivasi yaitu sebagai pendorong dan penggerak siswa untuk lebih baik lagi dalam belajar sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Motivasi yang baik yaitu motivasi yang timbul dari diri siswa itu sendiri.

c. Jenis Motivasi Belajar

Dalam motivasi belajar siswa terdapat beberapa jenis motivasi, berikut ini merupakan beberapa jenis motivasi :

Menurut Hanafiah (2010: 26) ada dua jenis motivasi yaitu : (a) motivasi instrinsik, yaitu motivasi yang datangnya secara alami atau murni dari diri siswa itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri dari lubuk hati yang paling dalam, dan (b) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya disebabkan faktof-faktor di luar diri siswa, seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya, hadiah, kompetisi sehat antar siswa, hukuman, dan sebagainya. Sedangkan menurut Biggs dan Telfer (dalam Amri 2013: 26) ada empat motivasi belajar siswa, antara lain :

1. Motivasi instrumental

Siwa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari hukuman.

2. Motivasi sosial

Siswa belajar untuk penyelenggaraan tugas, dalam hal ini keterlibatan siswa pada tugas menonjol.

3. Motivasi berprestasi

Siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkan.

4. Motivasi intrinsik


(36)

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa jenis-jenis motivasi belajar yaitu : (a) motivasi yang datangnya secara alami atau murni dari diri siswa itu sendiri, dan (b) motivasi yang datangnya disebabkan faktof-faktor di luar diri siswa seperti untuk penyelenggaraan tugas, atau karena adanya hadiah atau menghindari hukuman.

4. Hasil Belajar

Proses belajar mengajar memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya yang tentu menginginkan sebuah perubahan yang memuaskan sebagai hasil dari belajar. Pada kegiatan akhir dalam proses pembelajaran adalah proses evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Hasil belajar menurut Gagne & Briggs (dalam Suprihatiningrum, 2013: 37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.

Sedangkan Reigluth (dalam Suprihatiningrum, 2013: 37) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda. Ia juga mengatakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja).

Poerwanti (2009: 1.37) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kualitas pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran, untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat digunakan soal-soal tes hasil belajar siswa, guru diharuskan memberi kuantitas yang berupa angka-angka pada


(37)

kualitas dari suatu gejala yang bersifat abstrak. Pengukuran hasil belajar pada penelitian ini menggunakan teknik tes berupa soal-soal tes hasil belajar yang harus dikerjakan oleh siswa yang akan menghasilkan data kuantitatif tentang angka.

Berdasarkan pengertian hasil belajar dan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu bukti di mana terjadinya pengaruh yang sangat signifikan setelah menerima pengalaman belajar dan telah terjadinya perubahan-perubahan pada ranah pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Jadi, yang dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari soal tes yang diberikan oleh guru kepada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar sendiri sangat mempengaruhi motivasi diri siswa dalam belajar dengan mengharapkan terus adanya peningkatan hasil belajar sehingga mendapatkan prestasi yang diharapkan.

5. Penilaian Autentik

Kurikulum 2013, saat ini hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja tetapi penilaian dilakukan secara autentik atau menyeluruh. Dalam kegiatan pembelajaran tentunya seorang guru harus terus mengamati dan menilai perkembangan siswanya baik dari segi sikap, keterampilan, maupun pengetahuan.

Popham (dalam Abidin 2014: 77) menyatakan bahwa penilaian merupakan usaha formal yang dilakukan untuk menjelaskan status siswa dalam variabel penting pendidikan. Variabel penting pendidikan


(38)

disini meliputi ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tes dan pengukuran di sisi lain dipandang sebagai alat untuk melakukan penilaian.

Menurut Trianto (2010: 119), penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Menurut Kunandar (2013: 38) terdapat beberapa ciri-ciri dari penilaian otentik, diantaranya sebagai berikut:

a. Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yakni kinerja dan hasil atau produk.

b. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.

c. Menggunakan berbagai cara.

d. Tes hanya salah satu alat pengumpul hasil penilaian. e. Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa setiap hari.

f. Penilaian harus menekankan kedalam pengetahuan dan keahlian siswa.

Sedangkan karakteristik dari penilaian otentik (authentic assessment) menurut Hanafiah & Cucu Suhana (2010: 76), sebagai berikut:

a. Penilaian dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

b. Aspek yang diukur adalah keterampilan dan performansi.

c. Penilaian dilakukan secara berkelanjutan.

d. Penilaian dilakukan secara integral, yaitu menilai berbagai aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai satu kesatuan utuh.

e. Hasil penilaian digunakan sebagai feedback, yaitu untuk keperluan pengayaan (enrichment) standar minimal telah tercapai atau mengulang (remedial) jika standar minimal belum tercapai.

Kemendikbud (2013: 9-10) menyatakan teknik penilaian pada penilaian autentik dilakukan secara holistik. Artinya semua aspek yang ada dalam pembelajaran dinilai. Penilaian aspek afektif dapat


(39)

dilakukan melalui observasi, penilaian diri, penilaian antar teman, dan jurnal. Aspek kognitif dapat dinilai melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan. Aspek psikomotor dapat dinilai melalui Kinerja atau

performance, projek, dan portopolio..

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran maupun sesudah proses pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat menguasai suatu pembelajaran. Penilaian autentik dilaksanakan untuk memperoleh nilai produk dan hasil pembelajaran.

C.Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan unsur gabungan dari beberapa bidang keilmuan mata pelajaran yang mengkaji tentang tema. Menurut Majid (2014: 80) pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.

Poerwadarminto (dalam Majid 2014: 80) pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid.

Menurut Kemendikbud (2013: 197) pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai


(40)

pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Karena siswa dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya.

Pembelajaran tematik terpadu menekankan pada pola pengorganisasian materi yang terintegerasi dan dipadukan oleh suatu tema. Selanjutnya menurut Nuh ( 2013: 3) tematik terpadu mempelajari semua mata pelajaran secara terpadu melalui tema-tema kehidupan yang dijumpai siswa sehari-hari, dimana kompetensi yang diajarkan dikaitkan dengan konteks siswa dan lingkungannya. Tujuannya adalah tercapainya efisensi materi yang harus dipelajari dan efektivitas penyerapannya oleh siswa.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran yang saling berkaitan satu sama lain dan menerapkan tema sebagai pengaitnya sehingga menciptakan perpaduan materi yang tepat di dalam pembelajaran dengan tujuan menciptakan pembelajaran yang bermakna.

D. Pendekatan Scientific

Kurikulum 2013, Kemendikbud (2013: 214) menyatakan bahwa kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah/pendekatan

scientific. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan


(41)

pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi dari guru saja.

Kurikulum 2013 sangat identik dengan pendekatan ilmiah

(Scientific Approach) Kemendikbud (2013: 4) menyatakan bahwa Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.

Kemendikbud (2013: 227-232) mengemukakan langkah-langkah pendekatan saintifik tersebut tidak selalu dilalui secara berurutan. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini :

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, siswa senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi siswa menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

2. Bertanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu siswanya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan siswanya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.


(42)

3. Menalar

Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan siswa merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi siswa harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

4. Mencoba

Hasil belajar yang nyata didapat oleh siswa melalui mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar hal perlu dilakukan yaitu; (1) guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid, (2) guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid, (5) guru membicarakan masalah yang akan yang akan dijadikan eksperimen, (6) membagi kertas kerja kepada murid, (7) murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

5. Mengolah

Tahapan mengolah ini siswa sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, siswalah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas siswa terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, siswa berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan siswa menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.

6. Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

7. Mengkomunikasikan

Siswa dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh


(43)

guru agar supaya siswa akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan scientific

merupakan pedekatan berbasis ilmiah yang bertujuan agar siswa dapat mencari sendiri pengalaman belajarnya dengan cara mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring hingga akhirnya siswa menemukan sendiri jawaban atas permasalahanya.

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut “Apabila dalam pembelajaran guru menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe student team achievement division dan menerapkan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang difokuskan pada situasi kelas yang lazim dikenal dengan Classroom Action Research. PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Menurut Wardhani (2007: 1.3) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Menurut Agung (2012: 63) PTK merupakan metode penelitian untuk menyelesaikan masalah pembelajaran di kelas secara cermat dan sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Arikunto (2011: 16) secara garis besar, terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.


(45)

Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas Sumber: Modifikasi dari Arikunto, (2011: 16)

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN 11 Metro Pusat, Jl. Veteran No. 50 Hadimulyo Barat, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 selama lima bulan dari bulan november hingga maret persiapan (penyusunan proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal) sampai laporan hasil penelitian

Perencanaan SIKLUS I

Refleksi Pelaksanaan

Obsevasi

Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi SIKLUS II


(46)

3. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas IVB SDN 11 Metro Pusat. Adapun subjek penelitian tindakan kelas ini adalah guru dan siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat yang berjumlah 24 siswa yang terdiri adas 12 laki-laki dan 12 Perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik non tes (observasi)

Non tes yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara observer menilai di lembar pengamatan. Data motivasi siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor diperoleh dengan memberikan skor 1-5 sedangkan untuk data penilaian kinerja guru diperoleh dengan melingkari salah satu angka 1-5.

2. Teknik Tes

Tes yang dilaksanakan di akhir siklus dengan cara memberikan soal tes hasil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

D. Alat Pengumpulan Data

Instrumen atau alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh penelit adalah sebagai berikut:

1. Lembar observasi kegiatan mengajar atau Instrumen Penilaian Aktivitas Kinerja Guru (IPKG), instrument ini digunakan untuk mengetahui aktivitas dan kinerja guru selama proses pembelajaran


(47)

Tabel 3.1 Lembar observasi kegiatan mengajar guru

Aspek yang Diamati Skor

Kegiatan Pendahuluan Apersepsi dan Motivasi

1 Memberikan rangsangan kepada siswa agar bersemangat dalam belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

1 2 3 4 5

2 Mengaitkan materi pembelajaran sekarang dengan pengalaman siswa atau pembelajaran sebelumnya.

1 2 3 4 5

3 Mengajukan pertanyaan menantang. 1 2 3 4 5

4 Menyampaikan manfaat materi pembelajaran. 1 2 3 4 5 5 Mendemonstrasikan sesuatu yang terkait dengan tema. 1 2 3 4 5 Penyampaian Kompetensi dan Rencana Kegiatan

1 Menyampaikan kemampuan yang akan dicapai siswa.

1 2 3 4 5

2 Menyampaikan rencana kegiatan misalnya, individual, kerja kelompok, dan melakukan observasi.

1 2 3 4 5

Kegiatan Inti

Penguasaan Materi Pelajaran

1 Kemampuan menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran.

1 2 3 4 5

2 Kemampuan mengkaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, perkembangan Iptek , dan kehidupan nyata.

1 2 3 4 5

3 Menyajikan pembahasan materi pembelajaran dengan tepat.

1 2 3 4 5 4 Menyajikan materi secara sistematis (mudah ke sulit,

dari konkrit ke abstrak)

1 2 3 4 5

Penerapan Model Coopertive Learning tipe STAD 1 Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

1 2 3 4 5

2 Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

1 2 3 4 5

3 Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.


(48)

Aspek yang Diamati Skor 4 Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka mengerjakan tugas mereka.

1 2 3 4 5

5 Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya.

1 2 3 4 5

6 Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

1 2 3 4 5

Penerapan Pendekatan scientific

1 Memfasilitasi siswa untuk mengamati. 1 2 3 4 5 2 Memfasilitasi siswa untuk menganalisis. 1 2 3 4 5 3 Memfasilitasi siswa untuk mencoba. 1 2 3 4 5 4 Memancing siswa untuk bertanya. 1 2 3 4 5 5 Memberikan pertanyaan mengapa dan bagaimana. 1 2 3 4 5 6 Memberikan pertanyaan siswa untuk menalar

(proses berpikir yang logis dan sistematis).

1 2 3 4 5

7 Memfasilitasi kegiatan siswa untuk berkomunikasi.

1 2 3 4 5

Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu

1 Menyajikan pembelajaran sesuai tema. 1 2 3 4 5 2 Menyajikan pembelajaran dengan memadukan

berbagai mata pelajaran dalam satu proses belajar mengajar

1 2 3 4 5

3 Menyajikan pembelajaran yang memuat komponen karakteristik terpadu.

1 2 3 4 5 4 Menyajikan pembelajaran yang bernuansa aktif dan

menyenangkan.

1 2 3 4 5 Pemanfaatan Sumber Belajar/Media dalam Pembelajaran

1 Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar pembelajaran.

1 2 3 4 5

2 Menunjukkan keterampilan dalam penggunaan media pembelajaran.

1 2 3 4 5

4 Melibatkan siswa dalam pemanfaatan sumber belajar pembelajaran.

1 2 3 4 5

5 Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media pembelajaran.


(49)

Aspek yang Diamati Skor Pelibatan Siswa dalam Pembelajaran

1 Menumbuhkan partisipasi aktif siswa melalui interaksi guru, siswa, sumber belajar.

1 2 3 4 5

2 Merespon positif partisipasi siswa. 1 2 3 4 5 3 Menunjukkan sikap terbuka terhadap respons siswa. 1 2 3 4 5 4 Menunjukkan hubungan antar pribadi yang kondusif. 1 2 3 4 5 5 Menumbuhkan keceriaan atau antusiasme siswa. 1 2 3 4 5 Penggunaan Bahasa yang Benar dan Tepat dalam

Pembelajaran

1 Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar. 1 2 3 4 5 2 Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar. 1 2 3 4 5 Penutup pembelajaran

1 Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa.

1 2 3 4 5 2 Memberihan tes lisan atau tulisan . 1 2 3 4 5 3 Mengumpulkan hasil kerja sebagai bahan portofolio. 1 2 3 4 5 4 Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan

arahan kegiatan berikutnya dan tugas pengayaan.

1 2 3 4 5

Jumlah Peringkat

(Modifikasi dari Kemendikbud, 2013: 322-324) Tabel 3.2 Deskripsi instrumen penilaian kinerja guru

Skor Nilai Mutu Keterangan aspek yang diamati

5 Sangat baik Dilaksanakan dengan sangat baik oleh guru, guru tidak melakukan kesalahan, terlihat menguasai.

4 Baik Dilaksanakan dengan baik oleh guru, melakukan dengan sedikit kesalahan.

3 Cukup Dilaksanakan cukup oleh guru, melakukan banyak kesalahan.

2 Kurang Dilaksanakan oleh guru, tetapi guru tampak tidak menguasai.

1 Sangat kurang

Tidak dilaksanakan oleh guru. (Modifikasi dari Kemendikbud, 2013: 324)


(50)

2. Lembar observasi motivasi belajar siswa

Instrument ini digunakan untuk mengetahui motivasi belajar siswa selama proses pembelajaran.

Tabel 3.3 Lembar observasi motivasi siswa

No Aspek yang diamati Skor

1 2 3 4 5

A Sikap terhadap pelajaran yaitu tingginya motivasi belajar dilihat dari prilakunya terhadap belajar, rasa senang dan puas dalam

mengerjakan tugas yang diberikan. B Kegigihan dalam belajar yaitu,

tingginya motivasi belajar seperti pantang menyerah dalam

memecahkan masalah pembelajaran.

C Loyalitas terhadap belajar yaitu tingginya motivasi siswa dengan berani mengungkapkan pikiran dan tenaganya secara optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran. D Durasi belajar, yaitu tingginya

motivasi belajar dengan seberapa lama penggunaan waktu siswa untuk memecahkan masalah pembelajaran.

E Prestasi dalam belajar, yaitu tingginya motivasi siswa dengan meningkatnya hasil belajarnya. (Dimodifikasi dari Hanafiah, 2010: 28) Keterangan skor:

1 = Sangat kurang 2 = Kurang 3 = Cukup 4 = Baik


(51)

Tabel 3.4 Kriteria pemberian skor

Skor Kriteria Deskripsi

1 Sangat Kurang Jika siswa tidak menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan

2 Kurang Jika siswa sedikit menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan 3 Cukup Jika siswa menunjukkan aspek seperti yang

dituliskan dalam pernyataan tetapi tidak dilakukan dngan baik

4 Baik Jika siswa menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan tetapi belum konsisten dilakukan dengan baik

5 Sangat Baik Jika siswa benar-benar menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan dan dilakukan dengan baik

Tabel 3.5 Kategori motivasi

No Rentang nilai Kategori

1 0 – 35 Sangat kurang

2 36 – 55 Kurang

3 56 – 65 Cukup

4 66 – 80 Baik

5 81 – 100 Sangat baik


(52)

Tabel 3.6 Format penilaian akumulasi observasi motivasi siswa

No Nama Aspek yang diamati Skor SM Nilai P Kat

A B C D E

1 2 3 4 5 6 dst Jumlah Skor maksimal Rata- rata Kategori

Jumlah siswa dengan kategori sangat baik Jumlah siswa dengan kategori baik Jumlah siswa dengan kategori cukup Jumlah siswa dengan kategori kurang Jumlah siswa dengan kategori sangat kurang Presentase ketuntasan klasikal

(DiModifikasi dari Sudjana, 2011: 61)

N =

x 100 Keterangan:

N = nilai yang dicari R = skor yang diperoleh SM= skor maksimum 100= bilangan tetap

(Adopsi dari Purwanto, 2009: 102)

3. Tes hasil belajar, instrument ini digunakan untuk mengumpulkan data-data hasil belajar siswa mengenai pemahaman atau penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division.


(53)

Tabel 3.7 Lembar Observasi Hasil belajar kognitif siswa tiap siklus

No Nama

Siklus 1 Siklus 2 P

Pert 1 Pert 2 Rata -rata

P Pert 1 Pert 2 Rata –rata 1 2 3 4 5 6 dst Jumlah nilai rata-rata Rata-rata Nilai tertinggi Nilai terendah Jumlah siswa tuntas Jumlah siswa belum tuntas Presentase ketuntasan klasikal Peningkatan

a. Ketuntasan Individu

Untuk menghitung nilai ketuntasan belajar tiap individu diperoleh dengan rumus:

NP =

X 100

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari

R = Skor yang diperoleh siswa SM = Skor maksimum

100 = Bilangan tetap

Bila nilai yang diperoleh ≥ 66 maka dikategorikan tuntas, sedangkan jika ≤ 66 dikategorikan belum tuntas.


(54)

b. Nilai rata-rata seluruh siswa

Untuk menghitung nilai rata-rata seluruh siswa diperoleh dengan rumus:

̅ Keterangan : ̅ nilai rata-rata nilai

frekuensi nilai

Sumber: (Herryanto, dkk., 2008 : 43) c. Ketuntasan Klasikal

(Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

Tabel 3.8 Kriteria ketuntasan belajar Nilai

Predikat Kategori

Skala 0 – 100

81 – 100 A SB (Sangat baik)

66 – 80 B B (Baik)

56 – 65 C C (Cukup)

36 – 55 D K ( kurang)

0 – 35 E SK ( Sangat kurang)


(55)

Tabel 3.9 Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa dalam % Tingkat Keberhasilan (%) Arti

>80% 60-79% 40-59% 20-39% <20%

Sangat Tinggi Tinggi

Sedang Rendah

Sengat Rendah (sumber : Aqib,dkk.,2009:41)

Tabel 3.10 Indikator hasil belajar afektif (sikap) siswa

No Sikap yang diamati

Indikator

1 Tanggungjawab A.Melaksanakan kewajiban tugas sesuai perintah

B.Berani menjadi pemimpin dalam kelompok

C.Tertib mengikuti intruksi dan selesai tepat waktu

D.Saling memberi kepercayaan dalam memecahkan masalah kelompok

2 Kerjasama A.Saling membantu teman tanpa mengharap imbalan

B.Aktif dalam kerja kelompok

C.Mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadi

D.Membagi tugas kepada teman dalam berdiskusi/ tidak mendominasi.

Rumus Analisis Sikap Tanggungjawab Dan Kerjasama Nilai =


(56)

Tabel 3.11 Instrumen penilaian sikap (kerjasama dan tanggungjawab)

N o

Nama Siswa

Aspek sikap yang diamati skor SM Nilai P kat

Kerjasama Tanggung

Jawab

A B C D A B C D

1 2 3 4 5 D st Jumlah Skor maksimal Rata-rata Kategori

Jumlah siswa dengan kategori sangat baik Jumlah siswa dengan kategori baik Jumlah siswa dengan kategori cukup Jumlah siswa dengan kategori kurang Jumlah siswa dengan kategori sangat kurang

Persentase klasikal

Tabel 3.12 Konversi afektif

No Nilai Konversi Kategori

Angka Huruf

1 81 – 100 A Sangat Baik

2 66 – 80 B Baik

3 60 – 65 C Cukup

4 36 – 59 D Kurang

5 0 – 35 E Sangat kurang


(57)

Tabel 3.13 Kriteria pemberian skor afektif

Skor Kriteria Deskripsi

1 Sangat Kurang Jika siswa tidak menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan 2 Kurang Jika siswa sedikit menunjukkan aspek

seperti yang dituliskan dalam pernyataan 3 Cukup Jika siswa menunjukkan aspek seperti

yang dituliskan dalam pernyataan tetapi tidak dilakukan dengan baik

4 Baik Jika siswa menunjukkan aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan tetapi belum konsisten dilakukan dengan baik 5 Sangat Baik Jika siswa benar-benar menunjukkan

aspek seperti yang dituliskan dalam pernyataan dan dilakukan dengan baik

Tabel 3.14 Lembar observasi hasil belajar psikomotor

No Nama

Aspek yang diamati

Skor SM

Nilai P Kat

A B C D E

1 2 3 4 5 Dst

Jumlah Skor maksimal Rata- rata Kategori

Jumlah siswa tuntas ≥66

Jumlah siswa belum tuntas < 66 Presentase ketuntasan klasikal


(58)

Keterangan Aspek Penilaian:

A = Menyampaikan ide atau berpendapat

B = Melakukan interaksi dengan teman saat berdiskusi C = Mengangkat tangan dan bertanya pada guru

D = Mencari tahu dalam menemukan jawaban atas soal yang diberikan

E = Melakukan komunikasi antara siswa dan guru (Adaptasi dari Sudjana, 2012: 32)

Tabel 3.15 Keterangan skor penilaian

Skor 1 Apabila siswa tidak memperlihatkan sama sekali tanda-tanda awal prilaku yang dinyatakan dalam indikator.

Skor 2 Apabila siswa ragu-ragu dalm memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator karena belum memahami makna dari nilai itu (Tahap Anomi) Skor 3 Apabila siswa sudah memperlihatkan adanya

tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum konsisten karena sudah ada pemahaman dan mendapat penguatan lingkungan terdekat (Tahap Heretonim)

Skor 4 Apabila siswa memperlihatkan berbagai tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten, karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran juga mendapat penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas (Tahap Sosionim)

Skor 5 Apabila siswa terus menerus memperlihatkan perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten karena selain sudah ada pemahaman dan kesadaran, dan mendapatkan penguatan lingkungan terdekat dan lingkungan yang lebih luas sudah tumbuh kematangan moral (Tahap Autonim)


(59)

1) Pemerolehan Nilai Hasil Belajar Psikomotor Individu

NP =

X 100

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimal ideal dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

2) Pemerolehan Nilai Hasil Belajar Psikomotor Klasikal

x 100%

(Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41) Tabel 3.16 Kategori hasil belajar psikomotor

Nilai

Predikat Kategori

Skala 0 – 100

81 – 100 A Sangat Terampil

66 – 80 B Terampil

56 – 65 C Cukup Terampil

36 – 55 D Kurang Terampil

0 – 35 E Tidak Terampil


(60)

E.Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data secara kualitatif dan kuantitatif:

1. Data Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan dinamika proses dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang motivasi belajar siswa dan kinerja guru, pola interaksi pembelajaran, melalui penerapan model cooperative learning tipe

Student Team Achievement Division.

Analisis dilakukan dengan cara memadukan data secara keseluruhan. Analisis dan pendeskripsian data non tes ini bertujuan untuk mengungkapkan semua prilaku siswa dan perubahannya selama proses pembelajaran dari siklus Idan siklus II. Rumus penilaian dari kegiatan siswa dan kinerja guru di atas adalah sebagai berikut:

a. Nilai motivasi belajar siswa diperoleh dengan rumus: N =

x 100 Keterangan:

N = nilai yang dicari R = skor yang diperoleh SM = skor maksimum 100 = bilangan tetap


(61)

b. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus: N =

x 100 Keterangan:

N = nilai yang dicari R = skor yang diperoleh SM = skor maksimum ideal 100 = bilangan tetap

2. Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa terhadap penguasaan materi yang telah dipelajari. Nilai tes hasil belajar siswa diperoleh dari tes pada setiap siklus.

a. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara individual digunakan rumus :

Keterangan :

S = Nilai yang diharapkan

R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

100 = Bilangan tetap

Sumber : (Adaptasi Purwanto, 2008 : 112)

b. Nilai rata-rata seluruh siswa didapat dengan menggunakan rumus ̅

Keterangan : ̅ nilai rata-rata


(62)

nilai

frekuensi nilai

Sumber: (Herryanto, dkk., 2008 : 43)

c. Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal

Ketuntasan klasikal = X 100% Sumber: (Purwanto, 2008 : 102)

F. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Urutan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Kelas IV B SDN 11 Metro Pusat adalah sebagai berikut:

Siklus I

1. Tahap Perencanaan

a. Berdiskusi dengan guru kelas mengenai materi pembelajaran tematik untuk menyesuikan perangkat pembelajaran.

b. Menganalisis Kompetensi Inti (KI)/ Kompetensi Dasar (KD) dan materi pembelajaran yang kemudian dijadikan beberapa indikator yang akan diajarkan dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division.

c. Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran, yaitu: pemetaan, silabus, Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, soal (LKS), lembar panduan observasi.


(63)

2. Pelaksanaan

Pada tahap ini merupakan pengimplementasi dari tema 7 “ Cita-Citaku” dengan subtema 1 yaitu “Aku dan cita-citaku”, dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Student Team Achievement Division meliputi beberapa tahap antara lain:

Kegiatan Awal

a. Guru memberi salam kepada siswa b. Guru mengajak siswa berdoa

c. Guru mengondisikan siswa agar siap belajar d. Guru memeriksa kehadiran siswa

e. Siswa diberikan pengertian oleh guru agar memperhatikan pelajaran dan dapat berpartisipasi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran.

f. Siswa dibagi menjadi 6 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang siswa.

g. Siswa diajak bernyanyi “Garuda Pancasila”

h. Guru menyampaikan bahwa burung garuda merupakan simbol kemerdekaan yang di dalam nya terdapat lambang cita-cita mulia negara Indonesia.

i. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai Kegiatan inti


(1)

dari hasil refleksi digunakan sebagai acuan untuk melanjutkan tindakan ke siklus berikutnya.

Siklus II

Tahap demi tahap yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya sama dengan siklus I. Namun materi pembelajarannya yang berbeda.

G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila:

1. Adanya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV B SD Negeri 11 Metro Pusat pada setiap siklusnya.

2. Pembelajaran di kelas dianggap tuntas apabila ≥75% dari jumlah siswa mendapat nilai ≥66, maka pembelajaran dikatakan berhasil.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning tipe student team achievement division dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IV B SDN 11 Metro Pusat Tahun Pelajaran 2014/2015, apabila menerapkan langkah-langkah secara tepat.

1. Nilai rata-rata motivasi siswa meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan klasikal motivasi siswa 58,34% (cukup), pada siklus II meningkat 29,16% menjadi 87,50% (baik).

2. Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan klasikal afektif siswa 41,67% (cukup), pada siklus II meningkat 37,50% menjadi 79,17% (baik). Pada siklus I persentase ketuntasan klasikal psikomotor siswa 50% (cukup terampil), pada siklus II meningkat 41,67% menjadi 91,67% (terampil). Pada siklus I persentase ketuntasan klasikal kognitif siswa 54,16% (cukup), pada siklus II meningkat 29,18% menjadi 87,50 % (sangat baik).


(3)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran dalam menerapkan model cooperative learning tipe STAD, yaitu kepada :

1. Siswa

Diharapkan untuk dapat lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan lebih meningkatkan motivasi siswa dapat mengembangkan sikap kerjasama dengan saling menghargai, bertanggung jawab atas tugas yang diberikan agar memperoleh hasil belajar yang maksimal.

2. Guru

Diharapkan dapat lebih kreatif dalam menginovasi model cooperative learning tipe STAD maupun model pembelajaran lain agar siswa lebih termotivasi dalam belajar dan dapat memahami materi yang diajarkan.

3. Sekolah

Diharapkan dapat memberikan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model pembelajaran sebagai inovasi dalam pembelajaran agar mampu mengkatkan kualitas pembelajaran.

4. Peneliti Lanjutan

Diharapkan model cooperative learning tipe STAD dapat menjadi model yang disarankan kepada peneliti lanjutan sebagai penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mengoptimalkan proses dan hasil belajar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. PT Refika Aditama. Bandung

Agung, Iskandar. 2012. Panduan Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru. Bentari Buana Murni. Jakarta.

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan Model & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Presrtasi Pustaka. Jakarta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. CV. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta BSNP. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Depdiknas. Jakarta.

_____. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No. 66 th 2013 tentang Standar Penilaian. Kemendikbud. Jakarta

_____. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar. Kemendikbud. Jakarta Dimyati & Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Depdikbud, Jakarta. Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran Dan Penmbelajaran: Isu-Isu Metodis Dan Pragmatis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Isjoni. 2007. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Alfabeta. Bandung.

_____. 2010. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Alfabeta. Bandung.


(5)

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Dikti. Jakarta.

Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Kemendikbud. Jakarta.

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep Dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Mulyasa. E. 2013. Pengembangan dan Pengimplementasian Kurikulum 2013. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nuh, Mohammad. 2013. Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013. Kemendikbud. Jakarta.

Pratama, Mochammad Hendy Bayu. 2007. Perbandingan penerapan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam Pencapaian Tujuan Kognitif pada SIswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya. http://hendygoblog.blogspot.com. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014 @09.08 WIB

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Purwanto. Ngalim. 2008. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosda. Bandung. Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Lerning itu Perlu.

Ghalia Indonesia. Bogor.

Slavin, Robert, E. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media. Jakarta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013. Strategi Pembelajaran: Teori & Aplikas. Ar Ruzz Media. Yogyakarta.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Pustaka. Belajar.Yogyakarta.

Trianto 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.


(6)

UU No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasiona. 2003. Rineka Cipta. Jakarta.

Wardhani, IGAK.Dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta

Winarno. 2013. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta

Winataputra, Udin S, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIVEMENT DIVISION (STAV) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS

0 5 44

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2011/2012

0 5 52

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1B SDN 1 METRO UTARA KOTA METRO

0 5 77

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV B SD NEGERI 06 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 15 48

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1B SDN 1 METRO UTARA KOTA METRO

1 15 164

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 73

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVC SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 3 65

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

0 0 10