TATACARA PENANGANAN DAN PENERAPAN SANKSI BAGI PELANGGARAN LARANGAN

rena merupakan elemen penting dalam proses penegakan hukum. Seluruh peraturan yang ada diatas masih berlaku dan tidak dengan otomatis digantikan oleh UULPM PUTS, karena pada pada dasarnya UU ini mengatur tentang persaingan usaha dalam lam pasar dengan konteks yang lebih terperinci dan bahkan kompleks karena melibatkan teori ekonomi dan perhitungan yang rumit dan bukan hanya dibatasi pada persaingan curang saj, teta pi bahkan sampai masuk pada konteks pasar yang menjadi terdistorsi akibat tidak berjalannya suatu proses persaingan dengan baik. Ketidakpastian kebijakan ekonomi dan peraturan, ketidakstabilan ekonomi makro yang ma- sih menonjol,serta korupsi di Indonesia merupakan permasalahan pokok yang menimbulkan ke raguan pada banyak pihak baik pelaku usaha maupun masyarakat akan sistem hukum. Ada tiga alasan kenapa hal ini terjadi yaitu : 1 hakim masih kerap terlibat dan melakukan korupsi, 2 ha kim tidak memahami dengan baik isi peraturan perundang-undangan,dan3 pelaksanaan hukum yang tidak konsisten.

C. TATACARA PENANGANAN DAN PENERAPAN SANKSI BAGI PELANGGARAN LARANGAN

PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA. Sebagaimana disebut diatasbahwa pengertian praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UULPM PUTS adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pela ku usaha yang mengakibatkan dikuasainyaproduksi dan atau pemasaran atas barang danatau ja sa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepenti- ngan umum . Sementara yang dimaksud dengan ”praktek monopoli” adalah suatu pemusatan ke kuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya pro- duksi dan atau pemasaran atas barang danatau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu per- saingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Latar belakang dan tujuan UULPM PUTS ini adalah bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi danatau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UULPMPUTS ini adalah promoting com petition dan memperkuat kedaulatan konsumen. Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepen- tingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Di samping itu tujuan utama pembentukan UULPM PUTS ini adalah untuk : a. Menjaga ga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahreraan rakyat, b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif mela- lui pengaturabn persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian hukum dan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil, c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Dankesemuanya ini lembaga yang berwenang untuk itu dipercayakan kepada suatu Ko misi yang dikenal dengan KPPU. Komisi ini adalah sebuah lembaga independen di Indonesiayang notabene Komisi dibentuk untuk memenuhi amanat dari UULPM PUTS. Lembaga Komisi inilah yang akan menjadi penjaga untuk tegaknya peraturan praktek monopoli dan persaingan usaha yang merupakan syarat mutlak agar peraturan persaingan usaha dapatdijalankan secara profesional. Penegakan hukum persaingan usaha diserahkan kepada lembaga komisi ini, di samping lembaga lainnya seperti kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan peradilan. Penegakan pelanggaran hukum persa ingan harus dilakukan terlebih dahulu dalam dan melalui lembaga KPPU, setelah itu tugas da pat diserahkan kepada penyidik kepolisian dan kemudian ditindaklanjuti oleh pengadilan negeri setempat. Di dalam UU LPM PUTS terdapat kata-kata melarang mencakup dalam hal : 1. Perbua- tan yang dilarang, 2. Perjanjian yang dilarang dan, 3. posisi dominan ” Agung Yuriandi, 2009 : 1-2. Lebih lanjut Agung Yuriandi menjelaskan ” praktek monopoli hal yang biasa dilakukan oleh para pelaku bisnis besar yang mempunyai kekuatan besar untuk mengontrol pasar. Apabi- la terjadi hal tersebut, maka harga akan meningkat dikarenakan kelangkaan barang. Akibat dari monopoli adalah dapat menguntungkan satu pihak saja dan dpat mematikan usaha-saha kecil yang bergerak dalam bidang yang sama.Praktek monopoli dapat juga dikatakan teknik pengisa- pan darah masyarakat yang dilakukan pada zaman penjajahan VOC dulu ”. Agung Yuriandi menambahkan, bahwa ”praktek monopoli merupakan salah satu perbuatan yang dilarang di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopo- li dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, hal tersebut tetap dilakukan oleh para pelaku usa ha demi mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan dampak yang terja- di pada masyarakat. Kurangnya kesadaran masyarakat akan hukum dan moral merupakan salah satu penyebab hal itu terjadi d alam konteks ini” Perbuatankegiatan yang dilarang yaitu melakukan kontrol produksi danatau pemasaran atas barang danatau jasa melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebab- kan praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian yang dilarang yaitu me lakukan perjanjiandengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi danatau pemasaran atas barang danatau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli danatau per- saingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjan jian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust persekutuan dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen atau menghambat bisnis pelaku usaha lain KPPU dibentuk dengan tugas antara lain untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksana an UU LPM PUTS yang memuat ketentuan tentang : a. perjanjian yang dilarang, b. Kegia- tanperbuatan yang dilarang, c Posisi dominan, d. KPPU dan Penegakan hukum law enforce- ment dan menyangkut ketentuan sanksinya. Menurut Pasal 36 UULPM PUTS anti monopoli menyebutkan bahwa salah satu wewe- nang KPPU adalah ”melakukan penelitian, penyelidikan, dan penyidikan serta menyimpulkan berdasarkan hasil penyelidikan mengenai ada atau tidaknya praktek monopoli dan pelangga- ran atas monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ”. Hukum Acara Persidangan Persaingan Usaha boleh dikatakan masih bersifat sumir karena belum diatur secara rinci sebagaimana dengan hukum acara lainnya. Dalam hal penegakan hu- kum persaingan usaha, terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar untuk penanganan per- kara terhadap persaingan usaha, diantaranya adalah : 1 UULPMPUTS terdapat dalam Pasal 38 sd Pasal 49, 2 Keputusan Presiden RI No. 75 Tahun 19999 Tentang Komisi Pengawas Per saingan Usaha KPPU, 3 Peraturan Mahkamah Agung RI No.3 Tahun 2005 Tentang Tata Ca ra Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU, 4 Peraturan KPPU No. 1 Ta- hun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU, 5 HIRRBg yaitu Hukum Acara Perdata yang digunakan di tingkat Pengadilan negeri, ketika pelaku usaha mengajukan kebera- tan terhadap putusan KPPU, 6 KUHAP yaitu ketentuan Hukum Acara Pidana, jika perkara ter sebut dilimpahkan ke penyidik terdapat dalam Pasal 44 ayat 4 UULPM PUTS, 7 UU No. 14 Tahun1985 Tentang Mahkamah Agung jo UU No.5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung jo UU No.3 Tahun 2009 Ten- tang Perubahan Kedua Undang-Undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Dalam penegakan hukum persaingan usaha, KPPU memegang peranan yang sangat sentral. Dalam Pasal 30 UULPM PUTS ditentukan bahwa Komisi dibentuk untuk mengawasi pelak- sanaan undang-undang ini.Komisi merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan serta pihak lain. Independensi itu ditegaskan kembali dalam Keppres No. 75 Ta- hun 1999 yang menyebutkan kewajiban pemerintah untuk tidak mempengaruhi komisi dalam menerapkan undang-undang; namun demikian komisi tidak hanya terbebas dari pengaruh pihak lain, seperti lembaga kemasyarakatan, kelompok pemegang kekuasaan keuangan dan pi- hak lainnya. Tata cara penanganan perkara diatur dalam Bab VII mulai dari pasal 38 sampai dengan pa- sal 46. Dari rumusan ketentuan pasal 38 dapat kita ketahui bahwa tidak hanya pihak yang diru- gikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini, yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang te- lah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pela por, melainkan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkansecara tertulis kepada KPPUdengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran dengan identitas pelapor. Sampai se jauh ini jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan atas undang-undang ini UULPMPUTS bu kanlah merupakan delik yang bersifat aduan oleh pihak dirugikan membuat laporan pengadu- an ke kantor polisi. Menurut UULPMPUTS memberikan kewenangan pada KPPU untuk dapat melakukan pe meriksaan langsung terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini, walaupun tanpa adanya laporan.Pasal 39ayat1 mewajibkanKPPU untuk ber dasarkan laporan yang disampaikan dan diterima melakukan pemeriksaan pendahuluan. Dari hasil pemeriksaan pendahuluan tersebut, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 tiga pu- luh hari terhitung sejak KPPU menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu ada tidaknya dilakukan pemerikaan lanjutan. Jika KPPU menetapkan perlunya untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, maka dalam pemeriksaan lanjutan tersebut KPPU wajib melakukan pemeriksaan terha dap pelaku usaha yang dilaporkan. Selanjutnya jika diperlukan oleh KPPU dalam rangka peme riksaan lanjutan, UU LPM PUTS memberikan hak kepada KPPU untuk mendengar ketera- ngan terlapor, keterangan saksi, saksi ahli dan atau pihak lainnya yang dianggap penting. Sebagai jaminan atas diri pelapor, KPPU wajib merahasikan identitas pelapor, terutama pe- lapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan. Demikian juga sebaliknya sebagai jamainan ke selamatan bagi pelaku usaha yang diperiksa, KPPU juga diwajibkan untuk menjaga kerahasia- an atas segala informasi yang diperoleh KPPU dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai ra hasia perusahaan. Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diper- lukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksan. Pelaku usaha yang dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan. Jika pelaku usaha melakukan pe- langgaran terhadap ketentuan tersebut, maka KPPU wajib menyerahkan hal tersebut kepada pi- hak penyidik kepolisian untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas-tugas komisi, menurut Pasal 33 UU LPM PUTS mempunyai wewenang menerima laporan, melaksanakan penelitian, penyelidikan, pemanggilan pelaku usa ha, saksi-saksi, saksi ahli, instansi pemerintah, meminta bantuan penyidik, meminta dan meni- lai alat-alat bukti,membuat keputusan atau memutuskan serta menjatuhkan sanski berupa tinda- kan administrasi. Komisi dalam melaksanakan tugasnya disamping berdasarkan laporan masya rakat juga dapat bertindak atas dasar wewenangnya yaitu patut menduga ada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap UULPM PUTS. Komisi wajib menetapkan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan pendahuluan paling lama 30 hari setelah menerima laporan. Selanjutnya pemeriksaan lanjutan dilakukan dalam 60 hari dan dapat diperpajang 30 hari lagi.Komisi wajib memberikan putusan telah terjadi pelanggaran peraingan usaha paling lambat 30 hari setelah pemeriksaan lanjutan. Putusan komisi ini berupa sanksi tindakan administrasi dan dapat berupa : - penetapan pembatalan perjanjian, - perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal, - perintah kepada pelaku usaha menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dan atau merugikan masyarakat, - perintah kepada pelaku usaha untuk meng- hentikan penyalahgunaan posisi dominan, - penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham, - penetapan pembayaran ganti rugi, -. Pe ngenaan denda. Beberapa tahapan harus ditempuh oleh KPPU dalam memeriksa perkara pelanggaran prak- tek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana yang diatur dalam UULPM PUTS. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keseluruhan prosedur pemeriksaan perkara yang ditempuh oleh KPPU adalah antara lain : 1 menerima laporan kepada KPPU, 2 Pemeriksaan Pendahuluan, 3 Pemeriksaan Lanjutan, 4 Mendengar keterangan saksi danatau saksi saksi ah li serta si pelaku sendiri dan memeriksa alat bukti lainnya,5 Menyerahkan kepada BadanPenyi dik dalam hal-hal tertentu, 6 Memperpanjang Pemeriksaan Lanjutan, 7 Memberikan Keputu- tusan kepada Pelaku Usaha, 8 Memberikan Keputusan Komisi, 9 Pelaksanaan Keputusan Ko misi oleh Pelaku Usaha, 10 Pelaporan pelaksanaan Keputusan Komisi oleh Pelaku Usaha kepa da Komisi Pengawas, 11 Menyerahkan kepada Badan Penyidik jika Putusan Komisi tidak di laksanakan danatau tidak diajukan keberatannya oleh pihak Pelaku Usaha, 12 Badan Penyidik melakukan Penyidikan, dalam hal Pasal 44 ayat 5, 13 Pelaku Usaha mengajukan keberatan ke pada Pengadilan terhadap putusan Komisi Pengawas,14 Pengadilan Negeri memeriksa kebera tan pelaku usaha,15 Pengadilan Negeri memberikan Putusan atas keberatan pelaku usaha, 16 Kasasi ke Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri, 17 Putusan Mahkamah Agung, 18 Permintaan Penetapan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri, 19 Penetapan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri, 20 Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Negeri. Proses pasca pembacaan putusan, ditentukan oleh sikap pelaku usaha untuk itu terdapat 4 kemungkinan yaitu 1 perkara dinyatakan selesai; pelaku usaha tidak mengajukan keberatan dan dilaksanakan secara sukarela Pasal 44 ayat 1 UULPM PUTS, 2 pemeriksaan dilanjut- kan; ini terjadi bila pelaku usaha mengajukan keberatan ke PN. Berdasarkan permohonan terse but PN melakukan pemeriksaan, tetapi dalam hal ini apakah PN memeriksa fakta hukum seba- gai ”peradilan tingkat kedua” atau ”judex factie”sekaligus penerapan hukumnya atau hanya me meriksa penerapan hukumnya Pasal 44 ayat 2 UULPM PUTS; 3 eksekusi PN; ini biasa ter jadi apabila pelaku usaha mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU. Untuk itu KPPU me ngajukan permohonan penetapan eksekusi ke PN, berdasarkan penetapan tersebut putusan KP- PU dengan bantuan juru sita dilaksanakan.Menurut UULPMPUTS penetapan tersebut bisa di keluarkan oleh pengadilan karena putusan KPPU yang tidak diajukan keberatan diposisikan se bagai putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap Pasal 44 ayat 3 UULPM PUTS; 4 pemeriksaan secara pidana; ini terjadi apabila pelaku usaha tidak melaksanakan pu- tusan KPPU yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan KPPU menyerahkan putu san tersebut kepada penyidik Pasal 44 ayat 4 UULPM PUTS. Penyerahan perkara kepada penyidik bisa juga dilakukan KPPU sebelum putusan diambil yaitu ketika setelah melalui berbagai upaya pelaku usaha tidak bersedia memenuhi panggilan KPPU untuk diperiksa. Apabila ini terjadi maka pemeriksaan perkara bisa dilakukan penyidik sejak awal Pasal 41 ayat 2 UULPM PUTS. Proses penanganan perkara praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, berbeda de ngan penanganan perkara biasa yang pada umumnya penanganan perkara biasa pada tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri. Namum untuk kasus-kasus pelanggaran terhadap UULPM PUTS ini yang berwenang pertama kali menanganinya adalah KPPU. Jadi tidak dapat lang- sung diajukan ke Pengadilan negeri. Pihak-pihak yang dirugikankonsumenmaupun pihak pelaku usaha yang dirugikan dan bah kan masyarakat atau setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi segala bentuk pelanggaran terhadap UULPM PUTS ini, dapat melaporkan secara tertulis ke- pada KPPU tentang terjadinya pelanggaran dengan menyatakan indentitas pelapor secara resmi. Tatacara penanganan perkara diatur dalam Bab VII mulai dari pasal 38 sampai dengan pa- sal 46 UULPM PUTS. Dari rumusan ketentuan pasal 38 tersebut dapat kita ketahui bahwa ti- dak hanya pihak yang dirugikan saja, sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran terhadap UU LPMPUTS ini, yang dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, melain kan juga setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UULPMPUTSinidapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran tersebut, dengan menyertakan identitas pelapor. Sampai sejauh ini jelas bahwa pelanggaran yang dilakukan atas UULPM PUTS ini bukanlah delik yang bersifat aduan oleh pihak yang dikorbankandirugikan. Sebagai keterangan bagi KPPU, UULPM PUTS juga memberikan kewenangan pada KPPU untuk dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap pelaku usaha, apabila ada dugaan terjadi pelanggaran terhadap UULPM PUTS ini, walaupun tanpa adanya laporan. Menurut Gunawan Widjajadalambukunya Seri Hukum Bisnis. Alternatif Penyelesaian Sengketa mengatakan ”tata cara penerimaan dan penelitian laporan diatur dalam Keputusan Komisi pada Pasal 11 hingga Pasal 13. Pada Pasal 11 Keputusan Komisi menentukan bahwa se mua laporan yang masuk ke Komisi diterima dan dibaca oleh Ketua Komisi terlebih dahulu dan selanjutnya dalam waktu selambat-lambatnya 2 dua hari kerja setelah menerima laporan, Ketua Komisi melalui nota dinas menugaskan Sekretariat Komisi untuk melakukan penelitian kelengkapan laporan. Selanjutnya pada pasal 12 menentukan lebih lanjut bahwa Sekretariat Ko misi wajib meneliti kelengkapan laporan dan menyelesaikannya selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja setelah menerima nota dinas dari Ketua Komisi. Setelah itu Sekretariat Komisi men- catat laporan yang sudah lengkap kedalam Buku Daftar Perkara Buku I dan membuat resume laporan ” Gunawan Widjaja, 2001 : 61-62. Lebih lanjut Gunawan Widjaja mengatakan ”selanjutnya Sekretariat Komisi menyampai- kan berkas laporan lengkap dan resume laporan kepada SidangKomisi melalui KetuaKomisi se lambat-lambatnya 10 sepuluh hari kerja sejak diterimanya nota dinas dari Ketua Komisi. Se- kretariat Komisi memberitahukan kepada Pelapor tentang hari dan tanggal dimulainya persida- ngan pemeriksaan Pendahuluan” Selanjutnya Gunawan Widjaja menambahkan ” dalam hal ditemukan laporan tidak leng- kap, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 1 Keputusan Komisi menentukan bahwa Sekreta- riatKomisi menentukan bahwa SekretariatKomisi harus memberitahukan kepada Pelapor selam bat-lambatnya 5 lima hari kerja terhitung sejak diterima laporan. Apabila dalam waktu 10 se puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya laporan, Komisi tidak memberitahukan Pelapor ten tang kekuranganketidaksempurnaan laporan, maka laporan dianggap sudah lengkap. Dalam su rat pemberitahuan tersebut Sekretariat Komisi menguraikan tentang ketidaklengkapan laporan dan meminta Pelapor untuk melengkapi laporannya.Kelengkapan yang diminta ini harus disam paikan kepada Sekretariat Komisi selambat-lambatnya 10 sepulu hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan. Apabila dalam waktu tersebut Pelapor tidak melengkapi laporannya, maka lapo ran dimaksud diangap sebagai laporan tidak lengkap. Kemudian Sekretariat Komisi mencata la poran tidak lengkap tersebut kedalam Buku Daftar Laporan Buku II. Selanjutnya Komisi me nentukan tindak lanjut penanganan Laporan Tidal Lengkap. Andi Fahmi Lubis dkk dalam bukunya berjudul Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks mengatakan bahwa proses pemeriksaan terdapat beberapa tahapan yang dilakukan oleh KPPU yaitu : a Tahap Pemanggilan, sebelum proses pemeriksaan dilaksanakan KPPU terlebih dahulu menyampaikan panggilan kepada pelaku usaha, saksi atau pihak lain yang dianggap perlu untuk hadir dalam proses pemeriksaan. Surat panggilan dari KPPU biasa- nya memuat tanggal, hari, jam sidang serta tempat persidangan yang akan dilaksanakan, b Ta- hap Pemeriksaan, i Tahap pemeriksaan ini yang diperiksa adalah administrasi prosedur admi- nistratif meliputi pemeriksaan identitas dan pembacaan hak yang dimiliki oleh pelaku usaha, saksi atau pihak lain dan berhak didampingi oleh kuasa hukumnya masing-masing, ii Tahap Pemeriksaan Pokok Masalah dalam pemeriksaan pokok permasalahan terdapat dua tahap yaitu pemeriksaaan oleh KPPU dan pemberian kesempatan pada pelaku usaha untuk menyampaikan keterangan atau dokumen, Pelaku usaha diberi kesempatan untuk memeriksa dan membaca BAP pemeriksaan dan memberikan koreksi atas BAP tersebut dengan terlebih dahulu menda- pat persetujuan oleh Komisi, dan iii Tahap Pemeriksaan Pembuktian menurut pasal 42 UU No.51999 menentukan bahwa yang dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan oleh KPPU terdiri dari : keterangan terlaporsaksi pelaku usaha, keterangan saksi, saksi ahli, surat atau dokumen,petunjuk.Sanski ahli dapat dihadirkan atas inisiatif pelaku usaha maupun KPPU, c Tahap Pembacaan Putusan Putusan komisi harus dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha dan sekaligus menyampaikan petikan pu- tusan komisi kepada pelaku usaha atau kuasa hukumnya”. Lebih lanjut Andi Fahmi Lubis dkkmenjelaskan bahwa ”memahami hukum acara yang ber laku dalam persidangan proses pemeriksaan akan memudahkan pemahaman terhadap isi putu- san karena putusan KPPU mencoba untuk menggambarkan tahapan-tahapan yang dilalui di da- lam hukum acara yang berlaku sehingga berpengaruh terhadap struktur putusan KPPU ”. Selanjutnya Andi Fahmi Lubis dkk menambahkan : ”namun demikian, hukum acara untuk permasalahan hukum persaingan hanya diatur dalam UU Antimonopoli dan Keputusan KPPU No.5 Tahun 2000 tentang Tatacara Penyampaian Laporan dan Penanganan dugaan Pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. Tidak dijelaskan apakah apabila dalam praktek ketentuan terse but tidak memadai dapat digunakan hukum acara berdasarkan ketentuan KUHAP.KUHAP diru juk dalam hal ini karena fungsi penyelidikan dan pemeriksaan tidak dikenal dalam Hukum Aca ra Perdata. Selain juga karena yang ingin dicari oleh KPPU adalah kebenaran formil. Dalam mencari kebenaran materiil, diperlukan keyakinan KPPU bahwa pelaku usaha melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan terjadinya praktek monopoli dan atau persai ngan usaha tidak sehat” Pasal 39 ayat 1 mewajibkan KPPU untuk, berdasarkan laporan yang telah disampaikan ter sebut melakukan pemeriksaan pendahulan.Dari hasil pemeriksaan pendahuluan tersebut, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari terhitung sejak KPPU menerima laporan ,KPPU wajib menetapkan perlu ada tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.Jika KPPU mene tapkan perlunya untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, maka dalam pemeriksaan lanjutan terse but,KPPU wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.Selanjutnya ji ka diperlukan oleh KPPU, dalam rangka pemeriksaan lanjutan, UULPM PUTS memberikan hak kepada KPPU untuk mendengarkan keterangan saksi, keterangan pelaku, keterangan saksi ahli dan atau pihak lainnya yang dianggap perlu dan penting. Sebagai jaminan atas diri pelapor KPPU wajib merahasikan identitas pelapor, terutama pela por yang buka pelaku usaha yang dirugikan.Demikian juga sebaliknya sebagai jaminan bagi pe laku usaha yang diperiksa, KPPU juga diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan atas segala infor masi yang diperoleh KPPU dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan. Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diper- lukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.Pelaku usaha yang dilarang menolak diperiksa , menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan danatau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan. Jika pelaku usaha melakukan pe langgaran terhadap ketentuan tersebut, maka KPPU wajib menyerahkan hak tersebut kepada pe nyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang diserahkan oleh Komisi kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan tidak hanya perbuatan aau tindakan pidana diatas yaitu menolak diperiksa dan memberikan informasi serta menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan; tetapi juga termasuk pokok perkara yang sedang diselidiki dan diperiksa oleh Komisi. Selanjutnya KPPU diwajibkan menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 enam puluh hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jika diperlukan jangka waktu pemerik saan lanjutan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari. Setelah itu KPPU wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap UU ini selam bat-lambatnya 30 tiga puluh hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan. Keputusan ini dilakukan dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 tiga orang anggota Komisi. Putusan KPPU harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberikan kepada pelaku usaha. Pelaku usaha yang menerima pemberitahuan terse- but dapat mengajukan keberatan atas putusan majelis KPPU, pelaku usaha yang tidak mengaju kan keberatan atas putusan KPPU, dalam jangka waktu 14 empat belas hari setelah pemberita huan dianggap telah menerima putusan KPPU dan putusanKPPU tersebut akan berlaku sebagai putusan pada akhir tingkat akhir final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan seba- gai konsekuensinya putusan tersebut bersifat eksekutorial,dengan pengertian bahwa putusan ter sebut dapat dimintakan pelaksanaan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri setempat. Selanjutnya UULPM PUTS ini menentukan bahwa dalam jangka 30 tiga puluh hari terhi- tung sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU, pelaku usaha wajib melaksa- nakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepadaKPPU. Jika putusan tersebut tidak dijalankan oleh pelaku usaha dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka K PPU menyerahkan putusan terebut kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Putusan KPPU tersebut berlaku sebagai bukti permulaan yang cukup bagi penyidik un tuk melakukan penyidikan. Pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU dapat mengajukan keberatan kepada Pe- ngadilan negeri setempat selambat-lambatnya 14 empat belas hari setelah pemberitahuan pu tusan tersebut diterima.Pengadilan Negeri setempat harus memeriksa keberatan yang dilakukan diajukan oleh pelaku usaha dalam waktu 14 empat belashari sejak diterimanya keberatan ter- sebut dan harus diberikan keputusan dalam waktu 30 tiga puluh hari sejak dimulainya peme- riksaan keberatan tersebut.Selanjutnya jika terdapat keberatan atas putusanPengadilanNegeri se tempat, maka pihak yang berkeberatan terhadap putusan yang telah dijatuhkan Pengadilan Ne- geri setempat, dapat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu 4 empat hari ter hitung sejak putusan dijatuhkan dan Makamah Agung harus memberikan putusannya dalam waktu 30 tiga puluh hari sejak permohonan kasasi diterima. UULPMPUTS ini secara tegas memang telah mengatur tenggangwaktu dalam tiap-tiap fa se pemeriksaan maupun pengambilan keputusan, baik pada tingkat Komisi, Pengadilan Negeri maupun Mahkamah Agung, namun terlaksananya ketentuan tersebut juga ditentukan oleh sara- na dan prasarana serta sumber daya manusia, baik di lingkungan pemerintah maupun dunia usa ha dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Jika sudah dijatuhkan hukuman administrasi, apakah hukuman lain pidana maupun perdata data masih dapat dijatuhkan ? Dengan perkataan lain, apakah hukuman administratif ini meru- pakan hukum alternatif atau hukuman komulatif bersama dengan hukuman-hukuman lainnya. UULPMPUTS tidak menyebutkan apa-apa tentang hal ini.Karena itu yang berlaku adalah ke- tentuan hukum pada umumnya di mana antara hukuman perdata, pidana dan administratif bersi fat komulatif. Jadi dapat saja dijatuhkan kepada seseorang pelaku usaha ketiga jenis hukuman tersebut sekaligus. Selanjutnya apakah Komisi Pengawas telah menjatuhkan hukuman denda sebagaimana di- maksud dalam Pasal 47 ayat 2 huruf g,pada saat yang sama oleh Pengadilan masih dapat djatuh kan hukuman denda dalam pasal 48 ayat 1, sehingga hukuman dendanya menjadi doubling. Hu kuman denda yang doubling ini dapat saja dijatuhkan karena denda dalam pasal 57 ayat 2 huruf g merupakan denda pidana.Jadi kedua jenis denda tersebut adalah berbeda satu sama lain, sehingga kedua-duanya dapat dijatuhkan secara komulatif. Hukuman ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2 huruf f, apakah jika hukuman ganti rugi perdata lain yang juga diproses melalui gugatan perdata biasa masih bisa di ajukan ? Dengan kata lain, apakah hukuman ganti rugi dalam UULPM PUTS ini Pasal 47 ayat 2 huruf f bersifat alternatif atau komulatif ? dengan hukuman ganti rugi perdata lewat gu gatan perdata biasaberbeda dengan hukuman ganti rugi pada pasal 47 ayat 2 huruf f tersebut bu kanlah hukuman ganti rugi administratif, sebab ganti rugi akan diberikan kepada pihak yang di rugikan. Karena itu pihak yang dirugikan tidak mungkin mendapat ganti rugi dua kali dari orang yang sama dalam kasus yang sama, kecuali ada penyebutan lain dalam peraturan perun- dang-undangan. Selain dari sanksi-sanksi administratif dan sanksi perdata, maka hukum anti monopoli me- nyediakan sanksi-sanksi pidana bagi si pelanggar hukum. Sanksi-sanksi pidana anti monopoli dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu : 1. Sanksi Pidana dalam UULPM PUTS, 2. Sanksi Pidana dalam KUH Pidana. Sungguhpun ada ketentuan pidana berikut sanksinya dalam UULPM PUTS. Tetapi un- tuk menerapkan sanksi pidana tersebut tetap pejabat penegak hukum umum yaitu kepolisian se bagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan hakim untuk mengadilinya. Jadi dalam hal ini, sungguhpun ada KPPU yang dibentuk berdasarkan UULPM PUTS, tetapi Komisi Penga- was ini hanya bertugas sebatas tugas administrasi saja, termasuk kewenangannya untuk menja jatuhkan sanksi andministrasi. Jadi Komisi Pengawas tidak mempunyai kewenangan di bidang hukum pidana. Sungguhpun apa yang dilakukannya dapat merupakan bukti permulaan yang cu kup bagi suatu penyidikan perkara pidana. Sanksi yang diberikan dalam UULPM PUTS secara garis besar dapat dibedakan ke da- lam : 1. Tindakan hukum perdata Pasal 4 ayat 2, Sanksi Pidana Pokok Pasal 48, 3. Sanksi Pidana Tambahan Pasal 49. Salah satu tindakan yang dapat diambil oleh pihak berwenang, incasu Komisi Pengawas ter hadap pelaku usaha yang telah terbukti melanggar UULPM PUTS adalah berupa tindakan pe negakan hukum. Tindakan penegakan hukum ini diatur dalam Pasal 47 UU ini yang menyata- kan sebagai berikut :Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan adminisratif terha hadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UUini,tindakan penegakan hukum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 dapat berupa : a. Penetapan pembatalan perjanjian, b Perintah ke- pada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal. Penjelasan resmi menyebutkan bah- wa penghentian integrasi vertikal antaralain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, penga lihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain atau perubahan bentuk rangkaian produksi nya,c Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan ma syarakat penjelasan resmi menyebutkan bahwa yang diperintahkan untuk dihentikan adalah ke giatan atau tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan, d Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan, e Peneta- pan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham, f Penetapan pembayaran ganti rugi Penjelasan resmi menyebutkan bahwa ganti rugi diberikan kepada pelaku usaha dan kepada pihak yang dirugikan,gPengenaan denda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00satu miliar rupiah dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 dua pu luh lima miliar rupiah. Jika sudah dijatuhkan hukuman administrasi, apakah hukuman lain dalam bentuk hukuman pidana maupun perdata masih dapat dijatuhkan ? Dengan perkataan lain,apakah hukuman admi nistratif ini merupakan hukuman alternatif atauhukuman yang komulatif bersama-sama dengan hukuman-hukuman lainnya ? UULPMPUTS tidak menyebutkan apa-apa tentang hal ini. Ka rena itu yang berlaku adalah ketentuan hukum pada umumnya di mana antara hukuman perda- ta, pidana dan administratif bersifat komulatif.Jadi dapat saja dijatuhkan kepada seorang pelaku usaha dari ketiga jenis hukuman tersebut sekaligus. Akan tetapi, apakah Komisi Pengawas telah menjatuhkan hukuman denda sebagaimana di- maksud dalam Pasal 47 ayat 2 huruf g pada saat yang bersamaan oleh pengadilan masih dapat dijatuhkan hukuman denda dalam Pasal 48 ayat 1, sehingga hukuman dendanya menjadi doubling.Hukuman denda yang doubling ini dapat saja dijatuhkan karena denda dalam Pasal 47 ayat 2 huruf g merupakan denda pidana.Jadi kedua jenis denda tersebut adalah berbeda satu sa- ma lain, sehingga kedua-duanya dapat diajtuhkan secara komulatif. Selanjutnya bagaimana pula halnya dengan hukuman ganti rugi seperti yang dimaksud da- lam Pasal 47 ayat 2 huruf f, apakah jika hukuman ganti rugi perdata lain yang juga diproses me lalui gugatan perdata biasa masih bisa diajukan ? Dengan kata lain, apakah hukuman ganti rugi dalam UU ini menurut Pasal 47 ayat 2 huruf f bersifat alternatif atau bersifat komulatif dengan hukuman ganti rugi perdata lewat gugatan perdata biasa berbeda dengan hukuman ganti rugi pa da Pasal 47 ayat 2 huruf f tersebut bukanlah hukuman ganti rugi administratif, sebab ganti rugi akan diberikan kepada pihak yang dirugikan. Karena itu pihak yang dirugikan tidak mungkin mendapat ganti rugi dua kali dari orang yang dalam kasus yang sama pula,kecuali ada penyebu tan lain dalam peraturan perundang-undangan. Selain dari sanksi-sanksi administratif dan sanksi perdata, maka hukum anti monopoli juga menyediakan sanksi-sanksi pidana bagi sipelanggar hukum.Sanksi-sanksi pidana anti monopoli ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:1. Sanksi Pidana dalam Undang-Undang Antimonopoli UULPM PUTS, 2. Sanski Pidana dalam KUH Pidana. Sungguhpun ada ketentuan pidana berikut dengan sanksinya dalam UULPM PUTS, teta pi untuk menerapkan sanksi pidana tersebut tetap dilakukan oleh pejabat penegak hukum umum yaitu aparat kepolisian sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan hakim untuk mengadili dan memutuskan perkaranya. Jadi dalam hal ini, sungguhpun ada KPPU yang diben- tuk berdasarkan UULPM PUTS , tetapi Komisi ini hanya bertugas sebatas tugas administrasi saja, termasuk kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi administrasi. Jadi Komisi tidak mem punyai kewenangan dibidang hukum pidana, walaupun apa yang dilakukannya dapat merupakan bahan bukti permulaan yang cukup bagi suatu penyidikan perkara pidana. Dalam UULPM PUTS terdapat dua macam sanksi pidana yaitu : 1 Sanksi Pidana Pokok dan 2 Sanki Pidana Tambahan. Yang tergolong ke dalam sanksi pidana pokok antara lain : i pidana denda, ii pidana kurungan pengganti denda. Sedangkan yang tergolong kedalam sanksi pidana tambahan adalah : i dilarangnya pelaku usaha yang telah terbukti bersalah melakukan pelangaran terhadap UULPM PUTS untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan selama-lamanya 5 lima tahun, setelah jangka waktu tersebut dilewati, barulah bisa menduduki lagi jabatan-jabatan tersebut., ii Tindakan penghenti an terhadap kegiatan-kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian ke pada pihak lain. Sanksi pidana dalam KUH Pidana ada diatur dalam Pasal 382 bis KHUPidana. Menurut Irna Irmalina dalamThesisnyaberjudul Tinjauan Terhadap Fungsi dan Kedu dukan KPPU Dalam Penegakan Peraturan Persaingan Usaha menjelaskan bahwa ”sejauh ini terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar penanganan perkara pelanggaran terhadap UU No.5 Tahun 1999 diantaranya adalah : 1. Keppres No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi pengawas Persaingan UsahaKPPU, Keputusan Pedoman, maupun Petunjuk Teknis mengenai KPPU, 2. Keputusan KPPU Nomor 5 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Adanya Pelanggaran terhadap UUAntimonopoli,3.HIR atau Rbg atau Hukum Acara Perdata yaitu untuk ketentuan hukum acara perdata jikapelaku usaha menyatakan kebera tan atas putusan komisi sesuai dengan Pasal 44 ayat 2 UU No.5 Tahun 1999 atau apabila terda- pat gugatan perdata yang didasarkan pada adanya perbuatan melanggar hukum, 4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yaitu untuk ketentuan hukum acara pidana jika perkara tersebut dilimpahkan ke pihak penyidik sesuai dengan Pasal 44 ayat 4 UU Antimonpoli Irna Irmalina, 2006 : 77-79 Lebih lanjut Irna Irmalina menguraikan bahwa ”di dalam UU. No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap persai- ngan usaha beserta dengan sanksinya. Sanksi bagi pelanggaran terhadap perbuatan yang berten tangan dengan ketentuan Undang-Undang tersebut dapat berupa sanksi administratif, sanksi pi dana pokok sebagaimana terdapat dalam pasal 48 serta dapat juga diberikan sanksi pidana tam bahan seperti diatur dalam pasal 49” Selanjutnya Irna Irmalina menambahkan bahwa ”apabila diteliti lebih jauh ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang ini, ternyata KPPU sebagai lembaga yang paling bertang gungjawab melaksanakan Undang-Undang ini tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi pidana. Sanksi pidana menurut undang-undang ini merupakan yuridis peradilan. Komisi hanya mempunyai wewenang sanksi administ ratif saja”.

D. PENERAPAN PENDEKATAN ‘PER SE ILLEGAL DAN RULE OF REASON DALAM PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA.