Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Pada Perusahaan Telekomunikasi Seluler Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH MEKANISME

GOOD CORPORATE

GOVERNANCE

PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI

SELULER YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

PERIODE 2008-2011

OLEH

ALBERT FADJAR SEBAYANG

090522152

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN AKUNTANSI

PERSETUJUAN PENCETAKAN Nama : ALBERT FADJAR SEBAYANG

NIM : 090522152 Program Studi : S1 AKUNTANSI

Konsentrasi : AKUNTANSI MANAJEMEN

Judul : ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI SELULER YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2011

Tanggal: September 2013 Ketua Program Studi

Drs. FIRMAN SYARIF, M.Si, Ak. NIP 19670904 199403 1 004 Tanggal: September 2013 Ketua Departemen


(3)

Lembar Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI SELULER YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2008-2011” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2013

ALBERT FADJAR SEBAYANG NIM 090522152


(4)

ABSTRAK

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh mekanisme

good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance, yang meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Komite Audit berpengaruh terhadap Manajemen Laba.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 (empat) perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008 sampai dengan 2011. Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan sumber data berasal dari PT. Bursa Efek Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.

Dari hasil Uji Kesesuaian Model atau Uji F menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap praktek manajemen laba, akan tetapi berdasarkan dari hasil Uji Parsial atau Uji t menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas, yaitu kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap praktek manajemen laba yang dilakukan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hipotesis yang diajukan tidak teruji kebenarannya.

Kata kunci: Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Manajemen Laba.


(5)

ABSTRACT

Formulation of the problem in this research is the extent to which the influence of corporate governance mechanisms consisting of managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committees on earnings management. The purpose of this research was to examine the effect of corporate governance mechanisms, which include managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committees on earnings management. The hypothesis of this research is the effect of Managerial Ownership on Earnings Management. The proportion of Independent BOC effects Earnings Management. Audit Committee effects Earnings Management.

The sample used in this research are 4 (four) telecommunication companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2008 through 2011. While the types of data used are secondary data and data sources are from PT. Indonesia Stock Exchange and the Faculty of Economics, University of North Sumatra. Data were analyzed using multiple linear regression analysis techniques.

From the results of Model Suitability Test or Test F shows that the resulting regression model fit to see the effect of managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committee on earnings management practices, but based on the Partial Test results or t test showed that all of the three independent variables, namely managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committee partially have no significant effect on earnings management practices conducted in telecommunication companies listed in Indonesia Stock Exchange, so the hypothesis is

not verified.

Keywords: Managerial Ownership, Proportion of Independent Board of Commissioners (BOC), Audit Committee, Earnings Management.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Telekomunikasi Seluler yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orangtua yang tercinta Bapak Drs. Jovinian Aman Sebayang, Ak. dan Ibu Siarna br. Surbakti untuk kesabaran, pengertian, dan dukungan yang selalu diberikan bagi penulis.

2. Istri yang tersayang Rima Ayu br. Surbakti, SE, Ak., bersama kedua anakku yang terkasih Natanael Mehaga Destin Sebayang dan Rafael Jeremiah Augynta Sebayang, yang menjadi sumber inspirasi dan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak. selaku Ketua Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(7)

6. Bapak meluangkan waktu dan memberikan bantuan pemikirannya dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu

8. Seluruh dosen pengajar, staf dan pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Teman-teman di Jurusan S1 Akuntansi Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara angkatan 2009 gelombang kedua yang telah memberikan kesan-kesan positif bagi penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi pembahasan materi maupun penulisannya. Untuk itu, kritik dan saran serta masukan-masukan yang konstruktif sifatnya sangat penulis harapkan.

Semoga segala bimbingan, dukungan dan bantuan moril dan materiil yang telah diberikan memperoleh balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Medan, September 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Tinjauan Teoritis ... 12

2.1.1 Teori Agensi ... 12

2.1.2 Laporan Keuangan ... 14

2.1.3 Asimetri Informasi... 17

2.1.4 Manajemen Laba... 17

2.1.4.1 Definisi Manajemen Laba ... 17

2.1.4.2 Bentuk Manajemen Laba ... 18

2.1.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba ... 19


(9)

2.1.5 Good Corporate Governance ... 23

2.1.5.1 Definisi Corporate Governance ... 23

2.1.5.2 Prinsip-prinsip Corporate Governance ... 25

2.1.5.3 Mekanisme Good Corporate Governance ... 27

2.1.5.4 Manfaat Good Corporate Governance ... 32

2.1.5.5 Hubungan Corporate Governance dan Manajemen Laba 35 2.1.5.6 Hubungan Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba 37 2.1.5.7 Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba ... 38

2.1.5.8 Hubungan Komite Audit dan Manajemen Laba... 39

2.2 Penelitian Terdahulu ... 39

2.3 Kerangka Konseptual ... 44

2.4 Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN... 48

3.1 Definisi dan Pengukuran Variabel ... 48

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 51

3.2.1 Populasi ... 51

3.2.2 Sampel ... 52

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.3.1 Jenis Data ... 53

3.3.2 Sumber Data ... 53

3.3.3 Metode Pengumpulan Data ... 54


(10)

3.4.1 Uji Normalitas ... 54

3.4.2 Uji Asumsi Klasik ... 55

3.4.2.1 Uji Multikolinearitas... 55

3.4.2.2 Uji Autokorelasi ... 56

3.4.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 57

3.5 Teknik Regresi Linear Berganda ... 57

3.6 Uji Hipotesis ... 58

3.6.1 Uji Parsial atau Uji t ... 58

3.6.2 Uji Kesesuaian Model atau Uji F ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 62

4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 62

4.2 Data Penelitian ... 64

4.3 Analisis Hasil Penelitian ... 67

4.3.1 Uji Normalitas ... 67

4.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 68

4.3.2.1 Uji Multikolinearitas... 68

4.3.2.2 Uji Autokorelasi ... 69

4.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 70

4.3.3 Analisis Regresi Linear ... 72

4.3.4 Uji Hipotesis ... 73

4.3.4.1 Uji Parsial (Uji t) ... 73

4.3.4.2 Uji Kesesuaian Model (Uji F) ... 75

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ... 80


(11)

5.2 Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN ... 90


(12)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 41

Tabel 4.1 Daftar Perusahaan yang Menjadi Objek Penelitian ... 65

Tabel 4.2 Rasio Variabel Bebas dan Terikat Tahun 2008 ... 65

Tabel 4.3 Rasio Variabel Bebas dan Terikat Tahun 2009 ... 66

Tabel 4.4 Rasio Variabel Bebas dan Terikat Tahun 2010 ... 66

Tabel 4.5 Rasio Variabel Bebas dan Terikat Tahun 2011 ... 66

Tabel 4.6 Uji Normalitas ... 67

Tabel 4.7 Uji Multikolinearitas ... 68

Tabel 4.8 Uji Autokorelasi ... 69

Tabel 4.9 Analisis Regresi Linear ... 72

Tabel 4.10 Uji Parsial (Uji t) ... 74


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pikir ... 45 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian ... 46


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran i Data Perhitungan Manajemen Laba 2008 ... 90

Lampiran ii Data Perhitungan Manajemen Laba 2009 ... 91

Lampiran iii Data Perhitungan Manajemen Laba 2010 ... 92

Lampiran iv Data Perhitungan Manajemen Laba 2011 ... 93

Lampiran v Data Kepemilikan Manajerial 2008 ... 94

Lampiran vi Data Kepemilikan Manajerial 2009 ... 95

Lampiran vii Data Kepemilikan Manajerial 2010 ... 96

Lampiran viii Data Kepemilikan Manajerial 2011 ... 97

Lampiran ix Data Dewan Komisaris 2008 ... 98

Lampiran x Data Dewan Komisaris 2009 ... 99

Lampiran xi Data Dewan Komisaris 2010 ... 100

Lampiran xii Data Dewan Komisaris 2011 ... 101


(15)

ABSTRAK

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh mekanisme

good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance, yang meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap manajemen laba. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Komite Audit berpengaruh terhadap Manajemen Laba.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 (empat) perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2008 sampai dengan 2011. Sedangkan jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan sumber data berasal dari PT. Bursa Efek Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi linear berganda.

Dari hasil Uji Kesesuaian Model atau Uji F menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan cocok guna melihat pengaruh kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit terhadap praktek manajemen laba, akan tetapi berdasarkan dari hasil Uji Parsial atau Uji t menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas, yaitu kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap praktek manajemen laba yang dilakukan perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga hipotesis yang diajukan tidak teruji kebenarannya.

Kata kunci: Kepemilikan Manajerial, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Manajemen Laba.


(16)

ABSTRACT

Formulation of the problem in this research is the extent to which the influence of corporate governance mechanisms consisting of managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committees on earnings management. The purpose of this research was to examine the effect of corporate governance mechanisms, which include managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committees on earnings management. The hypothesis of this research is the effect of Managerial Ownership on Earnings Management. The proportion of Independent BOC effects Earnings Management. Audit Committee effects Earnings Management.

The sample used in this research are 4 (four) telecommunication companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2008 through 2011. While the types of data used are secondary data and data sources are from PT. Indonesia Stock Exchange and the Faculty of Economics, University of North Sumatra. Data were analyzed using multiple linear regression analysis techniques.

From the results of Model Suitability Test or Test F shows that the resulting regression model fit to see the effect of managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committee on earnings management practices, but based on the Partial Test results or t test showed that all of the three independent variables, namely managerial ownership, the proportion of independent BOC and audit committee partially have no significant effect on earnings management practices conducted in telecommunication companies listed in Indonesia Stock Exchange, so the hypothesis is

not verified.

Keywords: Managerial Ownership, Proportion of Independent Board of Commissioners (BOC), Audit Committee, Earnings Management.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Suatu perusahaan yang menjalankan kegiatan operasinya secara periodik akan menyiapkan laporan keuangan yang menjadi media untuk menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemegang saham, investor, dan pemerintah. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan (Baridwan, 2004). Parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dalam laporan keuangan adalah informasi laba yang terkandung dalam laporan keuangan Laba/Rugi (Boediono, 2005). Laporan Laba/Rugi merupakan salah satu komponen keuangan yang sangat penting karena didalamnya terkandung informasi laba yang bermanfaat bagi pemakai informasi laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan dan kinerja perusahaan. Menurut IAI dalam PSAK No. 1 (Standar Akuntansi Keuangan, 2009:1.2) tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja perusahaan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang berkualitas haruslah terbebas dari rekayasa dan mengungkapkan informasi yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Namun laporan keuangan


(18)

sering kali disalahgunakan oleh pihak manajemen dengan melakukan perubahan dalam penggunaan metode akuntansi yang digunakan sehingga akan mempengaruhi informasi jumlah laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan. Informasi jumlah laba sering menjadi target rekayasa oleh pihak manajemen yang dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, laba dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai keinginan. Perilaku manajemen untuk mengatur laba sesuai keinginannya tersebut dikenal dengan istilah manajemen laba.

Belkaoui (2004) mendefinisikan manajemen laba adalah suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk mendapatkan tingkat laba yang diinginkan. Menurut Sefiana (2006), manajemen laba terjadi ketika menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi-transaksi yang mengubah laporan keuangan yang bertujuan untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan serta untuk mempengaruhi penghasilan kontraktual yang mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan. Manajemen laba muncul sebagai dampak masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent). Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh pinjaman, investasi, maupun kontrak kompensasi.


(19)

Oleh karena itu, setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas good corporate governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Peran dan tuntutan investor dan kreditor asing mengenai prinsip good corporate governance merupakan salah satu faktor dalam pengambilan keputusan berinvestasi pada suatu perusahaan. Penerapan prinsip good corporate governance dalam dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan yang ada jangan sampai terlindas oleh persaingan global yang semakin keras. Perusahaan publik Indonesia diwajibkan untuk mematuhi dan memenuhi praktik tata kelola perusahaan yang telah ditentukan.

Perusahaan telekomunikasi seluler dipilih karena merupakan industri berbasis teknologi informasi yang terus berkembang dan bila dibandingkan industri lain, industri telekomunikasi seluler dinilai paling memungkinkan mendapat jangkauan yang luas. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan industri ini yang terus bertambah dari tahun ke tahun yang disebabkan semakin bertambahnya kebutuhan berkomunikasi dari penduduk kota, desa, hingga ke pelosok Indonesia. Perusahaan telekomunikasi seluler menyadari hal tersebut sehingga mereka berusaha keras untuk menyediakan infrastruktur teknologi informasi dan menyediakan produk serta jasa yang mampu menyalurkan informasi secara cepat, sehingga memungkinkan pelanggan untuk terlibat dalam bisnis mobile melalui koneksi ke jaringan telekomunikasi dan menyediakan berbagai layanan untuk melayani


(20)

masyarakat umum. Layanan tersebut meliputi desain sistem alih daya atau outsourcing dan juga perangkat keras.

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti pengaruh mekanisme praktik good corporate governance terhadap manajemen laba. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap manajemen laba karena adanya perbedaan hasil penelitian (research gap) pada penelitian-penelitian sebelumnya.

Chtourou et al (2001), Beasley (1996), dan Abbots et al (2000) menguji kaitan antara praktik good corporate governance dengan kualitas laporan keuangan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan mekanisme corporate governance mempunyai hubungan yang positif terhadap kualitas laporan keuangan, sehingga good corporate governance dapat menjadi penghambat aktivitas manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Dengan demikian, informasi yang tersaji tidak menyesatkan dan menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Penelitian serupa di Indonesia telah dilakukan oleh Midiastuty & Machfoedz (2003) yang juga meneliti hubungan antara praktik corporate governance terhadap indikasi manajemen laba. Dalam penelitian ini mereka menggunakan tiga variabel independen, yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba.


(21)

Penelitian juga dilakukan oleh Muh. Arief Ujiyanto & Bambang Agus Pramuka tentang mekanisme Corporate Governance, manajemen laba dan kinerja keuangan (2007). Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut: 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba; 2) Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba; 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba; 4) Jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba; 5) Pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan jumlah dewan komisaris secara bersama-sama teruji dengan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba; 6) Manajemen laba (discretionary accruals) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan (cash flow return on assets).

Pada penelitian ini variabel yang digunakan yaitu kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit. Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, yaitu: pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kinerja


(22)

perusahaan, kepemilikan dan stakeholders (Moeljono, 2002). Menurut teori, untuk mengatasi masalah ketidakselarasan kepentingan antara pemegang saham (principal) dan manajemen perusahaan (agent) dapat dilakukan melalui pengelolaan perusahaan yang baik (Midiastuty dan Machfoedz, 2003). Menurut Cadbury Report (1992), prinsip utama GCG adalah: keterbukaan, integritas dan akuntabilitas. Sedangkan menurut Organization for Economic Corporation and Development atau OECD, prinsip dasar GCG adalah: kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh GCG telah diterapkan dalam perusahaan. Keempat komponen tersebut sangatlah penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly et al., 1998). Selain itu menurut Zarkasyi (2008) good corporate governance adalah struktur yang terdiri dari stakeholders, pemegang saham, komisaris, dan manajer dalam menyusun tujuan perusahaan dan untuk mencapai tujuan tersebut serta mengawasi kinerja manajemen. Berdasarkan Surat Edaran Menteri BUMN No. 106 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri BUMN No. 23 Tahun 2000 yang mengatur dan merumuskan tentang pengembangan praktik Good

Corporate Governance dalam perusahaan perseroan, yang kemudian

disempurnakan dengan KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN, maka perusahaan telekomunikasi sebagai salah satu perusahaanBUMN Indonesia


(23)

patut menerapkan praktik Good Corporate Governance untuk kemajuan dan kesejahteraan perusahaan. Keputusan Menteri ini menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan corporate governance dalam hubungannya dengan BUMN adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. Selain itu, praktik Good Corporate Governance ini berdampak pada citra perusahaan karena citra perusahaan yang buruk dapat mengurangi nilai perusahaan tersebut sehingga kepercayaan dari investor menurun dan mengakibatkan terhambatnya aliran masuk modal investasi riil maupun investasi non riil.

Beberapa penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate

governance terhadap manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti

seperti Deni Darmawati (2003) meneliti Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris, dengan variabel mekanisme GCG (pelaksanaan RUPS, kualitas dewan komisaris, kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders, transparansi dan akuntabiltas, kepemilikan saham oleh investor institusional). Hasilnya hanya satu variabel dalam mekanisme GCG, yaitu kualitas hubungan perusahaan dengan stakeholders, yang berhubungan negatif dengan praktik manajemen laba. Wedari (2004) meneliti Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dengan variabel komite audit, proporsi dewan komisaris,


(24)

akuntan publik big 4, kepemilikan manajerial dan institusional. Hasilnya komite audit dan dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap pengelolaan laba (earning management) dengan variabel kepemilikan keluarga, kepemilikan instutisional, ukuran perusahaan, praktik corporate governance (ukuran KAP, proporsi dewan komisaris, dan keberadaan komite audit). Hasilnya kepemilikan keluarga dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional dan tiga variabel praktik GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Tuti Sriwedari (2009) meneliti Mekanisme Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan variabel dependen: Manajemen Laba, Kinerja Keuangan dan variabel independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komite Audit, Dewan Komisaris. Hasilnya mekanisme Good Corporate Governance mempengaruhi manajemen laba dan manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Suryani (2010) meneliti Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan variabel independennya Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Dewan Komisaris, Komposisi Dewan


(25)

Komisaris, Jumlah Rapat Komite Audit dan ukuran perusahaan, sedangkan variabel dependennya adalah manajemen laba dan hasilnya konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi komite audit, komposisi dewan komisaris dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel corporate governance terhadap manajemen laba, maka penelitian ini mengambil kasus pada perusahaan telekomunikasi seluler selama periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 dengan judul “Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate

Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan

Telekomunikasi Seluler yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal ini Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba ?

2. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal ini Proporsi Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba ? 3. Apakah mekanisme Good Corporate Governance dalam hal ini Komite


(26)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: untuk membuktikan secara empiris pengaruh mekanisme good corporate governance yang meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit secara simultan maupun parsial terhadap manajemen laba.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba.

2. Bidang Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan literatur mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan telekomunikasi seluler di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik pada masa yang akan datang mengenai masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian.


(27)

3. Bagi Investor

Dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan telekomunikasi seluler di Indonesia yang go public di Indonesia sehingga dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang tepat.

4. Bagi Regulator

Diharapkan dapat menetapkan standar yang lebih baik dimasa yang akan datang mengenai corporate governance.


(28)

jangka panjang dengan pengembalian NPV positif yang jauh lebih besar (Time-Horizon).

5. Asumsi dasar lainnya yang membangun agency theory adalah agency problem yang timbul sebagai akibat adanya kesenjangan antara kepentingan pemegang saham sebagai pemilik dan manajemen sebagai pengelola. Pemilik memiliki kepentingan agar dana yang diinvestasikannya mendapatkan return maksimal, sedangkan manajer berkepentingan terhadap perolehan insentif atas pengelolaan dana pemilik (agency problem).

2.1.2. Laporan Keuangan

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dapat disimpulkan juga bahwa laporan keuangan merupakan alat informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan yang menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dan kinerja perusahaan. Melalui laporan keuangan yang menjadi tanggung jawab manajemen, shareholders dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dapat mengukur, menilai, sekaligus mengawasi kinerja manajemen serta sejauh mana manajemen telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Laporan keuangan menunjukkan hasil dari pengelolaan manajemen sumber daya yang


(29)

dipercayakan padanya. Menurut IAI (Standar Akuntansi Keuangan, 2009:2):

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

Menurut Warren et al (2005:24) laporan keuangan yang disusun manajemen terdiri dari:

a. Laporan Laba Rugi

Laporan Laba Rugi adalah ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu.

b. Laporan Ekuitas Pemilik

Laporan Ekuitas Pemilik adalah ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi selama periode waktu tertentu.

c. Neraca

Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu.

d. Laporan Arus Kas

Laporan Arus Kas adalah ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengidentifikasi para pemakai laporan keuangan berdasarkan kepentingan. Pemakai laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Para pemakai laporan keuangan (Standar Akuntansi Keuangan, 2009:2) meliputi:

a. Investor

Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada


(30)

informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.

b. Karyawan

Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pascakerja, dan kesempatan kerja.

c. Pemberi pinjaman

Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.

d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya

Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjaman, kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.

e. Pelanggan

Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.

f. Pemerintah

Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional, dan statistik lainnya.

g. Masyarakat

Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (tren) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.


(31)

2.1.3. Asimetri Informasi

Assymetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena assymetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk pemegang saham saat ini (current stockholder), bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan bahwa:

1. Jika perusahaan memiliki prospek cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tetapi menggunakan laba ditahan, dan 2. Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru

untuk memperoleh dana.

Dengan demikian sebagaimana dikutip Syahrial (2008:207) dari Gordon Donaldson, dapat disimpulkan bahwa karena adanya

assymetric information maka perusahaan cenderung memelihara

kemungkinan berutang untuk dapat mengambil keuntungan dari kesempatan investasi yang baik tanpa harus menerbitkan saham baru pada harga yang sedang turun akibat pertanda yang jelek (bad signaling) dan lebih senang menggunakan dana dengan urutan:

1. Laba di tahan dan dana apresiasi 2. Utang

3. Penjualan saham baru 2.1.4. Manajemen Laba

2.1.4.1. Definisi Manajemen Laba

Beberapa peneliti mendefinisikan manajemen laba dalam arti yang beragam. Scott (1997) mendefinisikan bahwa manajemen laba sebagai upaya yang dilakukan manajer untuk mencapai keuntungan pribadi melalui rekayasa komponen akrual yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan yang dapat merugikan pihak lain, karena dengan


(32)

adanya manajemen laba, laporan perusahaan tidak mencerminkan nilai fundamental dari perusahaan.

Gumanti (2001) menyatakan bahwa manajemen laba tidak harus selalu dikaitkan dengan upaya untuk manipulasi data atau informasi, tetapi lebih dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting method) untuk mengukur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.

Definisi tersebut menggambarkan manajemen laba sebagai suatu tindakan oportunis manajer perusahaan sehingga dapat me-manage earning pada tingkat yang diinginkan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat tertentu dengan cara tertentu pula. Sikap curang (fraud) dapat didefinisikan sebagai tindakan yang disengaja dan didesain untuk menipu orang lain yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kekayaannya atau mengeluarkan biaya atas kesalahan pengambilan keputusan yang dilakukannya.

2.1.4.2. Bentuk Manajemen Laba

Scott (1997:306-307) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer antara lain:

1. Taking a bath, yaitu melaporkan kerugian yang besar, serta

perusahaan berada dalam keadaan yang buruk dan mengalami kemunduran kinerja yang tidak menguntungkan dan tidak dapat dihindari pada periode berjalan. Hal ini dilakukan dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. Dengan cara ini diharapkan perusahaan dapat menciptakan peluang laba yang besar dimasa yang akan datang.

2. Income minimization, yaitu penurunan tingkat laba yang

diperoleh perusahaan. Bentuk manajemen laba ini dilakukan pada saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi


(33)

dengan tujuan untuk mengurangi biaya politik. Cara ini serupa dengan taking a bath.

3. Income maximization, yaitu upaya perusahaan untuk

memaksimalkan tingkat laba yang diperoleh melalui pemilihan metode-metode akuntansi dan pemilihan waktu pengakuan transaksi, seperti mempercepat pencatatan dan menunda biaya. Upaya ini dilakukan agar manajemen mendapatkan bonus yang lebih besar, dan juga pada saat perusahaan mendekati suatu pelanggaran kontrak hutang.

4. Income smoothing, yaitu suatu bentuk manajemen laba yang

paling seringdilakukan dan yang paling populer. Melalui income smoothing, manajer akan menurunkan laba jika terjadi peningkatan laba yang cukup besar, begitu pula sebaliknya, manajer akan menaikkan laba jika tingkat laba yang diperoleh dinilai rendah atau berada dibawah target. Dengan demikian manajer dapat mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi. 2.1.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk melakukan aktivitas manajemen laba adalah:

1. Kompensasi Manajemen

Pada saat insentif manajer didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan, manajer akan terdorong untuk mengutamakan kepentingan mereka dengan menampilkan kinerja yang lebih baik melalui manajemen laba. Hal ini sejalan dengan bonus plan hyphotesis dalam teori akuntansi positif, dimana manajer yang bekerja di perusahaan dengan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkan agar dapat memaksimalkan bonus yang akan diterimanya.


(34)

2. Debt Covenant (kontrak hutang jangka panjang)

Manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba perusahaan (income increasing) jika perusahaan semakin dekat pada pelanggaran perjanjian hutang. Manajemen laba akan dilakukan dengan tujuan agar perusahaan secara signifikan menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage berada pada tingkatan yang ditentukan. 3. Political Motivation (motivasi politik)

Kebanyakan perusahaan akan melakukan manajemen laba dalam bentuk penurunan laba agar dapat mengurangi biaya politis, utamanya pada saat laba yang diperoleh perusahaan sangat tinggi. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah, seperti subsidi, serta berkaitan dengan berbagai peraturan lain yang ditetapkan oleh pemerintah.

4. Taxation Motivation (motivasi perpajakan)

Motivasi perpajakan merupakan salah satu alasan utama manajer melakukan manajemen laba. Manajer akan memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat menghasilkan laba yang rendah, karena semakin rendah laba yang dilaporkan perusahaan, maka beban pajak yang harus dibayarkan pada pemerintah juga dapat diminimalkan.


(35)

Bonus plan hypothesis memprediksikan bahwa seseorang CEO yang mendekati pensiun atau habis masa jabatannya akan cenderung melakukan strategi income maximization untuk mencegah atau membatalkan pemecatannya. Wedari (2004) mengemukakan bahwa CEO akan melakukan take a bath untuk meningkatkan profitabilitas peningkatan laba dimasa mendatang.

6. Initial Public Offering (Penawaran saham perdana)

Manajemen laba yang dilakukan pada saat IPO bertujuan untuk mempengaruhi persepsi pihak eksternal atas nilai perusahaan. Pada saat perusahaan go public, informasi keuangan yang terdapat dalam prospektus merupakan sumber informasi penting bagi calon investor, oleh karena itu perusahaan akan menampilkan kinerja yang baik dengan menaikkan tingkat laba untuk menarik investor. Wedari (2004) menemukan bahwa perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktivitas manajemen laba (income increasing discretionary accruals) pada periode terakhir sebelum IPO.

2.1.4.4. Pengukuran Manajemen

Terdapat berbagai model yang dapat digunakan dalam pengukuran manajemen laba, antara lain:


(36)

1. Model Healy

Model Healy (1985) menggunakan total akrual untuk menghitung adanya manajemen laba, dengan rumus:

TAit = (ΔCAіt – ΔCLіt – Δcashіt – ΔSTDіt – Depіt) / (Aі t-1)...(1) Kelemahan dari model ini adalah tidak memisahkan antara discretionary dan non discretionary accrual.

2. Model De Angelo

De Angelo (1986), discretionary accruals sebagai proksi dari manajemen laba adalah perbedaan total akrual pada tahun t dengan total akrual pada periode sebelum t lalu dibagi dengan total aset. Total akrual merupakan selisih antara laba bersih (net income) dengan arus kas dari aktivitas operasi, dengan rumus:

DAіt = ( TAіt/Aіt ) / ( TAіt–1/Aіt–1)...(2) 3. Model Jones

Model yang ditawarkan Jones (1991) dapat memisahkan discretionary dan non discretionary accruals. Pengukuran total akrual dalam model ini serupa dengan yang dikemukakan dalam model De Angelo. Selanjutnya nilai yang dihasilkan dimasukkan dalam persamaan berikut:

TAіt/Aіt-1 = α(1/Aіt–1) + β1(ΔREVіt/Aіt–1) + β2(PPEіt/Aіt) +


(37)

Kemudian nilai discretionary accruals dihitung sebagai berikut:

DAіt = TAіt/Aіt–1 – [α(1/Aіt–1)+β1(ΔREVіt/Aіt–

1)+β2(PPEіt/Aіt1)]...(4) 4. Modified Jones Model

Dechow (1995) berhasil melakukan modifikasi atas model Jones dengan menambahkan perubahan piutang sebagai pengurang perubahan pendapatan. Penambahan ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua penjualan kredit disebabkan oleh adanya praktek manajemen laba, karena akan lebih mudah untuk melakukan rekayasa dengan menggunakan penjualan kredit dibandingkan dengan penjualan tunai. Model ini digambarkan dengan rumus berikut: TAіt/Aіt–1 = α(1/Aіt–1) +

β1(ΔREVіt–ΔRECіt)/Aіt–1 + іt/Aіt β2(PPE –

1)+εіt...(5) Model ini diyakini dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model yang lainnya.

2.1.5. Good Corporate Governance 2.1.5.1. Definisi Corporate Governance

Beberapa pakar telah mengemukakan definisi corporate governance. Berbagai definisi tersebut antara lain:

1. Blair (1995) sebagaimana yang dikutip oleh Darmawati (2003) menyatakan bahwa corporate governance adalah keseluruhan set aransemen legal, kebudayaan, dan institusional yang menentukan apa yang dapat dilakukan oleh perusahaan publik,


(38)

siapa yang mengendalikan, bagaimana pengendalian dilakukan, dan bagaiamana risiko dan return dari aktivitas - aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dialokasikan.

2. Marthur (1999) sebagaimana yang dikutip oleh Darmawati (2003) “Corporate governance is the conduct of directors and its aim as to maximize shareholders value while satisfying stakeholders.”

3. Maksum (2005) mendefinisikan corporate governance sebagai suatu sistem yang dibangun untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga tercipta tata hubungan yang baik, adil dan transparan di antara berbagai pihak yang terkait dan memiliki kepentingan (stakeholders) dalam perusahaan.

4. Khomsiyah (2007) mendefinisikan bahwa corporate

governance merupakan upaya yang dilakukan oleh semua

pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak.

Menurut FGCI (2002):

Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2002) menjelaskan bahwa corporate governance merupakan acuan bagi perusahaan dalam rangka:

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan atas prinsip transparansi,


(39)

akuntabilitas, responsibiltas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.

2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi, dan Rapat Umum Pemegang Saham.

3. Mendorong pemegang saham, dewan komisaris, dan anggota direksi agar membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan di sekitar perusahaan.

5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya. 6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional sehingga

meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2.1.5.2. Prinsip-prinsip Corporate Governance

Meskipun konsep corporate governance telah muncul bersamaan dengan konsep korporasi, namun kesadaran terhadap pentingnya konsep ini baru berkembang secara cepat dalam tahun–tahun belakangan ini. Terdapat beberapa versi yang


(40)

menyangkut prinsip-prinsip corporate governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate

Governance (KNKCG) pada tahun 2006, menyebutkan terdapat

lima asas GCG antara lain : 1. Transparansi (Transparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

3. Responsibilitas (Responsibility)

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

4. Independensi (Independency)

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen. sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dari penipuan dan penyimpangannya.


(41)

Organization for Economic Co-Operation Development (OECD) (2004) menyatakan terdapat lima prinsip corporate governance yaitu :

a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The rights of shareholders).

b. Perlakuan yang adil tehadap pemegang saham (The equitable treatment of shareholders).

c. Peranan stakeholders dalam corporate governance (The role of stakeholders).

d. Pengungkapan dan transparansi (Disclosure and transparency). e. Tanggung jawab direksi dan komisaris (The responsibilities of

the board).

2.1.5.3. Mekanisme Good Corporate Governance

Beberapa mekanisme corporate governance seperti mekanisme internal, berupa struktur dan dewan komisaris, serta mekanisme eksternal seperti pasar untuk kontrol perusahaan diharapkan dapat mengatasi masalah keagenan. Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada para pemakainya seperti investor dan kreditur, sehingga nilai perusahaan akan berkurang.


(42)

Penelitian ini mengambil mekanisme good corporate governance yang meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit.

1. Kepemilikan Manajerial

Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria: (a) perusahaan dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner manager); (b) perusahaan yang dipimpin oleh manajer non pemilik (non-owner manager). Dua kriteria ini akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Boediono, 2005). Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapakan manajer akan


(43)

bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Perusahaan dengan kepemilikan saham yang besar seharusnya mempunyai konflik keagenan yang rendah pula. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial di dalam perusahaan. (Ross et al 1999, dalam Siallagan & Mas’ud, 2006) menyatakan bahwa dengan kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Sensitivitas manajemen terhadap pengaruh para pemegang saham akan tergantung pada tingkat kontrol kepemilikan manajerial.

2. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Dewan Komisaris, khususnya komisaris independen memegang peranan yang penting dalam perusahaan karena mereka mewakili kepentingan publik dengan cara mengawasi manajemen perusahaan. Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme yang mengawasi dan memberikan petunjuk serta


(44)

arahan pada pengelola perusahaan (FGCI, 2002). Namun dalam praktiknya, dewan komisaris hanya bersifat pasif bahkan tidak menjalankan tugas pengawasannya sama sekali. (FGCI, 2002) menyatakan bahwa fakta di Indonesia menunjukkan banyak dewan komisaris yang memang tidak memiliki kemampuan dan tidak menunjukkan independensinya (sehingga dalam banyak kasus, dewan komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas). Kepemilikan saham yang berpusat pada satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi dewan komisaris, karena pengangkatan anggota dewan komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Oleh karena itu keberadaan dewan komisaris, apalagi dalam jumlah yang besar justru tidak meningkatkan kinerja perusahaan.

3. Komite Audit

Keberadaan Komite Audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam mengenai


(45)

masalah pengendalian. Berdasarkan surat edaran BEJ No.: SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite audit ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen (Nasution & Dody, 2007). Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal juga diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba. Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance (Improving Audit Committee Performance: What Works Best – A Research Reportprepared by Pricewaterhouse Coopers, the Institute of Internal Auditors Research


(46)

governance, komite audit juga memiliki tugas di bidang pelaporan keuangan, yaitu:

1. Merekomendasikan auditor eksternal.

2. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan yang menyangkut kebijakan-kebijakan tersebut.

3. Meneliti laporan keuangan yang meliputi laporan paruh tahunan, laporan tahunan, dan opini auditor serta management letters.

2.1.5.4. Manfaat Good Corporate Governance

Banyak hal positif yang bisa dicapai dengan melaksanakan corporate governance. Secara mikro, manfaat GCG bagi perusahaan adalah efisiensi dan produktivitas (Suratman, 2000 dalam Indrayani, 2001). Hal ini sangat dibutuhkan oleh kompetisi global karena efektif dan efisiensi usaha adalah jawaban dalammenghadapi kompetisi global di tengah situasi yang turbulent.

Pelaksanaan GCG juga membawa dampak yang sangat baik terhadap masyarakat secara keseluruhan. Corporate governance juga berkaitan secara langsung dengan topik lain, yaitu usaha– usaha untuk mencegah korupsi (Sullivan, 2000; Media Akuntansi, 2000 dalam Indrayani, 2001). Manfaat good corporate governance dapat disimpulkan sebagai berikut:


(47)

2. Meningkatkan kepercayaan publik 3. Menjaga going concern perusahaan

4. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan 5. Meningkatkan produktivitas

6. Mengurangi distorsi (risk management).

Berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penerapan corporate governance antara lain:

1. Dengan good corporate governance, proses pengambilan keputusan akan berlangsung lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. Ketiga hal ini jelas akan sangat berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sehingga kinerja perusahaan akan mengalami peningkatan.

2. Good corporate governance akan memungkinkan dihindarinya

atau sekurang-kurangnya dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini tentu akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak berkepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut. Chtourou dkk (2001) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa kinerja


(48)

(earning management) yang mengakibatkan nilai fundamental perusahaan tidak tergambar dalam laporan keuangannya.

3. Nilai perusahaan di mata investor akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan tempat mereka berinvestasi. Peningkatan kepercayaan investor kepada perusahaan akan dapat memudahkan perusahaan mengakses tambahan dana yang diperlukan untuk berbagai keperluan perusahaan, terutama untuk tujuan ekspansi.

4. Bagi para pemegang saham, dengan peningkatan kinerja sebagaimana disebut diatas, dengan sendirinya akan menaikkan nilai saham mereka dan juga nilai dividen yang akan mereka terima. Bagi negara, hal ini juga akan menaikkan jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan yang berarti akan terjadi peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak. Apalagi bila perusahaan yang bersangkutan berbentuk perusahaan BUMN, maka peningkatan kinerja tadi juga dapat meningkatkan penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.

5. Praktik good corporate governance karyawan ditempatkan sebagai salah satu stakeholder yang seharusnya dikelola dengan baik oleh perusahaan, maka motivasi dan kepuasan kerja karyawan juga diperkirakan akan meningkat. Peningkatan ini dalam tahapan selanjutnya tentu dapat meningkatkan


(49)

produktivitas dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan.

6. Semakin baiknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat kepercayaan para stakeholders kepada perusahaan akan meningkat sehingga citra positif perusahaan akan naik. Hal ini tentu saja akan dapat menekan biaya (cost) yang timbul sebagai akibat tuntutan para stakeholders kepada perusahaan.

7. Penerapan corporate governance yang konsisten akan meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan. Manajemen akan cenderung untuk tidak melakukan rekayasa terhadap laporan keuangan, karena adanya kewajiban untuk mematuhi berbagai aturan dan prinsip akuntansi yang berlaku dan penyajian informasi secara transparan.

2.1.5.5. Hubungan Corporate Governance dan Manajemen Laba

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fenomena manajemen laba telah banyak dijadikan objek penelitian dibidang akuntansi dan keuangan. Banyak yang mencoba mengungkapkan keberadaan manajemen laba yang dihubungkan dengan faktor atau keadaan tertentu yang mempengaruhinya.

Corporate governance merupakan salah satu cara untuk mengatasi praktik manajemen laba dengan mekanisme pengawasan yang terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: a). internal mechanism, seperti komposisi dewan komisaris dan rapat


(50)

umum pemegang saham, kemudian b). external mechanism, seperti pengendalian oleh pasar. Fidyati (2004) yang meneliti mengenai hubungan mekanisme corporate governance yang terdiri atas kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, pemegang saham publik, dan Big-5 Auditor terhadap indikasi manajemen laba yang dilakukan pada periode sebelum Seasoned

Equity Offering (SEO), penelitian ini mengemukakan bahwa

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan dengan manajemen laba, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Midiastuty dan Mahfoedz (2003) menemukan bahwa mekanisme corporate

governance mempunyai hubungan terhadap kualitas laba dan

manajemen laba. Hasil penelitian Midiastuty dan Mahfoedz menemukan bahwa direksi mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap discretionary accrual.

Penelitian ini mengambil mekanisme good corporate governance yang meliputi kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit. Beberapa penelitian mendukung adanya pengaruh variabel mekanisme-mekanisme diatas. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, dan komite audit, dalam perusahaan sebagai variabel mekanisme corporate governance


(51)

mampu mengurangi konflik kepentingan yang timbul dari hubungan keagenan antara manajemen dengan pemegang saham. 2.1.5.6. Hubungan Kepemilikan Manajerial dan Manajemen Laba

Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajemen dengan pemegang saham rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan tersebut salah satunya adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang. Dengan kepemilikan tersebut, manajemen akan merasakan langsung dampak dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan. Midiastuty dan Mahfoedz (2003) melakukan penelitian dengan dua tujuan yaitu menguji pengaruh mekanisme corporate governance dengan manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accrual. Salah satu mekanisme yang diuji adalah kepemilikan manajerial. Penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap discretionary accrual. Hasil ini menunjukkan bahwa di Indonesia kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan kepentingan antara manajer dengan pemilik atau pemegang saham. Berdasarkan hasil beberapa penelitian di atas dinyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial maka akan semakin mengurangi kecenderungan manajer melakukan manajemen laba.


(52)

2.1.5.7. Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba

Proporsi Dewan Komisaris Independen merupakan salah satu mekanisme pengawasan internal corporate governance untuk mengendalikan perusahaan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, proporsi dewan komisaris yang didalamnya termasuk komisaris independen mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan, hal ini disebabkan karena semakin banyak anggota komisaris independen maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini semakin berkualitas karena dengan banyaknya pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan. Sebagaimana dinyatakan dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 perihal Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Lain selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat bahwa sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari anggota Dewan Komisaris perusahaan publik harus merupakan Komisaris Independen.

Wilopo (2004) menemukan bahwa komisaris independen sebagai mekanisme corporate governance mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.


(53)

2.1.5.8. Hubungan Komite Audit dan Manajemen Laba

Komite audit yang dipilih oleh komisaris hendaknya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia, hal ini diharapkan dapat membatasi ruang gerak manajemen untuk melakukan manajemen laba. Selanjutnya dalam pelaksanaan tugasnya, komite audit dengan proporsi anggota eksternal yang cukup besar dan dengan pengetahuan dan pengalaman berkaitan dengan keuangannya, diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba dalam perusahaan perbankan. Oleh karena itu sebaiknya komite audit memiliki intensitas pertemuan yang cukup untuk dapat lebih baik dalam memonitor masalah seperti manajemen laba.

Sehubungan dengan komite audit yang diteliti dalam penelitian ini, DeFond dan Subramayam (1998) dalam Wedari (2004) bahwa risiko klien dapat mempengaruhi pilihan akuntansi auditor untuk lebih konservatif dari pada manajemen, bagi klien yang berisiko. Hal ini berarti komite audit dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.

2.2. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai pengaruh mekanisme good corporate

governance terhadap manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti

seperti Deni Darmawati (2003) meneliti Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris, dengan variabel mekanisme GCG


(54)

(pelaksanaan RUPS, kualitas dewan komisaris, kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders, transparansi dan akuntabiltas, kepemilikan saham oleh investor institusional). Hasilnya hanya satu variabel dalam mekanisme GCG, yaitu kualitas hubungan perusahaan dengan stakeholders, yang berhubungan negatif dengan praktik manajemen laba. Wedari (2004) meneliti Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Manajemen Laba dengan variabel komite audit, proporsi dewan komisaris, akuntan publik big 4, kepemilikan manajerial dan institusional. Hasilnya komite audit dan dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap pengelolaan laba (earning management) dengan variabel kepemilikan keluarga, kepemilikan instutisional, ukuran perusahaan, praktik corporate governance (ukuran KAP, proporsi dewan komisaris, dan keberadaan komite audit). Hasilnya kepemilikan keluarga dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan instutisional dan tiga variabel praktik GCG tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Tuti Sriwedari (2009) meneliti Mekanisme Good Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan variabel dependen: Manajemen Laba, Kinerja Keuangan dan variabel independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan


(55)

Institusional, Komite Audit, Dewan Komisaris. Hasilnya Mekanisme Good Corporate Governance mempengaruhi manajemen laba dan manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan. Suryani (2010) meneliti Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan variabel independennya Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Dewan Komisaris, Komposisi Dewan Komisaris, Jumlah Rapat Komite Audit dan ukuran perusahaan, sedangkan variabel dependennya adalah manajemen laba dan hasilnya konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi komite audit, komposisi dewan komisaris dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Adapun persamaan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktek manajemen laba, sedangkan perbedaannya yaitu dari segi variabel yang digunakan, periode penelitian dan objek penelitian, oleh karena itu penelitian sekarang bukan merupakan duplikasi.

Beberapa hasil pengujian dari para penelitian terdahulu dapat dilihat dari Tabel 2.1 sebagai berikut:

No. Peneliti Judul Variabel Hasil

1. Deni Darmawati (2003) Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris

Mekanisme GCG (pelaksanaan RUPS, kualias dewan komisaris,

Hanya satu variabel dalam mekanisme GCG, yaitu


(56)

kualitas komite audit, kualitas hubungan stakeholders, transparansi

dan akuntabilitas, kepemilikan saham oleh

investor institusional).

kualitas hubungan perusahaan dengan stakeholders yang berhubungan negatif dengan praktik manajemen laba.

2. Wedari (2004) Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite

Audit terhadap Manajemen Laba

Komite Audit, proporsi dewan komisaris, akuntan publik big 4, kepemilikan

manajerial dan institusional.

(1) Komite Audit

dan Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. (2) Kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 3. Siregar dan Utama

(2005) Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Kepemilikan keluarga, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, praktik Corporate Governance

(1) Kepemilikan keluarga dan ukuran perusahaan berpengaruh


(57)

Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earning Management)

(ukuran KAP, proporsi

dewan komisaris, keberadaan komite audit)

signifikan terhadap manajemen laba. (2) Kepemilikan institusional dan tiga variabel praktik GCG tidak berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba. 4. Tuti Sriwedari (2009) Mekanisme Good

Corporate Governance,

Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan

Manufaktur di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia

Variabel Dependen: Manajemen Laba, Kinerja Keuangan

Variabel Independen: Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Komite Audit, Dewan Komisaris.

Mekanisme Good Corporate Governance mempengaruhi manajemen laba dan manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

5. Suryani (2010) Pengaruh Mekanisme Corporate Governance

dan Ukuran Perusahaan terhadap

Variabel Dependen: Manajemen Laba Variabel Independen: Kepemilikan Institusional, Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif signifikan


(58)

Manajemen Laba Pada Perusahaan

Manufaktur yang terdaftar di BEI

Kepemilikan Manajerial, Ukuran Dewan Komisaris,

Komposisi Dewan Komisaris, Jumlah Rapat

Komite Audit dan Ukuran Perusahaan.

terhadap

manajemen laba, sedangkan

komposisi komite audit, komposisi dewan komisaris dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh

terhadap

manajemen laba.

2.3. Kerangka Konseptual

Adanya konflik kepentingan dan asimetri informasi yang terjadi antara prinsipal dan agen dalam teori agensi menyebabkan timbulnya manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Hal ini dikarenakan manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Menurut teori keagenan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meminimumkan konflik kepentingan tersebut adalah dengan tata kelola perusahaan yang baik yang bertujuan untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan serta menyelaraskan berbagai kepentingan tersebut.


(59)

Salah satu kepentingan pokok dari pemegang saham adalah perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang besar sehingga dapat meningkatkan laba bagi perusahaan dan keuntungan para pemegang saham. Berdasarkan keterangan diatas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

GAMBAR 2.1

KERANGKA PIKIR

Teori Keagenan

Laporan Keuangan

Pengguna Laporan Keuangan Neraca Laporan

Arus Kas

Laporan Laba/Rugi

Catatan Atas Laporan Keuangan

Equitas

Pengguna Eksternal Konflik Kepentingan Manajemen


(60)

GAMBAR 2.2

KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN

a. Uji parsial (uji t)

Variabel-variabel yang mempengaruhi/ Independent Variables (variabel X)

Variabel yang dipengaruhi/ Dependent Variable

(variabel Y)

b. Uji simultan (uji F)

Variabel-variabel yang mempengaruhi/ Independent Variables (variabel X)

Variabel yang dipengaruhi/ Dependent Variable (variabel Y) Kepemilikan Manajerial

(X1)

Proporsi Dewan Komisaris (X2)

Komite Audit (X3)

Manajemen Laba (Earning Management)

(Y)

• Kepemilikan Manajerial (X1)

• Proporsi Dewan

Komisaris (X2)

• Komite Audit (X3)

Manajemen Laba (Earning Management)


(61)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori, dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka peneliti mengajukan suatu hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti dan masih harus dibuktikan secara empiris, yaitu bahwa:

1. Kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba,

2. Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba,

3. Komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba.


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi dan Pengukuran Variabel

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode desain asosiatif dengan hubungan kausal, yaitu menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Umar, 2006). Penelitian ini meliputi analisis terhadap penerapan mekanisme good corporate governance terhadap aktivitas manajemen laba perusahaan, dalam menyusun laporan keuangannya serta kualitas laba yang dihasilkan pada perusahaan telekomunikasi seluler yang terdaftar di BEI.

Untuk menguji beberapa variabel, yaitu kepemilikan manajerial (X1),

komposisi dewan komisaris (X2), dan keberadaan komite audit (X3), yang

diindikasikan mempengaruhi manajemen laba (Y) maka akan digunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) yang terdapat dalam program SPSS (Statistical Program for Social Science).

1.Variabel Terikat (Dependent Variable) yaitu tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen (Indriantoro dan Supomo, 1999:69). Variabel terikat pada penelitian ini adalah variabel yang dipengaruhi oleh Good Corporate Governance, yaitu manajemen laba (Y). Manajemen Laba (Earning Management) adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan/atau nilai pasar perusahaan. Variabel ini diukur berdasarkan proxy Discretionary Accrual


(63)

(DA), yang merupakan kumpulan sejumlah dampak bersih atas kebijakan akuntansi yang mencakup portofolio penentu pendapatan (income). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan pengukuran adalah persen (%). Manajemen laba (Earning Management) dapat diformulasikan sebagai berikut:

(Dechow, 1996, dalam Widyaningdyah, 2001 : 95) Keterangan:

TACit : Total accruals perusahaan i pada tahun t

NIit : Laba bersih perusahaan i pada tahun t

CAit : Arus Kas operasional perusahaan i pada tahun t

TAit : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

2. Variabel bebas (Independent Variable), yaitu: tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. (Indriantoro dan Supomo,1999 : 69). Variabel bebas pada penelitian ini adalah Good Corporate Governance yang terdiri dari:

a. Kepemilikan Manajerial (X1)

Kepemilikan manajerial adalah persentase kumulatif saham yang dimiliki secara langsung oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan ( komisaris dan direksi ). Semakin besar kepemilikan manajemen semakin kecil kecenderungan untuk melakukan manajemen laba karena adanya kesejajaran kepentingan dan

TACit = NIit – CAit


(64)

tujuan. Proporsi kepemilikan manajerial dihitung melalui persentase saham yang dimiliki secara langsung oleh investor manajerial yang terdapat dalam laporan keuangan.

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio, dengan satuan pengukurannya adalah persen (%), dan rumus yang digunakan (Isnanta, 2008):

b. Proporsi Dewan Komisaris Independen (X2)

Proporsi dewan komisaris independen adalah perbandingan jumlah komisaris independen yang dimiliki suatu perusahaan terhadap jumlah seluruh anggota dewan komisaris. Semakin tinggi proporsi komisaris independen maka semakin baik fungsi pengawasan terhadap manajemen, sehingga dapat menghambat praktek manajemen laba. Proporsi komisaris independen yang disyaratkan oleh peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam Kep-05/PM/2002 tanggal 3 April minimal adalah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah seluruh anggota atau proporsional dengan jumlah pemegang saham minoritas. Variabel dewan komisaris diukur skala rasio, dengan satuan pengukurannya adalah persen (%), dan rumus yang digunakan:

Proporsi Dewan Komisaris Independen = Jumlah anggota komisaris independen Jumlah dewan komisaris Kepemilikan Manajerial = Jumlah saham yang dimiliki oleh manajerial


(65)

c. Komite Audit (X3)

Komite audit ditentukan dari ada atau tidaknya komite audit dalam perusahaan. Sehubungan dengan fungsi yang dimiliki komite audit, diindikasikan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit mempunyai aktivitas manajemen laba yang lebih rendah intensitasnya dari pada perusahaan yang tidak mempunyai komite audit.

Variabel ini merupakan variabel dummy yaitu dengan menggunakan skala 1 untuk perusahaan yang memiliki komite audit dan skala 0 untuk perusahaan yang tidak memiliki komite audit (Effendi, 2008:25).

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah himpunan individu, unit, elemen, yang memiliki ciri atau karakteristik yang sama (Sugiyono, 2004:55). Dari pengertian tersebut maka populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan telekomunikasi yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 berjumlah 6 (enam) perusahaan, yaitu:

1. PT. Bakrie Telecom, Tbk. 2. PT. XL Axiata, Tbk. 3. PT. Indosat, Tbk.

4. PT. Inovisi Infracom, Tbk. 5. PT. Smartfren Telecom, Tbk.


(66)

6. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2004:91), sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah non probabilitas sampling dengan teknik purposive sampling atau dengan kriteria. Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan telekomunikasi yang sudah go public yang terdaftar di

BEI selama periode 2008 sampai dengan 2011.

2. Data laporan keuangan perusahaan tersedia berturut – turut untuk tahun pelaporan dari 2008 sampai dengan 2011.

3. Perusahaan sampel tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditor dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember.

4. Data yang tersedia lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi periode 31 Desember 2008-2011), baik data mengenai good corporate governance perusahaaan.

5. Perusahaan yang tidak mengalami transaksi merger, akuisisi, restrukturisasi dan perubahan kelompok usaha selama periode penelitian, yaitu tahun 2008-2011, sebab hal tersebut dapat membuat hasil perhitungan menjadi bias. Dengan kriteria ini, maka PT. Smartfren Telecom, Tbk. tidak termasuk dalam sampel penelitian karena merupakan perusahaan yang terbentuk bulan April


(67)

2011 dari hasil merger antara PT Mobile-8 Telecom, Tbk. dengan PT. Smart Telecom.

6. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk meraih penghargaan CGA (Corporate Governance Award) di tahun 2011, maka perusahaan tersebut tidak termasuk dalam sampel penelitian.

Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjumlah 4 (empat) perusahaan, yaitu :

1.PT. Bakrie Telecom, Tbk

2.PT. Excelcomindo Pratama, Tbk 3.PT. Indosat, Tbk

4.PT. Inovisi Infracom, Tbk 3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara.

3.3.2.Sumber Data

Sumber data yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Fakultas Ekonomi (FE) USU Medan.


(68)

3.3.3.Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penyusunan skripsi ini, yaitu dengan cara:

1.Metode Dokumentasi

Peneliti ini dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder (secondary data).

2.Penelitian kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan memahami buku-buku literatur dan referensi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti untuk mendapatkan landasan teori dan berbagai penjelasan mengenai masalah yang diteliti.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.4.1.Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode Kolmogorov-Smirnov. (Sumarsono, 2004 : 40).

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah data mengikuti distribusi normal adalah:

1. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5% maka distribusi adalah tidak normal.

2. Jika nilai signifikan (nilai probabilitasnya) lebih besar dari 5% maka distribusi adalah normal. (Sumarsono, 2004:43)


(69)

3.4.2.Uji Asumsi Klasik

Teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Dalam persamaan regresi linier berganda harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji regrasi ini tidak bias (sesuai dengan tujuan).

Untuk mengambil keputusan BLUE, maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi klasik yang tidak boleh dilanggar oleh persamaan tersebut, yaitu tidak boleh ada autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedasitas. (Gujarati, 1999:153)

3.4.2.1. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2009:95) uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Alat uji yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dalam penelitian ini dengan melihat besarnya nilai Variance Inflation Factor (VIF). Dasar analisis yang digunakan yaitu jika nilai VIF (Variance


(70)

Inflation Factor) < 10, maka hal ini berarti dalam persamaan regresi tidak ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau bebas multikolinieritas. (Ghozali, 2009:96)

3.4.2.2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi yang lain. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi, salah satunya adalah dengan uji Durbin-Watson (DW test) (Gujarati, 1999:201).

Menurut Santoso (2002:218) deteksi adanya Autokolerasi adalah :

a.Angka D-W di bawah -2, hal ini berarti ada Autokolerasi positif.

b. Angka D-W diantara -2 sampai +2, hal ini berarti tidak ada Autokolerasi.

c. Angka D-W di atas +2, hal ini berarti ada Autokolerasi negatif.


(1)

97

2 EXCL 851.857 13.692.512 0,062213347

3 INVS 256.892.180.900 1.824.271.922.003 0,140819018

4 ISAT 543.393 18.815.973 0,028879346


(2)

98

1 BTEL 5 2 0,4

2 EXCL 9 3 0,3

3 INVS 3 1 0,3

4 ISAT 10 4 0,4


(3)

99

1 BTEL 5 2 0,4

2 EXCL 7 3 0,42

3 INVS 3 1 0,3

4 ISAT 10 4 0,4


(4)

100

1 BTEL 5 2 0,4

2 EXCL 6 3 0,5

3 INVS 3 1 0,3

4 ISAT 5 3 0,6


(5)

101

1 BTEL 5 2 0,4

2 EXCL 9 4 0,44

3 INVS 3 1 0,3

4 ISAT 10 4 0,4


(6)

102

3 INVS 0 1 1 1

4 ISAT 1 1 1 1


Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 57 80

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Property dan Real Estaate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010 - 2013

1 70 119

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 41 110

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 52 93

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 51 83

Analisis Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2008-2010)

1 28 108

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property and Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 53 95

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 35 155

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian - Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Pada Perusahaan Telekomunikasi Seluler Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011

0 0 11

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Pada Perusahaan Telekomunikasi Seluler Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011

0 0 14