Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan

Tindak Pidana Khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut. Misalnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Pemberantasa Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa pidana.

2. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan

teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila : 1. Tindakan tersebut melawan hukum. Yang dimaksud dengan suatu tindakan tersebut melawan hukum adalah dimana tindakan tersebut bertentangan atau melawan undang-undang yang ada,dalam hal ini adalah KUHP. Menurut Sudarto, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum jika perbuatan itu telah sesuai dengan rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. 2. Tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Universitas Sumatera Utara Tidak adanya alasan pembenar dalam perbuatan atau tindakan yang dilakukannya membuat seseorang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap undang-undang ataupun hukum yang berlaku. Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu : a. Kemampuan bertanggungjawab atau dapat dipertanggungjawabkan dari si pembuat. b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : Disengaja dan Sikap kurang hati-hati atau lalai c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, adalah merupakan faktor akal intelectual factor yaitu dapat membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak. Dan kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan tersebut adalah merupakan faktor perasaan volitional factor yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang Universitas Sumatera Utara diperbolehkan dan mana yang tidak. Sebagai konsekuensi dari dua hal tadi maka tentunya orang yang tidak mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan kalau melakukan tindak pidana, orang demikian itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk membuktikan adanya unsur kesalahan tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggungjawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Dalam KUHP masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44 ayat 1 yang berbunyi : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”. Kalau tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka pasal tersebut tidak dapat dikenakan. apabila Universitas Sumatera Utara hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat sebagai berikut 13 : 3. Syarat Psychiartris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan idiote, yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini harus terus menerus. 4. Syarat Psychologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si pelaku melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu gangguan jiwa yang timbul sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat dikenai hukuman. Untuk menentukan adanya pertanggung jawaban, seseorang pembuat dalam melakukan suatu tindak pidana harus ada “sifat melawan hukum” dari tindak pidana itu, yang merupakan sifat terpenting dari tindak pidana. Tentang sifat melawan hukum apabila dihubungkan dengan keadaan psikis jiwa pembuat terhadap tindak pidana yang dilakukannya dapat berupa “kesengajaan” opzet atau karena “kelalaian” culpa. 3.UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan UU No.1 Tahun 2009 tentang penerbangan merupakan undang-undang yang baru pengganti UU No.15 Tahun 1992. UU ini dibuat karena dianggap UU No.15 Tahun 1992 tentang penerbangan sudah tidak sesuai lagi denagn kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Perkembangan 13 Saifudiendjsh,pertanggungjawaban-pidana, http:saifudiendjsh.blogspot.com200908pertanggungjawaban-pidana.html,2009. Universitas Sumatera Utara lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sangat banyak perubahan yang terjadi dalam undang- undang ini, penambahan bab dan pasal yang semakin banyak. Dalam undang-undang No.15 Tahun 1992 hanya terdiri dari 15 bab dan 76 pasal, sedangkan dalam undang-undang No.1 Tahun 2009 terdiri dari 24 bab dan 466 pasal. Dengan demikian terlihat banyak terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam undang-undang penerbangan yang baru ini. Semakin banyak hal-hal yang diatur dalam dunia penerbangan, demikian juga dengan tindak pidana yang mungkin terjadi selama dalam penerbangan baik itu dilakukan oleh awak pesawat yang terdiri dari kapten terbang pilot, co-pilot, teknisi pesawat udara, tenaga ruang penerangan briefing office, tenaga operasi pengawas lalu lintas udara Air Traffic Control-ATC, dan penumpang daripada pesawat itu sendiri semakin baik diatur dalam undang-undang ini.

3.1. Pengertian Pilot kapten terbang PILOT adalah seseorang yang menjalankan mesin baik itu

Dokumen yang terkait

Pertanggung Jawaban Penghasut Untuk Melakukan Unjuk Rasa Yang Berakibat Anarkhis

1 44 88

Analisis Yuridis Atas Pertanggung Jawaban Notaris Terhadap Akta Fidusia Yang Dibuat Setelah Terbit PERMENKUMHAM Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Fidusia Elektronik

9 172 181

Pertanggung Jawaban atas Pemblokiran Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013)

4 75 94

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

1 66 78

Pertanggungjawaban Pidana Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil Atas Kecelakaan Pesawat Terbang Dalam Perspektif Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbanga

1 51 81

Pertanggung jawaban Pidana Oleh Pengurus Yayasan Terhadap Penyalahgunaan Dana/Kekayaan Yayasan

0 35 5

ASURANSI AWAK PESAWAT UDARA ATAS TERJADINYA KECELAKAAN PESAWAT.

0 3 12

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KAPTEN PENERBANG (PILOT) DALAM KECELAKAAN PESAWAT UDARA AKIBAT KELALAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 2

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN JASA PERAWATAN PESAWAT TERBANG DIHUBUNGKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 1 1

PERTANGGUNG JAWABAN TERBATAS PERUSAHAAN ANGKUTAN BERMOTOR UMUM TERHADAP PENGEMUDI YANG MENGALAMI KECELAKAAN LALU LBVTAS JALAN PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTA.

0 0 7