sebagaimana dimaksud dalam pasal 354 sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 delapan tahun” Ayat 2 : “ dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun”
Dalam pasal 354 dikatakan bahwa kapten terbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara
lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan wajib segera memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas
penerbangan, apabila hal tersebut tidak dilakukan oleh kapten terbang maka kapten terbang tersebut bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
pesawat udara tersebut dan dapat dikenakan hukuman pidana terhadapnya.
C. Pertanggungjawaban Pilot Kapten Terbang dalam Kecelakaan
Pesawat Udara.
Walaupun Kapten Terbang mempunyai wewenang tunggal untuk membuat keputusan, kapten terbang harus mematuhi dan mengikuti standar
rekomendasi standar Internasional. Salah satu rekomendasi standar tersbut adalah penggunaan VFR harus memenuhi persyaratan penglihatan ke depan dan jarak
awan secara vertical maupun horizontal. Kecuali telah memperoleh persetujuan dari unit lalu lintas udara, pesawat udara tidak dapat tinggal landas atau mendarat
di Bandar uadra zona pengawasan control zone atau memasuki zona lalu lintas
Universitas Sumatera Utara
aerodrome
40
. Sebagaimana disebutkan diatas, pelayanan pemandu lalu lintas udara telah dilengkapi dengan IFR dan VFR di dalam pengawasan ruang angkasa.
Di dalam pelayanan ini apabila mungkin kapten terbang harus konsultasi dengan area control, dalam hal tidak tersedia area control harus berhubungan dengan
control centre atau approach control service atau aerodrome control tower. Pelayanan lalu lintas udara untuk menjamin arus lalu lintas udara
secara efisien, pemisahan penerbangan antara pesawat udara satu dengan pesawat udara lainnya, koordinasi pengawasan lalu lintas udara, koordinasi penyerahan
tanggung jawab pemanduan, koordinasi pemberian izin terbang. Di samping itu juga pengawasan pergerakan pesawat udara, orang, kendaraan di Bandar udara
untuk menghindarkan bahaya, pergerakan pesawat udara yang menuju ujung landasan. Pemanduan tersebut dibantu oleh berbagai lampu berwarna merah,
kuning, dan hijau, sama seperti halnya di kota-kota. Warna hijau tidak memberi hak kepada pengemudi yang mempunyai sertifikat untuk melakukan perbuatan
sekehendak hatinya sendiri. Hal ini juga berlaku bagi pesawat udara, kapten penerbang tidak bebas sebab mempunyai kewajiban untuk mengendalikan
pesawat udara dengan nyaman, harus melakukan pekerjaannya secara professional dan tenang pada saat kapten terbang menghadapi keadaan darurat, demikian pula
kemampuan pergerakan pesawat udara harus memperoleh perhatian yang benar- benar, konsekuensi kapten terbang merupakan pengambil keputusan terakhir
semua pergerakan pesawat udara sejak awal tinggal landas samapai pendaratan
40
sebuah lapangan yang dilengkapi dengan menara dan jelas serta sebagai akomodasi bagi penumpang dan kargo
Universitas Sumatera Utara
berakhir. Pertanggung jawaban pidana ini akan lebih mudah untuk dipahami jika kita melihat pada kasus kecelakaan pesawat udara yang disebabkan oleh adanya
unsur kesalahan manusia yaitu kecelakaan pesawat udara boeing 737 Garuda Indonesia GA-200 di Yogyakarta.
Kasus posisi : 1.
Berdasarkan laporan akhir KNKT07.0607.25.35
41
, pada hari Rabu 7 Maret 2007 pagi hari sebuah pesawat udara Garuda Indonesia Boing 737-
400 dengan nomor penerbangan GA-200 terperosok di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta.
2. Pesawat mengalami kebakaran setelah terjadi ledakan di badan
pesawat tersebut. Peristiwa ini terjadi sesaat setelah pesawat Garuda mendarat di bandara Adi Sucipto, Yogyakarta, dari Jakarta.
3. Saat pesawat Garuda tersebut mendarat dengan kecepatan masih
tinggi, dan setelah mendarat pesawat mendongak kembali seperti akan naik dan terhempas lagi kemudian mendongak lagi dan yang ketiga kainya
terhempas lebih keras lagi, satu roda menyentuh landasan, dari samping pesawat tampak mengeluarkan bunga api, yang tidak lama kemudian disertai
ledakan. 4.
Pesawat Garuda tersebut terseret keluar landasan sejauh 300 meter. Pesawat Garuda Indonesia tersebut berpenumpang 133 orang. Pesawat
41
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, laporan akhir KNKT Penyelidikan Kecelakaan Pesawat Udara Boeing 737 Garuda Indonesia GA-200 di Yogyakarta. Jakarta :
KNKT,2007
Universitas Sumatera Utara
dipiloti oleh Capt.Mochamad Marwoto Komar, sedangkan co-Pilot Gagam Saman Rohamana.
5. Penyebab terbakarnya pesawat Garuda Indonesia saat mendarat,
karena rodanya tidak berfungsi dengan baik saat pendaratan, sehingga menyebabkan badan pesawat langsung kontak dengan runway dan membuat
sayap patah. 6.
Pilot melakukan pendaratan hard landing atau pendaratan keras. Hard landing adalah istilah dalam penerbangan untuk menyebutkan tipe tipe cara
mendaratkan pesawat yang sedikit ditekan dihentakkan ke landasan yang bertujuan agar tread kembang ban pesawat dapat mencengkram pesawat.
7. Pesawat jenis boeing ini dioperasikan oleh maskapai penerbangan
Indonesia dengan IFR Instrument Flight Rules, penerbangan tersebut diawaki oleh dua pilot dan lima awak kabin dengan membawa penumpang
133 orang. Pada penerbangan tersebut Pilot in Command PIC yang bernama Marwoto, berfungsi sebagai pilot yang menerbangkan pesawat
pilot flying, dan co-pilot berfungsi sebagai pilot pembantu supportmonitoring pilot. Pilot Marwoto berniat akan melakukan
pendaratan dengan fasilitas ILS Instrument Landing System dilandas pacu 09 Yogyakarta. Hal ini telah dikomunikasikan kepada co-pilot. Menara
control Yogyakarta mengizinkan pesawat untuk mendarat secara visual, asalkan awak pesawat melapor bila di long final telah melihat landas pacu.
Universitas Sumatera Utara
8. Sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan co-pilot dengan
disetujui oleh pilot bahwa pesawat Garuda ini akan mendarat menggunakan flaps 30 derajat maka landing speed yang diperlukan adalah 140 knot dan
membutuhkan panjang landasan 4.910 feet. Dengan demikian memungkinkan bagi pesawat ini untuk melakukan pendaratan di bandara
Adi Sucipto karena bandara ini mempunyai panjang landasan 7.200 feet. 9.
Perhitungan yang dilakukan oleh co-pilot yang disetujui oleh pilot tidak dilaksanakan ketika akan melakukan pendaratan pesawatnya di
bandara Adi Sucipto. Dalam jarak 12 mil dari landasan 09 bandara Adi Sucipto ketinggian pesawat yang seharusnya 4000 feet namun saat itu
pesawat masih dalam ketinggian 5000 feet, seharusnya pilot melakukan GO AROUND atau memutar lagi pesawatnya untuk mencapai ketinggian 4000
feet dalam jarak 12 mil dari landasan 09. Kemudian pilot memerintahkan co- pilot untuk merubah flaps adri 5 derajat menjadi 15 derajat, sedangkan
kecepatan pesawat saat itu masih tinggi yaitu 240 knots, perintah tersebut tidak dilaksanakan oleh co-pilot karena menurut Standar Operating
Procedure SOP dalam Aircraft Operation Manual AOM chapter 2.8 operating limitations pada bagian maximum flaps Operating Speed
mensyaratkan bahwa bila memasang flaps 15 dejarat maka kecepatan maksimum tidak boleh lebih dari 205 knots dan kondisi pesawat tidak
stabilized Approach. 10.
Pilot tetap melakukan pendaratan dengan menukikkan pesawat Garuda tersebut untuk mencapai landasan pacu, Karena kecepatan pesawat
Universitas Sumatera Utara
terbang melampaui kecepatan operasi dengan wing flap maka co-pilot tidak menurunkan flaps sebagaimana yang diperintahkan oleh PIC, selama proses
approach terdengar peringatan dan perintah dari GWPS sebanyak lima belas kali, dan co-pilot minta PIC untuk go around . PIC melanjutkan approach
dengan flaps 15 derajat, dan pesawat mencapai glideslope dekat ujung landasan pacu 09. Flaps 15 derajat bukan merupakan konfigurasi pendaratan
landing speed yang ditentukan untuk flapas 40 derajat. Kecepatan pesawat relative terhadap daratan ground speed dengan kecepatan masih 235 knot.
11. Pesawat menyentuh landas pacu touch down dengan kecepatan 221
knots, kelebihan 81 knot untuk pendaratan dengan posisi 40 derajat, sedangkan ketika touch dow pertama kali roda pesawat menyentuh landasan
09 seharusnya roda pesawat menyentuh Touch Down Point, namun kenyataannya pesawat tersebut ketika menyentuh landasan tidak tepat pada
Touch Down PointZone atau melebihi Touch Down PointZone setidak- tidaknya melebihimelewati area sentuh yaitu 704,1 meter dari ujung
landasan 09 sebelah barat dan pesawat mengalami loncat-loncat bouncing sebanyak 3 tiga kali, sehingga roda pesawat lepas selanjutnya pesawat
meluncur tanpa roda depan yang melewati ujung landasan pacu 27, melintas jalan, menabrak tanggul yang akhirnya pesawat Garuda jenins Boeing 737
seri 400 dengan nomor registrasi PK.GZC Nomor penerbangan GA.200 yang dipiloti terdakwa menjadi terbakar dan hancur, tidak dapat dipakai lagi
serta menimbulan korban jiwa sebanyak 21 orang meninggal dunia, 70 orang selamat dan 32 orang luka berat.
Universitas Sumatera Utara
12. Pada saat approach dan mendarat, pesawat diterbangkan dengan
kecepatan yang berlebihan dan sudut yang tajam steep flight path angel kondisi ini merupakan approach tidak stabil unstabilized approach. PIC
tidak mengikuti prosedur perusahaan yang menyatakan bahwa bila approach tidak stabil penerbang harus membatalkan pendaratan dan melakukan go
around. Perhatian pilot terpaku fixated or channelixed pada usaha untuk mendaratkan pesawat di landas pacu. Dia mengabaikan peringatan dan
perintah dari GWPS, dia juga mengabaikan teriakan co-pilot untuk melakukan go around. Setelah terjadinya kecelakaan tersebut pihak yang
bertanggung jawab memeriksa terjadinya kecelakaan tersebut adalah Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Dakwaan : 1.
Pertama : - kesatu melanggar Pasal 479 f huruf b KUHP dan -
kedua melanggar Pasal 479 f huruf a KUHP dan 2.
Kedua : - kesatu melanggar Pasal 479 g huruf b KUHP dan -
kedua melanggar Pasal 479 g huruf a KUHP dan 3.
Ketiga : - kesatu melanggar Pasal 359 KUHP atau -
kedua melanggar Pasal 360 ayat 1 Fakta Hukum :
1. Keterangan saksi :
a. Saksi Azis Risnandar sebagai cleaning services di pesawat Boeing
737-400 telah melakukan pengecekan terhadap dapur, lantai, dan kabin. Dan tela pula dilaporkan kepada Ramp Inspector saksi Rhul
Universitas Sumatera Utara
Nanda Ramana sebagai coordinator untuk pemberangkatan pesawat, kebersihan dalam pesawat, video, catering, serta bahan bakar telah d
cek oleh petugas teknik semua menyatakan telah siap dan tidak ada keluhan maupun gangguan.
b. Saksi Pri Irianto sebagai flight dispatcher yang bertugas menyediakan
dokumen penerbangan berupa flight plan untuk GA 200, dengan bahan bakar cukup, alternative bila cuaca di Yogyakarta jelek sedang dari
BMG lampiran tersendiri semuanya sudah memebuhi standar tidak ada kelebihan demikian pula berat pesawat sudah sesuai aturan
sebagaimana keluar dari adviser. Dokumen ini terdiri dari 2 lembar dimana saru untuk file dan satu lagi untuk kapten.
c. Saksi M Topik Hidayat sebagai mekanikAir instruktur dan engine
melakukan Before Departure Check BD, semua tidak ada masalah dalam keadaan bagus, selanjutnya dilaporkan kepada Supriatno
Chaeran sebagai Releaseman dan Supervisor. d.
Saksi Widada sebagai mekanikmaintenance khusus electrical melakukan perawatan dan pengecekan pesawat sebelum terbang
menghidupkan Auxilary Power Unit APU yaitu mesin untuk mensuplay elektrik dan pneumatic kemudian dari depan pesawat
berputar kearah kanan melihat keadaan ban, breker pengereman indicator, pin, eigine area, lampu-lampu semuanya dalam keadaan
bagus dan normal selanjutnya dilaporkan kepada Supriatno Chaeran
Universitas Sumatera Utara
sebagai releaseman yang dalam Air Craft Maintenance Log Book AML berupa dokumen Maintenance Release dalam bentuk Before
Departure Checkllist yang diserahkan kepada pilot. e.
Saksi Gagam selaku PM atau co pilot melakukan work wrong atau external check mengakses pilot memriksa kondisi pesawat bagian luar
seperti baut-baut, tekanan ban, administrasi surat-surat tanda kelayakan mesin, alat kelayakan flying exeliter, flash light senter, pelampung,
circuit breker posh up dan memeriksa cuacu Jakarta dengan kesimpulan semuanya baik.
f. Bahwa ahli Lilian Samawi menerangkan adanya jam PF harus
menginformasikan kepada PM sehingga PM melapor ke ATC seperti control colloum ditarik tidak bisa, termasuk di dalamnya premeditated
dan unpremeditated juga kondisi tidak terencana atau unpremeditated karena adanya kemacetan.
2. Barang bukti :
a. 1 satu buah daftar manifest penumpang dan bagasi pesawat Garuda
Indonesia Boeing 737-400 PK-GZC GA-200 rute Jakarta-Yogyakarta yang mengalami kecelakaan.
b. 4 empat lembar fotocopy jadwal terbang sdr.Marwoto dan
sdr.Gagam untuk bulan Maret 2007
Universitas Sumatera Utara
c. 2 dua lembar fotocopy Skep GM Personil Operation Directorate
PT.Garuda Indonesia No.DOHSkep525902 tentang promosi jabatan M.Marwoto519201
d. 1 satu lembar fotocopy Ram Activity Checklist
e. 1 satu buku Basic Operation Manual BOM
f. 1 satu buku Take Off and Landing TO and LDG speed dan data
untuk pesawat Garuda Indonesia jenis Boeing 737-400 warna kuning. g.
1 satu buku air craft operation manual AOM volume 2 FLIGHT OPERATION untuk jenis pesawat Boeing 737 dari PT.Garuda
Indonesia. h.
1 satu bendel copy LICENSE jenis ATPL No.3204 a.n.Capt.MOCHAMMAD MARWOTO OMAR.
i. 1 satu bendel copy LICENSE jenis CPL No.5616 a.n.VO.GAGAM
SAMAN ROHMANA. j.
1 satu bendel Flight Plan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 PK-GZC GA-200 route Jakarta-Yogyakarta hari Rabu tanggal 7 Maret
2007. k.
1 satu bendel Load Sheet pesawat Garuda Indonesia Boeing 737- 400 PK-GZC GA-200 route Jakarta-Yogyakarta hari Rabu tanggal 7
Maret 2007.
Universitas Sumatera Utara
Tetap terlampr dalam berkas perkara : l.
Bangkai badan pesawat Garuda Indonesia Boeing 737-400 PK-GZC GA-200 yang mengalami kecelakaan pada hari Rabu tanggal 7 Maret
2007 sekitar pukul 06.57 WIB di Bandara Adisucipto. m.
Bangkai pesawat engine Pesawat Garuda Boeing 737-400 PK-GZC GA-200 yang mengalami kecelakaan pada hari Rabu tanggal 7 Maret
2007 Dikembalikan kepada PT.Garuda Indonesia :
n. 1 satu bendel legalisir AIRCRAFT DATA PK GZC.
o. 1 satu bendel legalisir Workshop C6 D Check
p. Final report KNKT yang dikirim ke PT.Garuda Indonesia,Persero
q. 1 satu lembar fotocopy jadwal terbang Original Individual
Schedule dari Capt.Moch.Marwoto bulam Maret 2007 Tetap terlampir dalam berkas perkara :
r. 1 satu keeping CVR memory modul card, berisi data-data Cockpit
Voice Record CVR pesawat Garuda Boeing 737-400PK-GZC GA- 200 yang mengalami kecelakaan pada hari Rabu tanggal 7 Maret 2007
sekitar pukul 06.58 WIB di Bandara Adisucipto Yogyakarta. s.
1 satu keeping FDR memory modul card, berisi data-data FLIGHT DATA RECORD FDR pesawat Garuda Boeing 737-400PK-GZC
Universitas Sumatera Utara
GA-200 yang mengalami kecelakaan pada hari Rabu tanggal 7 Maret 2007 sekitar pukul 06.58 WIB di Bandara Adisucipto Yogyakarta.
Dikembalikan kepada KNKT. Tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum :
1. Menyatakan terdakwa Moch.Marwoto K bin Komar telah terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat
dipakai atu rusak, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang melanggar Pasal 479 g huruf b KUHP, dan karena kealpaannya
menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain,
melanggar pasal 479 g huruf a KUHP sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kedua, kesatu dan kedua.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Moch.Marwoto K bin Komar
senagn pidana penjara selama 4 empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah supaya
terdakwa segara ditahan. 3.
Menetapkan supaya terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp.2.500,- dua ribu lima ratus rupiah.
Pertimbangan Hukum : 1.
Menimbang, bahwa dasar hukum investigasi investigasi legal ground dalam hukum Internasional adalah Pasal 26 Konvensi Chicago
1944. Menurut pasal tersebut setiap Negara anggota wajib melakukan
Universitas Sumatera Utara
investigasi kecelakaan pesawat udara yang terjadi di wilayahnya sepanjang hukum nasional Negara tersebut mengizinkan maka tata cara investigasi
kecelakaan pesawat udara harus mengacu pada ketentuan Konvensi Internasional. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa hukum nasinal
lebih tinggi dibandingkan dengan hukum Internasional. 2.
Menimbang bahwa sebagai perbandingan, dalam kasus kecelakaan DC 8-61 tanggal 9 Februari 1982 di Tokyo, Garuda Indonesia di Fakuoka,
polisi metropolitan Tokyo Tokyo Metropolitan Police bersama-sama mengadakan investigasi dengan AAIB Aircraft Accident Investigation
Board-Badan Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara. Masing-masing menjalankan tugasnya, polisi mengadakan penyidikan kemungkinan
adanya tindak pidana, AAIB mengadakan investigasi pneyebab kecelakaan. Laporan yang terdiri dari 246 halaman tersebut disamping
memuat penyebab kecelakaan juga memuat adanya tindak pidana yang dapat diajukan ke pengadilan. Pelaksanaan investigasi diadakan dengan
koordinasi antara polisi dan Badan Investigasi kecelakaan Pesawat Udara di Indonesia adalah KNKT. Dalam koordinasi tersebut disepakati bahwa
inspeksi ke lokasi kecelakaan diadakan konsultasi satu terhadap yang lain, semua alat bukti yang secara phisik diperlukan oleh polisi sebagai alat
bukti di pengadilan dikuasai oleh polisi. Namun demikian polisi member wewenang penuh pada analisis FDR dan CVR.
3. Menimbang bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap
dipersidangan majelis hakim berpendapat bahwa dari fakt-fakta hukum
Universitas Sumatera Utara
tersebut lebih mendekati pada unsur dakwaan KEDUA-ke satu yaitu melanggar Pasal 479 g huruf b KUHP dan kedua melanggar Pasal 479 g
huruf a KUHP yang unsure-unsurnya sebagai berikut : a.
Barang siapa. b.
Karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak.
c. Karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.
d. Karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain.
4. Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas maka Majelis Hakim tidak sependapat terhadap tuntutan pidana Penuntut Umum terutama masalah penjatuhan pidananya oleh karena
sudah ada upaya-upaya penyelamatan yang dilakukan terdakwa dari sejak persiapan take off, dan dalam jelajah tetapi dalam persiapan tahapan
landing terdakwa telah lalai ketika terdakwa terasa ada ketidakberesan pada saat tahapan landing, oleh karenanya Majelis Hakin akan
menjatuhkan pidana sesuai tingkat kesalahan pada diri terdakwa, apalagi tujuan dari pemidanaan bukanlah untuk membalas dendam, akan tetapi
agar dikemudian hari tidak diulangi kejadian tersebut dan menjadi pelajaran bagi pilot-pilot lainnya agar lebih berhati-hati.
Putusan : 1.
Menyatakan terdakwa Moch.Marwoto K bin Komar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena
Universitas Sumatera Utara
kealpaannya menyebabkan pesawat tidak dapat dipakai atau rusak, mengakibatkan matinya orang dan menimbulkan bahaya bagi nyawa orang
lain. 2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 dua tahun
3. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang dijalani
oleh terdakwa sebelum putusan ini berkekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
5.000,- lima ribu rupiah.
Data Komite Nasional Kecelakaan Transportasi menyebutkan bahwa secara statistic, kecelakaan ini 70 tujuh puluh persen karena human error atau
kesalahan dari manusianya. Dalam hal ini terungkap bahwa Kapten Penerbang pilot M.Marwoto Komar yang tergolong sudah senior di Garuda Indonesia telah
mengikut medical check up pada 9 Oktober 2006 dan professional pada 13 September 2006 yang memiliki jam terbang lebih dari 15 ribu jam terbang, namun
faktor kesalahan manusi cenderung terjadi dalam kasus kecelakaan ini. Indikasi itu terlihat pada saat pendaratan yang agak menukik dan mendarat dengan keras
hard landing. Ada keraguan pada diri kapten terbang sehingga pesawat sempat dua kali mau naik lagi setelah roda pesawat menyentuh landasan. Kalau mengenai
penguasaan Bandara Adi Sucipto yang memiliki landasan pacu pendek sudah
Universitas Sumatera Utara
biasa bagi kapteN-kapten terbang dari Garuda Indonesia berkemampuan cukup mahir dan handal.
Laporan penyelidikan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi menyampaikan bahwa peyimpangan terhadap pelaksanaan yang
direkomendasikan recommended practice dan prosedur standar operasi Standar Operating ProceduresSOP merupakan ancaman potensial potential hazard dan
meningkatkan resiko kecelakaan khususnya pada saat approach dan mendarat. Laporan ini juga mengungkapkan kurangnya koordinasi antara awak pesawat
sebagai satu tim. Seharusnya co-pilot juga bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan dan harus tergas bertindak mencegah terjadinya penyimpangan
terhadap pelaksanaan prosedur SOP. Karena masih ada sangkut paut dengan factor human error atau kesalahan manusia pada laporan akhir Komite Nasional
Kecelakaan Transportasi maka perlu dibahas adanya pertanggungjawaban pidana, pihak yang paling bertanggung jwab dalam hal ini ditujukan pada kapten
penerbang pesawat udara tersebut. Pertanggungjawaban pidana dari seorang kapten terbang pilot harus
didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika ada kesalahan. Artinya jika seorang Kapten Terbang pilot dinilai telah
melanggar hukum yang berlaku atau menyebabkan terjadinya suatu kecelakaan, sudah tentu kapten terbang tersebut sudah melakukan kesalahan, untuk itu
terhadap Kapten Terbang tersebut dijatuhi pidana artinya Kapten terbang tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Pertanggungjawaban
terhadap Kapten terbang ini dimulai dari proses penyelidikan. Untuk kepentingan
Universitas Sumatera Utara
penyelidikan, penyelidik berwenang melakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan memotret seseorang dan membawa
serta menghadapkan seseorang kepada penyidik berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Terhadap kasus diatas kapten terbang pilot pesawat Garuda tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban pidananya terhadap Pasal 411 UU No.1 Tahun
2009 dimana dalam pasal tersebut dinyatakan setiap orang yang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan
keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, danatau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 53
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,- lima ratus juta rupiah.
Tidak ada seseorang yang dengan sengaja membahayakan dirinya sendiri, namun dalam kasus ini pilot pesawat udara tersebut dengan sengaja
mengubah flaps pendaratan dari 30 menjadi 15 dimana pada saat itu kecepatan pesawat masih sangat tinggi dan tidak memungkinkan untuk mendarat dengan
kecepatan seperti itu yang pada akhirnya perbuatan yang dilakukan pilot tersebut membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan yang membahayakan
nyawa orang lain, harta benda, dan penduduk maka dari itu adalah layak apabila pilot tersebut dimintakan pertanggungjawabannya terhadap perbuatannya dengan
sesuai UU No.1 Tahun 2009 diancam hukuman penjara 2 tahun dan pidana denda 500.000.000.000 lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
Dan pilot tersebut dapat juga dimintakan pertanggungjawaban pidananya terhadap Pasal 438 UU No.1 Tahun 2009 yang menyatakan Ayat 1 : Kapten
penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi
bahaya dalam penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 354 sehingga berakibat
terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun. Ayat 2 : Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun.
Dalam kasus kecelakaan pesawat udara ini pilot dan co-pilot dari penerbangan ini tidak memberitahukan menara pengawas atau unit pelayanan lalu
lintas penerbangan ATC bahwa pesawat tersebut dalam keadaan bahaya, pilot tersebut pun tidak memberitahukan kepada co-pilot apabila ada ketidak beresan
dalam operasional mesin pesawat. Apabila pilot memberitahukan hal tersebut paling tidak ada bantuan melakukan suatu tindakan lain misalnya menghubungi
ATC. Dengan demikian adalah layak pula jika pilot pesawat tersebut
dimintakan pertanggungjawaban pidananya terhadap tindakannya yang tidak memberitahu kepada menara pengawas bahwa ada ketidakberesan pada pesawat
Garuda tersebut, ataupun kepada pihak lain agar memperoleh bantuan. Karena perbuatannya tersebut berakibat kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta
benda diancam hukuman penjara paling lama 8 delapan tahun dan apabila
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun. Proses peradilan dalam kasus ini tidak hanya berhenti sampai
disini. Tim kuasa hukum terdakwa dan terdakwa mengajukan banding terhadap kasus kecelakaan pesawat udara Garuda Indonesia Boeing 737-400 PK-GZC GA-
200.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN