Pembahasan ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Untuk membahas masalah yang terkait pemotongan PPh yang terutang atas gaji, Dispenda telah menggunakan formula yang sama dengan penulis. Pada bagian pengurang penghasilan bruto yaitu pada biaya jabatan, Dispenda telah melakukan dengan benar sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.03 yaitu 5 dari total penghasilan bruto. Untuk Iuran pensiun, Dispenda juga melakukan penghitungan dengan benar yaitu 4,75 dari jumlah gaji dan tunjangan keluarga. Dalam Pengurangan PTKP, Dispenda belum menerapkan peraturan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari penghitungan besarnya PTKP untuk karyawati. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010, pasal 7 ayat 2 huruf a menyatakan bahwa besarnya PTKP bagi wanita kawin, sebesar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri. Di dalam menentukan besarnya PTKP bagi karyawati, Dispenda menambahkan status Wajib Pajak Kawin dan tambahan tanggungan dalm melakukan penghitungan jumlah PTKP. Hal tersebut mengakibatkan penghitungan PTKP bagi karywati yang dilakukan Dispenda menjadi tidak benar berdasarkan PMK. No.262PMK.032010 pasal 7 ayat 2 dan ayat 3. Jumlah PTKP yang menjadi pengurang PKP menjadi lebih besar dari yang seharusnya, hal ini menyebabkan PPh Pasal 21 terutang yang dihitung Dispenda menjadi lebih kecil dari PPh Pasal 21 terutang yang dihitung penulis berdasarkan PMK no.262PMK.032010. Sebagai contoh penulis mengambil sampel Ibu Christina, status kawin dengan 1 anak. Penghitungan menurut Dispenda jumlah PTKP yang menjadi pengurang PKP sebesar Rp18.480.000 didapat dari untuk wajib pajak Rp15.840.000 + status WP kawin Rp1.320.000 + 1 tanggungan anak Rp1.320.000. Hal tersebut menjadi tidak benar berdasarkan peraturan yang berlaku dimana besarnya PTKP bagi wanita kawin yaitu PTKP untuk dirinya sendiri sebesar Rp15.840.000,00. Dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang, Dispenda belum menerapkan peraturan yang berlaku, dimana jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif tidak dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh. Misalnya contoh penghitungan PPh Pasal 21 bapak Mikael yang telah dihitung Dispenda dan diketahui jumlah PKP Rp28.718.255. Penghitungan yang dilakukan Dispenda sebagai berikut: 5 tarif pasal pasal 17 ayat 1 x Rp28.718.255 = Rp1.435.913. Tetapi jika jumlah PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh, maka penghitungannya menjadi: 5 x Rp28.718.000 = Rp1.435.900. Berdasarkan hasil hitungan tersebut, diketahui selisih lebih sebesar Rp13 Rp1.435.913 – Rp1.435.000. Selain itu, di dalam menetukan besarnya tarif penghitungan Pajak pegawai yang belum mempunyai NPWP Dispenda belum menerapakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010. Berdasarkan peraturan tersebut, seharusnya Dispenda mengalikan tarif PPh Pasal 21 yang berlaku dengan tarif 120 dan besarnya PKP untuk menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang terutang. Seperti yang dijabarkan di dalam analisis penghitungan PPh Pasal 21 pada sampel Ibu Natalia yang telah dihitung oleh Dispenda sebesar Rp27.324 yang di dapat dari penghitungan sebagai berikut: 5 x Rp 546.486 = Rp 27.324. PPh Pasal 21 sebulan Rp2,277Rp 27.324 :12. Apabila dihitung sesuai peraturan, maka besarnya PPh Pasal 21 adalah Rp270.360 yang didapat dari hitungan sebagai berikut: 5 x 120 x Rp4.506.000 = Rp270.360. PPh Pasal 21 sebulan sebesar Rp22.530,00 270.360 : 12. Selisih kurang ini akan diperhitungkan dalam penghitungan besarnya pajak untuk Masa Pajak berikutnya. Berdasarkan uraian diatas pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 oleh Dispenda belum memenuhi kriteria benar. Ketidakbenaran pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 dikarenakan dispenda salah dalam menentukan jumlah PTKP bagi kayawati, tidak melakukan pembulatan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh sebagai dasar penerapan tarif, dan kesalahan dalam menentukan jumlah tarif pajak bagi pegawai yang tidak memiliki NPWP. Untuk membahas masalah terkait dengan Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 dengan kriteria lengkap, Dispenda telah mengisi dengan lengkap sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan analisis, SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 yang dilaporkan memuat unsur yang berkaitan dengan objek pajak yaitu penghasilan tetap dan teratur berupa gaji pokok, tunjangan anak dan istri, tunjangan StrukturalFungsional, Tunjangan Umum, Tunjangan Beras, dan tunjangan lainnya. Selain itu juga terdapat dokumen pendukung dalam pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 antara lain Surat Setoran Pajak, Daftar Gaji Pegawai, data diri pegawai, penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan pengisian formulir induk 1721 SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26. Untuk kriteria jelas dalam pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26, Dispenda sudah mengisi sesuai dengan peraturan yang berlaku. SPT Masa PPh pasal 21 yang dilaporkan bersumber dari, Surat Keputusan tentang pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil PNS daerah. PNS kemudian membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada saat mulai menjadi pejabat sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib pajak menyerahkannya kepada bendahara pemerintah. Berdasarkan surat keputusan Bupati dan surat pernyataan dari wajib pajak, bendahara pemerintah kemudian membuat rincian daftar gaji pkok beserta tunjangan yang nantinnya digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21. Untuk kriteria ditandatangani pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 yang dilakukan Dispenda memenuhi kriteria tersebut. Dalam pengamatan penulis dalaam formulir 1721 Dispenda mengisi tanda X pada kotak yang sesuai. Bedaharawan Pengeluaran Dispenda menandatangani dan membubuhkan nama lengkap, NPWP yang bersangkutan, dan membubuhkan cap Instansi serta mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun diisinya SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 pada tempat yang sudah tersedia. 102

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah, Kutai Barat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 danatau Pasal 26 dengan kriteria Benar Dalam melakukan pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 danatau Pasal 26, Dinas Pendapatan Daerah belum mengisi Surat Pemberitahuan secara benar. Dispenda belum menerapakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010 sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil penghitungan PPh Pasal 21. Perbedaan tersebut terjadi karena beberapa item pemotongan yang belum sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010. Bagian yang belum sesuai antara lain: a. Dinas Pendapatan Daerah belum menerapkan dalam hal jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif pajak, Dispenda tidak melakukan pembulatan Penghasilan Kena Pajak PKP ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Hal ini menyebabkan terjadinya selisih hasil penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang dilakukan Dinas Pendapatan daerah dengan yang dilakukan oleh penulis berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262PMK.032010.