13 Kompensasi atas keterlibatan dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk uang transport
dan konsumsi serta souvenir sesuai batas-batas kewajaran.
E. Hasil Penelitian Deskripsi partisipan
Sembilan mahasiswa yang mewakili angkatan 2007, 2009, dan 2010 mengikuti FGD I mahasiswa. Partisipan umumnya memiliki pengalaman mengikuti OSCE pada sistem
respirasi, kardiovaskuler, Basic Science in Nursing III, integumen, muskuloskeletal, gastrointestinal, urinary, endokrin, neurobehavior, critical care nursing, imun dan
hematologi. Sepuluh orang, yang mewakili dosen, instruktur klinik, tutor, dan pengelola laboratorium keperawatan mengikuti FGD II 2 hari. Sedangkan lokakarya-lokakarya
yang diselenggarakan rata-rata dihadiri 15 orang dari dosen, tutor, pembimbing klinik, dan pengelola laboratorium.
Perspektif mahasiswa dalam mengikuti OSCE
Partisipan sebagai mahasiswa yang ikut langsung dalam kegiatan OSCE yang diselenggarakan oleh Fakultas, mengemukakan pandangan, ide, dan kesan-kesannya
tentang OSCE seperti terangkum dalam pernyataan-pernyataan berikut ini: 1
OSCE serupa dengan ujian praktik biasa Dalam pandangan mahasiswa, OSCE tidaklah jauh berbeda dengan ujian praktikum
biasa yang pernah diikuti sewaktu belum menerapkan kurikulum KBK, perbedaannya OSCE dilaksanakan serempak, beberapa keterampilan, sedangkan ujian praktikum
dilakukan satu-satu keterampilan. Bagi mereka, nama OSCE tidak begitu difahami, dan mereka pun tidak begitu perduli, yang penting bagaimana ujian bisa lulus.
2 Faktor keberuntungan
Partisipan mengungkapkan bahwa, “faktor keberuntungan” sangatlah menentukan keberhasilan lulus dari OSCE. Hal ini karena tidak adanya standar baku yang jelas,
jadi ujian kadang tergantung siapa pengujinya, dan kapan ujian itu dilaksanakan. Misalnya, jika dapat waktu pagi akan lebih baik karena masih segar, dan penguji
masih segar, sehingga betul-betul bisa menilai, tapi kalau menjelang sore, alat-alat juga sudah banyak yang rusak, dan penguji sudah kelelahan sehingga kurang
konsentrasi. 3
Tidak ada standar baku untuk penilaian
14 Karena tidak ada standar baku penilaian, penilaian tampak berbeda antara satu penguji
dengan penguji lainnya, atau antara penguji junior dengan senior. Hal ini juga dipengaruhi perbedaan persepsi antar penguji terhadap cara penilaian sehingga tidak
jarang membingungkan mahasiswa. Penguji junior lebih detail terpaku ke SOP, sedangkan penilai senior lebih menekankan pada prinsip. Berapa batas nilai kelulusan
juga kadang tidak jelas dan tidak diinformasikan sebelumnya. 4
Awalnya stress dan bingung, cari „bocoran‟ ke temen Stress dan bingung hamper dialami oleh seluruh mahasiswa yang akan mengikuti ujian
OSCE, namun untungnya mereka masih bisa ketemu dengan mahasiswa yang sudah selesai mengikuti OSCE sehingga bisa dapat bocoran tentang apa-apa saja yang
dilakukan saat ujian. 5
Alokasi waktu yang tidak fair Partisipan menilai alokasi waktu yang diberika untuk setiap mahasiswa tidak
konsisten. Untuk mahasiswa gelombang pertama, waktu sesuai dengan yang dialokasikan, namun gelombang-gelombang berikutnya, waktu terkurang oleh
gelombang sebelumnya yang belum selesai. Hal ini menyulitkan mahasiswa dalam memprediksi waktu untuk melaksanakan soal yang diujikan.
6 Berbeda ketika latihan dan ujian
Walaupun tidak banyak, namun ada beberapa teknik prosedur, berbeda antara ketika diajarkan dalam latihan dan ketika ujian terutama jika yang mengajar dan menguji
orangnya berbeda. 7
Ica-ica atau pura-pura ketika ujian, bingung dalam situasi yang sebenarnya Dalam beberapa ujian, penguji memerintahkan tindakan-tindakan tertentu cukup
dengan pura-pura saja, tidak perlu dilakukan sebenarnya. Hal ini dirasakan oleh mahasiswa bingung terutama ketika berhadapan situasi nyata di wahana praktik.
8 Inkonsistensi jadwal dan aturan
Adakalanya jadwal mulai ujian molor, terlambat, dan hal-hal yang sudah diinformasikan seperti urutan mahasiswa yang masuk berdasarkan nomor absen,
namun kenyataannya menurut kedatangan duluan, sehingga mahasiswa yang tidak ingin duluan mereka mengakali dengan dating terlambat.
9 Mengganggu, ujian berdua oleh satu penguji
15 Seringnya dua mahasiswa diuji oleh satu penguji pada waktu yang bersamaan tanpa
pemisahsampiran. Hal ini dirasakan mengganggu bagi mahasiswa yang sedang ujian karena mereka bisa saling memperhatikan, mendengar, dan melihat satu dan lainnya.
10 Dokumentasi hanya untuk formalitas
Pada saat selesai ujian, mahasiswa sering diminta untuk menulis dukumentasi tindakan, namun mereka tidak melihat ada kaitannya dengan penilaian hasil ujian.
11 Sarana yang terbatas, kurang kesempatan untuk latihan
Keterbatasan sarana dan peralatan laboratorium disbanding dengan jumlah mahasiswa, menyebabkan mahasiswa terbatas untuk mencoba praktikum secara mandiri di
laboratorium. 12
Latihan dan ujian, membentuk 65-80 penguasaan skill Walaupun dengan keterbatasan yang ada, mahasiswa berpendapat bahwa melalui
praktikum dan ujian OSCE ini, mereka bisa belajar menguasai keterampilan hingga mencapai 80, setelah mereka punya pengalaman mencoba di wahana praktik nyata,
mereka bisa menguasai sampai lebih dari 90.
Perspektif penguji terhadap OSCE
Partisipan yang terdiri dari dosen, instruktur klinik, dan tutor yang semuanya pernah menjadi
penguji OSCE,
mengungkapkan pendapatnya
tentang pengalaman
menyelenggarakan OSCE seperti terangkum berikut ini: 1
OSCE yang sekarang masih sederhana, belum yang sesungguhnya, masih terfragmentasi
Para penguji menyampaikan bahwa dengan melihat banyak kekurangan terkait penyelenggaraan OSCE, mereka megakui bahwa OSCE yang sekarang masih belum
ideal seperti yang seharusnya. 2
Pengetahuan OSCE hasil tahu dari teman
mulungan
, tidak ada pelatihan khususformal
Para penguji menjelaskan bahwa mereka tidak dipersiapkan secara khusus untuk menyelenggarakan OSCE. Pengetahuan tentang OSCE lebih banyak dicari sendiri
dengan bertanya ke teman atau cari di kepustakaan.
16 3
Mendua
ngajegang
, satu penguji menguji dua mahasiswa dalam waktu yang bersamaan karena terbatasnya SDM penguji
Jumlah penguji yang terbatas, sedangkan jumlah mahasiswa banyak, menyebabkan terpaksa satu orang penguji menguji dua station pada waktu yang bersamaan. Hal ini
juga disadarai namun tidak bisa berbuat banyak, ya kerjakan saja, walaupun penguji harus membagi perhatian ke kedua mahasiswa.
4 SOP dan format nilai yang tidak terstandar
Standard operational procedure tentang tindakanskill yang harus diperagakan dan format penilaian tidak terstandar. Sebagai contoh, format nilai khusus belum ada,
penguji lebih menggunakan SOP sebagai panduan untuk penguji. 5
Kebocoran informasi ujian Karena tidak adanya ruang isolasi bag mahasiswa yang sudah mengikuti ujian, mereka
masih bisa ketemu dan cerita tentang soal yang diujikan. 6
Visualisasi video tentang tindakanskill dinilai membantu pembelajaran penguasaan skill
Video, menurut partisipan, sangat membantu mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penguasaan skill.
7 Tidak puas dengan OSCE yang ada
Secara umum, partisipan merasa belum cukup puas dengan pelaksanaan OSCE saat ini karena masih banyak kekurangan disana-sini.
8 Skoring system yang tidak jelas, repot mengolah nilai, tidak dapat diumumkan segera
setelah ujian Karena tidak ada panduan dan standar dalam memberikan skor nilai pada mahasiswa,
nilai antar penguji sering variasinya cukup tinggi. Hal ini dikerjakan secara manual sehingga memerlukan waktu lama.
9 Terbatasnya sarana lab, tidak memungkinkan semua mahasiswa punya kesempatan
berlatih secara cukup Partisipan juga menyadari bahwa kondisi keterbatasan lab saat masih membatasi
mahasiswa untuk berlatih mandiri di laboratorium, namun dengan segala keterbatasan, tetap idealnya semua mahasiswa pernah mengalami melakukan apa-apa yang
direalisasikan. 10
Panduan, kesamaan persepsi dan dukungan kebijakan diperlukan
17 Dengan tidak adanya format evaluasi yang jelas, menimbukan ketidaksamaan persepti
antar penguji. Oleh karennya, briefing diperlukan sebelum melaksanakan ujian. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan.
Perspektif pengelola lab terhadap OSCE
Pengelola laboratorium praktikum keperawatan mengemukakan kesan dan pemikiran tersendiri tentang pelaksanaan OSCE, seperti terangkum berikut ini:
1 Bingung, kurang koordinasi, berakibat pada pengelolaan OSCE yang kurang baik
Koordinator mata kuliah yang akan melakukan ujian OSCE kadang kurang koordinasi dengan petugas lab, sehingga menyulitkan pengaturan lab.
2 Syarat peserta ujian dan aturan ujian yang tidak jelas menyebabkan kesulitan
mengontrol mahasiswa Tidak jelasnya criteria mahasiswa yang boleh ikut ujian, menyebabkan kesulitan
mengontrol mahasiswa terutama antara yang boleh mengikuti ujian sama yang tidak.
Hasil observasi
Observasi pada salah satu kegiatan OSCE, 13 Mei 2011, OSCE pada sistem endokrin, penguji: 5 orang, mahasiswa: 150 orang, 10 station, 5 skill 1 skill di 2 station, 1
penguji menguji 30 mahasiswa, mahasiswa punya SOP, format penilaian berdasarkan SOP tidak ada format khusus, tiap station kasusnya beda, 2 station untuk tindakan yang sama
tidak terpasang partisigordin, ketika putaran berlangsung terjadi kekisruhan karena alokasi waktu tidak konsisten harusnya 15 menit, kadang lama, kadang cepat, time keeper
sambil melakukan kegiatan lain juga sehingga tidak fokus menjaga waktu Urutan kegiatan: Mahasiswa diminta masuk ruangan lab, dipersilahkan duduk di
kursi, diberi pengarahan, dibagikan kasus untuk dibaca, kemudian diinstruksikan menuju station tertentu, selanjutnya mengikuti arah track yang dipasang dilantai. Suasana ruangan,
agak gaduh, crowded, peserta urutan pertama mendapatkan alat2 dalam keadaan siap, peserta selanjutnya kadang harus membereskan dulu sehingga waktunya lebih lama
Jika peserta sudah selesai di satu station, sedangkan di station berikutnya masih ada peserta lain, peserta harus nunggu, bisa timbul “waiting list”. Selama pengarahan, dan mempelajari
kasus, beberapa peserta saling bertanya dan berdiskusi nambah suasana semakin gaduh
Hasil Lokakarya dan Perumusan Model Tentative
18 Setelah menganalisis dan memahami situasi yang sedang tertjadi terkait pelaksanaan
OSCE di FIK Unpad, peneliti dan partisipan memandang perlu untuk membenahi model pelaksanaan OSCE yang ada. Langkah pertama yang dilakukan untuk pembenahan model
tersebut adalah dengan membangun kapasitas
capacity building
penyelenggara OSCE melalui peningkatan pengetahuan tentang OSCE. Untuk memenuhi hal tersebut,
dilaksanakan serangkaian lokakarya, meliputi: 1
Lokakarya pengembangan model OSCE 2
Lokakarya pembuatan soal da penguji OSCE 3
Lokakarya simulasi pasien Setiap selesai lokakarya lokakarya 1 dan 2, peserta dievaluasi melalui proses
refleksi dari Johns 1994, 1995, dimana partisipan diminta mendeskripsikan proses OSCE yang terjadi, kemudian mengidentifikasi hal-hal yang dirasa masih kurang dan perlu
ditingkatkan, mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh, merumuskan strategi alternative berupa model tentative, dan mengidentifikasi hal-hal yang bisa dipelajari untuk
perbaikan selanjutnya. Dari proses tersebut didapatkan rumusan model tentative seperti tergambarkan pada skema berikut:
Gambar 1: Model tentative pelaksanaan OSCE Persiapan
Pelaksanaan Evaluasi
Daftar kompetensi Tujuan pembelajaran
SOP OSCE dan skill Format evaluasinilai
Suplai alat dan kebutuhan Ruangan
SDM penguji dan asisten Peraturan
Pasien simulasi Soalkasus dan alur
Briefing Disiplin
Mahasiswa Penguji
Asisten Penjaga waktu
Dukungan logistik Stasion
Refleksi Penilaian
Penentuan kelulusan
lulusmengulang Dokumentasi
Umpan balik
Feedback
19 Model tesebut diuji coba pelaksanaannya dengan melibatkan 10 mahasiswa sebagai
narauji dan 10 penguji dibantu pasien simulasi dan asisten lab. Hasil uji coba menunjukkan model tersebut bisa diimplementasikan dengan penambahan komponen berupa dukungan
kebijakkan dalam bentuk adanya Tim Evaluasi yang mewadahi Tim Pengembangan dan pelaksanaan OSCE. Tim inilah yang diharapkan dilembagakan dalam bentuk struktur
organisasi dan selanjutnya bertanggungjawab dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan OSCE. Dengan demikian, model definitive dari pengembangan
OSCE terstandar seperti tergambar pada skema berikut:
Gambar 2: Model Pengembangan Standarisai OSCE
F. Pembahasan