Laporan Penelitian Pengembangan Model Uji Objective Structured Clinical Examination-terstandar (OSCE-S) Untuk Menilai Kompetensi Klinis Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Development an assessment model of standardized OSCE [OSCE
Oleh:
Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., PhD Nursiswati, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.KMB
Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep Mamat Lukman, SKM., S.Kp., M.Si
Sari Fatimah, S.Kp., M.Kes
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN: 2011
PENGEMBANGAN MODEL UJI OBJECTIVE STRUCTURED CLINICAL EXAMINATION-TERSTANDAR (OSCE-S) UNTUK MENILAI KOMPETENSI
KLINIS MAHASISWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
(Development an assessment model of standardized OSCE [OSCE-S] to assess students’ clinical competence in Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran)
LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN
PROYEK HPEQ KOMPONEN 2
(2)
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN PROYEK HPEQ KOMPONEN 2 TAHUN 2011
1. a. Judul Penelitian : Pengembangan model uji OSCE terstandar untuk Menilai kompetensi klinis mahasiswa Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran b. Bidang Ilmu : Kesehatan dan Seni
c. Kategori Penelitian *) : I (Pemecahan Masalah) 2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., PhD b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Golongan pangkat dan NIP : Penata Tk.1/III.d /19710917 199903 1 002 d. Jabatan fungsional : Lektor
e. Jabatan structural : -
f. Fakultas/Jurusan : Ilmu Keperawatan g. Pusat Penelitian : -
3. Jumlah Anggota Peneliti : 4 orang
a. Nama Anggota Peneliti I : Nursiswati, S.Kep., Ners. M.Kep.,Sp. KMB, NIP : 197806052003122005, Pangkat/Golongan: Penata Muda/III.a
b. Nama Anggota Peneliti II : Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep., NIP : 197750128200 8121002
Pangkat/Golongan:Penata Muda TK.1/III-b c. Nama Anggota Peneliti III : Mamat Lukman, SKM. S.Kp., M.Si
NIP 19630314 198603 1 001 Pangkat/Golongan: Pembina/IV.a d. Nama Anggota Peneliti IV : Sari Fatimah, S.Kp., M.Kes
NIP 19511101 197509 2 002 Pangkat/Golongan: Penata Tk.1/III.d
4. Lokasi Penelitian : Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat
5. Lama Penelitian : 7 bulan (Mei – Nopember 2011)
6. Biaya yang diperlukan : Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah)
Bandung, 30 November 2011 Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Ketua Peneliti
Universitas Padjadjaran
Mamat Lukman, SKM, S.Kp., M.Si Kusman Ibrahim,S.Kp.,MNS., PhD NIP 19630314 198603 1 001 NIP 19710917 199903 1 002
(3)
LAPORAN PENELITIAN
A. Judul Penelitian
Pengembangan Model Uji Objective Structured Clinical Examination-Terstandar (OSCE-S) Untuk Menilai Kompetensi Klinis Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran.
B. Pendahuluan Latar Belakang
Pendidikan sesuai dengan amanat sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen untuk menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan lokan, nasional, dan global. Institusi pendidikan tinggi keperawatan sebagai bagian integral dari institusi pendidikan tenaga kesehatan, ditantang untuk mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing yang mampu mengisi kebutuhan tenaga kesehatan profesional khususnya di bidang keperawatan. Lulusan pendidikan tinggi keperawatan diharapkan mampu berkontribusi maksimal dalam mengatasi permasalahan kesehatan baik lingkup lokal, nasional, dan internasional.
Indonesia adalah salah satu negara di Asean yang memilki potensi masalah kesehatan cukup kompleks dan dapat berimplikasi pada sulitnya merealisaikan pencapaian tujuan pembangunan millenium (MDGs) tahun 2015 (World Bank, 2008). Potensi masalah tersebut terutama terkait pertumbuhan penduduk yang semakin besar, masih tingginya angka kematian ibu, bayi, dan anak, belum terkendalikannya penyakit-penyakit infeksi dan non-infeksi yang mengancam kehidupan, serta ditambah dengan belum meratanya distribusi tenaga kesehatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut, institusi pendidikan tinggi keperawatan dituntut untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas melalui penerapan manajemen pendidikan yang efektif, efisien, dan didukung oleh inovasi strategi pembelajaran yang berbasis kompetensi dengan mengintegrasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
Kurikulum pendidikan berbasis kompetensi dengan metoda pembelajaran lebih berpusat pada mahasiswa (student centered learning) daripada berpusat pada dosen (teacher centered learning), diharapkan dapat menciptakan iklim belajar yang lebih merangsang partisipasi aktif mahasiswa dalam mengakuisisi ilmu dan keterampilan selama
(4)
proses pembelajaran. Hal ini perlu ditunjang oleh metode evaluasi belajar yang shahih (valid) dan andal (reliable), sehingga betul-betul bisa mengukur kompetensi mahasiswa secara objektif dan adil. Mengingat pendidikan keperawatan sebagian besar berhubungan dengan kompetensi klinis, dalam hal ini kemampuan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran kemampuan klinis mahasiswa menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan tingkat kompetensi mahasiwa atau calon lulusan.
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu metode penilaian kompetensi klinis yang sudah teruji dan banyak digunakan terutama di bidang pendidikan kedokteran. Sejak OSCE diperkenalkan oleh Harden et al. tahun 1975, sejak itu terus berkembang dan diadopsi oleh banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan termasuk pendidikan keperawatan (Mitchell, Henderson, Groves, Dalton, & Nulty, 2010). OSCE menjadi alat evaluasi yang shahih dan andal jika diterapkan secara benar, dalam arti situasi ujian disetting sedemikian rupa sehingga menggambarkan situasi klinis yang sebenarnya.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (FIK Unpad) adalah sebelumnya bernama Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) didirikan pada tahun 1994 berdasarkan SK Rektor Unpad No.145a/PT06H/Kep/C/94, kemudian diperkuat SK Dikti No.200/DIKTI/Kep/1998. Seiring dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan, Program Studi Ilmu Keperawatan yang tadinya berada di bawah Fakultas Kedokteran,disahkan menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan pada tanggal 8 Juni 2005 berdasarkan Surat Keputusan Rektor Unpad No.1020/J06/Kep/KP/2005 dan persetujuan Dirjen Dikti No.1827/D/T/2005 tanggal 1 Juni 2005. FIK Unpad sebagai Institusi Pendidikan tinggi Keperawatan tertua kedua di Indonesia dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas tinggi. FIK Unpad terus berupaya menata dan mengelola segala sumber daya yang dimiliki serta mengembangkan diri sehingga menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di pasaran kerja nasional maupun internasional.
Bebeberapa inovasi strategi pembelajaran telah dikembangkan di FIK Unpad, diantaranya dengan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dan metode pembelajaran problem based-learning. Pembelajaran mahasiswa dirancang dalam beberapa system blok dengan lebih menekankan pada diskusi kelompok kecil, tutorial, discovery learning, dan sistem penugasan yang memungkinkan mahasiwa untuk mencurahkan potensi belajarnya
(5)
misalnya melalui test tertulis (MCQs), SOCA (Student Oral Case Analysis), laporan tugas, dan OCSE untuk penilaian keterampilan klinis. Namun, berdasarkan observasi penulis, metode evaluasi OSCE di FIK Unpad belum berjalan sesuai model OSCE yang lazim diterapkan di tempat lain seperti yang dilaporkan dalam beberapa kepustakaan. Model OSCE yang diterapkan di FIK Unpad lebih cenderung hanya sebagai pengganti/substitusi dari metode ujian keterampilan mahasiswa secara konvensional, yaitu mahasiswa diminta mendemonstrasikan prosedur tindakan tertentu untuk setiap station dan dinilai oleh seorang penguji per station. Adapun situasi klinis yang mendasari serangkaian prosedur tindakan tersebut, termasuk penggunaan standardized pasien, belum tertata dengan baik.
Keshahihan format evaluasi (check list) dan realibilitas antar observer juga masih belum ada kajian dan belum ada standar baku. Hal ini tentunya bisa berdampak pada kualitas ahir dari hasil penilaian kompetensi mahasiswa. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis memandang perlu untuk melakukan upaya perbaikan model uji OSCE yang terstandarisasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait, untuk secara bersama-bersama mengidentifikasi permasalahan, merumuskan langkah-langkah perbaikan, implementasi dan evaluasi hasil perbaikan. Metode riset tindakan (Action Research) merupakan metode yang sesuai untuk memfasilitasi upaya perbaikan ini dengan luaran yang diharapkan adalah terciptanya suatu model OSCE yang terstandar dan dapat dilaksanakan/diimplentasikan secara berkesinambungan yang pada akhirnya bisa menjadi alat evaluasi yang handal untuk menilai kompetensi klinis mahasiwa keperawatan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas dan fenomena belum terstandarisasinya model uji OSCE di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad sehingga berpotensi untuk tidak shahih dan andalnya suatu metode uji tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
”bagaimana model uji OSCE terstandar untuk menilai kompetensi mahasiswa Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran?” Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu model uji OSCE terstandar yang dapat diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kualitas penilaian kompetensi mahasiswa. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
(6)
1. Memahami secara mendalam permasalahan terkait pelaksanaan model uji OSCE di Fakultas Keperawatan Unpad dan melakukan kajian kepustakaan terkait model OSCE yang ideal
2. Mengkaji persepsi, pemahaman, kebutuhan, dan harapan para pemangku kepentingan (dosen, mahasiswa, instruktur, pimpinan, pengelola laboratorium) terkait model uji OSCE di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad
3. Mengidentifikasi faktor-faktor (determinants) terkait pelaksanaan OSCE di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad
4. Membangun model OSCE terstandar dengan melibatkan para pemangku kepentingan di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad
5. Mengimplementasikan model uji OSCE untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa di area Keperawatan Medikal Bedah sebagai percontohan
6. Melakukan evaluasi dan refleksi untuk menilai kekurangan, hambatan, dan kekuatan dari penerapan model uji OSCE terstandar
7. Melakukan pemantapan model uji OSCE terstandar dan mendesiminasikan ke para pemangku kepentingan untuk ditetapkan sebagai model acuan dalam penyelenggaraan model uji OSCE di area keperawatan klinis lainnya.
Manfaat/Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan praktis
Model uji OSCE terstandar hasil penelitian ini bisa menjadi bahan acuan dalam menyelenggarakan OSCE di institusi pendidikan keperawatan lainnya dalam mengukur kompetensi mahasiswa sehingga bisa menjadi bahan masukan untuk desain kurikulum dan metode pembelajaran yang tepat dan efisien.
2. Kegunaan teoritis
Pengetahuan dan lesson-learned hasil penelitian ini bisa nermanfaat bagi pengembangan ilmu khususnya terkait model student assessment dalam pembelajaran profesi kesehatan, dan bisa sebagai informasi dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya misalnya mengidentifikasi faktor prediktor bagi keberhasilan mahasiswa dalam melalui OSCE dengan memuaskan.
(7)
C. Tinjauan Pustaka
Objective structured clinical examination (OSCE) 1. Pengertian OSCE
Objective structured clinical examination (OSCE) adalah suatu bentuk test (ujian) untuk menilai kemampuan klinis mahasiswa (Ahmad, Ahmad, & Abu Bakar, 2009). OSCE didesain sedemikian rupa dengan melibatkan beberapa station (tempat uji) dan sistem rotasi (Walsh, Bailey, & Koren, 2009). Pada setiap station, mahasiswa diminta untuk melakukan suatu prosedur tindakan tertentu atau pengkajian pasien berdasarkan skenario tertentu dengan menggunakan standardized pasien (orang awam yang dilatih untuk berperan sebagai pasien). Setiap mahasiswa dirorasi ke setiap station dengan jumlah waktu yang sama untuk setiap stationnya. Setiap station terdapat satu orang penguji yang akan menilai penampilan kerja mahasiswa berdasarkan instrument check list yang dikembangkan oleh suatu panel ahli dibidangnya. Harden memberikan definisi OSCE sebagai sebagai “suatu pendekatan untuk menilai kompetensi klinis ketika komponen-komponen kompetensi dinilai dengan cara yang terencana dan terstruktur dengan baik serta penilaian dilakukan secara objektif “ (Harden 1988, p. 19 dikutip dalam Mitchell, et al., 2010). 2. Sejarah Perkembangan OSCE
OSCE pertama kali diperkenalkan tahun 1975 oleh Ronald Harden dari University of Dendee, Skotlandia (Ahmad, et al., 2009). OSCE pada mulanya dirancang untuk menguji kompetensi klinis mahasiswa kedokteran, sebagai tambahan terhadap alat evaluasi yang sudah ada namun dinilai kurang memuaskan saat itu (Walsh, et al., 2009). Pada perkembangan selanjutnya, OSCE banyak diteliti oleh para ahli dan mereka menyimpulkan bahwa OSCE merupakan salah satu model uji yang shahil dan andal untuk menguji kompetensi klinis mahasiswa kedokteran. Semakin kesini, OSCE semakin popular dan diadopsi oleh beberapa pendidikan tenaga kesehatan lain termasuk keperawatan (Mitchell, et al., 2010).
3. Komponen OSCE
McCoy and Merrick (2001) mengemukakan OSCE terdiri dari beberapa komponen utama:
1. Panitia ujian 2. Koordinator ujian
3. Daftar check list keterampilan, perilaku, dan sikap yang dinilai 4. Mahasiswa (nara uji/examinee)
(8)
5. Penguji 6. Tempat ujian 7. Stasion ujian
8. Alokasi waktu antara stasion 9. Simulasi pasien
10. Timekeeper, time clock and time signal 11. Contingency Plans
12. Assessment of Performance of the OSCE 13. SOP ujian
4. Penerapan model OSCE dalam pendidikan keperawatan
Walaupun model OSCE yang dikembangkan untuk pendidikan kedokteran telah diadopsi oleh pendidikan keperawatan, namun beberapa kritik muncul terkait perbedaan hakikat pendidikan keperawatan dan kedokteran. Seperti yang dikemukakan oleh Bujack et al (1991 dikutip dalam Walsh, et al., 2009) bahwa model OSCE tradisional tidak merefleksikan hakikat dari praktik keperawatan yang melihat pasien dari pandangan holistik, berbeda dengan kompetensi yang berorientasi tugas/procedural dan keterampilan teknis semata seperti yang diterapkan dalam ujian kedokteran. Oleh karenanya, para peneliti merekomendasikan OSCE bisa diadopsi dalam keperawatan namun harus merefleksikan realitas klinis dari keperawatan yang sebenarnya (Ross et al. 1988; Bujack
et al. 1991; O‟Neil & McCall 1996, Nicol & Freeth 1998 dikutip dalam Walsh et al, 2009).
Meskipun demikian, masih sedikit penelitian yang menilai model uiji OSCE yang shahih dan andal untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa keperawatan.
Model OSCE asli yang terdiri dari serangkaian seri dari 16 sampai 20 station, dengan setiap station memerlukan waktu sekitar 5 menit, dan fokus ke keterampilan klinik mahasiswa kedokteran, selanjutnya diadaptasi dan dimodifikasi supaya cocok dengan situasi keperawatan. Beberapa model adaptasi tersebut menghasilkan model OSCE dengan lebih sedikit station namun ada penambahan lama waktu untuk setiap stationnya. Beberapa station diintegrasikan dengan alokasi waktu bisa sampai 30 menit atau lebih, sehingga namanya pun berubah dari OSCE menjadi OSCA (Objective Structured Clinical Assessment) karena penilaian lebih lengkap dan holistik (Ward & Willis 2006; Rushforth 2007 dikutip dalam Walsh et al, 2009).
(9)
Action Research
1. Pengertian Action Research
Kemmis dan McTaggart (1988, p. 5 ) mendefinisikan “Action Research” adalah suatu bentuk pencarian refleksi diri secara kolektif yang dilakukan oleh partisipan pada suatu siatuasi soscial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dan pemahaman partisipan terhadap praktik yang mereka lakukan.
2. Karakteristik Action Research
Terdapat empat karakteristik dari action research menurut Holter (1993), yaitu kerjasama antara peneliti dan praktisi, pemecahan masalah praktik, perubahan praktik, dan pengembangan teori. Sedangkan menurut Reason dan Bradbury (2001, p. 2), ada lima karakteristik dari action research yaitu practical issues, emergent developmental form, participation and democracy, knowledge in action, dan human flourishing.
Kerangka Pemikiran
Ada empat komponen yang menjadi perhatian (thematic concern) dalam action reserach, yaitu perencanaan (plan), tindakan untuk melaksanakan rencana (act), pengamatan terhadap efek (observe), dan refleksi (reflect) dari efek yaang terjadi sebagai dasar perencanaan selanjutnya (Kemmis & McTaggart, 1988). Keempat komponen tersebut membentuk siklus spiral seperti gambar berikut:
(10)
D. Metode penelitian Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan (Action Research). Action research merupakan metode yang ideal untuk mengadakan perubahan suatu kondisi di tatanan praktik, perubahan dibangun atas motivasi sendiri dari orang-orang pemangku kepentingan dengan menggunakan dukungan dan sumber daya yang dimiliki untuk memperbaiki situasi atau menciptakan cara baru dalam bekerja (Webb, 1988).
Setting
Setting atau tempat untuk penelitian ini adalah Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Fakultas Keperawatan Unpad mengelola program studi sarjana keperawatan (S.Kep), program profesi Ners, dan program Magister Keperawatan (Keperawatan Kritis dan Komunitas). Saat ini FIK Unpad memiliki jumlah mahasiswa (student body) sebanyak 1.083 orang, dengan jumlah dosen tetap 53 orang, tenaga kependidikan 53 orang, dan didukung oleh dosen tidak tetap termasuk pembimbing klinik/lapangan sekitar 52 orang. Sejak didirikan sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) tahun 1994, telah meluluskan sebanyak 2.952 lulusan sarjana keperawatan dan Ners. Fakultas Keperawatan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dengan metode problem based learning sejak tahun 2007.
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari dosen, isntruktur/pembimbing klinik, pengelola lab skill, dan mahasiswa. Partisipan dipilih berdasarkan kriteria sebagai beriukut: 1. Dosen
- Dosen tetap yang aktif mengajar mata kuliah terkait keperawatan klinis dengan pengalaman minimal 2 tahun
- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini 2. Instruktur klinik
- Pembimbing klinis yang diangkat oleh F.Kep Unpad dan aktif mebimbing mahasiswa di klinik (Rumah Sakit) dengan pengalaman minimal 3 tahun
- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini 3. Pengelola lab skill
(11)
- Pengelola yang ditunjuk oleh F.Kep sebagai pengelola (kepala atau staf) laboratorium skill
- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini 4. Mahasiswa
- Mahasiswa aktif yang telah melewati semester VI - Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini
Fase-fase Kegiatan Penelitian Fase Awal
1 Permohonan ijin dari dekan Fakultas Keperawatan untuk melaksanakan penelitian 2 Pertemuan awal dengan staf dosen keperawatan klinik, instruktur klinik, dan
perwakilan mahasiswa untuk mendiskusikan rencana penelitian dan curah pendapat tentang pelaksanaan OSCE di F.Kep. Pada pertemuan ini, peneliti merekrut beberapa staf dosen, instruktur klinik, dan mahasiswa untuk menjadi partisipan dalam penelitian. Peneliti menjelaskan bahwa peran tim peneliti selama proses penelitian adalah sebagai fasilitator, observer, partisipan, dan pengumpul data.
3 Persetujuan tertulis atau lisan (Informed consent) diminta kepada yang bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Fase Implementasi
Kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa aktivitas, yang dikelompokan kedalam tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap 1: Analisa dan Memahami Situasi
Pada tahap ini, peneliti dan partisipan bertemu dan berdiskusi tentang ketertarikan dan pentingnya mempunyasi model uji OSCE yang terstandarisasi. Partisipan diminta untuk mengungkapkan ide-ide, pikiran, pengalaman, konsen, dan perhatiannya terkait model uji OSCE dan sistem penilaian terkait lainnya. Hasil diskusi ini bisa memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena yang diteliti. Untuk menggali informasi yang mendalam, peneliti mengadakan wawancara mendalam dengan partisipan terkait topik yang diteliti. Pengumpulan dan analisis dokumen juga dilakukan.
(12)
Tahap 2: Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti menyelenggarakan lokakarya untuk mempresentasikan hasil kajian situasi dan kajian kepustakaan, dan bersama partisipan menyusun model awal OSCE (tentative model) yang dikembangkan dan diuji coba. Pada tahap ini juga, dibahas rencana strategi untuk implementasi model tentative tersebut berikut rencana evaluasinya.
Tahap 3: Uji Coba Pelaksanaan dan Observasi
Pada tahap ini, uji coba model dilaksanakan oleh partisipan. Partisipan ada yang berperan sebagai penguji, nara uji/mahasiswa, dan pasien. Skenario ujian, format evaluasi, dan standar operasional prosedur (SOP) ujian dari hasil lokakarya disiapkan, dan seting tempat ujian dilakukan dengan cara membagi tempat ujian menjadi beberapa station. Selama proses uji coba berlangsung, setiap partisipan diminta untuk mencatat dan atau melaporkan (setelah ujicoba selesai) hal-hal atau faktor-faktor yang dianggap mendukung atau menghambat pelaksanaan ujian, juga mencatat masalah-masalah, kelemahan, kekuatan, dan keterbatasan yang ditemukan terkait proses uji coba model OSCE. Peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan beberapa partisipan, observasi, dan partisipasi.
Tahap 4: Refleksi
Temuan hasil uji coba model dikaji dan dianalisis. Partisipan dan peneliti melakukan refleksi terhadap proses pelaksanaan uji coba. Pada tahap ini model refleksi terstruktur dari Christopher John (1995) dijadikan panduan dalam melakukan refleksi partisipan. Dalam model John dikemukakan bahwa refleksi meliputi aspek estetik, personal, etik, empiric, dan reflexivity.
Tahap 5: Luaran (Outcome)
Hasil refleksi dan evaluasi digunakan untuk penyempurnaan model uji OSCE dan dijadikan model OSCE yang terstandar. Rumusan model OSCE terstandar didesiminasikan ke staff pengajar dan unsur pimpinan fakultas. Model uji OSCE yang terstandar dijadikan acuan sebagai model untuk pelaksanaan uji OSCE di Fakultas Keperawatan Unpad.
Fase Terminasi dan Pelaporan
Pada fase ini penelitian dinyatakan selesai dan peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh partisipan atas partisipasinya dalam penelitian. Tim peneliti membuat laporan lengkap hasil penelitian dan menyerahkan ke pihak donor dan Fakultas Ilmu
(13)
publikasi di jurnal nasional terakreditasi atau internasional. Sebagian hasil penelitian telah dipresentasikan pada konferensi ilmiah: the 2nd HAPEQ International Conference di Bali tanggal 3-5 Desember 2011.
Pengupulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa cara, yaitu: 1 Diskusi kelompok terarah (FGD)
2 Wawancara
3 Pengumpulan dokumen
4 Catatan lapangan (field notes) dan observasi
Analisa Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan dua metoda. Hasil refleksi akan dianalisis menggunakan model “learning through experience” dari Johns (1994, 1995), sedangkan data hasil wawancara, diskusi kelompok, dokumen, dan catatan lapangan akan dianalisis menggunakan panduan dari Morse and Field yang dikutip oleh Polit and Hungler (1999). Prosedur analisis data menurut Johns (1994, 1995) seperti dikemukakan berkut:
Deskripsi Refleksi
Faktor-faktor berpengaruh Strategi alternative
Learning
Sedangkan metode analisis menurut Morse and Field yang dikutip oleh Polit and Hungler (1999), meluputi:
Pemahaman secara umum (Comprehending) Sintesis (Synthesizing)
Rekontekstualisasi (Recontextualizing) Etika Penelitian
Untuk menjamin perlindungan hak-hak partsipan, peneliti meminta ijin dari pihak yang berwenang (Dekan), meminta persetujuan (Informed consent) dari partisipan, dan menjamin kerahasiaan data yang terkumpul hanya untuk kepentingan penelitian.
(14)
Kompensasi atas keterlibatan dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk uang transport dan konsumsi serta souvenir sesuai batas-batas kewajaran.
E. Hasil Penelitian Deskripsi partisipan
Sembilan mahasiswa yang mewakili angkatan 2007, 2009, dan 2010 mengikuti FGD I (mahasiswa). Partisipan umumnya memiliki pengalaman mengikuti OSCE pada sistem respirasi, kardiovaskuler, Basic Science in Nursing III, integumen, muskuloskeletal, gastrointestinal, urinary, endokrin, neurobehavior, critical care nursing, imun dan hematologi. Sepuluh orang, yang mewakili dosen, instruktur klinik, tutor, dan pengelola laboratorium keperawatan mengikuti FGD II (2 hari). Sedangkan lokakarya-lokakarya yang diselenggarakan rata-rata dihadiri 15 orang dari dosen, tutor, pembimbing klinik, dan pengelola laboratorium.
Perspektif mahasiswa dalam mengikuti OSCE
Partisipan sebagai mahasiswa yang ikut langsung dalam kegiatan OSCE yang diselenggarakan oleh Fakultas, mengemukakan pandangan, ide, dan kesan-kesannya tentang OSCE seperti terangkum dalam pernyataan-pernyataan berikut ini:
1) OSCE serupa dengan ujian praktik biasa
Dalam pandangan mahasiswa, OSCE tidaklah jauh berbeda dengan ujian praktikum biasa yang pernah diikuti sewaktu belum menerapkan kurikulum KBK, perbedaannya OSCE dilaksanakan serempak, beberapa keterampilan, sedangkan ujian praktikum dilakukan satu-satu keterampilan. Bagi mereka, nama OSCE tidak begitu difahami, dan mereka pun tidak begitu perduli, yang penting bagaimana ujian bisa lulus.
2) Faktor keberuntungan
Partisipan mengungkapkan bahwa, “faktor keberuntungan” sangatlah menentukan
keberhasilan lulus dari OSCE. Hal ini karena tidak adanya standar baku yang jelas, jadi ujian kadang tergantung siapa pengujinya, dan kapan ujian itu dilaksanakan. Misalnya, jika dapat waktu pagi akan lebih baik karena masih segar, dan penguji masih segar, sehingga betul-betul bisa menilai, tapi kalau menjelang sore, alat-alat juga sudah banyak yang rusak, dan penguji sudah kelelahan sehingga kurang konsentrasi.
(15)
Karena tidak ada standar baku penilaian, penilaian tampak berbeda antara satu penguji dengan penguji lainnya, atau antara penguji junior dengan senior. Hal ini juga dipengaruhi perbedaan persepsi antar penguji terhadap cara penilaian sehingga tidak jarang membingungkan mahasiswa. Penguji junior lebih detail terpaku ke SOP, sedangkan penilai senior lebih menekankan pada prinsip. Berapa batas nilai kelulusan juga kadang tidak jelas dan tidak diinformasikan sebelumnya.
4) Awalnya stress dan bingung, cari „bocoran‟ ke temen
Stress dan bingung hamper dialami oleh seluruh mahasiswa yang akan mengikuti ujian OSCE, namun untungnya mereka masih bisa ketemu dengan mahasiswa yang sudah selesai mengikuti OSCE sehingga bisa dapat bocoran tentang apa-apa saja yang dilakukan saat ujian.
5) Alokasi waktu yang tidak fair
Partisipan menilai alokasi waktu yang diberika untuk setiap mahasiswa tidak konsisten. Untuk mahasiswa gelombang pertama, waktu sesuai dengan yang dialokasikan, namun gelombang-gelombang berikutnya, waktu terkurang oleh gelombang sebelumnya yang belum selesai. Hal ini menyulitkan mahasiswa dalam memprediksi waktu untuk melaksanakan soal yang diujikan.
6) Berbeda ketika latihan dan ujian
Walaupun tidak banyak, namun ada beberapa teknik prosedur, berbeda antara ketika diajarkan dalam latihan dan ketika ujian terutama jika yang mengajar dan menguji orangnya berbeda.
7) Ica-ica atau pura-pura ketika ujian, bingung dalam situasi yang sebenarnya
Dalam beberapa ujian, penguji memerintahkan tindakan-tindakan tertentu cukup dengan pura-pura saja, tidak perlu dilakukan sebenarnya. Hal ini dirasakan oleh
mahasiswa bingung terutama ketika berhadapan situasi nyata di wahana praktik. 8) Inkonsistensi jadwal dan aturan
Adakalanya jadwal mulai ujian molor, terlambat, dan hal-hal yang sudah diinformasikan seperti urutan mahasiswa yang masuk berdasarkan nomor absen, namun kenyataannya menurut kedatangan duluan, sehingga mahasiswa yang tidak ingin duluan mereka mengakali dengan dating terlambat.
(16)
Seringnya dua mahasiswa diuji oleh satu penguji pada waktu yang bersamaan tanpa pemisah/sampiran. Hal ini dirasakan mengganggu bagi mahasiswa yang sedang ujian karena mereka bisa saling memperhatikan, mendengar, dan melihat satu dan lainnya.
10) Dokumentasi hanya untuk formalitas
Pada saat selesai ujian, mahasiswa sering diminta untuk menulis dukumentasi tindakan, namun mereka tidak melihat ada kaitannya dengan penilaian hasil ujian. 11) Sarana yang terbatas, kurang kesempatan untuk latihan
Keterbatasan sarana dan peralatan laboratorium disbanding dengan jumlah mahasiswa, menyebabkan mahasiswa terbatas untuk mencoba praktikum secara mandiri di laboratorium.
12) Latihan dan ujian, membentuk 65-80% penguasaan skill
Walaupun dengan keterbatasan yang ada, mahasiswa berpendapat bahwa melalui praktikum dan ujian OSCE ini, mereka bisa belajar menguasai keterampilan hingga mencapai 80%, setelah mereka punya pengalaman mencoba di wahana praktik nyata, mereka bisa menguasai sampai lebih dari 90%.
Perspektif penguji terhadap OSCE
Partisipan yang terdiri dari dosen, instruktur klinik, dan tutor yang semuanya pernah menjadi penguji OSCE, mengungkapkan pendapatnya tentang pengalaman menyelenggarakan OSCE seperti terangkum berikut ini:
1) OSCE yang sekarang masih sederhana, belum yang sesungguhnya, masih terfragmentasi
Para penguji menyampaikan bahwa dengan melihat banyak kekurangan terkait penyelenggaraan OSCE, mereka megakui bahwa OSCE yang sekarang masih belum ideal seperti yang seharusnya.
2) Pengetahuan OSCE hasil tahu dari teman (mulungan), tidak ada pelatihan khusus/formal
Para penguji menjelaskan bahwa mereka tidak dipersiapkan secara khusus untuk menyelenggarakan OSCE. Pengetahuan tentang OSCE lebih banyak dicari sendiri dengan bertanya ke teman atau cari di kepustakaan.
(17)
3) Mendua (ngajegang), satu penguji menguji dua mahasiswa dalam waktu yang bersamaan karena terbatasnya SDM penguji
Jumlah penguji yang terbatas, sedangkan jumlah mahasiswa banyak, menyebabkan terpaksa satu orang penguji menguji dua station pada waktu yang bersamaan. Hal ini juga disadarai namun tidak bisa berbuat banyak, ya kerjakan saja, walaupun penguji harus membagi perhatian ke kedua mahasiswa.
4) SOP dan format nilai yang tidak terstandar
Standard operational procedure tentang tindakan/skill yang harus diperagakan dan format penilaian tidak terstandar. Sebagai contoh, format nilai khusus belum ada, penguji lebih menggunakan SOP sebagai panduan untuk penguji.
5) Kebocoran informasi ujian
Karena tidak adanya ruang isolasi bag mahasiswa yang sudah mengikuti ujian, mereka
masih bisa ketemu dan cerita tentang soal yang diujikan. 6) Visualisasi video tentang tindakan/skill dinilai membantu pembelajaran penguasaan
skill
Video, menurut partisipan, sangat membantu mahasiswa dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penguasaan skill.
7) Tidak puas dengan OSCE yang ada
Secara umum, partisipan merasa belum cukup puas dengan pelaksanaan OSCE saat ini karena masih banyak kekurangan disana-sini.
8) Skoring system yang tidak jelas, repot mengolah nilai, tidak dapat diumumkan segera setelah ujian
Karena tidak ada panduan dan standar dalam memberikan skor nilai pada mahasiswa, nilai antar penguji sering variasinya cukup tinggi. Hal ini dikerjakan secara manual sehingga memerlukan waktu lama.
9) Terbatasnya sarana lab, tidak memungkinkan semua mahasiswa punya kesempatan berlatih secara cukup
Partisipan juga menyadari bahwa kondisi keterbatasan lab saat masih membatasi mahasiswa untuk berlatih mandiri di laboratorium, namun dengan segala keterbatasan, tetap idealnya semua mahasiswa pernah mengalami melakukan apa-apa yang
direalisasikan. 10)Panduan, kesamaan persepsi dan dukungan kebijakan diperlukan
(18)
Dengan tidak adanya format evaluasi yang jelas, menimbukan ketidaksamaan persepti antar penguji. Oleh karennya, briefing diperlukan sebelum melaksanakan ujian. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan.
Perspektif pengelola lab terhadap OSCE
Pengelola laboratorium praktikum keperawatan mengemukakan kesan dan pemikiran tersendiri tentang pelaksanaan OSCE, seperti terangkum berikut ini:
1) Bingung, kurang koordinasi, berakibat pada pengelolaan OSCE yang kurang baik Koordinator mata kuliah yang akan melakukan ujian OSCE kadang kurang koordinasi dengan petugas lab, sehingga menyulitkan pengaturan lab.
2) Syarat peserta ujian dan aturan ujian yang tidak jelas menyebabkan kesulitan mengontrol mahasiswa
Tidak jelasnya criteria mahasiswa yang boleh ikut ujian, menyebabkan kesulitan mengontrol mahasiswa terutama antara yang boleh mengikuti ujian sama yang tidak.
Hasil observasi
Observasi pada salah satu kegiatan OSCE, 13 Mei 2011, OSCE pada sistem endokrin, penguji: 5 orang, mahasiswa: 150 orang, 10 station, 5 skill (1 skill di 2 station), 1 penguji menguji 30 mahasiswa, mahasiswa punya SOP, format penilaian berdasarkan SOP tidak ada format khusus, tiap station kasusnya beda, 2 station untuk tindakan yang sama tidak terpasang partisi/gordin, ketika putaran berlangsung terjadi kekisruhan karena alokasi waktu tidak konsisten (harusnya @15 menit), kadang lama, kadang cepat, time keeper sambil melakukan kegiatan lain juga sehingga tidak fokus menjaga waktu
Urutan kegiatan: Mahasiswa diminta masuk ruangan lab, dipersilahkan duduk di kursi, diberi pengarahan, dibagikan kasus untuk dibaca, kemudian diinstruksikan menuju station tertentu, selanjutnya mengikuti arah track yang dipasang dilantai. Suasana ruangan, agak gaduh, crowded, peserta urutan pertama mendapatkan alat2 dalam keadaan siap, peserta selanjutnya kadang harus membereskan dulu sehingga waktunya lebih lama
Jika peserta sudah selesai di satu station, sedangkan di station berikutnya masih ada peserta
lain, peserta harus nunggu, bisa timbul “waiting list”. Selama pengarahan, dan mempelajari
(19)
Setelah menganalisis dan memahami situasi yang sedang tertjadi terkait pelaksanaan OSCE di FIK Unpad, peneliti dan partisipan memandang perlu untuk membenahi model pelaksanaan OSCE yang ada. Langkah pertama yang dilakukan untuk pembenahan model tersebut adalah dengan membangun kapasitas (capacity building) penyelenggara OSCE melalui peningkatan pengetahuan tentang OSCE. Untuk memenuhi hal tersebut, dilaksanakan serangkaian lokakarya, meliputi:
1) Lokakarya pengembangan model OSCE 2) Lokakarya pembuatan soal da penguji OSCE 3) Lokakarya simulasi pasien
Setiap selesai lokakarya (lokakarya 1 dan 2), peserta dievaluasi melalui proses refleksi dari Johns (1994, 1995), dimana partisipan diminta mendeskripsikan proses OSCE yang terjadi, kemudian mengidentifikasi hal-hal yang dirasa masih kurang dan perlu ditingkatkan, mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh, merumuskan strategi alternative berupa model tentative, dan mengidentifikasi hal-hal yang bisa dipelajari untuk perbaikan selanjutnya. Dari proses tersebut didapatkan rumusan model tentative seperti tergambarkan pada skema berikut:
Gambar 1: Model tentative pelaksanaan OSCE
Persiapan Pelaksanaan Evaluasi
Daftar kompetensi Tujuan pembelajaran SOP OSCE dan skill Format evaluasi/nilai Suplai alat dan kebutuhan Ruangan
SDM penguji dan asisten Peraturan
Pasien simulasi Soal/kasus dan alur
Briefing Disiplin Mahasiswa Penguji Asisten
Penjaga waktu Dukungan logistik Stasion
Refleksi Penilaian Penentuan kelulusan
(lulus/mengulang) Dokumentasi
(20)
Model tesebut diuji coba pelaksanaannya dengan melibatkan 10 mahasiswa sebagai narauji dan 10 penguji dibantu pasien simulasi dan asisten lab. Hasil uji coba menunjukkan model tersebut bisa diimplementasikan dengan penambahan komponen berupa dukungan kebijakkan dalam bentuk adanya Tim Evaluasi yang mewadahi Tim Pengembangan dan pelaksanaan OSCE. Tim inilah yang diharapkan dilembagakan dalam bentuk struktur organisasi dan selanjutnya bertanggungjawab dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan OSCE. Dengan demikian, model definitive dari pengembangan OSCE terstandar seperti tergambar pada skema berikut:
Gambar 2: Model Pengembangan Standarisai OSCE
F. Pembahasan
Temuan penelitian ini mengungkap bahwa pada hasil pemahaman situasi diperoleh pelaksanaan OSCE sudah dilaksanakan seiring dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Pelaksanaa OSCE masih berupa adopsi yang belum didasari oleh pemahaman yang komprehensif dari para pemangku kepentingan terutama penyelenggara. Hal ini telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda terutama para penguji sehingga berdampak pada
Persiapan Pelaksanaan Evaluasi
Daftar kompetensi Tujuan pembelajaran SOP OSCE dan skill Format evaluasi/nilai Suplai alat dan kebutuhan Ruangan
SDM penguji dan asisten Peraturan
Pasien simulasi Soal/kasus dan alur
Briefing Disiplin Mahasiswa Penguji Asisten
Penjaga waktu Dukungan logistik Stasion
Refleksi Penilaian Penentuan kelulusan
(lulus/mengulang) Dokumentasi
Umpan balik (Feedback)
(21)
ada bisa berdampak pada kualitas hasil evaluasi yang pada gilirannya berdampak pada kompetensi yang dicapai mahasiswa. Mitchell, et al (2010) menyarankan bahwa meskipun banyak variasi model penilaian yang bisa menggunakan OSCE, namun eksplorasi dan pengembangan bagaimana dan dimana model ujian ini tepat dilakukan, masih perlu dilakukan agar cocok dengan pendidikan keperawatan.
Perspektif mahasiswa tentang pelkasanaa OSCE memperkuat fakta bahwa pengelolaan OSCE yang tidak dilakukan dengan baik bisa berdampak pada tingkat stress dan kebingungan mahasiswa. Mahasiswa umumnya tidak memahami makna dan hakikat OSCE dalam kontek penilaian kompetensi hasil belajar, bagi mereka OSCE tidak ada bedanya dengan ujian praktikum biasa. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sikap atau cara pikir yang masih menunjukkan fragmentasi belum terintegrasi. OSCE dibangun berdasarkan pemikiran terintegrasi untuk pemecahan kasus-kasus klinis tertentu. Temuan ini berbeda dengan temuan studi terdahulu yang mengungkap bahwa mahasiswa memandang OSCE sebagai alat uji yang adil, bermakna, bisa mencakup pengetahuan dan keterampilan yang luas, dan meminimalisir resiko kegagalan (El-Nemer & Kandeel, 2009). Penguji merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan OSCE (McCoy & Merrick, 2001). Peran dan fungsi penguji sangatlah penting dalam menentukan tingkat kompetensi mahasiswa. Oleh karena itu, penguji harus memiliki kompetensi menguji dan integritas serta kompetensi bidang keahlian yang diujikan. Penyiapan kompetensi ini bisa ditempuh dengan pelatihan atau pembekalan secara formal tentang tatacara dan pengelolaan OSCE. Temuan penelitian ini menggarisbawahi bahwa penguji belum dipersiapkan secara formal, tidak adanya standar penilaian, dan ditambah dengan beban kerja yang berlebihan membuat OSCE tidah bisa berjalan seperti seharusnya. Hal ini bisa berdampak pada validitas dan reliabilitas hasil uji OSCE. Sedangkan dari studi-studi terdahulu terungkap bahwa penguji umumnya berpendapat model OSCE ini merupakan model uji yang lebih valid dibanding yang konvensional (Ryan, Stevenson, & Hassel, 2007).
Keberhasilan penyelenggaraan OSCE juga tidak terlepas dari peran dan fungsi tenaga pendukung seperti pengelola dan asisten laboratorium. Peran mereka sangat penting terutama dalam persiapan ruangan, alat-alat, logistic termasuk konsumsi, dan mendukung pelaksanaan OSCE agar berjalan dengan baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa, tenaga pendukung memandang adanya ketidakjelasan dan ketidaktegasan aturan/tata tertib sehingga mahasiswa sulit dikontrol. Disamping itu, kurangnya koordinasi antara
(22)
penyelenggara dan pihak laboratorium sebagai penyedia tempat. Hal ini disebabkan karena tidak terlembaganya penyelenggara OSCE yang saat ini lebih diserahkan ke koordinator mata ajaran. Temuan ini mengisyaratkan perlunya lembaga yang formal dalam mengelola dan mengembangkan model-model ujian, sehingga model uji OSCE bisa menunjukkan kekuatannya dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa seperti yang sudah dibuktikan pada penelitian sebelumnya yang mengungkap bahwa OSCE merupakan alaat uji yang handal dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa dan memfasilitasi pembelajaran klinis dalam pendidikan keperawatan (Ross, et al., 1988).
Pada tahapan-tahapan studi selanjutnya yaitu pengembangan tentative sampai definitive model ditemukan bahwa, setelah melalui proses pemberdayaan melalui lokakarya-lokakarya, diskusi, dan refleksi, partisipan sadar dan tergerak untuk meperbaiki sutuasi yang ada kearah yang lebih baik. Rumusan model definitive merupakan hasil dari ide-ide, pemikiran, reflesi, dan ujicoba nyata yang prosesnya cukup panjang dan melelahkan. Namun dengan dihasilkannya model tersebut, bukti awal sudah bisa menunjukkan hasil perbaikan dari model uji OSCE yang sebelumnya. Selanjutnya model ini tinggal terus diterapkan dan dievaluasi, diberikan umpan balik, revisi dan rekontekstualisasi sehingga bisa dihasilkan model yang betul-betul handal dan cocok untuk mengukur kompetensi klinis mahasiswa keperawatan.
G. Simpulan dan Saran
Hasil penelitian ini menyimpulkan bawa model uji OSCE sudah diadopsi dan diterapkan di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad seiring dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Adanya perbedaan persepsi dan pemahaman dari para pemangku kepentingan terutama para penguji tentang penilaian dan penyelenggaraan OSCE, merupakan hal lazim dalam proses awal adopsi sesuatu yang baru, hal ini diperberat dengan tidak adanya pembangunan kapasitas yang komprehensif dalam penyelenggaraan OSCE. Melalui serangkaian analisis kritis, refleksi, dan tindakan, penelitian ini telah menghasilkan suatu model yang bisa dijadikan acual dalam penyelenggaraan OSCE di FIK Unpad. Hasil penelitian ini merekomendasikan penataan dan pengembangan model uji OSCE harus terus dilakukan untuk mendapatkan model yang betu-betul handal dan tepat untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa keperawatan. Untuk lebih memudahkan dan menjamin keberlangsungan proses tersebut, Fakultas diasarankan melembagakan Tim
(23)
penelitian lanjutan masih diperlukan untuk menguji model ini dan mengukur efektifitasnya dalam menilai kompetensi mahasiswa.
H. Penghargaan
Peneliti menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pengelola Proyek HAPEQ khususnya komponen 2 atas hibah penelitian yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad serta para partisipan dalam penelitan ini.
I. Daftar Pustaka
Ahmad, C., Ahmad, N., & Abu Bakar, R. (2009). Assessing nursing clinical skills performance using objective structured clinical examination (OSCE) for open distance learning students in Open University Malaysia Paper presented at the ICI9 - International Conference on Information.
El-Nemer, A., & Kandeel, N. (2009). Using OSCE as an assessment tool for clinical skills: Nursing students' feedback. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 3, 2465-2472.
Holter, I. M., & Barcott, D. S. (1993). Action research: what is it? How has it been used and how can it be used in nursing? Journal of Advanced Nursing, 18, 298-304.
Johns, C. (1994). Nuances of reflection. Journal of Clinical Nursing, 3(2), 71-74.
Johns, C. (1995). Framing learning through reflection within Carper's fundamental ways of knowing in nursing. Journal of Advanced Nursing, 22, 226-234.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press.
McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The objective structured clinical examination
Mitchell, M. L., Henderson, A., Groves, M., Dalton, M., & Nulty, D. (2010). The objective structured clinical examination (OSCE): Optimising its value in the undergraduate nursing curriculum. Retrieved from http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/ 10072/28505/1/56208_1.pdf
(24)
Polit, D. F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing Research, Principal and Methods. Philadelphia: Lippincott.
Reason, P., & Bradbury, H. (2001). Introduction: inquiry and participation in search of a world worthy of human aspiration. In P. Reason & H. Bradbury (Eds.), Handbook of action research, participative inquiry & practices (pp. 1-14). London: SAGE Publications, Ltd.
Ross, M., Carrol, G., Knight, J., Chamberlain, M., Bourbonnais, F. F., & Linton, J. (1988). Using the OSCE to measure clinical skills performance in nursing. Journal of Advanced Nursing, 13, 45-56.
Ryan, S., Stevenson, K., & Hassel, A. B. (2007). Assessment of clinical nurse specialists in rheumatology using an OSCE. Musculoskeletal Care, 5, 119-129.
Walsh, M., Bailey, P. H., & Koren, I. (2009). Objective structured clinical evaluation of clinical competence: an integrative review Journal of Advanced Nursing, 65 (8), 1584-1595.
World Bank. (2008). Investing in Indonesia’s health: Challenges and opportunities for future public spending Jakarta: The World Bank Office Jakarta.
(1)
Setelah menganalisis dan memahami situasi yang sedang tertjadi terkait pelaksanaan OSCE di FIK Unpad, peneliti dan partisipan memandang perlu untuk membenahi model pelaksanaan OSCE yang ada. Langkah pertama yang dilakukan untuk pembenahan model tersebut adalah dengan membangun kapasitas (capacity building) penyelenggara OSCE melalui peningkatan pengetahuan tentang OSCE. Untuk memenuhi hal tersebut, dilaksanakan serangkaian lokakarya, meliputi:
1) Lokakarya pengembangan model OSCE 2) Lokakarya pembuatan soal da penguji OSCE 3) Lokakarya simulasi pasien
Setiap selesai lokakarya (lokakarya 1 dan 2), peserta dievaluasi melalui proses refleksi dari Johns (1994, 1995), dimana partisipan diminta mendeskripsikan proses OSCE yang terjadi, kemudian mengidentifikasi hal-hal yang dirasa masih kurang dan perlu ditingkatkan, mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh, merumuskan strategi alternative berupa model tentative, dan mengidentifikasi hal-hal yang bisa dipelajari untuk perbaikan selanjutnya. Dari proses tersebut didapatkan rumusan model tentative seperti tergambarkan pada skema berikut:
Gambar 1: Model tentative pelaksanaan OSCE
Persiapan Pelaksanaan Evaluasi
Daftar kompetensi Tujuan pembelajaran SOP OSCE dan skill Format evaluasi/nilai Suplai alat dan kebutuhan Ruangan
SDM penguji dan asisten Peraturan
Pasien simulasi Soal/kasus dan alur
Briefing Disiplin Mahasiswa Penguji Asisten
Penjaga waktu Dukungan logistik Stasion
Refleksi Penilaian Penentuan kelulusan
(lulus/mengulang) Dokumentasi
(2)
Model tesebut diuji coba pelaksanaannya dengan melibatkan 10 mahasiswa sebagai narauji dan 10 penguji dibantu pasien simulasi dan asisten lab. Hasil uji coba menunjukkan model tersebut bisa diimplementasikan dengan penambahan komponen berupa dukungan kebijakkan dalam bentuk adanya Tim Evaluasi yang mewadahi Tim Pengembangan dan pelaksanaan OSCE. Tim inilah yang diharapkan dilembagakan dalam bentuk struktur organisasi dan selanjutnya bertanggungjawab dalam pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi penyelenggaraan OSCE. Dengan demikian, model definitive dari pengembangan OSCE terstandar seperti tergambar pada skema berikut:
Gambar 2: Model Pengembangan Standarisai OSCE
F. Pembahasan
Temuan penelitian ini mengungkap bahwa pada hasil pemahaman situasi diperoleh pelaksanaan OSCE sudah dilaksanakan seiring dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Pelaksanaa OSCE masih berupa adopsi yang belum didasari oleh pemahaman yang komprehensif dari para pemangku kepentingan terutama penyelenggara. Hal ini telah menimbulkan persepsi yang berbeda-beda terutama para penguji sehingga berdampak pada hasil penilaian mahasiswa. Disamping itu, keterbatasan sumberdaya dan peralatan yang
Persiapan Pelaksanaan Evaluasi
Daftar kompetensi Tujuan pembelajaran SOP OSCE dan skill Format evaluasi/nilai Suplai alat dan kebutuhan Ruangan
SDM penguji dan asisten Peraturan
Pasien simulasi Soal/kasus dan alur
Briefing Disiplin Mahasiswa Penguji Asisten
Penjaga waktu Dukungan logistik Stasion
Refleksi Penilaian Penentuan kelulusan
(lulus/mengulang) Dokumentasi
Umpan balik (Feedback)
(3)
ada bisa berdampak pada kualitas hasil evaluasi yang pada gilirannya berdampak pada kompetensi yang dicapai mahasiswa. Mitchell, et al (2010) menyarankan bahwa meskipun banyak variasi model penilaian yang bisa menggunakan OSCE, namun eksplorasi dan pengembangan bagaimana dan dimana model ujian ini tepat dilakukan, masih perlu dilakukan agar cocok dengan pendidikan keperawatan.
Perspektif mahasiswa tentang pelkasanaa OSCE memperkuat fakta bahwa pengelolaan OSCE yang tidak dilakukan dengan baik bisa berdampak pada tingkat stress dan kebingungan mahasiswa. Mahasiswa umumnya tidak memahami makna dan hakikat OSCE dalam kontek penilaian kompetensi hasil belajar, bagi mereka OSCE tidak ada bedanya dengan ujian praktikum biasa. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sikap atau cara pikir yang masih menunjukkan fragmentasi belum terintegrasi. OSCE dibangun berdasarkan pemikiran terintegrasi untuk pemecahan kasus-kasus klinis tertentu. Temuan ini berbeda dengan temuan studi terdahulu yang mengungkap bahwa mahasiswa memandang OSCE sebagai alat uji yang adil, bermakna, bisa mencakup pengetahuan dan keterampilan yang luas, dan meminimalisir resiko kegagalan (El-Nemer & Kandeel, 2009). Penguji merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan OSCE (McCoy & Merrick, 2001). Peran dan fungsi penguji sangatlah penting dalam menentukan tingkat kompetensi mahasiswa. Oleh karena itu, penguji harus memiliki kompetensi menguji dan integritas serta kompetensi bidang keahlian yang diujikan. Penyiapan kompetensi ini bisa ditempuh dengan pelatihan atau pembekalan secara formal tentang tatacara dan pengelolaan OSCE. Temuan penelitian ini menggarisbawahi bahwa penguji belum dipersiapkan secara formal, tidak adanya standar penilaian, dan ditambah dengan beban kerja yang berlebihan membuat OSCE tidah bisa berjalan seperti seharusnya. Hal ini bisa berdampak pada validitas dan reliabilitas hasil uji OSCE. Sedangkan dari studi-studi terdahulu terungkap bahwa penguji umumnya berpendapat model OSCE ini merupakan model uji yang lebih valid dibanding yang konvensional (Ryan, Stevenson, & Hassel, 2007).
Keberhasilan penyelenggaraan OSCE juga tidak terlepas dari peran dan fungsi tenaga pendukung seperti pengelola dan asisten laboratorium. Peran mereka sangat penting terutama dalam persiapan ruangan, alat-alat, logistic termasuk konsumsi, dan mendukung pelaksanaan OSCE agar berjalan dengan baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa, tenaga pendukung memandang adanya ketidakjelasan dan ketidaktegasan aturan/tata tertib sehingga mahasiswa sulit dikontrol. Disamping itu, kurangnya koordinasi antara
(4)
penyelenggara dan pihak laboratorium sebagai penyedia tempat. Hal ini disebabkan karena tidak terlembaganya penyelenggara OSCE yang saat ini lebih diserahkan ke koordinator mata ajaran. Temuan ini mengisyaratkan perlunya lembaga yang formal dalam mengelola dan mengembangkan model-model ujian, sehingga model uji OSCE bisa menunjukkan kekuatannya dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa seperti yang sudah dibuktikan pada penelitian sebelumnya yang mengungkap bahwa OSCE merupakan alaat uji yang handal dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa dan memfasilitasi pembelajaran klinis dalam pendidikan keperawatan (Ross, et al., 1988).
Pada tahapan-tahapan studi selanjutnya yaitu pengembangan tentative sampai definitive model ditemukan bahwa, setelah melalui proses pemberdayaan melalui lokakarya-lokakarya, diskusi, dan refleksi, partisipan sadar dan tergerak untuk meperbaiki sutuasi yang ada kearah yang lebih baik. Rumusan model definitive merupakan hasil dari ide-ide, pemikiran, reflesi, dan ujicoba nyata yang prosesnya cukup panjang dan melelahkan. Namun dengan dihasilkannya model tersebut, bukti awal sudah bisa menunjukkan hasil perbaikan dari model uji OSCE yang sebelumnya. Selanjutnya model ini tinggal terus diterapkan dan dievaluasi, diberikan umpan balik, revisi dan rekontekstualisasi sehingga bisa dihasilkan model yang betul-betul handal dan cocok untuk mengukur kompetensi klinis mahasiswa keperawatan.
G. Simpulan dan Saran
Hasil penelitian ini menyimpulkan bawa model uji OSCE sudah diadopsi dan diterapkan di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad seiring dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Adanya perbedaan persepsi dan pemahaman dari para pemangku kepentingan terutama para penguji tentang penilaian dan penyelenggaraan OSCE, merupakan hal lazim dalam proses awal adopsi sesuatu yang baru, hal ini diperberat dengan tidak adanya pembangunan kapasitas yang komprehensif dalam penyelenggaraan OSCE. Melalui serangkaian analisis kritis, refleksi, dan tindakan, penelitian ini telah menghasilkan suatu model yang bisa dijadikan acual dalam penyelenggaraan OSCE di FIK Unpad. Hasil penelitian ini merekomendasikan penataan dan pengembangan model uji OSCE harus terus dilakukan untuk mendapatkan model yang betu-betul handal dan tepat untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa keperawatan. Untuk lebih memudahkan dan menjamin keberlangsungan proses tersebut, Fakultas diasarankan melembagakan Tim Evaluasi Pembelajaran yang didalamnya ada Tim Pengembangan OSCE.
(5)
Penelitian-penelitian lanjutan masih diperlukan untuk menguji model ini dan mengukur efektifitasnya dalam menilai kompetensi mahasiswa.
H. Penghargaan
Peneliti menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pengelola Proyek HAPEQ khususnya komponen 2 atas hibah penelitian yang diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad serta para partisipan dalam penelitan ini.
I. Daftar Pustaka
Ahmad, C., Ahmad, N., & Abu Bakar, R. (2009). Assessing nursing clinical skills performance using objective structured clinical examination (OSCE) for open distance learning students in Open University Malaysia Paper presented at the ICI9 - International Conference on Information.
El-Nemer, A., & Kandeel, N. (2009). Using OSCE as an assessment tool for clinical skills: Nursing students' feedback. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 3, 2465-2472.
Holter, I. M., & Barcott, D. S. (1993). Action research: what is it? How has it been used and how can it be used in nursing? Journal of Advanced Nursing, 18, 298-304. Johns, C. (1994). Nuances of reflection. Journal of Clinical Nursing, 3(2), 71-74.
Johns, C. (1995). Framing learning through reflection within Carper's fundamental ways of knowing in nursing. Journal of Advanced Nursing, 22, 226-234.
Kemmis, S., & McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press.
McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The objective structured clinical examination Mitchell, M. L., Henderson, A., Groves, M., Dalton, M., & Nulty, D. (2010). The objective
structured clinical examination (OSCE): Optimising its value in the undergraduate nursing curriculum. Retrieved from http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/ 10072/28505/1/56208_1.pdf
(6)
Polit, D. F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing Research, Principal and Methods. Philadelphia: Lippincott.
Reason, P., & Bradbury, H. (2001). Introduction: inquiry and participation in search of a world worthy of human aspiration. In P. Reason & H. Bradbury (Eds.), Handbook of action research, participative inquiry & practices (pp. 1-14). London: SAGE Publications, Ltd.
Ross, M., Carrol, G., Knight, J., Chamberlain, M., Bourbonnais, F. F., & Linton, J. (1988). Using the OSCE to measure clinical skills performance in nursing. Journal of Advanced Nursing, 13, 45-56.
Ryan, S., Stevenson, K., & Hassel, A. B. (2007). Assessment of clinical nurse specialists in rheumatology using an OSCE. Musculoskeletal Care, 5, 119-129.
Walsh, M., Bailey, P. H., & Koren, I. (2009). Objective structured clinical evaluation of clinical competence: an integrative review Journal of Advanced Nursing, 65 (8), 1584-1595.
World Bank. (2008). Investing in Indonesia’s health: Challenges and opportunities for future public spending Jakarta: The World Bank Office Jakarta.