Rumusan Masalah Kecerdasan emosi anak dengan ibu sebagai orangtua tunggal akibat perceraian
engerti
e
erd
m osi
pertama kali dilontar kan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer
dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Keterampilan EQ
bukanlah lawan dari keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual
maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan Shapiro, 1997.
Menurut Goleman 2005, kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi to manage
our emotional life with intelligence atau mengenali emosi diri; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya the appropriateness of emotion
and its expression atau mengelola emosi melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial
membina hubungan atau kerjasama dengan orang lain. Menurut Patton 2002, kecerdasan emosi itu mencakup beberapa
keterampilan yaitu menunda kepuasan dan mengendalikan impuls dalam diri, tetap optimis jika menghadapi ketidakpastian atau kemalangan,
menyalurkan emosi secara efektif, mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri dalam usaha mencapai tujuan, menangani
¡¢£
¢ ¤ ¥¦
§ ¨ ¢ ©
§
, menunjukkan rasa empati kepada orang lain serta membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosi secara
efektif dengan cara mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan
dengan orang lain sehingga seseorang dapat berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.
ª« ¬
roses
erkem
® ¯°
gn
± ¯
²
e
³
erd
¯´ ¯°
µ
m osi
Menurut Shapiro 1997, tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosi yang ditinjau melalui tahap-tahap perkembangan anak lebih
bervariasi dibandingkan perkembangan anak secara fisik maupun kognitif. Perkembangan secara fisik dan kognitif dapat diperkirakan dalam banyak
hal, sedangkan perkembangan secara emosi lebih kompleks. Pada umumnya orangtua hanya mengikuti dan mengantisipasi perkembangan
anak secara fisik dan kognitif saja. Kecerdasan emosi anak berkembang seiring dengan tingkat keinginan anak untuk mencoba melakukan hal-hal
baru. Dengan adanya kesempatan yang diberikan kepada anak, merangsang anak untuk memotivasi dirinya sendiri dalam mencapai apa
yang diinginkannya dalam Priyanti, 2003. Shapiro dalam Priyanti, 2003 juga mengatakan bahwa tahap-
tahap dalam perkembangan anak secara fisik dan kognitif turut mendorong