Secara Praktis Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis
¡¢£
¢ ¤ ¥¦
§ ¨ ¢ ©
§
, menunjukkan rasa empati kepada orang lain serta membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosi secara
efektif dengan cara mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan
dengan orang lain sehingga seseorang dapat berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.
ª« ¬
roses
erkem
® ¯°
gn
± ¯
²
e
³
erd
¯´ ¯°
µ
m osi
Menurut Shapiro 1997, tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosi yang ditinjau melalui tahap-tahap perkembangan anak lebih
bervariasi dibandingkan perkembangan anak secara fisik maupun kognitif. Perkembangan secara fisik dan kognitif dapat diperkirakan dalam banyak
hal, sedangkan perkembangan secara emosi lebih kompleks. Pada umumnya orangtua hanya mengikuti dan mengantisipasi perkembangan
anak secara fisik dan kognitif saja. Kecerdasan emosi anak berkembang seiring dengan tingkat keinginan anak untuk mencoba melakukan hal-hal
baru. Dengan adanya kesempatan yang diberikan kepada anak, merangsang anak untuk memotivasi dirinya sendiri dalam mencapai apa
yang diinginkannya dalam Priyanti, 2003. Shapiro dalam Priyanti, 2003 juga mengatakan bahwa tahap-
tahap dalam perkembangan anak secara fisik dan kognitif turut mendorong
¶·
¸¹ º»¹¼½¾¿ À¾¿
»¹ Á
¹ ºÂ¾Ã
¾¿ ¹¼Ä
à Š¾ ¿
¾ » Æ
Ç ¾Â¾
È Ã
Å ¾ ½¾ÉÅ
t
¾
, anak memiliki optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi dalam beraktivitas. Pada usia
tersebut, anak belum dapat membedakan antara upaya dan kemampuan, sehingga anak akan tetap mencoba melakukan aktivitas hingga berhasil.
Dengan bertambahnya usia anak antara 8 hingga 12 tahun, maka meningkat pula kematangan kognitif anak yang menjadikannya mampu
menilai secara lebih realistis. Kemampuan nilai tersebut menimbulkan suatu kesadaran bahwa upaya dapat menjadi kompensasi untuk
kemampuan. Terdapat 2 aspek utama dalam perkembangan emosi anak pada
usia pertengahan dan akhir anak-anak, yaitu melanjutkan pertumbuhan pengetahuan anak tentang emosinya dan kemajuan dalam mengelola
keadaan emosi mereka. Bukatko 2008 mengatakan bahwa perkembangan emosi dipengaruhi oleh komunikasi dan interaksi sosial yang dimiliki oleh
anak dengan orang dewasa dan dengan teman sebaya. Banyak dari apa yang kita ketahui tentang perkembangan emosi
pada anak usia pertengahan dan akhir anak-anak berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bernalar tentang emosi. Anak yang berusia
antara 8 dan 10 tahun misalnya, sudah memahami bahwa perilaku emosional ditentukan oleh aturan-aturan budaya anak seharusnya terlihat
bahagia ketika menerima hadiah meskipun tidak menyukai hadiah tersebut dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu
ÊË
Ì ÍÎ
Í Ï Ð ÍÑÒÓ
t
Ô ÑÓ Ô Î
y
Ò Õ
Õ ÔÓ ÏÖ× ÒÎ Ó
ÔØÍÎ Ù
t
ÖØÍ Ï Õ ÔÑ
Í Ó Í
Ú Í ÖÏ
Û ÖÏ Í
Ö ÎÙÖ Î
Ø ÖÖ
zinkan oleh ibu menghadiri pesta ulang tahun teman Bukatko, 2008. Harris dalam Bukatko, 2008 menyatakan bahwa anak-anak usia
pertengahan dan akhir anak-anak telah mengembangkan pemahaman yang luas dari norma-norma sosial dan harapan yang mengelilingi tampilan
perasaan. Pengetahuan tentang emosi dapat memiliki konsekuensi yang signifikan bagi perkembangan sosial anak. misalnya, anak-anak usia 5
tahun yang mampu memberikan label ekspresi emosi pada wajah dengan tepat, lebih cenderung menampilkan perilaku sosial yang positif pada usia
9 tahun Izard et al., 2001 dalam Bukatko, 2008. Perkembangan emosional pada anak usia pertengahan dan akhir
anak-anak erat berafiliasi dengan kemajuan dalam kognisi yang memungkinkan anak-anak tersebut untuk berpikir dalam istilah abstrak
yang lebih kompleks. Pada saat anak-anak tersebut masuk sekolah, mereka mulai memahami bahwa perubahan dalam pikiran dapat menyebabkan
perubahan dalam perasaan yang memiliki pikiran bahagia misalnya,
dapat menghilangkan suasana hati yang sedih Weiner Handel, 1985 dalam Bukatko, 2008.
Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses perkembangan kecerdasan emosi pada anak usia pertengahan
dan akhir anak-anak, anak-anak mulai menghargai aturan tampilan budaya yang menentukan kapan dan bagaimana emosi harus ditampilkan. Anak-
anak tersebut juga memahami bahwa mereka dapat mengendalikan emosi
ÜÝ
Þß àáâà
ãäå äæ âà
ç ß æß
å â è ß
à Þäæä Þ
âà åâÞ
âàáé å
âÞ âà á
Þ êâ
ßçëè ä
y
âà á ìßæ
ìßÞ â
Þâ ã â
t
Þä â íâ çä
è ß î
â æ â
ì ßæè â çââà ï
ð ß
à áß
t
â ñêâà
t
ß àòâà á
ßçëè ä
y
âà á Þäãßíâóâ æ
ä ëí ß
ñ âàâå éâà âå
ê è ä â
ãß æ
t
ß à áâñâà
Þâà â
åñ ä æ âà âå
éâà âå äà ä
Þäãßæëíß ñ
çßí â íê ä
äàò ßæâ å è ä
Þß àáâà
ëæ â
à á
t
êâ ï
ô æ âàá
tu
â
y
â à
á ç ßç ìß
æäåâà ìäç ìä
àá âà
y
â à á çß
à Þ êå êàá
Þ âà
ìßæä àò
ß æ âå è ä
Þß à
á âà
â à
â å
è ßîâ æ
â ãëè
ä
t
äõ
, memiliki anak yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
mengelola emosinya.
ö÷ ø
spek
ù
e
ú
erd
ûü û ý
þ
m osi
Goleman 2005 mengutip Salovey, menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang
dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan inti dan dasar dari
kecerdasan emosi yaitu suatu kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu bagi pemahaman diri dan kemampuan mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri
sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri ini mencakup kewaspadaan terhadap suasana hati
maupun pikiran tentang suasana hati. Seseorang mampu mengenali emosinya sendiri apabila orang tersebut memiliki kepekaan yang tinggi
ÿ
t y
y y
, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Menurut Mayer dalam Goleman, 2005, kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran
emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat
penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam
menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Agar mampu
mengontrol emosi dan menjaga supaya tindakan-tindakan yang diambil tidak didasarkan pada emosi semata, orang harus memahami apa yang
diharapkan dari dirinya dan mengerti bahwa setiap tindakan membawa konsekuensi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Menjaga agar
emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan
intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita Goleman, 2005. Ditambahkaan oleh Salovey dan Mayer bahwa kemampuan
, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit
dari perasaan-perasaan yang menekan dalam Goleman, 2005.
c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri
individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan
motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. Perkembangan kemampuan memotivasi diri ini juga
dimotori oleh kemampuan memecahkan masalah. Bila diberi kesempatan dan dukungan, anak akan mampu melihat permasalahan
dari berbagai sisi dan menyelesaikan masalahnya. Keberhasilan dalam memecahkan masalah ini akan mengembangkan kemampuan
memotivasi dirinya. Memotivasi Diri menurut Myers dalam Goleman, 1995 adalah
suatu kebutuhan atau keinginan yang dapat memberi kekuatan dan mengarahkan tingkah laku menjadi motivasi. Kemampuan seseorang
memotivasi diri dapat di telusuri melalui hal-hal sebagai berikut: 1 Optimisme
Optimis merupakan sikap menahan seseorang untuk tidak terjerumus dalam keadaan apatis, keputusasaan, dan depresi pada
+
, --
t
.01 - 2 -.3
4 4
5
w
-- 6-
4 ,
7 23
t
- 6-2
- .
83 6 79:
;9 3 .3 ,
.= 79 -4-
, 34- 9
y
-0 1 5 = 6-,
, 5
- =-
. , 3:
? A -
=- 9
- A -
=- 9
- ,
- 0 1-
t
B =. -
0 C - -
t
6-2-. 4
83 6 79 -
, 8-
=3 D8-= 3
: A -
=- 9
- .
=79 -4- 4
y
- 43 -
-6-
y
- 4
. -
u
-0 707 4
.05- 9 -3
, -, - = -
y
- 0 1
t
2-8 63
t t
-9 4- 0:
;= - 0 1
y
- 1
. .9
70
y
-3 8-
= -
9 -
t
3 6-4 -4-
. 0 E -63
5 . -, 6-
t
36-4 -4-
B =, 34-
9 9 -, =
- 8F
, ,
= -
0 1
y
- 1
. . 970
y
-3 8 -
= - 9
- .
.3 23 43 B
B- ,
= ,
y
- 1
=0 6-8 :
G
Flow Flow
.= 79 -4-
9705 -
4 9 . -
0C - -
t
- . ,
3 6
.3 .05-
9 -3 , -, -
= -
y
- 0 1
63
t t
- 9 4-
0: H-2 -.
flow,
. ,
3
t
36- 4
8-
y
- 63
t
- .
970 1 6-
63, -2 7= 4-
t t
- 9 3
E71 - B
= , 3C-
t
. 0 6
7 4 70
1
, memberi tenaga dan keselarasan dengan tugas yang dihadapi. Ciri khas flow adalah
perasaan kebahagiaan yang spontan.
d. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi
yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain, dikenal juga dengan sebutan empati. Empati adalah merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain, untuk mengetahui bukan hanya pikirannya saja melainkan perasaan orang tersebut. Menurut Goleman
2005, kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki
IJ
KLM N M OPNQ
LM ON
t
R SLT R U
M N
M OP ML QNQ V
K NO W R
Q
y
N S
X W R Q
y
N S
W Y W R
N S
y
NQ V
t
LZ W LMT PQ
y
R
y
N Q V M L Q V
RW
y
NZN
t
K NQ N
ON W
N [ N
y
N Q V \RT P
] PU
K N Q
Y ZNQ V
S NRQ W
L UR QVV N
ML Q [
N \R
S L T R U
M N M
OP ML Q
LZRM N W
P\P ]
ONQ\NQ V Y
ZNQ V S
NRQ O
LK N
t
L Z U N\NO
OLZN W
NN Q Y
ZNQ V S
N R Q
\ NQ S
L T R U
M N M
OP PQ
] P K
ML Q\ L Q V
N Z
K NQ
Y Z N
Q V
S NRQ_
` PQ a R
\N ZR
L M
ON
t
R N\N
S NU KLM N
M OPN
Q MLM T N
a N K LW
N Q
QYQb L ZT
N S
, yaitu nada bicara, gerak-gerik, dan ekspresi wajah.
Rosenthal dalam Priyanti, 2003 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan
isyarat nonverbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosi, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka. Nowicki dalam
Goleman, 2005, seorang ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik
akan terus menerus merasa frustrasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin
mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai
kemampuan untuk membaca perasaan orang lain dalam Wahyuningsih, 2004.
e. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu
keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan
cd
efgfh ijk lmj n
j n oj
h p hl
g j ql rstmf ujnv
cdd wx
y zf
t
f h j up l
mj n q
jmj u gf h
et u{ nl ejk
l uf h
{pj ej n ef u
j up{jn qjk
j h q
jmj u ef
gf h
ijk lmj n u
f ug ln j
i{g{ n |jn
y }
h j n|~
t hj n|
y
j n| i fgj
t
q jmj u
ef
t
f hj u p lmj n
u f ug ln
j i{g{ n|
jn lnl
j ej n k {ek fk
q jmj u
g lqj n| jpj
p{ nv
ej hfn j
t h jn |
t
f h k fg{o
u j up{
g fh
et u { nl ejk
l q
f n| jn
m j n j h
p j q
j t hj n|
mj ln y
} h j n| ~
t h j n|
lnl ptp{mf h
q jm j
u m l n
| e{ n
|jnn
y
j q
j n u
f njql
t
f u j n
y
j n | u
f n
y
f n
j n| ejn
e jhf n
j ef uj u
p{j nn
y
j gf
h et u{ nl
ejk l
rq jmj u
s tm fuj nv
cdd wx
y
j uj i
t
j u ji v
g jle
ij
t
l
, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana anak mampu membina hubungan
dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian anak berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.
5
iri -ciri Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosi
Berdasarkan aspek kecerdasan emosi yang telah terpapar di atas, Goleman 2001 menyimpulkan ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan
emosi tinggi sebagai berikut: a. Memikirkan tindakan dan perasaaan sebelum melakukan sesuatu;
b. Mampu mengendalikan perasaan seperti marah, agresif, dan tidak sabar; c. Memikirkan akibat sebelum bertindak;
d. Berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidup; e. Sadar akan perasaan diri dan orang lain;
f. Berempati dengan orang lain; g. Dapat mengendalikan mood dan perasaan negatif;
y
t
; i. Mudah menjalin persahabatan dengan orang lain;
j. Mahir dalam berkomunikasi; k. Menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai.
Sedangkan ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Bertindak mengikuti perasaan, tanpa memikirkan akibat; b. Pemarah, bertindak agresif;
c. Memiliki tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas; d. Kurang peka terhadap perasaaan diri;
e. Tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif; f. Terpengaruh oleh perasaan negatif;
g. Harga diri negatif; h. Tidak mampu menjalin persahabatan dengan orang lain;
i. Menyelesaikan konflik dengan kekerasan.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah diuraikan di atas, anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu menguasai gejolak emosinya,
menjalin hubungan baik dengan orang lain, dan mampu mengelola tekanan-tekanan atau stres, serta memiliki kesehatan mental yang baik.
Selain itu, anak dengan kecerdasan emosi tinggi juga mampu lebih cepat menguasai perasaan-perasaan negatif yang dialaminya, sehingga proses
u
¡ ¢£¤
¥¦ ¡
y
¤ § ¥¨¤©
¢ ¤
£¤
t
¢ ¡ ©¤
¤ £© ¤
¢
§¤
ª £¤
t
« ¬
¨
ut
¬ ¥
¦
®¯¯°±
, kecerdasan emosi yang tinggi pada anak dapat mengalami penurunan apabila orangtua dan lingkungan yang melingkupi
anak tidak mampu memberikan dorongan atau bimbingan dalam Priyanti, 2003.