Secara Praktis Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

œ žŸ Ÿ¡¢£ ¢ ¤ ¥¦ § ¨ ¢ © § , menunjukkan rasa empati kepada orang lain serta membangun kesadaran diri dan pemahaman pribadi. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosi secara efektif dengan cara mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain sehingga seseorang dapat berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. ª« ¬ roses ­ erkem ® ¯° gn ± ¯ ² e ³ erd ¯´ ¯° µ m osi Menurut Shapiro 1997, tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosi yang ditinjau melalui tahap-tahap perkembangan anak lebih bervariasi dibandingkan perkembangan anak secara fisik maupun kognitif. Perkembangan secara fisik dan kognitif dapat diperkirakan dalam banyak hal, sedangkan perkembangan secara emosi lebih kompleks. Pada umumnya orangtua hanya mengikuti dan mengantisipasi perkembangan anak secara fisik dan kognitif saja. Kecerdasan emosi anak berkembang seiring dengan tingkat keinginan anak untuk mencoba melakukan hal-hal baru. Dengan adanya kesempatan yang diberikan kepada anak, merangsang anak untuk memotivasi dirinya sendiri dalam mencapai apa yang diinginkannya dalam Priyanti, 2003. Shapiro dalam Priyanti, 2003 juga mengatakan bahwa tahap- tahap dalam perkembangan anak secara fisik dan kognitif turut mendorong ¶· ¸¹ º»¹¼½¾¿ À¾¿ »¹ Á ¹ ºÂ¾Ã ¾¿ ¹¼Ä à Š¾ ¿ ¾ » Æ Ç ¾Â¾ È Ã Å ¾ ½¾ÉÅ t ¾ , anak memiliki optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi dalam beraktivitas. Pada usia tersebut, anak belum dapat membedakan antara upaya dan kemampuan, sehingga anak akan tetap mencoba melakukan aktivitas hingga berhasil. Dengan bertambahnya usia anak antara 8 hingga 12 tahun, maka meningkat pula kematangan kognitif anak yang menjadikannya mampu menilai secara lebih realistis. Kemampuan nilai tersebut menimbulkan suatu kesadaran bahwa upaya dapat menjadi kompensasi untuk kemampuan. Terdapat 2 aspek utama dalam perkembangan emosi anak pada usia pertengahan dan akhir anak-anak, yaitu melanjutkan pertumbuhan pengetahuan anak tentang emosinya dan kemajuan dalam mengelola keadaan emosi mereka. Bukatko 2008 mengatakan bahwa perkembangan emosi dipengaruhi oleh komunikasi dan interaksi sosial yang dimiliki oleh anak dengan orang dewasa dan dengan teman sebaya. Banyak dari apa yang kita ketahui tentang perkembangan emosi pada anak usia pertengahan dan akhir anak-anak berkaitan dengan bagaimana anak berpikir dan bernalar tentang emosi. Anak yang berusia antara 8 dan 10 tahun misalnya, sudah memahami bahwa perilaku emosional ditentukan oleh aturan-aturan budaya anak seharusnya terlihat bahagia ketika menerima hadiah meskipun tidak menyukai hadiah tersebut dan perilaku yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu ÊË Ì ÍÎ Í Ï Ð ÍÑÒÓ t Ô ÑÓ Ô Î y Ò Õ Õ ÔÓ ÏÖ× ÒÎ Ó ÔØÍÎ Ù t ÖØÍ Ï Õ ÔÑ Í Ó Í Ú Í ÖÏ Û ÖÏ Í Ö ÎÙÖ Î Ø ÖÖ zinkan oleh ibu menghadiri pesta ulang tahun teman Bukatko, 2008. Harris dalam Bukatko, 2008 menyatakan bahwa anak-anak usia pertengahan dan akhir anak-anak telah mengembangkan pemahaman yang luas dari norma-norma sosial dan harapan yang mengelilingi tampilan perasaan. Pengetahuan tentang emosi dapat memiliki konsekuensi yang signifikan bagi perkembangan sosial anak. misalnya, anak-anak usia 5 tahun yang mampu memberikan label ekspresi emosi pada wajah dengan tepat, lebih cenderung menampilkan perilaku sosial yang positif pada usia 9 tahun Izard et al., 2001 dalam Bukatko, 2008. Perkembangan emosional pada anak usia pertengahan dan akhir anak-anak erat berafiliasi dengan kemajuan dalam kognisi yang memungkinkan anak-anak tersebut untuk berpikir dalam istilah abstrak yang lebih kompleks. Pada saat anak-anak tersebut masuk sekolah, mereka mulai memahami bahwa perubahan dalam pikiran dapat menyebabkan perubahan dalam perasaan yang memiliki pikiran bahagia misalnya, dapat menghilangkan suasana hati yang sedih Weiner Handel, 1985 dalam Bukatko, 2008. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses perkembangan kecerdasan emosi pada anak usia pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak mulai menghargai aturan tampilan budaya yang menentukan kapan dan bagaimana emosi harus ditampilkan. Anak- anak tersebut juga memahami bahwa mereka dapat mengendalikan emosi ÜÝ Þß àáâà ãäå äæ âà ç ß æß å â è ß à Þäæä Þ âà åâÞ âàáé å âÞ âà á Þ êâ ßçëè ä y âà á ìßæ ìßÞ â Þâ ã â t Þä â íâ çä è ß î â æ â ì ßæè â çââà ï ð ß à áß t â ñêâà t ß àòâà á ßçëè ä y âà á Þäãßíâóâ æ ä ëí ß ñ âàâå éâà âå ê è ä â ãß æ t ß à áâñâà Þâà â åñ ä æ âà âå éâà âå äà ä Þäãßæëíß ñ çßí â íê ä äàò ßæâ å è ä Þß àáâà ëæ â à á t êâ ï ô æ âàá tu â y â à á ç ßç ìß æäåâà ìäç ìä àá âà y â à á çß à Þ êå êàá Þ âà ìßæä àò ß æ âå è ä Þß à á âà â à â å è ßîâ æ â ãëè ä t äõ , memiliki anak yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola emosinya. ö÷ ø spek ù e ú erd ûü û ý þ m osi Goleman 2005 mengutip Salovey, menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu: a. Mengenali Emosi Diri Mengenali emosi diri sendiri merupakan inti dan dasar dari kecerdasan emosi yaitu suatu kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu bagi pemahaman diri dan kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi. Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri ini mencakup kewaspadaan terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati. Seseorang mampu mengenali emosinya sendiri apabila orang tersebut memiliki kepekaan yang tinggi ÿ t y y y , tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Menurut Mayer dalam Goleman, 2005, kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Agar mampu mengontrol emosi dan menjaga supaya tindakan-tindakan yang diambil tidak didasarkan pada emosi semata, orang harus memahami apa yang diharapkan dari dirinya dan mengerti bahwa setiap tindakan membawa konsekuensi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita Goleman, 2005. Ditambahkaan oleh Salovey dan Mayer bahwa kemampuan , melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan dalam Goleman, 2005. c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. Perkembangan kemampuan memotivasi diri ini juga dimotori oleh kemampuan memecahkan masalah. Bila diberi kesempatan dan dukungan, anak akan mampu melihat permasalahan dari berbagai sisi dan menyelesaikan masalahnya. Keberhasilan dalam memecahkan masalah ini akan mengembangkan kemampuan memotivasi dirinya. Memotivasi Diri menurut Myers dalam Goleman, 1995 adalah suatu kebutuhan atau keinginan yang dapat memberi kekuatan dan mengarahkan tingkah laku menjadi motivasi. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat di telusuri melalui hal-hal sebagai berikut: 1 Optimisme Optimis merupakan sikap menahan seseorang untuk tidak terjerumus dalam keadaan apatis, keputusasaan, dan depresi pada + , -- t .01 - 2 -.3 4 4 5 w -- 6- 4 , 7 23 t - 6-2 - . 83 6 79: ;9 3 .3 , .= 79 -4- , 34- 9 y -0 1 5 = 6-, , 5 - =- . , 3: ? A - =- 9 - A - =- 9 - , - 0 1- t B =. - 0 C - - t 6-2-. 4 83 6 79 - , 8- =3 D8-= 3 : A - =- 9 - . =79 -4- 4 y - 43 - -6- y - 4 . - u -0 707 4 .05- 9 -3 , -, - = - y - 0 1 t 2-8 63 t t -9 4- 0: ;= - 0 1 y - 1 . .9 70 y -3 8- = - 9 - t 3 6-4 -4- . 0 E -63 5 . -, 6- t 36-4 -4- B =, 34- 9 9 -, = - 8F , , = - 0 1 y - 1 . . 970 y -3 8 - = - 9 - . .3 23 43 B B- , = , y - 1 =0 6-8 : G Flow Flow .= 79 -4- 9705 - 4 9 . - 0C - - t - . , 3 6 .3 .05- 9 -3 , -, - = - y - 0 1 63 t t - 9 4- 0: H-2 -. flow, . , 3 t 36- 4 8- y - 63 t - . 970 1 6- 63, -2 7= 4- t t - 9 3 E71 - B = , 3C- t . 0 6 7 4 70 1 , memberi tenaga dan keselarasan dengan tugas yang dihadapi. Ciri khas flow adalah perasaan kebahagiaan yang spontan. d. Mengenali Emosi Orang Lain Kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain, dikenal juga dengan sebutan empati. Empati adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, untuk mengetahui bukan hanya pikirannya saja melainkan perasaan orang tersebut. Menurut Goleman 2005, kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki IJ KLM N M OPNQ LM ON t R SLT R U M N M OP ML QNQ V K NO W R Q y N S X W R Q y N S W Y W R N S y NQ V t LZ W LMT PQ y R y N Q V M L Q V RW y NZN t K NQ N ON W N [ N y N Q V \RT P ] PU K N Q Y ZNQ V S NRQ W L UR QVV N ML Q [ N \R S L T R U M N M OP ML Q LZRM N W P\P ] ONQ\NQ V Y ZNQ V S NRQ O LK N t L Z U N\NO OLZN W NN Q Y ZNQ V S N R Q \ NQ S L T R U M N M OP PQ ] P K ML Q\ L Q V N Z K NQ Y Z N Q V S NRQ_ ` PQ a R \N ZR L M ON t R N\N S NU KLM N M OPN Q MLM T N a N K LW N Q QYQb L ZT N S , yaitu nada bicara, gerak-gerik, dan ekspresi wajah. Rosenthal dalam Priyanti, 2003 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat nonverbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosi, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka. Nowicki dalam Goleman, 2005, seorang ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustrasi. Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain dalam Wahyuningsih, 2004. e. Membina Hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan cd efgfh ijk lmj n j n oj h p hl g j ql rstmf ujnv cdd wx y zf t f h j up l mj n q jmj u gf h et u{ nl ejk l uf h {pj ej n ef u j up{jn qjk j h q jmj u ef gf h ijk lmj n u f ug ln j i{g{ n |jn y } h j n|~ t hj n| y j n| i fgj t q jmj u ef t f hj u p lmj n u f ug ln j i{g{ n| jn lnl j ej n k {ek fk q jmj u g lqj n| jpj p{ nv ej hfn j t h jn | t f h k fg{o u j up{ g fh et u { nl ejk l q f n| jn m j n j h p j q j t hj n| mj ln y } h j n| ~ t h j n| lnl ptp{mf h q jm j u m l n | e{ n |jnn y j q j n u f n€jql t f u j n y j n | u f n y f n j n| ejn e jhf n j ef uj u p{j nn y j gf h et u{ nl ejk l rq jmj u s tm fuj nv cdd wx y  j uj i t j u ji v g jle ij t l , hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana anak mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian anak berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. 5 ‚ ƒ iri -ciri Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosi Berdasarkan aspek kecerdasan emosi yang telah terpapar di atas, Goleman 2001 menyimpulkan ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi sebagai berikut: a. Memikirkan tindakan dan perasaaan sebelum melakukan sesuatu; b. Mampu mengendalikan perasaan seperti marah, agresif, dan tidak sabar; c. Memikirkan akibat sebelum bertindak; d. Berusaha dan mempunyai daya tahan untuk mencapai tujuan hidup; e. Sadar akan perasaan diri dan orang lain; f. Berempati dengan orang lain; g. Dapat mengendalikan mood dan perasaan negatif; „… †‡ ˆ‰Š‹‰Œ Ž  Œ ‘ ‰’ “” • ” y – Œ — ’ ‘ ” t ” ˜ ; i. Mudah menjalin persahabatan dengan orang lain; j. Mahir dalam berkomunikasi; k. Menyelesaikan konflik sosial dengan cara damai. Sedangkan ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah dapat digambarkan sebagai berikut: a. Bertindak mengikuti perasaan, tanpa memikirkan akibat; b. Pemarah, bertindak agresif; c. Memiliki tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas; d. Kurang peka terhadap perasaaan diri; e. Tidak dapat mengendalikan perasaan dan mood yang negatif; f. Terpengaruh oleh perasaan negatif; g. Harga diri negatif; h. Tidak mampu menjalin persahabatan dengan orang lain; i. Menyelesaikan konflik dengan kekerasan. Berdasarkan ciri-ciri yang telah diuraikan di atas, anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan baik dengan orang lain, dan mampu mengelola tekanan-tekanan atau stres, serta memiliki kesehatan mental yang baik. Selain itu, anak dengan kecerdasan emosi tinggi juga mampu lebih cepat menguasai perasaan-perasaan negatif yang dialaminya, sehingga proses ™™ š›œž u Ÿ › ¡ ¢£¤œ ›š¥¦ ¡ y ¤ œ § œ¥¨š¤© ¢ ¤ £¤ t ¢ ¡ ©¤ Ÿ  Ÿ ¤œ £© ¤ ¢› œ §¤ œ ª ›£¤ t « ¬› œ¨ ut ¬ ¥œ Ÿ ¦ ­ ®¯¯°± , kecerdasan emosi yang tinggi pada anak dapat mengalami penurunan apabila orangtua dan lingkungan yang melingkupi anak tidak mampu memberikan dorongan atau bimbingan dalam Priyanti, 2003.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Menurut Gottman dan Declaire 2003 ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain, yaitu: a. Keluarga Goleman 2002 mengatakan kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi. Dalam wadah besar yang akrab ini, individu belajar bagaimana merasa tentang diri sendiri dan orang lain bereaksi terhadap perasaan diri, bagaimana memikirkan perasaan yang dimiliki dan pilihan-pilihan apa yang dimiliki untuk bereaksi. Keluarga, khususnya orangtua bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan emosi anak. Agar seorang anak dapat berkembang wajar secara psikososial, anak perlu mendapat perhatian, pengertian, rasa aman, penghargaan dan penerimaan dari kedua orangtuanya. Menurut Suwondo dalam Retnowati, 2007 yang pertama kali bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara rohani, jasmani maupun sosial adalah orangtuanya. Sedangkan Gunarsa 1990 menyatakan bahwa secara khusus ibu berperan penting ²³ ´µ¶µ· ¸¹ µ y µ ¹º · º»¸¼µ » ½ º ¾¸¿ ¸¼ µ » º · ÀÁ  µ »µ½ · º¶ µ ¶ ¸  ¹ºÃ¼ µ t µ » ´ µ » Á  ½µ ¹ ´µ ¶µ · ¾ºÃ  »¿ºÃµ ½ Á  Á ºÃ t µ ¾ºÃ ½ À · ¸»  ½µÁ  ´ º »Ä µ » µ » µ½ ½ µÃº»µ  ¾¸ · ºÃ ¸¹ µ½µ » Á ÀÁ À ½ y µ » Ä ´ º ½µ t ´ º» Ä µ » µ »µ½ ´ µ » ¾º ùº õ » Á º¾µ Ä µ  ¹º ¶Â » ´ ¸»Ä ´µ » ¹ º» Ä µ Á ¸¼ ut µ·µ Å´µ¶µ· ƺ t »ÀÇ µ t  , 2007. b. Pengalaman dengan Lingkungan Sekitar Kecenderungan seseorang untuk bertindak biasanya diawali oleh pengalaman hidupnya. Cara mempelajari keterampilan emosi dapat diperoleh dari pengalaman dengan lingkungan sekitar, ketika individu melakukan kontak sosial dengan orang lain. Adanya hubungan dengan orang lain dapat mempengaruhi perilaku individu seperti bagaimana menilai orang lain, bagaimana berkomunikasi dan bagaimana individu dapat menentukan sikap Goleman, 2005. c. Pendidikan Sekolah Sekolah dapat menjadi salah satu lembaga yang dapat mengajarkan kecerdasan emosi. Goleman menyebutkan bahwa sekolah dapat berperan besar dengan mencantumkan keterampilan emosi dalam kurikulumnya. Adanya rancangan yang lebih luas dengan mengembangkan kurikulum pelajaran keterampilan emosi ataupun mempersiapkan guru yang berkompeten untuk membantu mengajarkan keterampilan emosi Goleman, 2005. ÈÉ ÊË Ì n ÍÎ -anak Masa Pertengahan dan Akhir 1. Batasan Usia Anak Usia Akhir Anak-anak ÏÐÑÒ t ÑÓÑ Ô Ñ ÒÓÕÖ ×Ø ÖÒÕÙ ÑÖ ÑÐ Ú Ñ Ö Ñ ÛÙ ÕÑ Ü ÝÞ È t ÑÓ Û Ð ß ÐÑàÛ Ð ÑÒÓÕÖ ÛÙ Õ Ñ ÑÐÑÒ t ÑÓÑ Ô ÑÒÓÕ Ö á Ø×ÕÓ â Õ t Ñ Ð â ÑÕ ãá ØÓ ÒØàÑ t ÑÐ äÑ Ð Ù Ø Ò Ù Û Ñá , sehingga usia akhir anak tahap akhir bisa berubah sesuai dengan kondisi individu. Para ahli lebih banyak menyebut periode anak tahap akhir sebagai usia sekolah dasar karena di usia ini anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa. Menurut Hurlock 1980, masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan kelanjutan dari masa awal anak-anak yang dimulai dari usia pra sekolah hingga usia sekolah dasar. Periode perkembangan ini berlangsung dari usia 6 tahun hingga anak menjadi individu yang matang secara seksual, yaitu usia sekitar 12 tahun dalam Desmita, 2010.

2. Karakteristik Perkembangan Masa Pertengahan dan Akhir Anak- anak

Periode perkembangan masa pertengahan dan akhir kanak-kanak memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Perkembangan Fisik

Masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode pertumbuhan fisik yang lambat dan konsisten sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira 2 tahun menjelang anak åæ ç è éê ëìí ç ë t ë éî ï èð ë ñë ï è ò ï óëôõ ö ô è ÷ ò ëñ è é ë í tu, masa ini sering juga disebut sebagai periode tenang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja. Dalam perkembangan fisik ini, terjadi perubahan pada berat dan tinggi badan yang berkaitan dengan sistem rangka, sistem otot, serta keterampilan-keterampilan motorik Santrock, 2008.

b. Perkembangan Kognitif

Seiring dengan masuknya anak ke sekolah dasar maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Hal tersebut disebabkan oleh bertambah luasnya dunia anak sehingga memunculkan minat anak dalam berbagai hal. Perkembangan kognitif anak pada masa ini mengacu pada teori dan pemikiran operasional konkrit concrete operational thought Piaget. Menurut Piaget 1967, pemikiran operasional konkrit terdiri dari operasi-operasi dan tindakan-tindakan mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dilakukan sebelumnya secara fisik. Namun demikian, operasi konkrit ialah suatu tindakan mental yang bertentangan terhadap objek-objek yang nyata dan konkrit dalam Deswita, 2010. Pada masa ini anak sudah mengembangkan pikiran logis. Anak mulai mampu memahami operasi dalam sejumlah konsep, seperti 5 × 6 = 30; 30 ÷ 6 = 5. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka øù t ú ûüý þ üÿ ú t þ ü þ u ÿ ü û ü þ ýü ú ü ú y ü ÿ ûü ú ü ü ú û ü , karena anak mulai mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya. Menurut Piaget, anak-anak pada masa operasional konkrit ini telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak Johnson Medinnus dalam Deswita, 2010. erkem bangan Psikososial Pada masa ini anak-anak mengalami perubahan-perubahan tertentu untuk menyiapkan diri memasuki masa remaja bahkan masa dewasa, diantaranya adalah anak-anak mulai sekolah dan kebanyakan anak-anak sudah mempelajari mengenai sesuatu yang berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai keterampilan praktis. Monks 1996, menjelaskan bahwa perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia pra sekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, makin mendekatkan diri pada orang-orang lain disamping anggota keluarga. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orangtua. Anak biasanya berusaha menjadi anggota suatu kelompok; kelompok semacam ini terdapat dalam Taman Kanak-kanak TK dan